1. PENDAHULUAN
Salah satu hal yang ajaib di masa sekarang, adalah apabila anda berkata : “Allah memiliki dua tangan” atau : “Allah memiliki wajah”, atau : “Allah ada di atas.”, atau : “Allah bisa dilihat dengan mata kepala kelak di akhirat.” dan perkataan2 yang semisal saat menetapkan shifat2 Allah sebagaimana Allah dan Rasul-Nya tetapkan sendiri di dalam Al-Quran dan Sunnah yang shahih, maka tidak lama kemudian sebagian orang akan menggelari anda dengan sebutan : “Mujasimah", yakni anda akan dianggap telah menjismkan Allah, sebab mereka menganggap penetapan2 shifat seperti itu sebagai tajsim.
Nah, untuk mengetahui dan memahami masalah ini dengan jernih dan rinci, kita
perlu kembali dulu ke masa lalu, yakni masa hidupnya ulama2 salaf dan ulama2
setelahnya yang dekat masanya dengan ulama2 salaf, saat syubhat tajsim ini
pertama kali dimunculkan oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan
Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya di masa itu.
Untuk itu, insya Allah kita akan mengkaji serta mempelajari poin-poin penting
terkait masalah ini sehingga –insya Allah-kita akan mengetahui
bahwa syubhat tajsim ini hanyalah sampah yang didaur ulang dari syubhat yang
sama yang dahulu dihembuskan oleh oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan
kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya terhadap diri ulama2
salaf Ahlus-Sunnah sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ulama2 salaf
Ahlus-Sunnah yang menetapkan shifat2 Allah itu sebagaimana dikabarkan di dalam
Al-Quran dan Sunnah yang shahih.
Dan sekaligus, tema ini untuk membantah syubhat2 yang dimunculkan oleh sebagian
orang terhadap diri Syaikhul-islam ibnu Taimiyah rahimahullah terkait
pembahasan beliau dalam masalah jism. Oleh karena itu, maka –insya
Allah- kita akan banyak memunculkan seperti apa pembahasan beliau
secara terperinci (dan bukan secara mujmal) berkenaan dengan jism ini
agar –insya Allah- kita dapat mengetahui secara lengkap, rinci
dan menyeluruh mengenai sikap beliau dalam masalah ini.
2. APA ITU JISM MENURUT ULAMA2 SALAF?
Untuk bagian pertama ini, kita tidak akan mendapat satupun ta’rif yang sharih
dari ulama2 salaf yang diriwayatkan dengan sanad yang shahih, atau yang mereka
sebutkan di dalam kitab2 mereka.
Berbeda dengan istilah tasybih yang dapat kita temukan ta’rifnya menurut ucapan
yang sharih dari sebagian ulama salaf, semisal dari Ishaq bin Ruhawaih
rahimahullah yang mengatakan :
إنما يكون التشبيه إذا قال يد كيد أو مثل يد أو سمع كسمع أو مثل سمع فإذا قال سمع كسمع أو مثل سمع فهذا التشبيه
“Hanyalah tasybih itu terjadi apabila seseorang mengatakan : “Tangan bagaikan
tangan yang lain”, atau : “Tangan seperti tangan yang lain “ atau mengatakan :
“Pendengaran bagaikan pendengaran yang lain” atau : “Pendengaran seperti pendengaran
yang lain.”, sehingga jika dia mengatakan “Pendengaran seperti pendengaran yang
lain.”, maka seperti inilah tasybih.
(Sunan At-Tirmidzi 3/50)
Adapun jism, dan tajsim,…..sama sekali tidak ada.
