Friday, January 19, 2018

Uwais Al Qarni : Kecintaannya Kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Serta Zuhud Dan Wara’nya Luar Biasa, Tidak Butuh Legitimasi (Pencitraan) Dan Eksisitensi Dari Manusia.


Kekhusukan pria ini benar-benar luar biasa jika sudah menghadapi Allah SWT. Ia tak lagi ingat apa yang terjadi di sekelilingnya. Pecutan cambuk sipir penjara tidak membuat dirinya merintih, ia tetap menundukkan kepala pada Sang Khalik, kekhusukan luar biasa yang membuat heran penguasa negerinya. Inilah sepenggal dari ketulusan beragama, pria asal Yaman yang bernama Uwais Al Qarni. Konon ia sempat dipenjara bukan karena melakukan kejahatan, tapi karena ia beriman kepada Muhammad SAW. dan risalah islam yang diemban.

Dikisahkan penguasa Yaman dari Persia yang bernama Batsan memaklumkan siapapun yang memeluk islam, agama Muhammad SAW. maka akan mendapat sanksi berat karena Muhammad SAW. dianggap telah melecehkan raja Persia hanya karena telah menyuruh agar beriman kepada Allah SWT.

Dan inilah yang dialami Uwais Al Qarni dan orang-orang muslim lain di Yaman. Rumah mereka dibakar dan penghuninya dijebloskan dalam penjara. Uwais Al Qarni hidup dimasa Nabi SAW. akan tetapi tidak sekalipun bertemu dengan Rasulullah SAW. Itu sebabnya ia tidak termasuk sahabat rasul, tapi disebut Tabiin atau pengikut para sahabat karena tidak pernah berjumpa dengan Nabi SAW. Namun begitu, kecintaan dan keimanan kepada Rasul SAW. begitu istimewa, sayangnya ia tidak bisa bertemu Rasul yang dicintainya. Dikisahkan untuk menuangkan kerinduan pada Rasul, setiap hari ia hanya menghadapkan wajahnya ke arah Madinah dan mengucapkan salam pada sang kekasih.

Inilah kerinduan terpendam, apa yang diajarkan Rasul ia laksanakan, maka tidak ada waktu baginya kecuali melaksanakan perintah Allah dan Rasulnya. Itu sebabnya sekalipun Rasul SAW. tidak pernah berjumpa dengannya, Rasulullah memujinya sebagai penghuni langit. Bahwa sejarah menyebutkan dia terkena penyakit kusta, dimana badannya semua berubah menjadi putih. Dan saat itu penyakit kusta bukan merupakan sebuah penyakit yang sederhana untuk diobati. Maka, ketika ia sedang dalam keadaan seperti itu, Uwais berdoa pada Allah SWT. agar disembuhkan. Tapi ada permintaannya yang aneh, dia meminta disembuhkan tetapi sisakan dan jangan sembuhkan semuanya. Mengapa ia meminta disembuhkan dari penyakit tetapi tetap disisakan? Alasannya adalah karena agar setiap ia melihat sisa penyakit itu, ia dapat selalu mengingat nikmat yang Allah berikan dan bisa menjadi orang yang pandai bersyukur.

Lalu mengapa Uwais yang begitu merindukan berjumpa dengan Nabi SAW. tidak berangkat ke Madinah untuk menemuinya? Karena ibu yang amat dicintainya sudah amat tua dan buta, ia tidak tega meninggalkan ibunya sendiri di rumah. Apalagi kondisi sang ibu yang selalu sakit-sakitan, oleh karena itu Uwais selalu memendam kerinduan bertemu dengan Rasulullah SAW. Maka yang tampak di mata sekelilingnya, tak ada yang istimewa dari aktivitas sehari-hari Uwais. Disiang hari ia memenuhi kebutuhan dunianya dengan mengembala ternak dan berdagang, kegiatannya sama seperti masyarakat lainnya. Akan tetapi yang tidak tampak di mata orang lain adalah baktinya yang begitu besar pada ibunya. Seorang diri ia mengurusi kebutuhan ibunya, dari menyiapkan kebutuhan makan, bersuci, menyiapkan obat hingga mengurusi tempat tinggal.

Uwais begitu memuliakan ibunya, tidak sedikitpun ia rela meninggalkan ibunya dalam kepayahan di usia rentanya. Hanya dalam doa panjang yang mampu menyampaikan rindunya kepada Rasulullah SAW. Itulah mengapa ia juga sering menghabiskan waktunya dengan menikmati kesendiriannya dalam beribadah. Namun amalan inilah yang dicatat para ulama yang menjadi bekal amalan besar Uwais. Betapa tidak, Rasulullah SAW pernah mengatakan; "Celakalah bagi orang yang ketika hidup ia masih bertemu usia senja orang tuanya tapi dia masuk neraka".  Yang dimaksud Rasulullah SAW dalam kalimat ini adalah mengurusi orang tua di usia senja adalah pintu besar untuk mengantarkan seseorang menuju surga. Sebab disinilah seorang anak memiliki kesempatan besar untuk mengumpulkan pahala sebesar-besarnya melalui baktinya kepada orang tuanya terutama pada ibunya.

