Friday, October 30, 2015

Terkait Surat Walikota Bogor, Komnas HAM Harus Paham Jika Syiah Itu Bukan Islam. Tindakan Bima Arya Sudah Sesuai Aturan Kenegaraan, Tidak Menyalahi UUD 1945.

Surat KOMNAS HAM

Terkait Surat Walikota Bogor, Komnas HAM Harus Paham Jika Syiah Itu Bukan Islam

Penerbitan Surat Edaran nomor 300/1321-Kesbangpol tentang larangan terhadap Perayaan Asyura (Hari Raya Kaum Syiah) di Kota Bogor oleh Walikota Bogor Bima Arya rupanya berbuntut dilayangkannya surat teguran oleh Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Hal tersebut terungkap setelah beredarnya surat teguran nomor 007/TIM-KBB/X/2015 tertanggal 27 Oktober 2015 yang dilayangkan Komnas Ham kepada Walikota Bogor.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa dasar diterbitkannya surat teguran kepada Walikota Bogor karena adanya laporan dari masyarakat yang mempermasalahkan surat edaran tertanggal 22 Oktober 2015. Tidak disebutkan masyarakat yang mana yang mempermasalahkannya, karena itu pasti bukan bagian dari umat Islam.

Komnas HAM menilai Walikota Bogor telah melakukan pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan penganut Islam Syiah di kota Bogor karena dianggap telah membatasi  kebebasan mereka untuk merayakan hari besar keagamaannya. Di sini Komnas HAM telah #GagalPaham dengan mengatakan jika Syiah itu Islam. Sebaiknya Komnas HAM belajar agama lagi yang benar, bisa membandingkan bagaimana syahadat umat Islam dengan syahadatnya Syiah, dan berbagai ritual Syiah juga beda dengan umat Islam.
Surat yang ditandatangani oleh Komisioner Komnas HAM, M. Imdadun Rahmat tersebut juga ditembuskan kepada Ketua Komnas HAM, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
Sebelumnya, Wali Kota Bogor Bima Arya menyatakan keputusannya itu ia keluarkan untuk menjaga Bogor yang selama ini sudah kondusif. Ia tak ingin Bogor dilanda konflik dan berdarah-darah hanya lantaran adanya penolakan warga atas acara Asyuro Syiah itu.
“Insya Allah saya siap menjelaskan semuanya bahwa hal ini adalah untuk kepentingan yang lebih besar,” kata Bima Arya di hadapan wartawan dan sejumlah anggota ormas Islam di kantornya, Balai Kota Bogor, Senin (26/10).
Keputusan ini mendapat dukungan dari para ulama termasuk Rais Am PBNU yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin. Bahkan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin berharap kebijakan yang dilakukan oleh Wali Kota Bogor ini bisa dicontoh daerah lain. (ts)

Hakim MK: Tindakan Bima Arya Sudah Sesuai Aturan Kenegaraan

Jumat 16 Muharram 1437 / 30 October 2015 03:28
SURAT edaran walikota Bogor Bima Arya yang melarang pelaksanaan kegiatan Asyura kaum Syiah diapresiasi oleh banyak pihak, meskipun tidak sedikit juga yang mengecam langkah tersebut karena dianggap melanggar HAM dan UUD negara terkait kebebasan beragama.
Namun salah seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar menganggap apa yang dilakukan oleh Bima Arya sudah sesuai dengan aturan ketatanegaraan dan dirinya mendukung penuh tindakan itu.
“Saya mendukung penuh langkah itu karena dia (Bima Arya) telah melaksanakan ajaran kenegaraan, sistem ketatanegaraan dan sistem UU yang dianut oleh bangsa ini,” ujar Patrialis di depan seratusan orang yang mengikuti pertemuan Perkumpulan Lembaga Dakwah dan Pendidikan Islam Indonesia (PULDAPII) di Jakarta pada Rabu lalu.
Terkait tuduhan bahwa tindakan Bima Arya telah melanggar HAM dengan beredarnya surat dari Komnas HAM, Patrialis memiliki pandangan lain soal itu. Baginya, berbicara soal HAM bukan berarti dalam pelaksanaannya boleh bebas sebebas-bebasnya, apalagi HAM di Indonesia dibatasi oleh HAM itu sendiri.
Patrialis menegaskan HAM di Indonesia punya aturan sendiri antara lain tidak boleh melanggar HAM orang lain, tidak boleh melanggar hukum, tidak boleh melanggar norma agama. Patrialis mengambil contoh soal merokok, merokok merupakan HAM tapi jika orang lain merasa terganggu dengan asap rokok kita, maka hal itu tidak boleh dilakukan karena sudah melanggar HAM orang lain.
Menurut Patrialis, dasar negara Indonesia Pancasila bisa menjadi patokan serta acuan untuk membatasi pelaksanaan HAM yang terlalu bebas bahkan bisa melanggar HAM orang lain.
“Ketika kita berbicara sila ketuhanan yang maha esa, maka semua kegiatan hak asasi apapun yang bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa itu patut dilarang. Berbicara kemanusiaan yang adil dan beradab itu berarti kalau orang menyelenggarakan satu acara terus dalam acara peserta memotong-motong tangannya kemudian dia menyiksa diri, itu bukan kemanusiaan dan jelas melanggar HAM,” jelas Patrialis.[fq/islampos]

Anggota Komisi III: Surat Bima Arya Tidak Menyalahi UUD 1945

Senin 12 Muharram 1437 / 26 October 2015 19:53
ANGGOTA Komisi III DPR RI, Jazuli Juwaini menilai tindakan Walikota Bogor, Bima Arya yang melarang perayaan Asyuro kelompok Syiah merupakan upaya memelihara ketentraman dan kearifan lokal.
“Dia memahami tentang masyarakatnya, itu merupakan kewenangan sesuai kearifan lokalnya,” ujarnya di sela-sela Seminar Aktualisasi Sumpah Pemuda di Kalangan Santri oleh F-PKS di Gedung Nusantara I Kompleks DPR, Senin (26/10/2015).
Juwaini menganggap hal itu wajar saja, sebagai Walikota, Bima Arya dapat melakukan berbagai cara pendekatan untuk mencegah terjadinya konflik.
“Jadi tergantung cara memahaminya. Misal, masyarakat sudah punya tradisi, tiba-tiba ada tradisi baru kan bisa gejolak juga,” katanya
Lanjutnya, surat edaran Walikota Bogor itu juga tidak bisa dikatakan melanggar UUD 1945.
“Itu tidak boleh tiap orang mengatakan menyalahi undang-undang, jika memang tidak puas silahkan saja diuji,” tukasnya.
Sementara, masyarakat dan ulama Bogor turut mendorong pemerintah melakukan upaya pelarangan Syiah dan mendukung kebijakan yang dikeluarkan Walikota.
“Ormas dan ulama se-Bogor Raya yang meminta Walikota melarang Syiah di Kota Bogor agar diterbitkan surat Edaran tersebut,” jelas Ahmad Iman, Ketua Koordinator Forum Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami), Senin (26/10) di Bogor. (suandriansyah/Islampos)