Oleh sebab itu, maka Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan :
لم يسلكه أحد من السلف والأئمة فلم ينطق أحد منهم في حق الله بالجسم لا نفيا ولا إثباتا ولا بالجوهر والتحيز ونحو ذلك
“Tidak ada seorangpun dari kalangan salaf dan para imam yang mengada-ngadakan
dan berbicara dengan istilah “jism”, “jauhar”,”tahayyuz”, dan yang semisalnya
berkenaan dengan hak Allah. Tidak dengan penafian, dan tidak pula dengan
penetapan.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal.85)
So, yang tersisa bagi kita dalam hal pengertian jism ini adalah melihat dari
apa yang disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya tentang istilah ini.
Allah berfirman :
“Dan apabila kamu melihat mereka, maka ajsamahum (jism-jism mereka) menjadikan
kamu kagum.”
(Q.S Al-Munafiqun ayat 4)
Tentang ayat ini, Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan :
وإذا رأيت هؤلاء المنافقين يا محمد تعجبك أجسامهم لاستواء خلقها وحسن صورها
“Allah berfirman bahwa apabila engkau –wahai Muhammad-melihat
orang2 munafik itu, maka tubuh2 mereka akan membuatmu kagum disebabkan
serasinya penciptaanya dan bagusnya bentuk tubuh mereka.”
(Jami’ul-Bayan 23/395)
Allah telah menetapkan istilah jism di dalam kitab-Nya yang berarti tubuh
manusia atau badan manusia, dan inilah yang dikenal oleh orang Arab tentang apa
itu jism di sisi mereka.
Sehingga, atas hal inilah maka Al-Jauhari mengatakan :
قال أبو زيد: الجِسْمُ والجُسْمانُ: الجَسَدُ،
“Abu Zaid mengatakan : “Al-Jism wal-jusmaan adalah jasad.”
(Ash-Shihah fil-lughah bab huruf Jim)
Dan Ibnu Mandzur mengatakan :
جسم: الجِسْمُ: جماعة البَدَنِ أو الأعضاء من الناس والإبل والدواب
وغيرهم من الأنواع العظيمة الخَلْق
“Al-Jism adalah kumpulan dari badan atau anggota2 badan manusia, unta,
binatang, dan yang lainnya dari hal makhluk2 yang berat.”
(Lisanul-‘Arab bab huruf Jim)
Ya, hanya itu.
So, dengan i'tibar seperti ini, maka hal2 yang ringan seperti udara, ruh, angin,
wewangian, (atau frekuensi), dan yang semisalnya tidaklah disebut dengan jism.
Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah pernah mengatakan :
فإن أهل اللغة يقولون : الجسم هو الجسد والبدن وبهذا الاعتبار فالروح ليست جسما ; ولهذا يقولون : الروح والجسم ; كما قال تعالى : { وإذا رأيتهم تعجبك أجسامهم وإن يقولوا تسمع لقولهم } وقال تعالى : { وزاده بسطة في العلم والجسم }
“Sesungguhnya ahli bahasa mengatakan : “Al-jism adalah jasad dan badan”, maka
dengan I’tibar ini ruh bukanlah termasuk jism. Atas hal ini mereka mengatakan :
“Ruh dan Jism.” Sebagaimana Allah berfirman : “Dan apabila kamu melihat mereka,
tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka.” Dan firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya Allah
telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan jism (tubuh) yang
perkasa.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal.36)
Meskipun demikian, benar bahwa
sebagian ahlul-kalam menyelisihi ta'rif seperti ini dan mereka memasukan ruh
dan yang semisalnya sebagai jism, sebagaimana hal ini pernah disebutkan oleh
Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah.
Kemudian....
Jika Allah memberikan istilah jism
ini untuk tubuh manusia, dan jika seperti itulah yang memang dikenal oleh
orang2 Arab, maka apabila seseorang sedang membicarakan udara dan shifat2nya,
apakah ada keperluan baginya untuk berbicara tentang jism.....tentang tubuh
manusia....., setelah dia sendiri tahu bahwa apa yang dia bicarakan itu
bukanlah jism, setelah dia sendiri tahu bahwa udara itu bukanlah tubuh
manusia??
Jawabnya : “Sama sekali, tidak.”
