Tuesday, November 17, 2015

Penulis Barat: Setelah Serangan Paris, Mari Kita Berhenti Menyalahkan Muslim

Penulis Barat: Setelah Serangan Paris, Mari Kita Berhenti Menyalahkan Muslim

Kita harus berduka untuk semua korban. Tetapi itu tidak pernah akan berubah sampai kita melihat secara jujur tentang kekerasan yang kita ekspor.” Ben Norton
Jumat 13 November 2015, militan membantai sedikitnya 127 orang di Paris dalam serangkaian serangan. Secara serentak, dunia segera menyalahkan umat Islam. Mereka sering kekurangan bukti, tetapi tergantung pada kekuatan tumpul kefanatikan anti-Muslim untuk meningkatkan tuduhan.
Namun, tidak semua opini seperti itu bahkan penulis Barat sekalipun. Ben Norton, seorang penulis dan jurnalis Barat melihat ada banyak lapisan kemunafikan dalam reaksi publik terhadap tragedi itu. Menurutnya, tragedi itu harus diurutkan untuk memahami konteks yang lebih besar di mana serangan-serangan mengerikan lainnya pernah terjadi, untuk mencegah serangan seperti itu terjadi di masa depan. Menyalahkan secara tidak adil, menurutnya justru akan meningkatkan serangan lanjutan.
Salah satu bukti kemunafikan itu, begitu berita tentang serangan pecah, meskipun tidak ada bukti dan praktis siapa penyerangnya belum diketahui, para pakar Sayap Kanan[1] langsung menempel peristiwa itu sebagai kesempatan untuk membusukkan Muslim dan para pengungsi dari negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Layaknya mewakili korban, paduan suara teriakan reaksioner para penghasut mengeksploitasi serangan itu untuk mengalihkan perhatian dari —dan bahkan menyangkal— masalah domestik. Mereka dengan tegas mengatakan kepada aktivis Black Lives Matter, yang memperjuangkan hak-hak sipil dan asasi manusia, bahwa masalah pekerja dan mahasiswa saat ini tidaklah signifikan karena mereka tidak disandera di bawah todongan senjata.
Ketika bukti mulai menunjukkan bahwa ekstremis yang bertanggung jawab atas serangan, dan ketika ISIS akhirnya mengaku bertanggung jawab, para politikus benar-benar bersikeras bahwa Islam—agama 1,6 miliar orang itu—harus disalahkan. Bahwa mayoritas (meskipun tidak sepenuhnya) pengungsi Muslim yang memasuki Barat hanya akan melaksanakan serangan yang lebih besar daripada itu.
Setiap kali ekstrimis Islam melakukan serangan, dunia 1,6 miliar Muslim diharapkan kolektif meminta maaf. Ini telah menjadi klise dingin pada saat ini.
Pembantaian yang Diabaikan

Di Amerika Tengah, setiap bulan korban tewas akibat kekerasan lebih tinggi daripada serangan Paris. Misalnya, di El Salvador, ada lebih dari 900 pembunuhan pada bulan Agustus tahun ini saja.[2]
Menurut sebuah studi oleh Bank Dunia, di Amerika Tengah tercatat lebih dari 14 ribu kematian pada tahun 2006 akibat kekerasan dan teror, dan jumlah itu diperkirakan tidak berubah banyak 9 tahun kemudian.[3]

