Ghazwul Fikri
–Catatan ABU MUAS TARDJONO–
Disadari atau tidak, kini kaum kuffar dan munafiqin
secara gencar dan sistematis berupaya keras mengeliminasi Islam supaya tidak
berkembang dan berupaya pula menghancurkan umat Islam dari dalam. Program
eliminasi dan penghancuran ini terangkum dalam program Al-ghazwul-fikri (perang
pemikiran) yang mereka rencanakan.
Dalam bukunya, Pengantar Memahami
Al-ghazwul-fikri, Abu Ridha menyatakan, Al-ghazwul-fikri merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari uslub qital (metode perang) yang
bertujuan menjauhkan umat Islam dari agamanya. Ia adalah penyempurnaan, alternatif, dan penggandaan cara
peperangan dan penyerbuan mereka terhadap dunia Islam.
Paling tidak, ada empat hal yang termasuk
dalam program al-ghazwul-fikri. Pertama,Tasykik, yakni gerakan
yang berupaya menciptakan keraguan dan pendangkalan akidah kaum Muslimin
terhadap agamanya. Misalnya, dengan terus menerus menyerang (melecehkan)
Al-Qur’an dan Hadits, melecehkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
atau mengampanyekan bahwa hukum Islam tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
Kedua, Tasywih yakni gerakan yang berupaya
menghilangkan kebanggaan kaum Muslimin terhadap agamanya. Caranya, memberikan
gambaran Islam secara buruk sehingga timbul
rasa rendah diri di kalangan umat Islam. Di sini,
mereka melakukan penyesatan dan pencintraan negatif, tentang agama dan
umat Islam lewat media massa dan lain-lain, sehingga Islam terkesan
menyeramkan, kejam, sadis, radikal dan lain sebagainya.
Ketiga, Tadzwib, yakni pelarutan budaya dan
pemikiran. Di sini, kaum kuffar dan munafiqin melakukan
pencampur-adukan antara hak dan batil, antara ajaran Islam dan non-Islam,
sehingga umat Islam yang awam kebingungan dengan pedoman hidupnya.
Dan, keempat, Taghrib yakni “pembaratan”
dunia Islam, mendorong Kaum Muslimin agar menerima pemikiran dan budaya Barat,
seperti sekularisme, pluralisme, liberalisme, nasionalisme dan lain sebagainya.
Keempat hal tersebut di atas, dirasakan atau tidak,
kini telah banyak mempengaruhi ucap, sikap dan perilaku kaum Muslimin dalam
meniti kehidupannya.
Tak sedikit, di antara saudara seiman kita yang
terperdaya oleh program ini. Kini, di hadapan kita terbentang banyak tantangan.
Muncul bermacam aliran pemikiran, paham dan gerakan dari
kaum kafirin dan munafiqin yang berupaya keras meracuni
jiwa tauhid kita. Bahkan lebih dari itu,
kaum kafirin dan munafiqin saling bahu membahu melakukan
aksi pemurtadan dengan berbagai cara, dari mulai yang paling halus dengan
iming-iming dan kedok Kemanusiaan hingga memaksa banyak umat Islam dengan cara
kasar, brutal disertai penganiayaan untuk meninggalkan Islam.
“Dan tiada henti-hentinya mereka memerangi kalian
sehingga kalian murtad dari agama kalian, jika mereka mampu…,” (QS Al-Baqarah:
217).
Seiring dengan itu,
gerakan sekularisme berskala global pun sedang berupaya keras
mengenyahkan syariat Islam dari kehidupan kaum Muslimin. Penguasa negara-negara
kapitalis
yang notabene kaum Salibis dan Zionis, rela
mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menjerumuskan kaum Muslimin ke dalam
jurang sekularisme yang mereka tawarkan.
Allah berfirman: “Mereka berkehendak memadamkan
cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak
menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir
tidak menyukai,” (QS At Taubah: 32).
Saat ini pula, kaum kuffar tak
henti-hentinya memunculkan isu “terorisme”, sebagai isu utama (main
issue) atau isu sentral. Sasaran
kampanye anti-“terorisme” itu sebenarnya sangat mudah dipahami oleh
kita. Sasarannya tiada lain adalah kekuatan Islam. Tegasnya, umat Islam yang
berupaya menerapkan syariat Islam dan menyerukan jihad melawan kezaliman kaum
kafir bersiap-siaplah mendapat label “teroris”.
Kampanye anti-“terorisme” hakikatnya
merupakan bagian dari ghazwul fikri, yakni invasi, serangan, atau
serbuan pemikiran dengan tujuan mengubah sikap dan pola pikir agar sesuai
dengan yang mereka kehendaki. Dalangnya (Zionis) dan antek-anteknya berupaya
secara sistematis untuk menempatkan Islam dan umatnya agar dipandang sebagai
ancaman yang sangat menakutkan.