Atau jika Allah memberikan istilah jism ini untuk tubuh manusia, dan jika
seperti itulah yang dikenal oleh orang2 Arab, maka apabila seseorang sedang
membicarakan wewangian dan shifat2nya, apakah ada keperluan baginya untuk berbicara
tentang jism setelah dia sendiri tahu bahwa apa yang dia bicarakan itu bukanlah
jism, setelah dia tahu bahwa wewangian itu bukanlah tubuh manusia??
Jawabnya : “Sama sekali, tidak.”
Maka begitupula ulama2 salaf ketika sedang berbicara tentang Allah dan
shifat2-Nya.
Mereka sama sekali tidak memiliki keperluan untuk berbicara tentang jism,
berbicara tentang tubuh manusia, setelah jelas bagi mereka bahwa yang mereka
bicarakan itu bukanlah jism,.....
Setelah jelas bagi mereka bahwa
yang mereka bicarakan itu adalah tentang Allah dan bukan tentang tubuh
manusia,.................
Setelah jelas bagi mereka bahwa
Allah itu bukanlah manusia, dan manusia itu bukanlah Allah.......
Maka, sehuruf-pun sama sekali
mereka tidak perlu menyinggung-nyinggungnya, dan sehuruf-pun mereka sama sekali
tidak perlu menyebut masalah jism ini.
So, ketika –misalnya- Allah berfirman :
“….hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotongtangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik.”
(Q.S Al-Maidah ayat 33)
Tentu saja, orang2 Arab pada umumnya baik yang mu'min maupun yang kafir pada
saat itu, dan kemudian ulama salaf pada khususnya, sudah ma’lum bahwa tangan
dan kaki yang sedang dibicarakan dalam ayat ini adalah tentang jism, tubuh
manusia.
Tapi, ketika Allah berfirman :
“Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan
dengan kedua tangan-Ku.”
(Q.S Shad ayat 75)
Maka, tentu saja orang2 Arab pada umumnya, baik yang mu'min maupun yang kafir
pada saat itu dan kemudian ulama2 salaf pada khususnya-pun sudah ma’lum bahwa
yang sedang dibicarakan dalam ayat ini bukanlah tentang jism, bukanlah tentang
tangan manusia, tubuh manusia, akan tetapi yang dibicarakan adalah tentang
Allah yang jelas2 bukan manusia, maka tentu saja mereka se-huruf-pun tidak
perlu menyinggung masalah jism.
Lalu, darimana asalnya muncul ta’rif-ta’rif aneh yang menjadi sebab awal
munculnya fitnah tentang jism atas diri ulama2 salaf dan ulama2 setelahnya
rahimahumullah?
Insya Allah, nanti kita akan mengetahuinya pada bagian kedua….
3. JISM MENURUT ORANG2 JAHMIYAH, MU’TAZILAH,
DAN KALANGAN AHLUL-BID’AH PENGINGKAR SHIFAT2 ALLAH LAINNYA
Adapun ahlul-bid’ah di masa ulama2 salaf itu hidup, maka mereka
memiliki ta’rif2 dan pemahaman tentang jism yang mereka tetapkan sendiri
berdasarkan akal2 mereka, diantaranya adalah sebagai berikut…..
a. Sesuatu yang memiliki jarak, maka itu adalah jism
Hal ini dikemukakan oleh orang2 Jahmiyah sehingga mereka mengatakan
:
غير بائن باعتزال ولا بفرجة بينه وبين خلقه كجسم على جسم
“Sesungguhnya Allah….antara Dia dengan makhluk-Nya tidaklah
terpisah dengan menyendiri dan tidak pula terpisah dengan jarak seperti jism
atas jism.”
(Ar-Radd ‘alal-Basyir al-Marisyi hal. 79)
Menurut mereka, jika saja diantara dua hal itu terdapat jarak, maka
pastilah keduanya adalah jism. Dengan ini mereka menetapkan bahwa Allah itu
tidaklah terpisah dengan makhluk-Nya.
