Sunday, November 29, 2015

Analisis Kejiwaan Syi’ah Dua Belas Imam…

Aan Chandra Thalib, حفظه الله تعالى
Agama Syi’ah adalah agama yang dibangun diatas asas emosionalisme, provokasi, dan histeria dengan mengusung berbagai mitos sejarah yang dibumbui oleh ratapan untuk membangkitkan gejolak emosi jiwa-jiwa yang lemah, sehingga penganutnya tidak hanya menerima ajaran mereka, bahkan juga rela berbohong demi ajaran tersebut.
Tidak satu pun kelompok keyakinan dan pemahaman yang lebih buruk daripada Syi’ah dalam hal melegalkan dan melakukan kebohongan, bahkan menjadikannya sebagai bentuk ketaatan beragama. 

Kebohongan demi kebohongan yang dilakukan oleh para pemuka agama mereka terhadap para pengikutnya acap kali membuat kita prihatin dengan kepolosan para pengikut yang tertipu daya.

Ya, mereka memang lebih pantas untuk dikasihani, dan dipandang dengan tatapan prihatin. Tak heran bila sebagian pengikut Syi’ah yang berpikiran kritis mengeluhkan para sayid Syi’ah karena praktek-praktek melampaui batas dan penjarahan yang dilakukan terhadap harta maupun kehormatan mereka atas nama agama.
Kepribadian Syi’ah merupakan perpaduan antara pola pikir Yahudi dan tingkah laku Majusi.

Mereka menjadikan slogan mengikuti Ahlulbait sebagai keyakinan utama mereka dalam masalah akidah dan loyalitas. Ulama-ulama Syi’ah baik pada era klasik maupun kontemporer dengan licinnya memanfaatkan peristiwa-peristiwa sejarah, setelah menambah-nambahinya dengan berbagai rekayasa atas prahara dan kezaliman yang menimpa Ahlulbait.