Semakin jelas kiranya, pada era global sekarang, medan
perang utama Islam vis a
vis kaum kafirin dan munafiqin adalah ghazwul
fikri, selain medan perang konvensional seperti yang terjadi di
Afghanistan, Palestina, Suriah, Kashmir, dan lain-lain.
Senjata utama kemenangan dalam perang pemikiran ini
adalah media massa, yang terbukti sangat efektif mempengaruhi pola pikir,
pemahaman, dan perilaku masyarakat. Karena itu, pihak yang lemah dalam bidang
penguasaan media massa akan menjadi pihak yang kalah perang.
Ringkasnya, siapa yang menguasai media, dialah yang
akan menguasai dunia, karena “The new source of power is information in
the hand of many” (sumber utama kekuasaan yang baru adalah informasi yang
menyebar kepada banyak orang (opini publik). Opini yang terus-menerus melalui
media massa bisa menentukan yang jahat (batil) menjadi benar (hak) dalam
persepsi masyarakat atau sebaliknya.
Sarana paling efektif dari ghazwul
fikri yang dibarengi dengan ghazwuts tsaqofi (perang
peradaban/budaya) adalah media massa, termasuk di antaranya radio, televisi,
suratkabar, tabloid, majalah, buku, buletin, selebaran dan lain sebagainya.
Dalam dunia komunikasi ada istilah populer, “Siapa
yang menguasai informasi, dialah penguasa dunia”. Memang, telah menjadi
pendapat umum bahwa siapa yang menguasai informasi, dialah penguasa masa depan.
Sumber kekuatan baru masyarakat bukanlah uang di tangan segelintir orang,
melainkan informasi di tangan banyak orang.
Kaum Zionis Yahudi memang tak pernah menyia-nyiakan
kesempatan. Mereka dengan sangat lincah menguasai sarana media massa
dalam ‘perang pemikiran dan perang kebudayaan’ yang serba canggih itu
sekaligus merekrut menjadi pemiliknya. Dalam bukunya berjudul ‘Bahaya Zionisme
terhadap Dunia Islam’, Dr Majid Kailani mengajak kita untuk mau membaca
sekaligus mewaspadai strategi mereka dalam menghadapi abad Informasi yang
tercantum dalam Protokolat Zionis XII yang isinya:
“Peran apakah yang dapat dimainkan oleh media massa
akhir-akhir ini? Salah satu di antaranya adalah untuk membangkitkan opini
rakyat yang keliru. Hal ini dapat membangkitkan emosi rakyat. Kadang juga
bermanfaat guna mengobarkan konfrontasi antar partai politik,
tentunya akan banyak menguntungkan pihak kita. Apalagi saat mereka
sedang bertikai, kesempatan baik bagi kita untuk mengadu domba. Namun dengan
media massa, kita juga dapat memakainya sebagai ajang persahabatan semu yang
kebanyakan orang tidak mengerti kesemuan itu. Kita akan mengendalikan peran
media ini dengan sungguh-sungguh. Sastra dan pers adalah dua kekuatan yang
amat berpengaruh. Oleh karena itu kita akan banyak menerbitkan buku-buku kita
dengan oplag yang besar.”
Menurut Dr Majid Kailani, memang Zionis amat suka
menyuguhkan berbagai pemberitaan yang menimbulkan umpan emosional di segala
bidang. Atau juga banyak menimbulkan kebangkrutan moral pembacanya. Berbagai
jenis media massa dalam strategi Zionis dibagi menjadi tiga bagian yang setiap
bagiannya berperan sesuai dengan perannya, seperti tercantum
dalam Protokolat Zionis XII yang isinya:
“Media pertama, kita jadikan sebagai media yang
resmi, yakni media yang selalu siap membela kepentingan rakyat. Dengan strategi
ini mata rakyat akan terkibuli. Media yang kedua, kita jadikan
semi-resmi, yang berkewajiban menetralkan setiap oposisi yang hendak
mengobarkan api permusuhan atau pemberontakan. Sedang media ketiga, bertugas
sebagai media yang berpihak menjadi oposisi semu. Di dalam berita utamanya
harus menampakkan sikap konfrontatif. Dengan memasang perangkap semacam itu,
akan bermunculanlah orang-orang yang berwatak oposisi menjadi kolomnis yang
gigih dan banyak menantang. Maka kerja kita tinggal mencatat mereka ke dalam
‘Daftar Hitam’ kita.”
Sebenarnya, Ghazwul Fikri bukanlah hal baru
bagi kalangan gerakan Islam, namun mungkin karena kurangnya persiapan dan
minimnya ‘peralatan perang’ masih jauh tertinggal dibanding dengan
sarana ghazwul fikri yang dimiliki kaum kuffar dan munafiqin, utamanya
televisi. Minimnya dana, kurang profesionalnya pengelola, dan lemahnya
manajemen biasanya menjadi penyebab utama lemah dan hancurnya sebuah media
massa Islam.
Kini tiba saatnya, kaum aghniya (orang-orang
kaya) untuk lebih disadarkan dalam jihad al mal (jihad harta).
