Thursday, August 13, 2015

Analisa : Akankah Rezim Assad Menang?

Oleh : Dr Abdul Wahab Al-Effendi 
(penulis dan pengamat politik Timur Tengah)
Sejumlah indikasi muncul selama beberapa minggu terakhir, menunjukkan bahwa “akhir permainan” dalam krisis Suriah telah dimulai.
Indikasi terbesar dari hal ini adalah keterlibatan Turki dalam pertempuran yang terjadi di arena konflik Suriah untuk pertama kalinya sejak perang dimulai. Keterlibatan ini memiliki tujuan dan konsekuensi.
Hal ini disebabkan fakta bahwa Turki tidak terlibat pertempuran dengan kekuatan sendiri saja, tetapi juga didukung oleh NATO dan koalisi internasional. Ketika Turki memasuki pertempuran, mereka tidak melakukannya dengan main-main. Turki melakukannya karena ancaman pemecahan wilayah Suriah secara langsung mempengaruhi keamanan nasional.
Pada saat yang sama, kehadiran Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov di Doha minggu ini, bertepatan juga dengan kunjungan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan selama pertemuan Menteri Luar Negeri GCC telah membawa makna sendiri. Para pemimpin Teluk menafsirkan langkah ini sebagai tanda bahwa Moskow meninggalkan Al-Assad.
Ini juga bertepatan dengan pengumuman dari Iran sebagai sebuah inisiatif untuk solusi politik di Suriah; juga Rusia mengundang para pemimpin koalisi oposisi Suriah ke Moskow. Ini adalah indikasi lain dari Rusia dan pendekatan Iran untuk mengakhiri masalah Suriah yang telah terbukti sangat “mahal’ bebannya bagi kedua negara tersebut.
Ada dua penjelasan kontradiktif bagi tindakan-tindakan panik sekutu rezim tersebut. Sekutu rezim Suriah, yang dipimpin oleh Iran, condong ke arah yang mengklaim bahwa ada pergeseran internasional ke arah menerima kelangsungan hidup rezim Suriah dan memaksakan kondisi tersebut pada oposisi Suriah.
Kelompok ini percaya dan berpendapat bahwa dunia telah sadar akan ancaman dan bahaya Daesh, fakta bahwa situasi di negara-negara yang dilanda Arab Spring mulai memburuk, dan pergeseran beberapa pemerintah baru, terutama di Mesir, yang mulai mendukung rezim Suriah.
Mereka meyakini semua ini telah menciptakan sebuah realitas baru yang memaksa mereka yang berharap kehancuran rezim Al-Assad dipaksa untuk menghadapi kenyataan ini. Ini berarti bahwa mereka akan berhenti mendukung oposisi Suriah dan bahkan memungkinkan rezim untuk memaksakan penindasan dan mengembalikan “keamanan dan stabilitas” di Suriah.
Hal ini difasilitasi oleh kesepakatanperjanjian nuklir Iran dengan Barat dan tanda-tanda kerja sama antara kedua belah pihak di bidang ekonomi, keamanan, politik dan bidang lainnya.
Di sisi lain, ada interpretasi alternatif. Tampak bahwa ada kesepakatan di mana Iran dan Rusia mulai meninggalkan Al Assad dan mulai mengalihkan perhatian dengan perjanjian dan keuntungan di daerah lain. Dimulai dengan, Iran harus menyadari bahwa mereka “kalah taruhan” di Yaman setelah tanda-tanda kekalahan Houthi dan Iran tidak akan mampu lagi menahan pukulan lain yang serupa di Suriah.
Turki dan intervensi NATO di Suriah menunjukkan skenario yang sama dengan Yaman. Rezim Suriah akan kehilangan dominasi serangan udaranya, yang selama ini menjadi alat utama melawan revolusi dan kondisi pasukan daratnya sudah sangat melemah. Oleh karena itu, tindakan pre-emptive harus diambil Iran dan Rusia untuk mencapai kesepakatan yang akan menyelamatkan apa saja yang bisa diselamatkan dan yang akan mengubah jatuhnya rezim Al-Assad menjadi keuntungan dengan menghubungkan dicabutnya dukungan Iran.