Itu mereka lakukan untuk dapat menarik simpati para pengikutnya, sehingga sadar atau tidak mereka membiarkan hati mereka terperangkap dalam kesedihan, tangisan, ratapan, bahkan menyakiti diri sendiri. Jika kondisinya telah sampai pada taraf itu maka berikutnya merupakan hal yang mudah untuk menyetir para pengikut tersebut sesuka hati mereka.
Para pembesar mereka berupaya keras menjadikan kebohongan sebagai pondasi agama mereka, sehingga kebohongan mereka pun berkembang dari sekedar kebohongan biasa kepada kebohongan yang dipandang sebagai bagian dari inti agama. Selanjutnya kebohongan itu diterjemahkan dalam akidah taqiah yang membuat mereka tidak kesulitan menanamkan akidah-akidah yang menyimpang dan fakta-fakta palsu dalam hati para pengikut, sebagaimana taqiah ini juga memudahkan mereka untuk berada di tengah komunitas Umat Islam.
Permusuhan dan dendam yang terlihat pada kepribadian penganut Syi’ah ini merupakan hasil dari perpaduan jiwa dan pemikian yang tidak stabil, sehingga melahirkan manusia yang tidak stabil. Itu tercermin pada kepribadian orang-orang Syiah yang memiliki sifat-sifat, antara lain:
1. Selalu merasa lemah, tertindas yang disertai dendam kesumat. Oleh karena itu mereka cendrung berbuat curang. Selanjutnya bila mendapatkan kesempatan mereka akan melakukan balas dendam secara melampaui batas dan menikmati penderitaan dan kesakitan orang lain tanpa kenal kasihan.
2. Melakukan taqiah, dan itu merupakan salah satu rukun mazhab Syi’ah yang berarti menampilkan hal yang berbeda dengan yang dipikirkan dan dirasakan di hadapan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka jika dibutuhkan.
3. Memiliki pemikiran dan ledakan emosi yang tidak wajar, karena dibakar rasa benci terhadap orang-orang yang menentang mereka yaitu Ahlusunah atau orang-orang yang mereka cap sebagai musuh Ahlulbait. Mereka terbiasa memendam dendam dan mencari kesempatan untuk melampiaskannya.
4. Sangat merindukan Imam Mahdi al-Muntaẓar dari persembunyiannya di sebuah gua di Samara untuk memenuhi dunia ini dengan darah dan tengkorak para penentang mereka, terutama para Khalifah Rāsyidīn. Mereka –sebagaimana keyakinan Syi’ah dalam kitab-kitab mereka –akan dihidupkan kembali oleh Allah untuk disiksa oleh Imam Mahdi sebagai hukuman atas perlakuan mereka terhadap Fatimah.
5. Syi’ah didominasi oleh orang-orang yang berpikiran dangkal, polos dan tidak kritis, akibat keterikatan sangat besar dan pengkultusan terhadap imam-imam mereka. Oleh karena itu mereka dengan mudah dapat dicekoki khurafat-khurafat berisi sanjungan berlebih-lebih terhadap para Imam yang bahkan menempatkan mereka sebagai Tuhan, sebaliknya umat Islam yang berbeda pendapat mereka mereka tempatkan kedudukannya sebagai penghuni kerak neraka.
6. Kepribadian orang Syi’ah sesungguhnya tidak siap untuk menghormati nilai-nilai kemanusia yang berlaku, mereka tiba-tiba menjadi anarkis begitu mendengarkan fatwa emosional yang menghalalkan membunuh orang-orang yang menentang mereka.
7. Orang-orang Syi’ah akan lebih cendrung bekerja sama dengan orang kafir daripada orang islam yang tidak sejalan dengan aqidah mereka, padahal orang kafir adalah musuh yang nyata. Ini sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik Syi’ah Imamiah. Oleh karena itu jatuhnya Baghdad pertama kali, kepada Tatar (656H) salah satunya karena ulah pengkhianatan Wazir Khalifah al-Mu’taṣim, al-‘Alqami. Dia seorang penganut Syi’ah kebatinan. Demikian juga kekalahan Baghdad pada bulan April 2003 dari Amerika Serikat, juga karena ulah generasi penerus al-‘Alqami.
8. Orang Syi’ah tidak mampu bersikap objektif dan berlaku adil dengan orang-orang yang tidak sejalan dengan mereka. Jika menguasai pemerintahan, mereka memerintah tanpa rasa keadilan karena dendam kesumat yang mereka warisi turun temurun, sebagaimana yang terjadi terhadap Ahlusunah di Iran, Irak, Libanon, dan Yaman di wilayah al-Ḥuṡaiyin.
9. Simpati yang hanya berdasarkan emosi serta kemampuan berpikir yang sederhana, menjadi sasaran empuk sejumlah pemikiran ekstrim dan berlebih-lebihan.
10. Orang Syi’ah memandang ketulusan, emosi serta air mata mereka, dan harta khumus (seperlima dari kekayaan dan pendapat) yang mereka bayarkan merupakan pintu-pintu surga. Barangkali kita tidak menemukan ibadah murni yang semata-mata dipersembahkan kepada Allah tanpa bumbu-bumbu kepercayaan lainnya.
Akhirnya, saya (Syaikh Mamduh) sampaikan bahwa dengan menganalisis dan memahami kejiwaan dan daya berpikir Syi’ah Dua Belas Imam, maka para dai dapat dengan mudah meruntuhkan kepercayaan para pengikut Syi’ah yang telah dibangun oleh para sayid mereka dengan berbagai khurafat dan bisikan-bisikan setan.
Oleh sebab itu sudah seharusnya setiap dai memperhatikan aspek ini dengan seksama. Tidak semua dai dapat memberikan pencerahan kepada para pengikut Syi’ah meskipun da’i tersebut mengetahui dengan baik akidah dan ajaran dasar Syi’ah, jika mereka tidak memahami tipe dan karakter umum orang-orang Syi’ah.
Sekian. Semoga bermanfaat

Silahkan dishare.

(Diringkas dengan sedikit penyelarasan dari tulisan Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi yang diterjemahkan oleh Majalah Qiblati dengan judul: ANALISIS KEJIWAAN DAN KECERDASAN (Syi’ah Dua Belas Imam))
________________

Madinah Selasa 03-06-1435 H
ACT El-Gharantaly