Dan, dana Infak (zakat & shadaqoh) pun diberdayakan lebih optimal,
khususnya untuk membekali para da’i dan mujahid terjun ke medan perang/ghazwul
fikri.
Kaum Muslimin, khususnya kalangan mudanya juga harus
terus membekali diri menghadapi ghazwul fikri ini dengan bermodal
iman, ilmu, wawasan dan keterampilan jurnalistik untuk bertempur di medan media
massa. Sekaligus memerangi kaum penyesat ajaran Islam melalui keterampilan
menulis di media massa.
Betapapun gencarnya Zionis Yahudi dan Salibis setiap
hari mengendalikan pikiran kita melalui gambar dan kata-kata, namun semua itu
tidak menjadikan kita lupa untuk mengambil langkah bijak dengan check and
recheck, tabayun dalam setiap menerima informasi.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti,
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu,” (QS Al
Hujuraat: 6).
Wallahu a’lam bish-shawab.
Perang Itu Namanya Ghazwul
Fikri
Perang. Siapa yang suka perang? Normalnya manusia
tidak suka. Apalagi kaum ibu. Tapi ada saja pihak-pihak yang dengan sengaja
mengobarkan perang karena maksud-maksud untuk menguasai pihak-pihak yang
ingin dikuasai. Dewasa ini perang tidak hanya menggunakan senjata fisik seperti
bedil dan tombak. Bahkan lebih berbahaya karena yang mengobarkan perang justru
menyembunyikan aktivitasnya dengan berbagai bungkus sehingga musuh yang
diperangi tidak sadar sedang diperangi. Tujuannya tetap sama, yaitu mengalahkan
dan menguasai musuh, hanya caranya yang berubah drastis.
Perang yang kita bicarakan ini adalah yang sangat
konsepsional, sangat luas bidangnya, sangat lihai dalam memilih cara sehingga
tidak disadari musuh, sangat jauh dampaknya kepada jiwa lawan dan sangat lama
masa berlangsungnya. Ghazwul Fikri. Secara bahasa artinya perang pemikiran. Ada
yang mengistilahkan dengan perang urat syaraf.
Perang ini baru muncul sekitar awal abad duapuluh dan
merupakan upaya musuh-musuh untuk menjatuhkan kekuatan Islam secara tuntas.
Ghazwul fikri dilaksanakan dengan cara melakukan dua tipu daya dasar yang
disusupkan dalam fikrah (pemikiran) umat Islam. Dua tipudaya tersebut adalah
takhwif (usaha untuk menimbulkan rasa takut kepada selain Allah), dan
tadl-lil (usaha pengkaburan berbagai konsepsi dalam fikrah Islam). Adapun
bentuk-bentuk upayanya dapat sangat beragam, antara lain:
Dengan berbagai opini sesat di media dan di tengah
masyarakat Muslim
Melalui film, sandiwara, pertunjukan seni, maupun
lirik-lirik lagu yang dikemas indah
Melalui berbagai bentuk fiksi, baik fiksi murni, fiksi
ilmiah, cerita komik, cerita drama sampai cerita anak
Melalui berbagai sandiwara politik dan peristiwa
seperti sandiwara Holocaust di masa Perang Dunia II dan lain-lain
Melalui sejumlah acara ilmiah yang mempertontonkan
berbagai kecanggihan militer dan intelijen mereka
Melalui penyebaran berbagai adat kebiasaan non-Islam
yang dipromosikan dan dikemas dengan beragam
keindahan dan kemeriahan
Mungkin masih banyak lagi cara-cara dan media perang
mereka yang kita belum tahu, namun intinya tetap sama. Ini perang sungguhan dan
ini perang yang curang.
Kecurangan yang paling nyata adalah dalam cara mereka
bersembunyi ketika menyerang. Berbagai film-film menarik yang bahkan dinobatkan
(oleh mereka sendiri) sebagai film-film terbaik, ternyata di dalam film itu ada
berbagai propaganda anti Islam yang menusuk.
Promosi berbagai perayaan adat jahiliyah yang dikemas
sedemikian rupa sebagai “warisan” pelecehan terhadap nilai-nilai tinggi Islam.
Misalnya di Mesir, digencarkan promosi kebudayaan Mesir kuno zaman Fir’aun,
lengkap dengan segala atributnya dan berbagai upacara penyembahan berhala. Itu
semua bertujuan tersembunyi agar masyarakat Mesir yang kini Muslim mulai
meninggalkan nilai-nilai Islam dan kembali bangga dengan nilai-nilai zaman
Fir’aun.
Cobalah simak program-program sebuah channel TV khusus
tentang berbagai kebudayaan dari TV berlangganan. Bahkan CD-CDnya dijual di
toko CD.
