Anomali
Pencabutan Perda Dan Indikasi Anti Islam
Rabu, 15 Jun 2016 20:45
Oleh : S. Abu
Hijroh
Kantor Hukum Peduli Muslim & Associates
Peraturan daerah (PERDA) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah [vide Pasal 1 angka 7 UU No. 10/2004].
Peraturan daerah (PERDA) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah [vide Pasal 1 angka 7 UU No. 10/2004].
Melalui
amandemen UUD 1945 yang kedua, PERDA mendapatkan landasan konstitusionalnya di
dalam konstitusi yang keberadaannya digunakan untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan [vide Pasal 18 ayat (6) UUD 1945].
Selanjutnya
Pasal 12 UU No. 10/2004 menggariskan materi muatan PERDA adalah seluruh materi
muatan dalam rangka, pertama sebagai penyelenggaraan otonomi dan tugas
pembantuan, kedua menampung kondisi khusus daerah serta ketiga penjabaran
lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan
Daerah merupakan sarana yuridis untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah dan
tugas pembantuan dan Peraturan Daerah menempati urutan terbawah dalam hirarki
peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004.
Materi
muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi
khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Dalam
rangka executive review, ada dua bentuk pengawasan yang dilakukan oleh
pemerintah yaitu pengawasan preventif dan pengawasan represif. Pengawasan
preventif dilakukan terhadap rancangan Perda yang bermuatan APBD, pajak daerah
dan retribusi daerah serta Perda tata ruang. Pengawasan preventif terhadap
rancangan Perda APBD, pajak daerah dan retribusi daerah serta tata ruang
kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur, sedangkan Pengawasan preventif terhadap
rancangan Perda APBD, pajak daerah dan retribusi daerah serta tata ruang
provinsi dilakukan oleh pemerintah (pusat).
Selanjutnya
pengawasan represif dilakukan terhadap seluruh PERDA yang sudah dibuat oleh
pemerintah daerah, termasuk PERDA yang pada dasarnya sudah dilakukan pengawasan
preventif.
Mencermati
beberapa unsur fungsi, kedudukan, hirarkie dan aplikasi PERDA, maka menjadi
sebuah pertanyaan besar apabila ketika terhadap PERDA tersebut dilakukan
pencabutan dengan tanpa alasan hukum yang kuat ataupun analisa
disfungsi yang akurat sehingga menimbulkan berbagai prediksi dan indikasi
karena banyaknya diantara PERDA tersebut adalah berbasis syari’ah Islam yang
muatannya adalah persoalan pokok dan prinsip dasar dalam ajaran Islam
sebagai upaya bersama membangun umat yang menegakkan hukum yang paling tinggi
melalui agama, seperti Puasa di bulan Ramadlan, Pelarangan Minuman Keras,
Penutupan Tempat Pelacuran, Pelarangan Perjudian dan lain-lain.
Pencabutan
PERDA berbasis syari’ah yang dilahirkan oleh para legislator yang
mewakili kaum Muslimin di daerahnya, menjadi sebuah anomali dan sebagai
indikasi gerakan anti Islam yang terstruktur, dimotori oleh media liberal yang
bangkit syahwat nya ketika sudah dan akan menistakan Islam, yang dilampiaskan
dengan bentuk tulisan dan tindakan serupa petisi dan bahkan didukung dengan
tindakan penggalangan dana yang berangkat dari kesimpulan
yang
tidak valid.
Konspirasi
dan Provokasi Media Terhadap
Perda Syariat
Rabu, 15 Jun 2016 11:00
Oleh
: Dr. Slamet Muliono
Marginalisasi politik umat Islam kembali terjadi. Salah satu
indikatornya adalah peninjauan kembali terhadap Peraturan Daerah (Perda).
Bahkan peninjauan kembali terhadap Perda itu ditujukan kepada Perda yang
terindikasi banyaknya nilai-nilai syariat. Sebagaimana diberitakan bahwa
pemeritah meninjau ulang terhadap 3.143 Peraturan Daerah (Perda). Perda itu
dianggap tidak sesuai dengan semangat pembangunan dan jauh dari toleransi
terhadap kelompok lain. Pemerintah melihat bahwa Perda-perda itu dianggap
intoleransi, sementara Indonesia ingin menegembangkan semangat kebinnekaan agar
Indonesia bisa bertahan dengan kemajemukan (Jawa Pos,14/6/2016).