Dan ini menjadi salah satu alasan mereka untuk menafikan adanya
Allah di atas ‘Arsy.
b. Sesuatu yang ada pada arah, maka itu adalah jism
Hal ini dikemukakan oleh orang2 Jahmiyah sehingga mereka mengatakan :
وليس له أعلى ولا أسفل ولا نواحي ولا جوانب ولا يمين ولا شمال
“Tidak ada bagi Allah yang lebih atas, tidak yang lebih bawah,
tidak pula arah, tidak sisi, tidak kanan, tidak pula kiri.”
(Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah hal.99)
Dalam ungkapan yang lain dari orang2 Mu’tazilah:
أن إثبات الجهة يوجب إثبات المكان وإثبات المكان يوجب إثبات الجسمية
“Penetapan arah itu mewajibkan penetapan tempat, sedangkan
penetapan tempat mewajibkan penetapan jism.”
(Manahij al-Adilah hal.176. Maktabah al Anjalu al Misriyah)
Hal ini kemudian, diikuti oleh Syi’ah dan atas hal ini, maka mereka
semua mengingkari adanya Allah di atas ‘Arsy dengan alasan arah dan tempat
adalah jism.
Sebagian orang lain mengatakan bahwa Allah itu tidak di atas, tidak
di kiri, tidak di kanan, tidak.....dan tidak....sebagaimana dahulu diyakini
oleh orang2 Jahmiyah.
c. Sesuatu yang memiliki tangan, maka itu adalah jism
Hal ini dikemukakan oleh orang2 Jahmiyah. Mereka mengatakan :
لا نقول إن الله يدين لأن اليدين لا تكون إلا بالأصابع وكف وساعدين وراحة
ومفاصل
“Kami tidak akan mengatakan kalau Allah itu memiliki tangan, sebab
tiadalah tangan itu melainkan terdiri dari jari2, bahu, hasta, telapak tangan,
dan saling terpisah.”
(Al-Ibanah al-Kubra 6/261)
Mereka juga mengatakan :
اليد إذا لم تكن نعمة لم تكن إلا جارحة .
“Jika tangan itu bukan berarti nikmat, maka berarti itu adalah
anggota badan.”
(Al-Ibanah hal.136)
Atas hal ini, mereka mengingkari dua tangan Allah, pendengaran
Allah, juga wajah Allah, kaki Allah, dan shifat Dzatiyah lainnya karena
beranggapan kalau sesuatu yang memiliki tangan itu pastilah adalah jism.
d. Sesuatu yang dapat dilihat, maka itu adalah jism
Yang ini masyhur dari Syi’ah, dan atas hal ini, maka mereka mengingkari
dapat dilihatnya Allah dengan mata kepala kelak di hari kiamat.
Dalam hal ini, mereka menyepakati orang2 Mu’tazilah dan Jahmiyah
yang juga sama2 mengingkari dapat dilihatnya Allah dengan mata kepala kelak di
akhirat dan mereka menganggap orang2 yang meyakini dapat dilihatnya Allah kelak
di akhirat sebagai mujasimah.
Salah seorang ulama mereka mengatakan :
واعلم إن أكثر العقلاء ذهبوا إلى امتناع رؤيته تعالى والمجسمة جوزوا رؤيته
لاعتقادهم أنه تعالى جسم
“Ketahuilah, kebanyakan orang2 yang berakal (yakni Syi’ah imamiyah,
Mu’tazilah, dsb) berpendapat tidak mungkin Allah ta’ala dapat dilihat,
sedangkan orang2 Mujasimah menetapkan kalau Allah dapat dilihat berdasarkan
keyakinan mereka kalau Allah itu adalah jism.”
(Kasyful-Murad hal.230)
Hal ini menjadi pegangan orang Syi’ah hingga sekarang.