Lalu untuk apa rubrik ini membicarakannya? Agaknya
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa justru perang itu (Ghazwul Fikri) sangat
tidak disadari di negeri ini. Para penjaga Benteng Terakhir negeri ini (baca:
kaum ibu) apakah sadar bahwa setiap hari mereka dicekoki racun-racun Ghazwul
Fikri lewat kotak kaca yang menjadi hiburan wajib setiap rumahtangga? Apakah
para Penjaga Benteng Terakhir masih saja rela membelikan racun telinga dan jiwa
bagi putra-putri mereka yang berbentuk berbagai format lagu, yang seolah wajib
kini selalu hadir menghiasi pendengaran putra-putri kita dua-puluh-empat jam?
24 jam? Ya! Tidak jarang putra-putri kita belajar sampai tertidur tetap
memasang “alat mantra” tersebut ke kuping mereka!
Mantra! Memang seperti mantra. Boleh jadi lagu yang
dipasang langsung ke telinga dapat mempengaruhi jiwa anak kita lewat kata-kata
yang terdengar maupun tidak terdengar dari lagu tersebut. Efeknya bisa sampai
seperti mantra. Seperti orang terhipnotis.
Masih ingat fenomena Kurt Cobain musisi metal dari
ujung Utara bumi yang membuat lagu tentang bunuh diri dan kemudian
melaksanakannya? Kemudian jejak langkahnya diikuti oleh beberapa orang
penggemarnya. Tersihir!
Tahukah para Penjaga Benteng Terakhir bahwa brainwashing atau
cuci otak dapat terjadi dengan cara seseorang terus menerus mendengarkan
kata-kata yang sama berulang-ulang, yang apalagi jika dikemas dengan nada-nada
musik dan dentingan alat musik akan semakin memperkuat efeknya karena akan
masuk ke bagian otak yang tanpa nalar? Jika seseorang sudah gandrung dengan
suatu lagu, niscaya dia akan mendengarkannya berulang-ulang dan tak jarang
mendengarkannya sambil sangat relaks yang berarti masuk ke tingkat kesadaran
yang bisa dengan mudah disurupi jin?
Tanyakan pada para ahli ruqyah syar’iyyah (para
terapis yang mempunyai keterampilan mengobati orang kesurupan). Apakah para ibu
Muslimah dan para remaja penikmat lagu selalu mengerti apa yang dinyanyikan
dalam lirik lagu kegemaran mereka? Banyak sekali yang mengaku tidak
memperhatikan makna lagu, yang penting enak mengelus gendang telinga. Meskipun
kadang sebenarnya mudah saja mempelajari lirik lagu tersebut, tapi jarang yang
secara serius mencoba mencari apa makna sebenarnya. Paling jauh sebagian besar
penikmat lagu hanya mengingat arti dari bagian-bagian tertentu dari lagu
tersebut, terutama kalau dianggap cocok. Misalnya refrain yang meneriakkan
kata-kata pujian cinta atau patah hati.
Di era menjelang tahun 1980-an, era kami-kami yang
kepala empat masih remaja, ada lagu dari sebuah grup musik Queen yang berjudul
Bohemian Raphsody. Lagu yang diteriakkan oleh Freddy Mercury yang minta
disuntik mati karena AIDS tersebut, seluruh isinya adalah pelecehan terhadap
nilai-nilai Islam, bahkan sampai penolakan atas takdir (“ sometimes ‘
wished I’ve never been born before”). Lagu ini dulu termasuk Hit, bahkan
bertahan masih digemari hingga kini.
Masih ingat lagu berbahasa spanyol yang sempat
ketahuan ternyata berbicara tentang iblis? Grup musik Last Ketchup yang
melantunkan lagu tersebut bahkan mengakui tak paham isi lagunya karena
berbahasa kuno. Itu mantra setan!
Masih-kah para Penjaga Benteng Terakhir merasa masa
kini sudah tak ada lagi perang dan karenanya boleh bersantai dalam menjaga
bentengnya? Masihkah kita menyangka bahwa zaman sudah berubah dan kini
musuh-musuh Islam sudah beristirahat dari memerangi kita? Lihatlah ke
sekeliling, dan lihatlah dengan teliti. Wallahu a’lam. (eramuslim/salam-online.com)
Waspadai Perang Pemikiran
(Ghazwul Fikri)
Istilah perang pemikiran (ghazwul
fikri) di berbagai media termasuk
media online mencuat. Dengan menggunakan dalih kebebasan mengemukakan pendapat
mereka mencoba mematahkan dan menerobos sendi-sendi Islam.
Jika ajaran Islam tak dipahami betul oleh umat Islam
akan menjadi mudah terbawa arus pola pikir mereka hingga membenarkan anggapan
mereka.Dalam Al-Qur’an, geliat kaum seperti ini telah dijelaskan sebagaimana
potongan ayat:“….Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi kalian
sehingga kalian murtad dari Din kalian, jika mereka mampu…” (Al Baqarah: 217).
Empat belas abad yang lalu, di saat Islam mencapai
puncaknya, Rasulullah saw telah memprediksi nasib umat Islam di masa yang
akan datang, sebagai tanda nubuwwah beliau. Nasib umat Islam pada masa itu digambarkan
oleh Rasulullah seperti seonggok makanan yang diperebutkan oleh sekelompok
manusia yang lapar lagi rakus.
Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits:
“Beberapa kelompok manusia akan memperebutkan kalian seperti halnya orang-orang
rakus yang memperebutkan hidangan.”
Seorang sahabat bertanya, “Apakah karena kami waktu
itu sedikit, ya Rasulullah?”
Jawab Rasul, “Tidak! Bahkan waktu itu jumlah kalian
sangat banyak. Akan tetapi kalian waktu itu seperti buih di lautan. Dan
sungguh, rasa takut dan gentar telah hilang dari dada musuh kalian. Dan
bercokollah dalam dada kalian penyakit wahn.”
Kemudian sahabat bertanya, “Apakah yang dimaksud
dengan penyakit wahn itu ya Rasulullah?”
Jawab beliau, “Cinta dunia dan benci mati.”
Kita bisa membayangkan bagaimana nasib seonggok
makanan yang menjadi sasaran rebutan dari orang-orang kelaparan yang rakus.
Tentu saja dalam sekejap mata makanan yang tadinya begitu menarik menjadi
hancur berantakan tak berbekas, lumat ditelan para pemangsanya.
Demikian pula dengan kondisi umat Islam saat ini. Umat
Islam menjadi bahan rebutan dari sekian banyak kepentingan yang apabila kita
kaji lebih jauh ternyata tujuan akhirnya adalah sama, kehancuran umat Islam!
Banyak pihak yang memusuhi kaum Muslimin. Allah
memberikan informasi kepada kita siapa saja musuh-musuh kaum Muslimin. Ada
beberapa kelompok besar manusia yang dalam perjalanan sejarah selalu
mengibarkan bendera permusuhan dan perang terhadap kaum Muslimin. Adapun
kelompok-kelompok tersebut adalah:
1. Orang-Orang Yahudi dan Nasrani
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela terhadap kalian,
sehingga kalian mengikuti jejak mereka…,” (Al-Baqarah: 120).
2. Orang-orang Musyrik
“Sesungguhnya telah kalian dapati orang-orang yang paling besar permusuhannya
terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang
musyrik….” (Al-Maidah: 82).
3. Orang-orang Munafik
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui,
bahwa kamu benar-benar Rasulullah.’ Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
kamu benar-benar Rasul-Nya’, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta,” (Al Munafiqun: 1).
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian
dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan
melarang yang ma’ruf dan menggenggam tangannya (kikir). Mereka telah melupakan
Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafiq itulah
orang-orang yang fasik,” (At-Taubah: 67).
Meskipun mereka (musuh-musuh Islam) itu nampaknya
berbeda, tetapi sesungguhnya di dalam memerangi kaum Muslimin mereka bersatu
padu melakukan konspirasi (persekongkolan) yang berskala Internasional. Mereka
berusaha tanpa kenal lelah dan putus asa.
“Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi
kalian sehingga kalian murtad dari Din kalian, jika mereka mampu…,”
(Al-Baqarah: 217).
Ada dua jenis peperangan yang selalu mereka lancarkan
terhadap ummat Islam, yaitu perang secara fisik (militer) dan perang secara non
fisik (pemikiran), yang lebih dikenal dengan istilah ghazwul fikri.
Metode Jitu
Ketika cahaya Islam mulai menyebar luas meliputi wilayah Persi, Syria,
Palestina, Mesir dan menyeberang daratan Eropa sampai Spanyol, maka kaum
Salibis, Yahudi dan orang-orang Paganis segera membendung laju kebenaran Islam.
Mereka khawatir kalau cahaya Islam akan menerangi seluruh belahan dunia. Maka
kemudian digelarlah peperangan yang panjang yang kita kenal dengan nama perang
Salib.
Selama perang salib yang berlangsung delapan periode
itu, tak sekalipun umat Islam dapat dikalahkan. Mereka berpikir keras bagaimana
cara mengalahkan umat Islam. Setelah melalui pemikiran yang panjang akhirnya
mereka mengambil kesimpulan sebagaimana dikemukakan oleh Gladstone, salah
seorang perdana menteri Inggris, “Selama Al-Qur’an ini ada di tangan umat
Islam, tidak mungkin Eropa akan menguasai dunia Timur.”
Mereka selanjutnya menyusun langkah-langkah untuk
menjauhkan umat Islam dari ajarannya. Dengan metode yang sistematis mereka
memulai melancarkan serangan pemikiran yang berujud program-program yang
dikemas dengan menarik. Tanpa disadari, umat Islam sudah mengikuti mereka
bahkan menjadi pendukung program-program yang mereka adakan. Di samping tipu
daya yang berbentuk perang pemikiran, perusakan akhlak, sekulerisasi sistem
pendidikan serta penjajahan di negeri-negeri Muslim yang telah dikuasai, mereka
juga mengeruk seluruh kekayaan kaum Muslimin. Hal itu berhasil mereka lakukan
setelah melalui perjalanan panjang.