Rusia juga perlu mengambil tindakan pre-emptive karena perjanjian Iran dengan Barat, hal ini berarti mereka akan kehilangan dominasi di Iran, karena Iran memulai gerakan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan Barat dan membuka pasar untuk produk-produk Barat.
Ini, tentu saja, akan mengorbankan Rusia yang diuntungkan dari embargo internasional terhadap Iran. Oleh karena itu, Rusia harus mengambil tindakan untuk mendapatkan apa pun yang bisa sebelum terlambat, Rusia tidak memiliki kepentingan tertentu di Suriah dan kemungkinan besar hanya mendukung Iran.
Salah satu jalan terbaik adalah menghentikan dukungan kepada rezim Al-Assad untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingannya di Eropa Timur, terutama di Ukraina dan Kaukasus (di mana Iran dianggap sebagai pesaing, bukan sekutu).
Apapun masalahnya, peristiwa ini dihadapkan pada bagian yang berbeda, dimulai dengan kerjasama Amerika-Turki yang efektif dalam rangka membangun zona aman yang sudah lama dibahas di utara Suriah untuk pengungsi Suriah dan memberikan Pejuang revolusi Suriah pijakan yang diperkuat oleh dukungan udara dan artileri dari Turki dan sekutu-sekutunya.
Krisis pengungsi telah berubah menjadi masalah keamanan nasional Eropa karena aliran pengungsi yang mengancam pemerintah Eropa dan sistem politik,serta kesatuan masyarakat mereka. Semua masalah ini tidak dapat ditoleransi.
Tidak ada keraguan bahwa setiap taruhan pada kemungkinan bertahannya rezim Al-Assad di Suriah adalah khayalan karena kelangsungan hidup rezim menimbulkan bencana yang lebih besar untuk pendukungnya daripada ancaman dari oposisi.
Hal ini menciptakan sebuah lubang hitam yang menyerap semua sumber daya dan kredibilitas pendukungnya tanpa memberikan keuntungan apapun. Pemerintah Iran yang sektarian telah kehilangan dukungan dari rakyatnya karena mendukung kekejaman rezim.
Iran juga kehilangan Hizbullat dengan melibatkannya dalam peperangan. Jika rezim bertahan, hanya akan menciptakan pemerintah yang buruk, sehingga meningkatkan biaya keuangan dan kerugian moral bagi Teheran. Hal ini hanya akan membuat Teheran tenggelam, seperti Uni Soviet tenggelam di perang Afghanistan.
Masih bertahannya rezim di Suriah tidak mungkin tanpa dukungan Barat, dan itu tidak akan berlanjut karena tidak ada manfaat yang ditawarkan untuk dukungan ini.
Ancaman yang dihasilkan dari kelangsungan hidup rezim Suriah selama ini terjadi karena besarnya dukungan. Dukungan lebih hanya akan menyeret Barat ikut tenggelam tanpa mampu mencegah kehancuran rezim.
Ini juga berarti lebih banyak pengungsi Suriah (dan bahkan mungkin juga Lebanon) yang akan menuju ke arah pantai Eropa dan mengakibatkan destabilisasi diwilayah mereka.
Apapun masalahnya, telah diluncurkan operasi yang setara Operation Decisive Storm-nya Saudi oleh Turki yang bertujuan untuk merebut daerah yang dikuasai Daesh dan menyerahkannya kepada oposisi Suriah.
Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan zona aman bagi oposisi dan warga sipil. Sehingga akan menyebabkan terciptanya kondisi yang mendukung percepatan proses menggulingkan rezim Suriah dan mengamankan alternatif yang sesuai dengan tujuan tersebut. Oleh karena itu, “akhir permainan” akan berarti akhir dari rezim Assad.
Orang bijak di Rusia dan Iran memahami hal ini dan berusaha untuk mengubah bencana ini menjadi keuntungan sebelum terlambat.
Diterjemahkan Middle East Update dari Al Quds Al Arabi, 6 Agustus 2015