Salah seorang ulama besar kontemporer mereka yang bernama
asyatusy-syi’ah Nashir ash-Shirazi mengatakan :
إننا نعتقد بأنه تبارك وتعالى لا يمكن رؤيته، لأن الشيء الذي يرى بالعين
هو جسم
“Sesungguhnya kami meyakini bahwa Allah tabaraka wa ta’ala tidak
mungkin dapat dilihat, sebab sesuatu yang dapat dilihat dengan mata adalah
jism.”
(‘Aqaid al-Imamiyah hal.9)
e. Suara itu adalah jism
Hal ini ternukilkan dari firqah Mu’tazilah, saat mereka mengatakan
:
أن كلام الخالق جسم وأن ذلك الجسم صوت مقطع مؤلف مسموع
“Kalam Allah itu adalah jism, dan bahwa jism itu adalah suara yang
terputus-putus, tersusun dan dapat didengar.”
(Maqalat al-Islamiyin 1/153)
Atas hal ini, maka mereka menganggap Al-Quran itu sebagai makhluk,
dan atas hal inipula, maka orang2 Jahmiyah mengingkari berbicaranya Allah, dan
mengingkari suara Allah.
f. Sesuatu yang bergerak, maka itu adalah jism
Orang2 Jahmiyah yang punya ketetapan seperti ini sehingga mereka
mengatakan :
لأنه الحي القيوم…………..
أن تفسير ( القيوم ) الذي لا يزول عن مكانه ولا يتحرك
“Sesungguhnya Allah adalah al-Hayyu (Yang Hidup) al-Qayyum.…
Dan sesungguhnya tafsir al-Qayyum itu adalah tidaklah berpindah
dari tempatnya, sehingga Dia juga tidaklah bergerak.”
(Ar-Radd ‘alal-Basyir al-Marisyi hal. 20)
Hal ini menyebabkan mereka mengingkari turunnya Allah ke langit
dunia, digenggamnya bumi oleh Allah kelak di hari kiamat, dan berbagai
perbuatan Allah lainnya yang menurut mereka melazimkan adanya gerakan.
g. Dan yang lainnya yang tidak perlu disebutkan di sini.
Perhatikanlah ta'rif2 orang2 Mu'tazilah,
Jahmiyah, Syi'ah dan selainnya tentang jism dalam tulisan sebelumnya pada
bagian kedua Isu
tentang tajsim dan mujasimah (2) .
Atas hal itu, niscaya kita akan tahu bahwa
tidaklah mereka menetapkan suatu pengertian tentang jism melainkan berdasarkan
apa yang mereka lihat ada pada makhluk.
Dan konsekuensi dari pengertian2 buatan mereka
ini adalah bahwa bagi ahlul-bid'ah ini, orang2 yang meyakini kalau Allah dapat
dilihat di akhirat adalah mujasimah...
Orang2 yang meyakini kalau Allah itu memiliki
tangan adalah mujasimah....
Orang2 yang meyakini kalau Allah itu memiliki
wajah adalah mujasimah......
Dan sebagainya.
Celakanya, pengertian2 ala ahlul-bid'ah seperti
inilah yang kemudian dipegang oleh sebagian orang di zaman sekarang, sehingga
tidak heran jika kemudian isu tentang tajsim dan mujasimah ini kembali muncul
di masa sekarang.
Ya, sebagian orang di masa sekarang telah
menganggap dan menuduh kalau orang2 yang meyakini Allah itu memiliki tangan,
wajah, dan beberapa shifat lainnya, sebagai mujasimah, sedangkan tidaklah
anggapan dan tuduhan bathil mereka ini kecuali karena disebabkan mereka
memegang ta'rif2 rusak ala Jahmiyah, Mu'tazilah dan sebagainya tentang jism.
Jika suatu saat engkau bertemu dengan orang2
yang seperti ini, katakan padanya : "Apakah kekuasaan, pengetahuan dan
hidup itu jism?"
Apabila dia menjawab : "Ya, semuanya
adalah jism."