Dibandingkan dengan perang fisik atau militer, maka
perang pemikiran atau ghazwul fikri ini memiliki beberapa keunggulan, antara
lain:
1. Dana yang dibutuhkan tidak sebesar dana yang
diperlukan untuk perang fisik.
2. Sasaran tidak terbatas.
3. Serangannnya dapat mengenai siapa saja, di mana saja dan kapan saja.
4. Tidak ada korban dari pihak penyerang.
5. Sasaran yang diserang tidak merasakan bahwa sesungguhnya dirinya dalam
kondisi diserang.
6. Dampak yang dihasilkan sangat fatal dan berjangka panjang.
7. Efektif dan efisien.
Sasaran Perang Pemikiran
Yang menjadi sasaran perang pemikiran adalah pola pikir dan akhlak. Apabila
seseorang sering menerima pola pikir sekuler, maka iapun akan berpikir ala
sekuler. Jika seseorang sering dicekoki paham komunis, materialis, fasis,
marxis, liberalis, kapitalis atau yang lainnya, maka merekapun akan berpikir
dari sudut pandang paham tersebut.
Sementara itu dalam hal akhlak, boleh jadi pada
awalnya seseorang menolak terhadap suatu tata cara kehidupan tertentu, namun
karena tiap kali ia selalu mengonsumsi tata cara tersebut, maka lama kelamaan
akan timbul perubahan dalam dirinya.
Yang semula menolak, akan berubah menjadi menerima.
Dari yang sekadar menerima itu akan berubah menjadi suka. Selanjutnya akan
timbul dalam dirinya tata sikap yang sama persis dengan mereka. Bahkan pada
akhirnya ia akan menjadi pendukung setia tata hidup jahiliyah tersebut. Seperti
contoh dalam kehidupan sehari-hari adanya pergaulan bebas antara wanita dan
pria yang bukan mahramnya.
Demikianlah bahaya perang pemikiran. Ia akan menyeret
seseorang ke dalam jurang kesesatan dan kekafiran tanpa terasa. Ibaratnya
seutas rambut yang dicelupkan ke dalam adonan roti, kemudian ditarik dari
adonan tersebut. Tak akan ada sedikitpun adonan roti yang menempel pada rambut.
Rambut itu keluar dari adonan dengan halus sekali tanpa terasa. Demikianlah,
seseorang hanya tahu bahwa ternyata dirinya sudah berada dalam kesesatan, tanpa
terasa!
Ada beberapa jenis perang pemikiran, di antaranya:
1. Perusakan Akhlak
Dengan berbagai media musuh-musuh Islam melancarkan program-program yang
bertujuan merusak akhlak generasi Muslim. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa,
sampai yang tua renta sekalipun. Di antara bentuk perusakan itu adalah lewat
majalah-majalah, televisi, serta musik. Dalam media-media tersebut selalu saja
disuguhkan penampilan tokoh-tokoh terkenal yang pola hidupnya jelas-jelas jauh
dari nilai-nilai Islam. Mulai dari cara berpakaian, gaya hidup dan
ucapan-ucapan yang mereka lontarkan.Dengan cara itu, mereka telah berhasil
membuat idola-idola baru yang gaya hidupnya jauh dari adab Islam. Hasilnya
betul-betul luar biasa, banyak generasi muda kita yang tergiur dan mengidolakan
mereka.Na’udzubillahi min dzalik!
2. Perusakan Pola Pikir
Dengan memanfaatkan media-media tersebut di atas, mereka juga sengaja
menyajikan berita yang tidak jelas kebenarannya, terutama yang berkenaan dengan
kaum Muslimin. Seringkali mereka memojokkan posisi kaum Muslimin tanpa alasan
yang jelas. Mereka selalu memakai kata-kata teroris, fundamentalis, dan lainnya
untuk mengatakan para pejuang kaum Muslimin yang gigih mempertahankan
kemerdekaan negeri mereka dari penguasaan penjajah yang zalim dan melampui
batas. Sementara itu di sisi lain mereka mendiamkan setiap aksi para perusak,
penindas, serta penjajah yang sejalan dengan mereka; seperti Israel, Ateis
Rusia, Fundamentalis Hindu India, Serbia, dan lainnya. Apa-apa yang sampai
kepada kaum Muslimin di negeri-negeri lain adalah sesuatu yang benar-benar jauh
dari realitas. Bahkan, sengaja diputarbalikkan dari kenyataan yang
sesungguhnya.
3. Sekulerisasi Pendidikan
Hampir di seluruh negeri Muslim telah berdiri model pendidikan sekolah yang
lepas dari nilai-nilai Islam. Mereka sengaja memisahkan antara Islam dengan ilmu
pengetahuan di sekolah. Maka, muncullah generasi-generasi terdidik yang jauh
dari Islam. Sekolah macam inilah yang mereka dirikan di bumi Islam pada masa
penjajahan (imperialisme), untuk menghancurkan Islam dari dalam tubuhnya
sendiri.
