Friday, July 24, 2015

( Bagian 6 ) Mengimani Sifat-sifat Allah : " Mengimani bahwa kalamullah itu berhuruf dan bersuara " "


Kandungan bagian ke enam :

1. Mengimani bahwa kalamullah itu berhuruf dan bersuara
2. Allah Berfirman dengan Suara yang Dapat Didengar
3. Kaum Mukminin Kelak Akan Melihat Allah di Hari    
    Kiamat/Akhirat (Ru'yatullah)
4. Allah Berfirman dengan Suara dan Huruf
'Aqidah Jahmiyyah : "Allah tidak dapat dilihat di akhirat."

Satu perbedaan pokok lainnya diantara ulama2 Ahlus-Sunnah dan orang2 Jahmiyyah yang dahulu menjadi ciri yang kontras untuk membedakan diantara keduanya, yakni dalam masalah melihat Allah kelak di hari kiamat.
Adapun orang2 Jahmiyyah, maka mereka meyakini hal yang bertentangan dengan apa yang dikatakan dan diyakini oleh para ulama Ahlus-Sunnah. 

Orang2 Jahmiyyah itu mengingkari masalah dapat dilihatnya Allah nanti diakhirat.

Imam Al-Bukhari rahimahullah mengatakan :

قال وكيع من كذب بحديث إسماعيل عن قيس عن جرير عن النبي صلى الله عليه وسلم في الرؤية فهو جهمي فاحذروه 

“Waki’ rahimahullah mengatakan : “Barangsiapa yang mendustakan hadits Isma’il dari Qais dari Jarir radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkenaan dengan masalah melihat Allah, maka ia adalah seorang Jahmiy.”

(Khalq Af’al al-‘ibad war-Radd ‘alal-Jahmiyyah wa Ashabit-Ta’thil hal.11)

Abu Bakar Yahya bin Abi Thalib rahimahullah mengatakan :


“Dan kami menerima hadits dan selainnya yang ditentang oleh orang2 Jahmiyah dari hal melihat Allah dan shifat Allah.”

(As-Sunnah al-Khalal 1/234)

Dalam masalah melihat Allah ini, orang2 Jahmiyah ini menyepakati orang2 Mu’tazilah, Khawarij, Syi’ah dan Murji’ah yang juga sama2 mengingkarinya.
Sedangkan para ulama Ahlus-Sunnah rahimahumullah, maka sungguh telah tsabit perkataan ulama2 salaf dan khalaf Ahlus-Sunnah rahimahumullah bahwa Allah itu dapat dilihat oleh orang2 mu’min kelak di hari kiamat, yakni dengan mata kepala.
Diantara para ulama Ahlus-Sunnah itu adalah :
1. Qutaibah bin Sa’id rahimahullah mengatakan :
، ونؤمن بالرؤية ، والتصديق بالأحاديث التي جاءت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم في الرؤية حق
“Dan Ahlus-Sunnah beriman tentang melihat kepada Allah, dan membenarkan hadits2 yang haq datangnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara melihat Allah ini.” 
(Syi’ar Ash-hab Al-Hadits 1/17)
2. Abu Zur’ah rahimahullah dan Abu Hatim rahimahullah berkata :
وأنه تبارك وتعال يرى في الآخرة يراه أهل الجنة بأبصارهم ويسمعون كلامه كيف شاء وكما شاء 
“Dan diantara madzhab Ahlus-Sunnah adalah bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala akan dapat dilihat kelak di akhirat. Semua penduduk surga akan melihat-Nya dengan mata kepala mereka dan mereka dapat mendengar perkataan-Nya sebagaimana Dia kehendaki dan seperti yang Dia kehendaki." 
(Syarh Ushulil-I'tiqad Ahlis-Sunnah, 1/198-199)
3. Imam Asy-Syafi'i rahimahullah mengatakan :
والله لو لم يوقن محمد بن إدريس أنه يرى ربه في المعاد لما عبده في الدنيا
"Demi Allah, kalau sekiranya Muhammad bin Idris (yakni beliau sendiri) tidak meyakini bahwa ia akan melihat Rabb-Nya di akhirat, niscaya tidaklah ia  akan menyembah-Nya di dunia”
(Manaqib Asy-Syafi’i 1/419)