Maka katakan kepadanya : "Sesungguhnya
engkau meyakini kalau Allah itu hidup, memiliki pengetahuan dan memiliki
kekuasaan, maka seharusnya itu berarti menurutmu Allah itu adalah jism."
Jika dia menjawab : "Ooh
bukan, meski Allah itu hidup, memiliki pengetahuan dan memiliki kekuasaan, tapi
Allah itu bukanlah jism."
Maka katakan kepadanya : "Maka begitupula
Allah itu ada di atas 'Arsy, memiliki tangan, memiliki wajah, memiliki kaki dan
shifat2 lainnya tanpa harus berarti bahwa semua itu adalah jism."
Allaahul-musta'an.
Selanjutnya.....
Satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa baik
Syi’ah, Mu’tazilah, Jahmiyah, dan ahlul-bid’ah lainnya dari kalangan pengingkar
shifat2 Allah, maka mereka semua sepakat atas satu kalimat yakni bahwa Allah
itu bukanlah jism.
Akan tetapi, satu hal yang sangat perlu sekali
kita catat dan ingat adalah bahwa ketika mereka berkata “bukan jism”, maka yang
mereka maksud itu adalah “jism” menurut pengertian mereka sebagaimana
sebagiannya telah dikutipkan sebelumnya, dan bukan seperti yang dikenal oleh
para ulama2 salaf.
Sehingga, maksud dari perkataan mereka : “Bukan
jism.” sebenarnya tidaklah sama dengan yang dimaksud “bukan jism.” dari
perkataannya seorang ulama Ahlus-Sunnah.
Perkataan mereka : "Allah bukan
jism.", maka maksudnya sebenarnya adalah bahwa Allah itu tidaklah dapat
dilihat, tidak ada di atas 'Arsy, tidak memiliki tangan, dan sebagainya.
Sedangkan jika ada ulama Ahlus-Sunnah yang
berkata "Allah bukan jism", maka maksudnya jelas bahwa yang dimaksud
adalah Allah itu tidaklah serupa dengan makhluk-Nya.
Perbedaan maksud ini adalah sebagaimana ketika
ulama2 Ahlus-Sunnah berbicara tentang tasybih, dan orang2 Jahmiyah serta
Mu’tazilah berbicara tasybih, maka sebenarnya yang dimaksud tasybih oleh orang2
Jahmiyah serta Mu’tazilah itu tidaklah sama sebagaimana yang dimaksud oleh
ulama2 Ahlus-Sunnah.
Sehingga, atas hal ini, jika kita berbicara
dengan mereka, dan mereka berkata : “Bukan jism.”, maka tanyakanlah kepadanya :
“Apa yang anda maksud dengan “jism” dan “bukan jism” itu?”
Atas semua syubhat inilah, Syaikhul-Islam ibnu
Taimiyah rahimahullah mengatakan :
فيقال لمن سأل بلفظ الجسم : ما تعني بقولك ؟
أتعني بذلك أنه من جنس شيء من المخلوقات ؟
فإن عنيتَ ذلك , فالله قد بيَّنَ في كتابه أنه لا
مثل له , ولا كفوَ له , ولا نِدَّ له ؛
وقال : ( أفمن يخلق كمن لا يخلق )
فالقرءان يدل على أن الله لا يماثله شيء , لا في ذاته
ولا صفاته ولا أفعاله
“Maka, dikatakan kepada orang yang bertanya
tentang lafazh jism : “Apa yang engkau maksud dengan ucapanmu itu?”
Apakah yang engkau maksud dengan lafazh jism
itu adalah bahwa Allah termasuk jenis dari makhluk-Nya (yg juga jism)?
Jika ini yang engkau maksud dengan jism, maka
Allah telah menjelaskan di dalam kitab-Nya bahwa tidaklah ada yang serupa
dengan-Nya, tidak ada yang sebanding, dan tidak ada yang bersekutu dengan-Nya
dalam apapun, dan Dia berfirman : “Maka apakah yang menciptakan itu sama dengan
yang tidak dapat menciptakan?”