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa seseorang datang kepada Rasulullah SAW setelah ia melakukan amal yang sangat amat mulia. Seseorang menggendong ibunya kemudian dia tawaf keliling tujuh kali putaran. Dia beramal sangat mulia sebagai bakti pada ibunya, amal di tanah yang paling suci dan amal sangat mulia dalam tawaf mengelilingi Baitullah. Dia bertanya pada Rasulullah: "Apakah aku telah membalas jasa kedua orangtuaku?". Dan Rasul menjawab: "Tidak, bahkan tidak hanya yang sedikit dilakukan ibumu kau tidak mampu membalas jasa yang sedikit itu". Kalimat yang sangat dalam bahwa inilah orangtua kita, bakti kita kepada kedua orangtua kita bahkan semua telah kita kerahkan untuk membahagiakan beliau berdua, tapi itu sama sekali tidak bisa membalas semua kebaikan mereka yang sudah mereka lakukan pada saat kita masih kecil.

Besarnya keinginan Uwais untuk bertemu dengan Rasulullah SAW. sebenarnya dapat dirasakan sang ibu, meski sang ibunda memliki mata yang tak lagi dapat melihat, namun mata hatinya cukup peka dan dapat merasakan keinginan putranya. Maka suatu ketika Uwais diijinkan ibunya untuk pergi ke Madinah agar bisa bertemu Rasulullah SAW. Sang bunda berpesan agar segera kembali. Uwais pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ia punya. Berbekal ridho ibunda Uwais segera berangkat menuju Madinah Al Munawarah untuk berjumpa dengan Rasulullah SAW.

Seorang diri uwais menempuh lebih dari 500 Km dari Yaman menuju Madinah. Panasnya padang pasir, bahkan terbatasnya bekal dan air tidak sedikitpun mengecilkan semangatnya untuk dapat bertemu Rasulullah SAW. Bahkan keledai yang menyertai perjalanannya pun tidak mampu menemaninya hingga sampai ke tujuan. Hingga beberapa jarak lagi memasuki Madinah, Uwais tidak sadarkan diri. Tubuhnya tidak mampu bertahan karena berpacu dengan waktu dalam panasnya gurun yang dilalui. Tanpa ia sadari seorang penduduk Madinah yang melintas membawanya masuk hingga masjid Nabawi. Uwais tidak mampu membendung gemuruh hatinya, kini ia telah tiba di depan pintu masjid Rasulullah SAW. Sebentar lagi ia akan menemui Rasulullah sang kekasih hatinya. Namun seseorang memberitahu bahwa Rasulullah tengah berada di luar kota Madinah melakukan ekspedisi pengintaian musuh. Sambil menunggu Rasulullah, lamat-lamat dia perhatikan setiap detail bangunan masjid Nabawi. Di depan masjid ia menduga di sanalah Rasulullah SAW terbiasa mengimami sholat. Ia mengira-ngira dimana tempat Rasulullah duduk bersama sahabatnya.

Ia begitu tidak sabar ingin segera mengucapkan salamnya kepada Rasulullah SAW. Hingga sore hari Uwais mulai gelisah, keinginan berjumpa dengan Rasulullah SAW semakin besar. Namun pesan ibundanya agar ia segera kembali terus membayanginya. Haruskah ia tetap menunggu kedatangan Rasulullah sementara sang ibu menunggu seorang diri di negerinya jauh dari kota madinah? Karena baktinya pada sang ibu, Uwais Al Qarni kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan kota Madinah menuju kampung halamannya di Yaman. Kekhawatiran dan kecintaan terhadap ibunya mengalahkan keinginan besarnya untuk berjumpa dengan Rasulullah SAW.

Tiba di Yaman, Uwais kembali pada rutinitasnya. Merawat ibunya dan bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada malam hari. Upah yang diterimanya cukup untuk nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais setiap hari, maka tidak ada yang istimewa dari seorang Uwais Al Qarni di mata tetangganya.

Namun, sebuah peristiwa membuat Uwais menjadi terkenal di masyarakatnya. Seorang tokoh sukunya yang baru tiba dari Madinah langsung menggelar pesta yang menyebut nyebut nama Uwais Al Qarni, nama yang membawa keberkahan bagi keseluruhan penduduk Yaman. Saat berada di Madinah, tokoh suku ini mendengar pujian yang luar biasa terhadap seorang warga Yaman bernama Uwais Al Qarni.

Tokoh suku itu mengatakan; "Ketika kita masuk ke kota Madinah. Rasulullah sedang tidak di sana. Tapi ketika hari mulai siang Rasulullah kembali ke Madinah. Lalu Rasulullah SAW. mengatakan bahwa telah datang seorang penuh berkah dari Yaman. Rasulullah berkata keberkahan tercurah kepada Uwais Al Qarni setelah kepergiannya. Kemudian Rasulullah menghadapkan wajahnya ke Yaman, lalu berkata; 'Benar, dia adalah saudaraku. Dia adalah Uwais Al Qarni.'"
Rasulullah SAW. kemudian mendoakan keberkahan negeri Yaman. Sang pembesar pun mencari-cari nama Uwais yang tidak dikenal penduduk Yaman. Berhari-hari mereka tak henti mencari. Saat menemukan rumahnya, sang pembesar itupun memberikan segala hidangan demi Uwais yang telah mendatangkan keberkahan negeri Yaman. Inilah keberkahan bakti pada ibu dan Uwais menjadi contoh bagi kebaktian yang mulia ini.