4. Imam Malik rahimahullah, beliau mengatakan :
الناس ينظرون إلى الله تعالى يوم القيامة بأعينهم
"Manusia akan melihat Allah Ta’ala pada hari kiamat nanti dengan mata mereka”
(At-Tashdiq bin-Nazhari ila Allah Ta'ala fil-Akhirat halaman 41)
5. Imam Ahmad rahimahullah, beliau mengatakan :
من قال : إن الله تعالى لا يُرى، فهو كافر
“Siapa saja yang mengatakan : "Sesungguhnya Allah tidak dapat dilihat (di akhirat), maka ia telah kafir.”
(Asy-Syari’ah, 2/10)
6. Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :
والرؤية مختصة بالمؤمنين ، وأما الكفار فلا يرونه سبحانه وتعالى
“Dan melihat Allah ini dikhususkan bagi orang2 mu’min, sedangkan orang2 kafir, maka mereka tidak dapat melihat Allah subhaananu wa ta’ala.”
(Al-Minhaj 5/187)

7. Al-Hafizh ibnu Hajar rahimahullah mengatakan bahwa Ahlus-Sunnah menjadikan perkara melhat Allah di akhirat kelak sebagai salah satu dari dasar keimanan seseorang. 
Beliau rahimahullah berkata:
وهذا من الأدلة القوية لأهل السنة في إثبات رؤية الله تعالى في الآخرة، إذ جعلت من قواعد الإيمان
"Dan hal ini merupakan dalil yang menguatkan bagi Ahlus-Sunnah dalam menetapkan masalah melihat Allah di akhirat kelak, saat Ahlus- Sunnah  menjadikan masalah ini sebagai bagian dari dasar2 iman."
(Fathul-Bari 1/118)
8. Dan yang lainnya.
Na’am, dan demikianlah satu perbedaan lainnya diantara ‘Aqidahnya orang2 Jahmiyyah dan ‘Aqidahnya ulama2 Ahlus-Sunnah.
Semoga kita semua dapat mengenalinya dengan baik dan semoga Allah menjauhkan kita semua dari kesalahan2 dalam ber-‘Aqidah.


Dikutip dari :

PENJELASAN ILMIAH TERHADAP FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH
(MPU ACEH) NOMOR 09 TAHUN 2014TENTANG:
PEMAHAMAN, PEMIKIRAN, PENGAMALAN DAN PENYIARANAGAMA ISLAM DI ACEH
TIM PENYUSUN:
USTADZ HARITS, USTADZ IMAM dan USTADZ ADAM