Maka Al-Quran telah menunjukan bahwa Allah itu
tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatupun, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada
shifat-Nya, tidak pula pada perbuatan-Nya.”
(Dar-u Ta’arud al-‘Aql wa An-Naql 5/363.
Maktabah Darul-Kunuz al-Adabiyah)
Akan tetapi :
إن قلت : إثبات الحياة والعلم والقدرة يقتضي تشبيها
أو تجسيما لأنا لا نجد في الشاهد متصفا بالصفات إلا ما هو جسم قيل لك : ولا نجد في
الشاهد ما هو مسمى حي عليم قدير إلا ما هو جسم فإن نفيت ما نفيت لكونك لم تجده في الشاهد
إلا للجسم فانف الأسماء بل وكل شيء لأنك لا تجده في الشاهد إلا للجسم
“Jika engkau katakan : “Penetapan Hidup Allah,
ilmu Allah, kekuasaan Allah melazimkan tasybih atau tajsim sebab tidaklah kita
dapati pada sesuatu yang kita lihat yang dishifati dengan shifat tersebut
kecuali ia adalah jism.”
Maka dikatakan kepadanya : “Tidak pula kita
dapati pada sesuatu yang kita lihat apa yang disebut dengan hidup, mengetahui,
dan berkuasa kecuali ia adalah jism. Maka jika engkau hendak menafikan shifat
yang engkau nafikan berdasarkan apa yang engkau dapati dari apa yang engkau
lihat berupa jism, maka nafikanlah pula nama-nama Allah, dan bahkan nafikanlah
pula semua shifat Allah sebab tidaklah engkau dapati hal itu ada pada sesuatu
yang engkau lihat kecuali itu ada pada jism.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal. 24)
Jika mereka hendak menafikan sebagian shifat
berdasarkan kaidah akal2 mereka yang rusak dengan alasan bahwa shifat2 itu
adalah jism, berdasarkan apa yang mereka lihat ada pada makhluk Allah, maka
seharusnya dengan kaidah mereka sendiri dan dengan alasan mereka sendiri, maka
semua shifat itu harus mereka nafikan dari Allah.
Ya, berdasarkan kaidah rusak mereka, maka
seharusnya mereka menafikan pula pengetahuan, kekuasaan, dan hidup itu dari
Allah.
Dan jika mereka hendak menuduh orang yang
menetapkan shifat sebagai mujasimah atau mereka anggap penetapan shifat itu
melazimkan tajsim, maka seharusnya dengan kaidah mereka sendiri, dan dengan
alasan mereka sendiri, maka mereka sendiripun sebenarnya adalah mujasimah atau
musyabihah, sebab tidaklah mereka sendiri menetapkan suatu shifat melainkan
akan mereka temui shifat itu ada pada jism.
Na'uudzubillah.
Pada akhirnya….
Ingatlah, dan perhatikanlah ta’rif2 jism yang
dibuat-buat oleh ahlul-bid’ah sebagaimana disampaikan di atas, dan Insya Allah,
nanti pada bagian selanjutnya kita akan melihat bahwa penetapan shifat2 Allah
di sisi Syi’ah, Mu’tazilah, Jahmiyah, dan ahlul-bid’ah lainnya akan mereka
anggap sebagai tajsim, dan ahlus-Sunnah di sisi mereka, benar2 dianggap sebagai
mujasimah.
Dan, insya Allah kita juga melihat bahwa apa
yang mereka tetapkan itu hanyalah penetapan yang lemah, rusak dan saling
bertentangan disana-sini.
Allaahul-musta'an.
Artikel terkait dan perlu dibaca :
( Bagian 1 ) Mengimani
Sifat-sifat Allah : Bingung Tentang ( Keberadaan ) Rabbnya ?