Thursday, October 1, 2015

Dulu "King Sulaiman" Turki, Kini "King Salman" Saudi. Arab Saudi Minta Rusia Hentikan Serangan di Suriah dan Ancam Lakukan Agresi Militer Ke Suriah !!

Dulu "King Sulaiman" Turki, Kini "King Salman" Saudi

Oleh Fairuz Ahmad

Pada masa Daulah Turki Utsmaniyah, King Sulaiman al-Qanuni (yang berkuasa dari tahun 1520 hingga 1566) menghadapi dua pemberontakan Syiah:

(1) Pertama adalah pengkhianat agama bernama Baba Dzun Nuun, seorang penganut agama Syi’ah Rafidhah yang telah berhasil menghimpun para pemberontak sebanyak 3.000-4.000 orang. Beberapa kali gerakan mereka mampu mengalahkan pasukan Daulah Utsmaniyah, namun akhirnya mereka bisa ditumpas. Baba pun akhirnya dibunuh dan kepalanya dikirim ke Istanbul sebagaimana yang terjadi atas Jan Burdy al-Ghazali.
(2) Kedua adalah gerakan pembangkangan yang dilakukan oleh kaum pengkhianat agama pimpinan Qalandar Jalaby, penganut Syi’ah Rafidhah. Ia memiliki pendukung sebanyak 30.000 orang. Banyak ahli sejarah mengatakan bahwa Qalandar telah membunuh ribuan orang Islam dan memfatwakan barang siapa yang membunuh orang Islamahlus sunnah dan memperkosa wanitanya maka ia telah berhak atas pahala yang besar. Namun ia tertipu oleh Ibrahim Basya sehingga banyak pengikutnya yang membelot dan pada akhirnya kekuatannya mengecil dan berhasil ditumpas.

Sedang King Salman dari Saudi, siapakah musuhnya?

Ooooooo....nyatanya sama saja, setali tiga uang:

Pertama Syiah Houtsi Yaman.
Kedua Syiah Rafidhah Iran.


Mengenai Krisis Suriah dan Yaman, Saudi Salahkan Iran

Mengenai kerusuhan yang terjadi di Suriah dan Yaman, Saudi salahkan Iran. Melalui Menteri Luar Negeri Adel Al-Jubeir, Arab Saudi menuduh Iran sebagai dalang dari krisis yang berkepanjangan di Suriah dan Yaman.
“Jika bukan karena Iran, tidak akan ada kerusakan dan pembantaian yang kita lihat hari ini di Suriah,” kata Adel Al-Jubeir seperti yang dikutip dari arab news pada Kamis (1/10).
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa Iran mendukung Bashar Assad dengan mengirimkan ribuan tentara dan persenjataan ke negara itu dan memicu kekacauan antara Sunni dan Syiah.
Dalam krisis Yaman, Saudi menyebut Iran bekerja sama dengan milisi Houthi untuk mengulingkan Presiden Alhadi yang sah, yang memicu krisis yang panjang. Saudi juga menuding Iran telah menyelundupkan senjata ke Houthi yang melanggar Resolusi PBB 2216.
“Upaya terakhir mereka adalah pada hari Sabtu ketika sebuah kapal Iran sarat dengan senjata dicegat,” ujar Al Jubeir.
Al-Jubeir juga membalas Iran mengenai musibah Mina yang menyalahkan Saudi dalam insiden itu,: “Iran seharusnya menjadi yang terakhir untuk berbicara tentang haji dan jamaah haji karena mereka telah menyebabkan kekacauan beberapa kali di masa lalu. Protes mereka di tahun 80-an mengakibatkan banyak kematian, ” katanya.
Sementara itu, Brigadir  Jenderal Ahmed Asiri, juru bicara pasukan koalisi, telah menolak laporan bahwa tentara Saudi yang dipimpinnya bertanggung jawab atas serangan di sebuah pesta pernikahan di Yaman pada hari Minggu bahwa merenggut nyawa 27 orang. (muslim cahyo)