Di Amerika Selatan, Brasil hampir bisa disamakan sebagai negara dengan kekerasan seperti Suriah sekarang, dengan perang dan semua yang terjadi, menurut catatan PBB itu sendiri. “Kami berharap ada penurunan besar dalam ketidaksetaraan, sehingga tingkat pembunuhan pun menurun. Pada tahun 2000, tingkat pembunuhan di Brasil mencapai 32,2 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2012 lebih dari 32,4,” ungkap Christopher Mikton, petugas teknis WHO untuk Pencegahan Kekerasan.[4]
Di Guatemala, negara yang hanya berpenduduk 15 juta orang itu, 17.000 orang tewas hanya dalam waktu tiga tahun, akibat 890 aksi kekerasan, seperti dilaporkan Support Group Mutual (GAM), sebuah organisasi kemanusiaan yang mengkritik pemerintahan Presiden Otto Perez Molina.[5]
Menurut catatan resmi FBI, hanya 6% dari serangan teroris di wilayah AS 1980-2005 dilakukan oleh ekstremis Islam. Sisanya 94% berasal dari kelompok lain (42% dari Latin, 24% dari kelompok sayap kiri ekstrem, 7% dari ekstrimis Yahudi, 5% dari komunis, dan 16% dari semua kelompok lain).[6]
Di Eropa sendiri, ada ratusan serangan teroris setiap tahun. Laporan Europol lembaga penegak hukum Uni Eropa (EU), untuk penanganan kriminal yang berkantor pusat di Den Haag membuktikan secara meyakinkan bahwa tidak semua tindakan terorisme dilakukan oleh Muslim. Bahkan, 99,5% dari serangan teroris di Eropa dilakukan oleh kelompok-kelompok non-Muslim; 84,4% dari serangan berasal dari kelompok separatis yang tidak berhubungan dengan Islam. Kelompok kiri menyumbang lebih dari 10% serangan. Hanya 0,5% dari serangan teroris 2006-2013 dapat dikaitkan dengan Muslim.[7]
Serangan teroris di tahun-tahun terakhir termotivasi oleh etno-nasionalisme atau separatisme. Namun, berita utama dari setiap media adalah serangan yang dilakukan umat Islam. Sedangkan yang dilakukan oleh etno-nasionalis atau ekstrimis sayap kanan, yang jauh lebih sering, diabaikan.
Tidak hanya pakar sayap kanan dan media yang memberikan perhatian lebih terhadap serangan seperti di Paris, kepala negara pun melakukannya juga. Menit-menit setelah serangan Paris, Presiden Hollande dan Obama berbicara kepada publik dunia, meratapi tragedi itu. Sekretaris John Kerry mengutuk mereka sebagai “keji, jahat, dan tindakan busuk.”
Keanehan yang Akrab

Semua peristiwa tersebut merupakan keanehan yang akrab. Reaksi spontan terhadap serangan Paris Januari 2015 lalu, adalah ketakutan terhadap Islam. Islamophobia telah mengabaikan konteks penting bagi serangan tragis itu. Yaitu fakta bahwa bencana yang dipimpin AS di Irak dan penyiksaan di Abu Ghraib, telah menimbulkan keinginan untuk membalas. Fakta lain yang juga diabaikan bahwa para penyerang itu adalah anak-anak imigran dari Aljazair, negara yang selama puluhan tahun berdarah-darah di bawah kolonialisme Prancis. Invasi Prancis itu telah menewaskan ratusan ribu orang Aljazair.[8]

Jadi wajar bila Anda bertanya, mengapa semua kemarahan hanya untuk serangan Paris? Manakah hashtags yang didedikasikan untuk ratusan orang yang terus-menerus dibunuh di negara Amerika Latin? Di mana dukungan global seperti Prancis sekarang bagi mereka? Dan mengapa dikhususkan Muslim sebagai satu-satunya pihak yang disalahkan, sedangkan apa yang terjadi di Amerika Latin dan lainnya hanya disebut sebagai kekerasan biasa?
Reporter: Salem
—————
Sumber:
[1] http://www.alternet.org/tea-party-and-right/right-wingers-already-giddy-over-paris-attacks

[2] http://www.lapagina.com.sv/nacionales/109838/2015/09/01/Con-mas-de-900-asesinatos-agosto-se-convierte-en-el-mes-mas-violento-de-la-decada
[3] http://www.urng-maiz.org.gt/2015/01/casi-17-mil-900-muertes-violentas-en-guatemala-durante-ultimo-trienio/
[4] http://www.latimes.com/world/brazil/la-fg-ff-brazil-crime-20150522-story.html
[5] http://www.urng-maiz.org.gt/2015/01/casi-17-mil-900-muertes-violentas-en-guatemala-durante-ultimo-trienio/
[6] Lihat /2015/01/17/infografis-99-pelaku-serangan-terorisme-di-eropa-bukan-kelompok-islam/
[7] /2015/01/17/infografis-99-pelaku-serangan-terorisme-di-eropa-bukan-kelompok-islam/
[8] http://www.salon.com/2015/11/14/our_terrorism_double_standard_after_paris_lets_stop_blaming_muslims_and_take_a_hard_look_at_ourselves/