4. Pemurtadan
Ini adalah program yang paling jelas kita saksikan. Secara terang-terangan
orang-orang non-Muslim menawarkan “bantuan” ekonomi; mulai dari bahan makanan,
rumah, jabatan, sekolah, dan lainnya untuk menggoyahkan iman orang-orang Islam.
Bermain Tipu Muslihat
Pastor Takly berkata: “Kita harus mendorong pembangunan sekolah-sekolah ala
Barat yang sekuler. Karena ternyata banyak orang Islam yang goyah akidahnya
dengan Islam dan Al-Qur’an setelah mempelajari buku-buku pelajaran Barat dan
belajar bahasa asing.”
Samuel Zwemer dalam konferensi Al-Quds untuk para
pastor pada tahun 1935 mengatakan: “Sebenarnya tugas kalian bukan mengeluarkan
orang-orang Islam dari keyakinannya menjadi pemeluk keyakinan kalian. Akan
tetapi menjauhkan mereka dari Islam (Al-Qur’an dan Sunnah) sehingga mereka
menjadi orang-orang yang putus hubungan dengan Tuhannya dan sesamanya (saling
bermusuhan), menjadi terpecah-belah dan jauh dari persatuan. Dengan demikian
kalian telah menyiapkan generasi-generasi baru yang akan memenangkan kalian dan
menindas kaum mereka sendiri sesuai dengan tujuan kalian.”
Jadi, Berhati-hatilah!
Begitu banyak perang pemikiran, seharusnya tak membuat kita lengah.
Banyak-banyaklah kita menambah wawasan dan keilmuan tentang Islam, karena
mereka sendiri juga menyerang dari segi ilmu Islam dengan pengertian mereka
sendiri. Jangan pedulikan anggapan dan pemikiran fiktif mereka. Pemikiran
mereka sebenarnya adalah pemikiran yang lemah dan tak berarti apa-apa jika
landasan iman dan pengetahuan kita tentang Islam telah kuat. Karena
sesungguhnya akal manusia selamanya tak akan mungkin mampu mengalahkan wahyu
yang datang dari Tuhan semesta alam, yakni Allah subhanahu wa ta’ala.
Wallahu a’lam bish showab.
sumber: firmanazka.blogspot.com
Ketika Hermeneutika
Mendekonstruksi Hukum Islam
Saat pertama kali al-Qur’an muncul, banyak penantang
dan penentangnya. Kondisi tersebut juga terjadi pada masa sekarang ini, dimana
banyak yang menantang dan menentang. Mereka meragukan orisinalitas serta
konsep-konsep al-Qur’an. Tak heran terjadi benturan-benturan di sepanjang
zaman.
“Mereka yang menantang dan menentang itu
menolak diintervensi oleh Tuhan. Mereka berpikir, jika ingin maju, maka harus
berkiblat ke Barat.”
Demikian Fahmi Salim, MA, dalam
paparannya pada acara Kajian Islam yang bertema ‘Kontroversi studi al-Qur’an
Timur dan Barat’ pada hari Sabtu, 31 Maret 2012. Selain menghadirkan Wakil
Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), acara yang
diadakan oleh Majelis Dai Paguyuban Ikhlas pimpinan dai kondang Ustadz Drs. H.
Ahmad Yani, yang berlangsung di Gedung Ikhlas, jalan Fachrudin No 6, Tanah
Abang, Jakarta Pusat ini, juga menghadirkan Saifuddin Zuhri (dosen Institut
PTIQ, Jakarta), DR. Abdul Muid Nawawi, dan Mulyana, Lc.
Para penentang al-Qur’an ini, lanjut
Fahmi, memaksa umat Islam untuk menjustifikasi isu Hak Asasi Manusia (HAM),
gender, pluralisme, dan juga paham-paham humanisme. Oleh mereka, Islam
ditafsirkan dari paham-paham Barat, bukan sebaliknya. Inilah yang melahirkan
Islam Liberal, dimana mereka melihat Islam dari perangkat ilmu-ilmu humaniora,
lebih tepatnya ilmu dari dunia Barat. “Tak heran pola pikirnya jadi salah dan
kacau,” tegas Fahmi.
Penafsiran-penafsiran yang dilakukan
oleh para penantang dan penentang al-Qur’an ini melahirkan hermeneutika, yakni
membaca dan memahami kitab suci dengan cara mendudukkannya dalam ruang sejarah,
bahasa dan budaya yang terbatas. Ilmu ini dikembangkan oleh peradaban Barat
sekuler, yang tidak sejalan dengan konsep tafsir atau takwil dalam khazanah
Islam.
Mereka yang berpaham Islam Liberal
memandang al-Qur’an bukan sebagai kitab suci wahyu yang diturunkan oleh Allah
kepada Rasulullah. Mereka memandang al-Qur’an sebagai sebuah teks sejarah, teks
budaya dan teks bahasa. “Pandangan rusak seperti itu hanya mungkin terjadi jika
kita umat Islam telah menganggap Islam itu sebagai agama budaya dan sejarah(cultural and historical religion) seperti
halnya agama Kristen,” ungkap Fahmi.