C.  Mengimani bahwa kalamullah itu berhuruf dan bersuara adalah sesat dan menyesatkan; ( ?????? )
          
Jawaban:
Keyakinan yang mengatakan bahwa kalamullah itu berhuruf dan bersuara adalah salah satu dari keyakinan yang harus diyakini oleh seorang Muslim.
Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah  serta ucapan para ulama dari apa yang kami ketahui, telah mengucapkan bahwa kalamullah berhuruf dan bersuara, diantaranya adalah:
Allah  berfirman:
Artinya:  Maka dengarkanlah apa yang diwahyukan kepadamu:“Sesungguhnya Aku adalah Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku, maka hendaknya engkau beribadah kepada-Ku dan dirikanlah shalat karena-Ku”.  [Thaha: 13, 14]
Di dalam ayat di atas menunjukkan bahwa Kalamullah itu memiliki suara yang didengar.
Allah  juga berfirman:
Artinya:  Dan apakah sampai kepadamu berita tentang Musa, ketika dia diseru oleh Rabbnya di wadi yang tersucikan yaitu thuwa. [An-Nazi’at: 15 – 16]
Adapun An-Nida di dalam bahasa Arab itupasti dengan suara.
Berkata Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah:
Artinya: Dan Allah telah menyebutkan An-Nida (panggilan) tentang diri-Nya di dalam Al-Quran sebanyak sembilan tempat. Kita tidak perlu untuk meng-qayyid-kan An-Nida (panggilan) tersebut dengan suara, dikarenakan An-Nida dalam konteks makna dan hakikatnya itu.
memiliki suara dengan kesepakatan ahli lughah (bahasa). Jika tidak ada suara maka tidak akan ada An-Nida”.
Adapun dalil dari As-Sunnah adalahsebagai berikut:
Rasulullah  bersabda:
Artinya:  “Allah  akan mengumpulkan hamba-hamba-Nya pada hari
kiamat, kemudian Allah memanggil mereka dari jarak jauh dengan suara yang terdengar jelas seperti suara yang terdengar dari jarak dekat, ‘Aku adalah Al-Malik (Maharaja), Aku adalah Ad-Dayyan (Maha Membalas)”. (HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Unais)
Di dalam hadits di atas disebutkan: artinya adalah dengan suara, maka ini adalah nash yang jelas bahwa Allah  berfirman (berbicara) dengan suara, akan tetapi kalam (Berbicara) Allah  tidak sama sepertiberbicara makhluk-Nya. Dan kami meyakini bahwa Al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk.
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa Allah  berbicara dengan huruf adalah hadits Rasulullah  yaitu:
Artinya:  Barang siapa yang membaca satu huruf saja dari Al-Quran, maka dia
akan mendapatkan satu kebaikan,dan kebaikan itu dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Aliif laam miim satuhuruf, tetapi Aliif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf. (HR Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Al-Imam Bukhari mengatakan di dalam kitab Khalq Af’allil ‘Ibaad:
Artinya:  “Dan Allah  menyeru dengan suara yang didengar orang yangjauh sebagaimana didengar oleh yang dekat. Beliau juga berkata: Di dalamhadits di atas menunjukkan bahwa suara Allah  tidak sesuai dengan suara makhluk-Nya karena suara Allah  didengar oleh orang yang jauh sebagaimana didengar oleh yang dekat dan malaikat tersungkur pingsan ketika mendengar Ucapan Allah ”. –Selesai.
Berkata Al-Imam Abdullah bin Ahmad kepada ayahnya:
Artinya:  Aku mengatakan kepada ayahku :“Wahai ayahku, sesungguhnya disini (daerah ini) ada orang yang mengatakan bahwa Allah tidak berbicara dengan suara”. Maka Ayahnya mengatakan: “Wahai Anakku mereka adalah jahmiyyah zanadiqah, mereka berlandaskan dengan ta’thil” (mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah).
Al-Imam Bukhari mengisyaratkankepada sebuah hadits di mana para malaikat
pingsan tatkala mendengar suara Allah sebagai berikut:
Artinya: “Jika Allah menetapkan keputusan dilangit maka para malaikat memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firmanNya, seakan-akan rantai yang di atas batu yang licin.Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka (para malaikat), mereka berkata “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan- mu?” mereka menjawab: (perkataan) yang benar”, dan Dia-lah yang Maha
Tinggi lagi Maha Besar”. (HR Al- Bukhari no 4800)
Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam Fathul Bary menukil ucapan Al-Imam Ahmad yang mana beliau menetapkan bahwa kalamullah itu memiliki suara, berikut nukilan ucapanbeliau:
Artinya: “Adapun suara maka barang siapa yang melarang (sifat suara bagi Allah) beralasan bahwa suara adalah aliran nafas yang terhenti yang terdengar dan keluar dari kerongkongan. Maka orang yang menetapkan sifat suara menjawab dengan dalih bahwasanya suarayang sifatnya demikian adalahsuara yang dikenal dari para manusia. Sebagaimana pendengaran dan penglihatan. Dan sifat-sifat Ar-Robb berbeda dengan itu semua dan tidaklah melazimkan adanya perkara yang disebutkan yang dilarang tersebut jika disertai keyakinan tanzih (pensucian sifat Allah dari kekurangan-pen) dan tidak adanya tasybih ( menyamakandengan makhluk-pen). Dan suara bisa keluar tanpa kerongkongan.
Abdullah bin Ahmad bin Hambal dalam kitabnya “As-Sunnah” berkata: “Aku bertanya kepada ayahku tentang suatu kaum yangmereka berkata bahwasanya tatkala Allah berbicara dengan Musa, Allah berbicara dengannya tanpa suara. Maka ayahku (Imam Ahmadbin Hanbal) berkata kepadaku, “Justru Allah berbicara dengan suara”. Hadits-hadits ini diriwayatkan sebagaimana datang”. (Fathul Baari 13/460).
Maka dengan penukilan-penukilan di atasmenunjukkan dengan jelas bahwa apa yangkami yakini tentang kalamullah itu berhuruf dan bersuara adalah keyakinan yang berlandaskan Al-Quran dan sunnah serta dibangun di atas ijma’ ulama Islam serta keyakinan para ulama terdahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in.Wallahu A’lam.
https://app.box.com/s/i1eovuex2zubmggddnjm

Menjawab 17 Fitnah Terhadap Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah
Syaikh Murad Syukri ~ (Ustaz Badrul Hisyam bin Sulaiman.)