Arab Saudi Minta Rusia Hentikan Serangan di Suriah

Victor Maulana
Kamis,  1 Oktober 2015  −  13:55 WIB
Arab Saudi Minta Rusia Hentikan Serangan di Suriah
NEW YORK - Serangan yang dilakukan Rusia di Suriah terus menerus mendapat kritikan dan kecaman. Arab Saudi adalah salah satu negara yang mengkritik serangan yang menargetkan ISIS tersebut, dimana Saudi meminta Rusia untuk segera menghentikan aksinya di Suriah.

Saudi menilai, Rusia sebagai negara yang munafik. Menurut mereka, di. saat Rusia mengklaim melakukan serangan terhadap ISIS, di saat yang sama Rusia justru membantu kelompok teror lainnya, seperti Hizbullah, dan membantu rezim teror di bawah pimpinan Bashar al-Assad.

"Negara-negara yang baru saja tiba di Suriah tidak bisa mengklaim bahwa mereka tengah melawan ISIS, sementara di sisi lain mendukung rezim brutal Bashar al-Assad dan sekutu terorisnya seperti Hizbullah," kata Wakil Tetap Arab Saudi untuk PBB Abdullah Al-Mouallimi, seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis (1/10/2015).

Sebelum Saudi, Amerika Serikat (AS) sudah terlebih dahulu mengecam kebijakan terbaru Rusia di Suriah tersebut. AS menuduh Rusia tidak menyerang ISIS, melainkan pemberontak Suriah, yang selama ini memang mendapat dukungan dari AS.

Kepala Pentagon atau Menteri Pertahanan AS, Ashton Carter dengan gamblang menyebut kebijakan Rusia tersebut sebagai kebijakan yang gagal.

Rusia sendiri mulai melakukan serangan di Suriah semalam. Pada manuver di hari pertama, Negeri Beruang Merah itu meluncurkan 20 penerbangan tempur yang menghajar delapan target basis ISIS.

Arab Saudi Ancam Lakukan Agresi Militer Ke Suriah

#ArabSaudi #Suriah – Pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk pertama kalinya membuat ancaman untuk meluncurkan agresi militer terhadap Suriah untuk menggulingkan rezim Presiden Bashar al-Assad. Ancaman itu dilontarkan Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir saat berbicara di New York.
Saudi mengabaikan seruan Rusia—sekutu utama Assad—untuk melakukan  kerja sama regional dalam perang melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), tanpa mengganggu rezim Assad.
Ancaman dari Menlu Saudi itu muncul di sela-sela  Sidang Majelis Umum PBB. ”Tidak ada masa depan bagi Assad di Suriah. Ada dua pilihan untuk penyelesaian (krisis) di Suriah,” kata Jubeir.
“Salah satu pilihan adalah proses politik, di mana akan ada dewan transisi. Pilihan lainnya adalah opsi militer, yang juga akan berakhir dengan pelengseran Bashar al-Assad dari kekuasaan,” katanya lagi, seperti dikutip IB Times, Rabu (30/9/2015).
Saudi telah melakukan pembicaraan dengan sekutu-sekutu Barat-nya, setelah ada laporan Rusia menumpuk kekuatan di Suriah untuk menolong rezim Assad. Tapi Jubeir menolak membocorkan pembicaraan itu.
“Apa pun yang mungkin atau tidak mungkin, kita tidak bicarakan sekarang. Ada Tentara Pembebasan Suriah yang berjuang melawan Bashar al-Assad,” ujar Jubeir.
“Ada oposisi Suriah yang moderat, yang berjuang melawan Bashar al-Assad dan oposisi ini mendapatkan dukungan dari sejumlah negara dan kami berharap bahwa dukungan ini akan terus berlanjut dan meningkat,” imbuh dia.
Dalam kesempatan itu, Menlu Saudi ini juga mencemooh Iran yang setia mendukung rezim Suriah. Menurut Jubeir, Teherean “menduduki kekusaan” untuk memanfaatkan konflik. “Kami telah tinggal di Timur Tengah, mencakup semua kehidupan. Kami bukan pihak yang campur tangan dalam urusan negara lain. Iran adalah (negara yang campur tangan). Jadi, Anda harus melihat itu sebagai agresi Iran terhadap negara-negara lain di kawasan,” ujarnya.
source: http://international.sindonews.com/