Oleh karena dianggap sebagai teks
sejarah belaka, tak heran hukum-hukum Islam yang ada sudah dianggap tidak tepat
lagi pada masa kini. Inilah yang membuat Islam didekonstruksikan oleh mereka
dan banyak orang yang menjadi bimbang, dan kemudian sesat.
“Praktik hermeneutika ini tebang pilih.
Mereka hanya menafsir ayat-ayat untuk pranata sosial, seperti ayat tentang
jilbab, hak waris, poligami, perkawinan sejenis, perkawinan beda agama, judi,
maupun minuman keras. Ini jelas terbaca, bahwa mereka punya agenda untuk
mendekonstruksi hukum Islam dan ingin mengatakan, Islam jangan mengatur hidup
manusia,” papar Fahmi.
Para pegiat HAM, feminisme, humanisme
dan liberal yang mendekonstruksi hukum Islam membuat umat Islam masa kini
galau. Mereka menjadi krisis identitas. Sementara teori-teori
hermeneutika yang mereka kembangkan dianggap masuk akal, mau tak mau umat jadi
terbawa ke arah kesesatan.
“Padahal setiap yang dibawa oleh
peradaban Barat harus diseleksi, difilter, apakah konsep sosial di Barat sesuai
dengan masyarakat Islam. Yang terjadi justru sebaliknya, orang Islam malah
menyeleksi sesuai dengan standar Barat. Kalau sesuai, dipakai. Jadi Islam
dijalankan sesuai dengan keinginan manusia.”
Padahal umat Islam mengenal otoritas.
Allah adalah otoritas kita. Jika kita menentang otoritas, itu sama saja kita
menentang Allah. Otoritas Allah diturunkan pada Rasulullah. Lewat Rasulullah,
ilmu Allah diturunkan pada manusia. Intinya, ketika kita bicara agama, maka
kita berbicara otoritas.
Berbeda sekali dengan Barat yang
menentang otoritas. (*)
Ustadz Fahmi Salim: “Umat
Islam Saat Ini Tengah Dilanda Penyakit Mematikan Bernama Wahn”
Senin, 19
Muharram 1437 H / 2 November 2015 06:35
Umat Islam saat ini tengah ditimpa penyakit berbahaya
dan juga mematikan, bernama wahn—cinta dunia, benci atau takut mati.
Penyakit Wahn ini diungkap
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari 14 abad yang lalu.
Rasulullah menggambarkan suatu saat umat
Islam akan ditimpa penyakit jenis ini, sehingga kualitasnya seperti buih di
atas laut yang habis ditiup angin, apalagi digulung ombak. Itu lantaran
kecenderungan, kegandrungan dan silau terhadap dunia, sehingga takut mati,
bahkan benci dengan mati. Banyak di antara umat Islam yang akhirnya lalai
sehingga melupakan masa depannya di akhirat.
“Wahn, penyakit
yang melanda umat Islam saat ini. Penyakit yang dapat mematikan ruh jihad,
mematikan ruh dakwah dan mematikan ruh persatuan maupun kesatuan. Cinta kepada
dunia dan takut mati,”ujar Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Ustadz Fahmi Salim, MA dalam orasinya di depan ribuan jamaah pada acara
Tabligh Akbar yang bertajuk ‘Doa dan Cinta untuk Kemanusiaan di Syam’, di
Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia, Jakarta, Ahad (1/11).
Berbicara Suriah dan Palestina, Fahmi
Salim dalam orasinya mengajak umat Islam untuk fokus mengirimkan doa kepada
kaum Muslimin di Suriah dan Palestina yang terus-menerus mendapatkan gempuran
dari musuh-musuh Allah.
“Kita fokuskan dengan mengirim doa bagi
umat Islam di Suriah dan Palestina agar Allah memberikan kekuatan kepada mereka
dan mampu mengalahkan musuh-musuh Allah,” tandas alumnus Universitas Al Azhar
Mesir ini.
“Kami mengutuk keras intervensi yang
dilakukan oleh negara-negara seperti Rusia dan Iran yang mereka klaim memerangi
ISIS, tetapi sampai saat ini justru menunjukkan bukanlah ISIS yang menjadi
target pembumihangusan itu,” kata Wasekjen MIUMI Pusat ini merespon kondisi
saat ini di Suriah.
Selain Fahmi Salim, orasi juga
disampaikan oleh Sekjen MIUMI Ustadz Bachtiar Nasir, Ketua Ikatan Ulama dan Dai
Asia Tenggara Ustadz Zaitun Rasmin, dai asal Papua Ustadz Fadzlan Garamatan dan
aktivis dakwah Peggy Melati Sukma.
Sebelum Tabligh Akbar, digelar
Konferensi Pers di Aula Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia terkait kondisi terkini
Suriah dan Palestina. (EZ/salam-online)