Menjawab Fitnah Ketujuh:
Allah Berkata-Kata
كلام الله
Persoalan ini sebenarnya duduk dalam perbahasan perbuatan al-Ikhtiyariyyah, atau apa yang disebut oleh al-Mutakallimin sebagai “berlakunya perbuatan-perbuatan baru pada zat Allah” yang telah disentuh dalam bab sebelumnya. Dalam bab ini kita akan membahas apa yang dimaksudkan oleh generasi al-Salaf al-Shalih apabila mereka berkata: “al-Qur’an adalah kalamullah, ia bukan makhluk”.
Terdapat banyak pendapat yang dikemukakan oleh manusia dalam persoalan ini.[1] Secara umumnya umat Islam bersepakat Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata-kata, hanya mereka berbeza pendapat tentang perinciannya kepada lima pendapat:

Pendapat Pertama:
Ia adalah pendapat aliran al-Mu’tazilah dan al-Jahmiyyah. Mereka berpendapat mencipta kata-kata pada sesuatu yang lain. Sebagai contoh, Allah mencipta kata-kata pada pokok ketika Dia berkata-kata dengan Nabi Musa.[2] Generasi al-Salaf bersepakat mengatakan bahawa pendapat seperti ini membawa kekufuran. Ini kerana apabila kata-kata itu terbit dari pokok maka ia adalah kata-kata pokok sehingga tidak mungkin pokok itu dapat berkata-kata:
Sesungguhnya Aku-lah Allah; tiada tuhan melainkan Aku; oleh itu sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingati Aku. [Ta-Ha 20:14][3]

Pendapat kedua:
Ia adalah pendapat aliran al-Asya‘irah, Ibn Kulaib dan para pengikut mereka. Mereka berpendapat sifat Berkata-kata bagi Allah adalah qadim akan tetapi ia tanpa huruf, tanpa suara. Ini adalah pendapat yang salah juga.

Pendapat Ketiga:
Ia adalah pendapat Ibn Salim dan sekumpulan yang lain. Mereka berpendapat sifat Berkata-kata, suara dan huruf bagi Allah adalah qadim. Pendapat ini salah.

Pendapat Keempat:
Ia adalah pendapat Ibn Karram dan sekumpulan yang lain. Mereka berpendapat sifat Berkata-kata bagi Allah adalah sesuatu yang baru setelah sebelumnya Allah tidak Berkata-kata. Ini adalah pendapat yang salah.

Pendapat Kelima:
Ia adalah pendapat para imam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah, para ahli hadis dan al-Salaf al-Shalih. Mereka berpendapat bahawa Allah tetaplah Dia sentiasa Berkata-kata apabila Dia kehendaki. Apabila Dia kehendaki, Dia Berkata-kata dengan suara yang boleh didengar dan dia Berkata-kata dengan huruf.
Inilah pendapat yang benar dan juga merupakan pendapat Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah.[4]


[1] Disebabkan banyaknya pendapat ini, umat Islam tidak lagi dapat membezakan antara yang benar dan salah. Ini diburukkan lagi dengan situasi umat Islam masa kini yang berada jauh dari al-Qur’an, al-Sunnah dan akidah Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah yang dipegang oleh al-Salaf al-Shalih. Lalu ada yang berpegang kepada pendapat yang salah tetapi disangkanya benar. Kemudian apa yang disangkanya benar dijadikan hujah untuk memfitnah Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah, konon pendapat yang dipegang oleh beliau adalah salah.
[2]  Kisah ini disebut dalam al-Qur’an:
Dan sudahkah sampai kepadamu kisah (yang dialami oleh) Nabi Musa? Ketika dia melihat api, lalu berkatalah dia kepada isterinya: “Berhentilah! Sesungguhnya aku ada melihat api semoga aku dapat membawa kepada kamu satu cucuhan daripadanya, atau aku dapat di tempat api itu: penunjuk jalan.”
Maka apabila dia sampai ke tempat api itu (kedengaran) dia diseru: “Wahai Musa! Sesungguhnya Aku Tuhanmu. Maka bukalah kasutmu, kerana engkau sekarang berada di Wadi Tuwa yang suci. Dan Aku telah memilihmu menjadi Rasul maka dengarlah apa yang akan diwahyukan kepadamu.” [Ta-Ha 20:9-13]
Orang-orang daripada aliran Al-Mu’tazilah dan Jahmiyyah berkata, yang menyeru Nabi Musa ‘alaihi salam dan berkata-kata kepadanya di Wadi Tuwa tersebut ialah sebatang pokok. Kononnya Allah telah menjadikan pokok itu berkata-kata kepada Nabi Musa.
[3] Jika dianggap pokok yang berkata-kata, maka bererti pokok adalah Allah dan pokok menyuruh Nabi Musa menyembahnya dan solat untuk mengingatinya. Sudah tentu ini mustahil, maka dengan itu tertolaklah pendapat Al-Mu’tazilah danJahmiyyah ini.
[4]  Ada pun dalil-dalilnya, maka ia seperti berikut:
·         Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Dan tatkala Nabi Musa datang pada waktu yang Kami telah tentukan itu, dan Tuhannya berkata-kata dengannya. [al-A’raaf 7:143] Ayat ini menjadi dalil Allah Subhanahu wa Ta'ala Berkata-kata apabila Dia kehendaki, yakni apabila Nabi Musa ‘alaihi salam telah datang pada waktu yang Allah tetapkan.
·         Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
(Ingatlah) ketika Allah berfirman: “Wahai Isa! Sesungguhnya Aku akan mengambilmu dengan sempurna, dan akan mengangkatmu ke sisi-Ku.[‘Ali Imran 3:55] Ayat ini menjadi dalil Allah Subhanahu wa Ta'ala Berkata-kata dengan huruf kerana perkataan yang merupakan ma’qul qaul (yang menyusul sesudah kata Qala) tersusun dari sejumlah huruf.
·         Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Dan Kami telah menyerunya (Nabi Musa) dari arah sebelah kanan Gunung Tursina, dan Kami dampingkan dia dengan diberi penghormatan berkata-kata dengan Kami. [Maryam 19:52] Ayat ini menjadi dalil Allah Subhanahu wa Ta'ala Berkata-kata dengan suara kerana sesuatu seruan tidak mungkin dilakukan kecuali dengan penggunaan suara. [Syaikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin – Fath Rabb al-Bariyyah bi Talkhish al-Hamawiyyah li Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah, (edisi terjemahan oleh Abu Nabila atas judul Sifat-Sifat Allah Dalam Pandangan Ibnu Taimiyah; Pustaka Azzam, Jakarta, 2005), ms. 166] Rujukan ini seterusnya akan disebut sebagai Fath Rabb al-Bariyyah sahaja.