Toleransi
dan kemajemukan merupakan pintu masuk untuk melihat kembali Perda-perda yang
sudah menghabiskan dana triliunan rupiah. Kalau dilihat secara jeli bahwa Perda
yang ditinjau kembali mengarah kepada upaya memarginalisasi kultur Islam.
Perda-perda yang muncul dianggap sarat dengan Islam, dan hal itu dianggap
bertentangan dengan nilai-nilai keindonesiaan. Seolah-olah Islam dan Indonesia
merupakan dua hal yang paradoks dan tidak bisa dipertemukan.
Dalam
konteks global maupun nasional, Islam selalu digambarkan dengan wajah monster
yang mencekam pihak lain. Wajah Islam bukan hanya diilustrasikan sebagai sosok
radikal dan tidak toleran terhadap kelompok lain, tetapi digambarkan sebagai
sosok yang ingin memusnahkan kelompok lain. Salah satu di antaranya, bisa kita
lihat aksi radikalisme dan terorisme yang terus diblow up dan
selalu disandarkan kepada Islam. Bahkan ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah)
sengaja diciptakan untuk membenarkan wajah Islam yang memang sarat dengan
tindakan intoleran dan radikal.
Sementara
di Indonesia, hal itu juga tidak luput dari pendiskreditan. Upaya untuk
mendiskreditkan Islam juga terus diupayakan terhadap hal-hal yang kecil
sekalipun. Artinya, sekecil apapun momentum itu, akan dimanfaatkan untuk upaya
menguak adanya hidden values yang berlatar Islam dan hal itu
harus ditinjau ulang. Apalagi kasus-kasus itu langsung terkait dengan Islam,
maka hal itu langsung dibesar-besarkan. Ujung dari semua itu adalah untuk
menyudutkan Islam. Kasus Saenih, penjual nasi yang digerebek petugas
Satpol PP, bisa dijadikan contoh. Saenih yang berjualan nasi di siang hari pada
bulan Ramadhan, kemudian pihak Satpol PP menggerebek dan menutup barang
dagangannya. Apa yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap Saenih adalah penegakan
hukum sesuai dengan amanah Perda.
Namun
oleh media mainstream, hal dimanfaatkan untuk menunjukkan intoleransi Islam
kepada orang lain. Akibat tindakan itu, maka tindakan penggerebekan ini
langsung mengundang simpati. Mereka bahkan bisa mengumpulkan dana, sebagai rasa
simpati kepada Saenih, dan terkumpul hingga Rp. 265 juta. Kalau kita bandingkan
dengan teriakan dan histerisnya warga kawasan Luar Batang yang digusur oleh
Satpol PP, sangat berbeda jauh. Tidak ada yang merasa simpati dan tidak pula
ada yang menyalahkan Satpol PP yang melakukan penggusuran.
Dua
kejadian itu, sama-sama menimpa rakyat kecil, ketika berhadapan dengan petugas
Satpol PP. Kasus pertama menimpa satu orang, dan penggerebekan sebuah tempat
tanpa mengusir. Sementara kasus kedua menimpa ratusan atau ribuan warga, dan
mengusir keberadaan mereka namun yang berbeda adalah sisi respon. Penggerebekan
Saenih menuai respon yang demikian hebat, hingga berhasil mengumpulkan ratusan
juta rupiah. Sementara kasus penggusuran warga Luar Batang, reaksi publik
datar-datar saja.
Mengapa
kasus pertama bisa menghebohkan dunia media sosial ? Salah satu jawabannya
adalah, karena kasus penggerebekan penjual nasi terjadi di bulan Ramadhan,
sementara penggusuran warga Luar Batang tidak terkait dengan syariat. Media
ingin menunjukkan bahwa Islam itu intoleran dan tak manusiawi. Dengan kata
lain, Islam dan kaum muslimin terus dijadikan sasaran untuk dijadikan kambing
hitam. Yang lebih menyakitkan adalah mempersoalkan Perda syariat dengan
membenturkan dengan realitas.