ARAB SAUDI BUKA KEMUNGKINAN OPSI MILITER DI SURIAH

Diposting Oleh: Rudi Hendrik October 1, 2015
New York, 17 Dzulhijjah 1436/31 September 2015 (MINA) – Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al-Jubeir mengatakan, Selasa (29/9), operasi militer bisa menjadi pilihan untuk menggulingkan Presiden Bashar Al-Assad karena tidak adanya solusi politik bagi konflik Suriah.
Berbicara kepada wartawan di Markas Besar PBB di New York, Jubeir memperingatkan opsi militer akan merusak, tapi kondisi itu tergantung dari keputusan Assad apakah mau memenuhi roadmap politik yang diajukan beberapa negara pada 2012 atau tidak.
Menurut roadmap, Assad harus mundur untuk memberi jalan bagi pemerintahan transisi Suriah.
Menteri Luar Negeri Saudi mengatakan, Tentara Suriah Merdeka (FSA) dan kelompok-kelompok oposisi moderat anti-Assad akan mendapat dukungan untuk maju, demikian Anadolu Agency melaporkan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Dia menekankan, tidak ada solusi yang bisa dicapai di Suriah tanpa penarikan milisi Hizbullah Lebanon dan milisi Syiah lainnya (Iran) dari daerah konflik.
Jubeir juga mengkritik Iran dan Rusia yang mendukung Assad yang menurutnya hanya meredupkan harapan untuk solusi politik.
Perang saudara telah memasuki tahu kelima telah menghancurkan Suriah. Menurut angka PBB, sudah lebih 250.000 jiwa yang tewas dan menjadikan negara itu sumber tunggal pengungsi terbesar di dunia. (T/P001/R05)

Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir : Sudah Tidak Ada Tempat Lagi Bagi al-Assad
Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir : Sudah Tidak Ada Tempat Lagi Bagi al-Assad
Kamis, 18 Zulhijjah 1436 H / 1 Oktober 2015 08:36 wib
NEW YORK (voa-islam.com) - Pemimpin Suriah Bashar al-Assad harus pergi dan meninggalkan kekuasaan atau menghadapi penggulingan secara paksa, ujar Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir. Jubeir sendiri menolak tawaran Rusia untuk memberikan dukungan bagi langkah negeri bekas Uni Sovyet ini di Suriah, sampai Assad turun, Rabu, 30/9/2015.
Jubeir berbicara di New York setelah bertemu dengan negara-negara sekutu Arab Saudi. Di sana Jubeir menolak seruan Rusia untuk membangun koalisi yang bertujuan mempertahankan Assad dalam menghadapi Daulah Islamiyah (IS).
"Ini adalah hal yang tidak masuk akal”, tuturnya.
Dia memperingatkan bahwa negara-negara lain akan meningkatkan dukungan kepada para pejuang Islam dan oposisi moderat Suriah apabila Assad menolak mundur atau menghadapi apa yang disebut "opsi militer".
Jubeir menginginkan pembentukan dewan eksekutif dan mempersiapkan pemilihan – yang memungkinkan dalam waktu satu hari atau satu minggu atau satu bulan.
Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir, mencemooh keterlibatan Iran dalam aliansi dengan Rusia. Ia menggambarkan Teheran sebagai "menduduki kekuasaan" di Suriah, dan menuduh negeri Syiah itu mengobarkan "terorisme dan ekstremisme" di seluruh wilayah Arab dan Timur Tengah.
"Tidak ada masa depan bagi Assad di Suriah, dengan segala hormat kepada Rusia atau orang lain," kata Jubeir kepada wartawan di New York setelah pertemuan dengan para sekutu Arab Saudi.
Jubeir berbicara bahwa hanya ada dua kemungkinan tentang hasil penyelesaian di Suriah. Pertama adalah adanya dewan transisi yang dicapai melalui proses politik dan akan menjadi "pilihan yang lebih disukai” atau kemungkinan kedua yaitu opsi militer yang bisa menjadi proses yang lebih panjang dan destruktif. Pilihan sepenuhnya berada di tangan Bashar al-Assad," kata Menteri Luar Negeri Saudi, al-Jubeir.
Al-Jubeir tidak menyimpulkan secara spesifik tentang opsi militer seperti apa bentuknya, tapi ia mencatat bahwa Arab Saudi sudah mendukung kelompok "pejuang yang berhaluan moderat" dalam perang di Suriah melawan Assad.
"Apa pun yang mungkin atau tidak mungkin kita tidak berbicara tentang pilihan perang," katanya, tapi dengan cepat menambahkan, "Ada pasukan sukarelawan Suriah yang berjuang melawan Bashar al-Assad”, tambahnya.
"Ada oposisi Suriah yang moderat yang berjuang melawan Bashar al-Assad dan oposisi ini mendapatkan dukungan dari sejumlah negara," katanya. "Dan kami berharap bahwa dukungan ini akan terus berlanjut dan meningkat."
Jubeir mengatakan solusi terbaik bagi Assad menerima prinsip-prinsip perjanjian Jenewa I, yang ditandatangani pada konferensi perdamaian pada tahun 2012, dan meletakkan dasar pemerintahan transisi.
Di bawah rencana ini, kata dia, Assad akan segera menyerahkan kekuasaan kepada dewan eksekutif dengan kekuasaan penuh yang tokoh-tokohnya terdiri dari anggota rezim Assad dan para pejuang oposisi', tukas Jubeir.
"Dan, kadang-kadang antara pembentukan dewan ini dan pemilu - apakah itu satu hari atau satu minggu atau satu bulan, saya tidak tahu - Presiden Assad akan berlayar ke matahari terbenam (lengser)" katanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rowhani datang ke Majelis Umum PBB di New York, dan mendesak dunia mendukung Assad dan mengalahkan IS.
Putin mengusulkan resolusi Dewan Keamanan yang memberikan legitimasi serangan militer asing di Suriah. Namun Arab Saudi, anggota kunci dari koalisi yang dipimpin Amerika terhadap IS menolak ini. Presiden Barack Obama, juga mengatakan, tidak mungkin mengalahkan IS, bila Bashar al-Assad masih bercokol.
"Saya pikir jika Rusia serius memerangi Daulah Islam (IS), maka mereka bisa bergabung dengan koalisi internasional yang ada," kata Jubeir, menggunakan akronim Arab yang menghadapi IS. Antara Amerika, Rusia dan sekutunya, mereka hanya berbeda skenario dalam mengalahkan ISIS.
Amerika dan Arab Saudi, menggulingkan Assad baru mengalahkan IS.Sementara itu, Rusia dan Iran mendukung habis Bashar al-Assad, dan memerangi IS. Begitulah kafir musyrik. Termasuk Kristen Ortodok sudah mengeluarkan pernyataan yang mendukung Putin untuk memerangi IS.
Siapapun tidak akan  pernah bisa mengerti Rusia  dan Iran dalam mempertahankan Bashar al-Assad, yang membunuhi ratusan ribu rakyatnya dengan  senjata pemusnah massal, termasuk menggunakan senjata kimia dan bom barrel yang dilarang oleh konvensi Jenewa. Benar-benar Rusia dan Iran, atau Putin, Rouhani, dan Bashar al-Assad adalah manusia dajjal. Wallahu'alam. 
Editor: RF