'Aqidah imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah

4. Tentang Al-Quran adalah kalam Allah
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan :
والقرآن كلام الله، وليس بمخلوق
“Al-Quran adalah kalam Allah, dan bukan makhluk.”
(Syarh Ushul As-Sunnah 1/5)
Dalam riwayat lainnya, beliau rahimahullah juga mengatakan :
وقد ذكر الله كلامه موضع من القرآن فسماه كلاما ولم يسمه خلقا قوله فتلقى آدم من ربه كلمات 27 البقرة وقال وقد كان فريق منهم يسمعون كلام الله  ....................
“Sungguh Allah telah menyebutkan tentang kalam-Nya di berbagai tempat di dalam Al-Quran, dan Dia menyebutnya dengan “kalam”, dan tidak menyebutnya “makhluk”.
Dia berfirman : “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabb-nya.”, dan Dia juga berfirman : “Padahal segolongan dari mereka mendengar kalam Allah.”…….
(Ar-Radd ‘Alal-Jahmiyah hal.117-118)
5. Tentang melihat Allah kelak di akhirat
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan :
والأحاديث في أيدي أهل العلم عن النبي صلى الله عليه وسلم أن  أهل الجنة يرون ربهم لا يختلف فيها أهل العلم
“Dan hadits2 dalam masalah ini yang ada pada para ulama dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa para penduduk surga, mereka akan melihat kepada Rabb mereka.
Dalam masalah ini para ahli ilmu tidaklah berbeda pendapat.”
(Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah hal.32)
Dalam riwayat lainnya, beliau rahimahullah mengatakan :
والإيمان بالرؤية يوم القيامة ، كما روي عن النبي صلى الله عليه وسلم من الأحاديث الصحاح
“Dan beriman dengan perkara melihat Allah di hari kiamat kelak sebagaimana diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits2 yang shahih.”
(Syarh Ushul As-Sunnah 1/6)