Perda
yang jelas dijamin oleh Undang-undang dan dilindungi negara dipersoalkan bukan
karena perumusannya yang cacat, tetapi karena mengandung unsur Islam. Maka hal
itu dipersoalkan dan besar-besarkan. Kalau mau jujur dan kritis, mengapa media
tidak mempersoalkan perayaan Nyepi di Bali yang jelas-jelas merugikan pihak
lain, termasuk umat Islam. Mereka harus rela menghentikan aktivitas harian
selama perayaan Nyepi. Bahkan selama Nyepi bandara tutup 1 hari, perbankan
tutup. Secara ekonomi dan kebebasan bertindak, maka hal ini aneh dan merugikan.
Namun bagi media mainstream, hal ini unik dan hemat. Pernyataan unik dan hemat
ini karena disana bukan tradisi Islam.
Media
mainstream sedang melakukan konspirasi besar untuk membentuk opini di
masyarakat bahwa Islam adalah agama intoleran dan tidak mengakui kemajemukan
masyarakat. Orang berpuasa di bulan suci Ramadhan sudah semestinya memperoleh
penghargaan dan penghormatan dari orang yang tidak berpusasa. Namun logikanya
dibalik, dimana orang yang berpuasa harus menghormati orang yang tidak
berpuasa. Semestinya orang membuka warung nasi di aiang hari diminamilir atau
dibuat malu, tetapi sekarang mereka justru diberi ruang dan kebebasan untuk
mempengaruhi orang untuk memberi peluang orang lain untuk tidak berpuasa.
Media
mainstream terus melakukan konspirasi destruktif untuk menjatuhkan Islam.
Bahkan mereka membenturkan Perda Islam konstitusi. Mereka terus menanamkan
opini bahwa kKalau ada Perda yang meminta menutup rumah makan saat siang di
bulan Ramadhan, maka harus ditolak karena kontra dengan konstitusi. Yang lebih
menyakiti umat Islam, ketika mereka mengartakan bahwa dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah Pancasila bukan Piagam Jakarta. Musuh-musuh Islam terus
melakukan penggerogotan terhadap keyakinan umat Islam dengan berbagai cara.
Saat ini momentum Ramadhan dijadikan momentum. Bukan tidak mungkin, mereka akan
terus mereproduksi dengan menanamkan racun-racun baru untuk mengubur Islam.
Surabaya,
14 Juni 2016
*Penulis adalah Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya dan Direktur Pusat Kajian Islam
dan Peradaban (PUSKIP) Surabaya
Hati-Hati Penggiringan Media Menjelekkan Islam ( Zuhud
Dan Wara’ Terhadap Media Kufar ! )
Mewaspadai Propaganda
Anti Islam/Arab Oleh Media Pro Syiah/Liberal [ Keharaman/dosanya menonton
TV/Media Anti Islam melebihi Zina ! ]
Efek Negatif ( Bahaya )
Media Massa
Daftar 200 Website
Islam [ Umat Islam Harus Utamakan Membaca Web Berita Islam ]
17 Website Media Islam
Ranking Tertinggi di Indonesia 2014
Bantahan Terhadap Media
Nasional Antek Syiah Yang Gemar Memojokkan Arab Saudi !
Tanpa Medsos Dan Siaran
TV, Kehidupan Menjadi Jauh Lebih Baik Dan Fokus
Waspadai Perang
Pemikiran (Ghazwul Fikri)
Obat Stress Praktis! [
Zuhud Terhadap Media Cetak dan Elektronik kufar. Penghalang Ibadah, Membuang
waktu dan Merusak Jiwa]
Perang Media Syi’ah
Harus Diimbangi
Waspadalah! Daftar
Situs-Situs Syiah Berbahaya [ Discard Forever ! ]
Dominasi Zionisme pada
Media Massa Dunia
Hipotesa Media
Mainstream dan Islam
Berjihadlah Dengan
Media, Merekapun Memerangi Kita Dengan Media
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/05/berjihadlah-dengan-media-merekapun.html
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/05/berjihadlah-dengan-media-merekapun.html