'Aqidah Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah

Sufyan At-Tsauri rahimahullah, maka beliau adalah Sufyan bin Sa’id bin Masruq, Abu Abdullah Ats-Tsauri, al-Imam, Syaikhul Islam, penghulunya para hafizh. 
Beliau lahir pada tahun 97 H dan wafat pada tahun 161 H.
Beliau adalah guru dari ‘Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah, Yahya bin Sa’id al-Qathan, Waki’ bin Al-Jarah dan banyak lagi ulama2 besar Ahlus-Sunnah yang lainnya.
Sedangkan guru2 beliau yang paling masyhur diantaranya adalah Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq rahimahullah, putera dari, Sulaiman Al-A’masy rahimahullah, Syu’bah rahimahullah, ‘Abdurahman bin Al-Qasim rahimahullah, dan Zaid bin Aslam rahimahullah yang merupakan guru dari imam Malik rahimahullah.
Adapun mengenai kedudukan beliau di kalangan ulama2 Ahlus-Sunnah, maka Yahya bin Ma’in, Syu’bah, Abu Ashim, Sufyan bin ‘Uyainah dan jama’ah ulama rahimahumullah mengatakan :
سفيان أمير المؤمنين في الحديث
“Sufyan adalah Amirul-Mu’minin dalam hadits.”
(Tahdzibul-Kamal 11/164)
Yahya bin Sa’id al-Qathan rahimahullah mengatakan :
سفيان فوق مالك في كل شيء
“Sufyan di atas imam Malik rahimahullah dalam segala perkara.”
(Tadzkiratul-Huffazh 1/152)
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan :
“Dalam hatiku, tidaklah aku mengutamakan seorangpun darinya.”
(Thabaqat Ulama al-Hadits 1/310)
‘Abbas ad-Dauri rahimahullah mengatakan :
رأيت يحيى بن معين لا يقدم على سفيان في زمانه أحدا في الفقه والحديث والزهد وكل شئ
“Aku melihat Yahya bin Ma’in rahimahullah, di masanya, beliau tidaklah mendahulukan seorangpun dari Sufyan dalam masalah Fiqih, hadits, zuhud, dan dalam setiap perkara.”
(Tahdzibul-Kamal 11/166)
Nah, sebagian perkataan ulama di atas, lebih dari cukup untuk menggambarkan betapa tingginya kedudukan Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah ini di kalangan ulama2 salaf Ahlus-Sunnah rahimahumullah.
Dan, berikut beberapa perkataan beliau dalam beberapa perkara ‘Aqidah….(1)
3. Tentang Al-Quran adalah kalam Allah
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah mengatakan :
القرآن كلام الله غير مخلوق منه بدأ وإليه يعود من قال غير هذا فهو كفر
“Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Dari Allah Al-Quran berasal, dan kepada Allah akan kembali. Barangsiapa yang mengatakan yang selain ini, maka dia telah kafir.”
(Syarh Ushul I’tiqad Ahlis-Sunnah 1/170)
Note :
(1) Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan :
هذا ثابت عن سفيان
“Perkataan ini tsabit dari Sufyan rahimahullah.”
(Tadzkiratul-Huffazh 1/153)

'Aqidah Al-Hafizh Abu Bakr Al-Isma'ili rahimahullah

3. Tentang Al-Quran adalah kalam Allah
Al-Hafizh Abu Bakar al-Isma’ili rahimahullah mengatakan :
القرآن كلام الله غير مخلوق، وإنما كيفما يصرف بقراءة القارئ له، وبلفظه، ومحفوظا في الصدور، متلوًا بالألسن، مكتوباَ في المصاحف، غير مخلوق،
“Al-Quran adalah kalam Allah dan bukan makhluk. Sesungguhnya Al-Quran ini, bagaimanapun caranya ia dipindahkan, apakah melalui bacaan seorang qari atau dengan pelafazhannya, atau yang dihapal di dada-dada, atau yang dibaca oleh lisan-lisan, atau yang tertulis di mushaf-mushaf, maka semuanya bukan makhluk.”
(Al-I’tiqad halaman 40)
4. Tentang melihat Allah kelak di akhirat
Al-Hafizh Abu Bakar al-Isma’ili rahimahullah mengatakan :
يعتقدون جواز الرؤية من العباد المتقين لله عز وجل في القيامة، دون الدنيا
“Ahli Hadits, Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah ber’i’tiqad akan bisanya seorang hamba yang bertaqwa untuk melihat Allah ‘Azza wa Jalla kelak di hari kiamat, dan bukan di dunia ini.”
(Al-I’tiqad halaman 42)
'Aqidah Al-Hafizh Abu Bakr Al-Isma'ili rahimahullah

'Aqidah Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah

3. Tentang Al-Quran adalah kalam Allah dan bukan makhluq
Dalam hal ini pula, ‘aqidah beliau adalah sebagaimana ‘aqidahnya para imam ahlus-Sunnah yang lainnya yakni bahwa Al-Quran itu adalah kalam Allah dalam segala halnya dan bukan makhluk.
Al-Imam ibnu Jarir rahimahullah mengatakan :
فالصواب من القول في ذلك عندنا أنه كلام الله غير مخلوق.........
وهو قرآن واحد من محمد  صلى الله عليه وسلم مسموع في اللوح المحفوظ مكتوب وكذلك هو في الصدور محفوظ وبألسن الشيوخ والشباب متلو
“Yang benar dalam hal ini bagi kami adalah yang mengatakan bahwa Al-Quran itu adalah kalam Allah dan bukan makhluq….
Dan ia adalah Al-Quran yang satu, yang diperdengarkan melalui lisan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang tertulis di Lauh Mahfuzh, dan begitupula yang terjaga di dalam dada2 (para huffazh), dan yang dibacakan oleh lisannya para syaikh dan para pemuda.”
(Sharih as-Sunnah hal. 24-25)
Dan beliau rahimahullah juga mengatakan :
ليسمع كلام الله منك وهو القرآن الذي أنزله الله عليه
“…Untuk mendengarkan kalam Allah yang engkau bacakan, dan kalam Allah itu adalah Al-Quran yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya.”
(Jami’ul-Bayan 14/138)
5. Tentang melihat Allah kelak di akhirat
Masalah ini adalah salah satu ijma' yang dipegang oleh para ulama salaf rahimahumullah, dan inilah pula yang menjadi 'aqidahnya ibnu Jarir rahimahulllah.
Al-Imam ibnu Jarir rahimahullah mengatakan :
وأما الصواب من القول في رؤية المؤمنين ربهم عز وجل يوم القيامة وهو ديننا الذي ندين الله به وأدركنا عليه أهل السنة والجماعة فهو أن أهل الجنة يرونه على ما صحت به الأخبار عن رسول الله  صلى الله عليه وسلم   
“Adapun yang benar dari pendapat tentang melihatnya orang2 mu’min kepada Rabbnya ‘Azza wa Jalla di hari kiamat, dan itu merupakan agama kami yang kami beragama dengannya kepada Allah, dan kami ketahui Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah berpendapat dengannya adalah bahwa ahli surga akan melihat Allah sebagaimana khabar shahih yang datang dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”
(Sharih as-Sunnah hal.27)
Kemudian beliau menyebutkan salah satu hadits shahih yang berkenaan dalam masalah ini yaitu sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
انكم راءون ربكم عز وجل كما ترون هذا القمر لا تضامون في رؤيته فإن استطعتم أن لا تغلبوا على صلاة قبل طلوع الشمس وقبل غروبها فافعلوا
“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian ‘Azza wa Jalla, sebagaimana kalian melihat bulan ini, tidaklah kalian kesulitan dalam melihatnya. Maka kalau sekiranya kalian mampu dan tidak keberatan untuk mendirikan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya (yakni shalat ashar dan shubuh), maka lakukanlah.”(2)
(Sharih as-Sunnah hal.27)
Note :
(1) Tentang kitab Tafsir ibnu Jarir rahimahullah ini, terdapat banyak pujian dari para ulama, diantaranya :
Abu Bakar al-Khatib rahimahullah mengatakan :
وله كتاب التفسير الذي لم يصنف مثله،
“Ibnu Jarir rahimahullah memiliki kitab Tafsir yang tidak pernah ada kitab yang disusun semisalnya.”
(Tadzkiratul-Huffazh 2/201)
Imam As-Suyuthi rahimahullah mengatakan :
وله التصانيف العظيمة منها " تفسير القرآن " وهو أجلّ التفاسير،لم يؤلَّف مثله كما ذكره العلماء
“Beliau memiliki karangan2 yang banyak, diantaranya adalah Tafsir Al-Quran, dan itu adalah kitab Tafsir yang paling besar nilainya. Tidak pernah ada yang menyusun kitab tafsir yang sepertinya, sebagaimana dikatakan oleh para ulama.”
(Thabaqat Al-Mufasirin no.93)
(2) Hadits ini diriwayatkan pula oleh imam Muslim rahimahullah dalam kitab Shahih-nya dari Zuhair bin Harb dengan sanad yang semisal. (1/439 no.633)
'Aqidah Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah 

'Aqidah Imam Al-Humaidi rahimahullah

4. Al-Quran itu adalah kalam Allah ta’ala 
Beliau rahimahullah mengatakan :
والقرآن : كلام الله ، سمعت سفيان [ بن عيينة ] يقول :" القرآن كلام الله ، ومن قال مخلوق فهو مبتدع ، لم نسمع أحدا يقول هذا " .
“Al-Quran adalah kalamullah. Aku mendengar Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah mengatakan : “Al-Quran adalah kalamullah, dan barangsiapa yang mengatakan Al-Quran itu makhluq, maka dia adalah seorang mubtadi’.
Tidak pernah aku mendengar seorangpun yang berkata seperti ini (bahwa Al-Quran itu adalah makhluq).” (4)
(Ushulus-Sunnah, halaman 40)
5. Orang2 mu’min akan melihat Allah pada hari kiamat nanti 
Beliau rahimahullah mengatakan :
والإقرار بالرؤية بعد الموت .
“Dan menetapkan tentang melihat Allah setelah mati (yakni kelak pada hari kiamat).” (5)
(Ushulus-Sunnah, halaman 41)
(4) Ini adalah aqidah yang sama sebagaimana guru beliau, yaitu Imam Asy-Syafi'i rahimahullah.
Imam Asy-Syafi'i rahimahullah pernah mengatakan :
ما لقيت أحدا منهم - يعني من أساتذته - إلا قال : من قال في القرآن إنه مخلوق فهو كاف
”Tidaklah aku menjumpai satupun di antara mereka –yakni guru-guru imam2 Asy-Syafi'i rahimahullah– kecuali ia mengatakan : "Barangsiapa yang mengatakan tentang Al-Qur’an bahwa Al-Quran itu adalah makhluk, maka ia telah kafir”
(Al-Asma’ wa Ash-Shifat 1/613)
Diantara dalil bahwa Al-Quran ini adalah kalamullah ialah sebagaimana Allah sebutkan sendiri :
"Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalam Allah.."
(Q.S At-Taubah ayat 6)
(5) Ini adalah aqidah yang sama sebagaimana guru beliau, yaitu Imam Asy-Syafi'i rahimahullah.
Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i rahimahullah mengatakan :
 
والله لو لم يوقن محمد بن إدريس أنه يرى ربه في المعاد لما عبده في الدنيا
"Demi Allah, kalau sekiranya Muhammad bin Idris (yakni beliau sendiri) tidak meyakini bahwa ia akan melihat Rabb-Nya di akhirat, niscaya tidaklah ia  akan menyembah-Nya di dunia”
(Manaqib Asy-Syafi’i 1/419)
Dan aqidah yang sama yang dipegang oleh imam Malik rahimahullah, beliau mengatakan :
 
الناس ينظرون إلى الله تعالى يوم القيامة بأعينهم
"Manusia akan melihat Allah Ta’ala pada hari kiamat nanti dengan mata mereka”
(At-Tashdiq bin-Nazhari ila Allah Ta'ala fil-Akhirat halaman 41)
Dan aqidah yang sama yang dipegang oleh imam Ahmad rahimahullah, beliau pernah mengatakan :
من قال : إن الله تعالى لا يُرى، فهو كافر
“Siapa saja yang mengatakan : "Sesungguhnya Allah tidak dapat dilihat (di akhirat), maka ia telah kafir.”
(Asy-Syari’ah, 2/10)
'Aqidah Imam Al-Humaidi rahimahullah

'Aqidah Qutaibah bin Sa'id rahimahullah

4. Tentang Al-Quran adalah kalam Allah
Beliau rahimahullah mengatakan :
والقرآن كلام الله عز وجل......
، ومن قال : إن هذه الآية مخلوقة فهو كافر ( إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني ) وما كان الله ليأمر موسى أن يعبد مخلوقا
“Dan Al-Quran adalah kalam Allah ‘Azza wa Jalla…..
Barangsiapa yang mengatakan bahwa ayat ini : “Sesungguhnya aku adalah Allah, tiada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku (Q.S Thaa-Haa ayat 14) adalah makhluk, maka dia telah kafir.”
(Syi’ar Ash-hab Al-Hadits 1/17)
5. Tentang melihat Allah kelak di akhirat
Beliau rahimahullah mengatakan :
، ونؤمن بالرؤية ، والتصديق بالأحاديث التي جاءت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم في الرؤية حق
“Dan beriman tentang melihat kepada Allah, dan membenarkan hadits2 yang haq datangnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara melihat Allah ini.” (2)
(Syi’ar Ash-hab Al-Hadits 1/17)
(2) Diantara dalil tentang melihat Allah kelak di akhirat ini, adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
أَمَا إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian.”
(Shahih al-Bukhari 1/119 no.573)
'Aqidah Qutaibah bin Sa'id rahimahullah

Penguat pemahaman, silahkan klik dibawah ini :

( Bagian 4 ) Mengimani Sifat-sifat Allah : 'Aqidah Ulama Besar Ahlus Sunnah, 'Aqidah Jahmiyah dan 'Aqidah "oknum" Aswaja
Allah Berfirman dengan Suara yang Dapat Didengar
'Aqidah Ahlus-Sunnah : Kaum Mukminin Kelak Akan Melihat Allah di Hari Kiamat/Akhirat (Ru'yatullah)
Allah Berfirman dengan Suara dan Huruf