Uwais tidak menginginkan menjadi terkenal, sebab ketenarannya akan mengganggu kelurusan hati dalam beribadah kepada Allah SWT. Ketika orang mulai bertanya tentang Uwais Al Qarni, maka Uwais kemudian malah menghilang. Dia adalah tipe orang yang tidak suka dengan semua gebyar ketenaran itu, tetapi dia adalah orang yang sangat nyaman dengan kesholehan pribadinya, kemudian dia bermanfaat bagi orangtuanya, bermanfaat bagi orang sekelilingnya. Dia tidak menikmati dengan semua ketenaran itu. Buat seorang Uwais cukuplah bahwa dia dikenal di langit, jauh lebih mulia dibandingkan dia dikenal sebagai orang baik dengan semua orang memuji, tapi ternyata dia adalah orang yang sengsara, orang yang tidak dikenal Allah SWT. dengan baik. Maka untuk siapapun ketenaran dan keterkenalan bukanlah segala-galanya.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW. pada masa khalifah Umar Bin Khattab, nama Uwais Al Qarni sering membayangi sang khalifah. Itu sebabnya khalifah Umar Bin Khattab selalu menanyakan keberadaan Uwais kepada para khafilah dagang maupun rombongan haji dari Yaman, sehingga membuat heran para penduduk Yaman karena nama Uwais tidak banyak dikenal di negerinya. Hingga akhirnya Umar Bin Khattab berhasil bertemu dengan Uwais.

Umar Bin Khattab sahabat mulia, khalifah muslimin meminta doa kepada Uwais agar mendapat ampunan Allah SWT. Semua itu berkat sabda Rasulullah SAW. pada para sahabatnya tentang Uwais Al Qarni.

"Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya Allah mencintai dari mahluk-mahluknya yang bersih hatinya, tersembunyi yang baik-baik, rambutnya acak-acakan, wajahnya berdebu, yang kosong perutnya kecuali dari hasil pekerjaan yang halal. Orang-orang yang apabila meminta ijin kepada para penguasa, maka tidak diijinkan. Jika melamar wanita-wanita yang menawan, maka mereka tidak mau menikah. Jika tidak ada, mereka tidak dicari. Ketika hadir, mereka tidak diundang. Jika muncul, kemunculannya tidak disikapi dengan kegembiraan. Apabila sakit, mereka tidak dijenguk. Dan jika mati, tidak dihadiri prosesi pemakamannya."

Para sahabat bertanya; "Bagaimana kita dapat menjadi bagian dari mereka?"

Rasul menjawab; "Orang itu adalah Uwais Al Qarni"

Para sahabat bertanya; "Apa ciri-ciri orang bernama Uwais Al Qarni?"

Setelah menjelaskan bentuk fisik dan kekhusukannya, Rasul mengatakan bahwa sosok Al Qarni tidak dikenal penghuni bumi, tapi terkenal dikalangan penghuni langit. Apabila bersumpah atas nama Allah, maka dia pasti memenuhi sumpahnya. Sungguh dibawah bahu kirinya ada cahaya berwarna putih. Nanti pada hari kiamat diperintahkan pada para hamba, masuklah kalian kedalam surga dan dikatakan kepada Uwais; "Berhentilah berilah syafaat, lalu Allah memberikan hak syafaat kepadanya untuk menolong orang sebanyak jumlah orang dari 2 suku kabilah terbesar bangsa Arab".

Maka Rasul mengatakan; "Wahai Umar, wahai Ali apabila kalian berdua bertemu dengannya maka mintalah kepadanya agar kiranya dia memintakan ampunan untuk kalian. Maka Allah akan mengampuni kalian berdua."

Disebutkan bahwa dia akan memberikan banyak syafaat nanti kepada banyak orang. Ini artinya keberkahan dia sampai ke akhirat nanti. Inilah kenapa disebut bahwa dia sangat dikenal di langit. Kebaikannya, baktinya kepada ibunya itu membawa dia sampai punya hak untuk bisa memberikan pertolongan kepada orang-orang nanti di hari kiamat. Maka untuk mendapatkan kebaikan, untuk mendapat keberkahan hidup tidak usah jauh-jauh, tidak perlu mencari keluar sana. Ada orang tua yang ada di rumah kita sekarang, maka itu adalah kesempatan, pintu surga terbuka selebar-lebarnya untuk kita bisa mendapatkan keberkahan sampai nanti di akhirat.

Uwais Al Qarni, dari seorang biasa yang tidak dikenal siapa-siapa kemudian mejadi terkenal di dalam sejarah karena namanya telah menjadi perbincangan di langit. Baktinya kepada ibunya membuat bait-bait doanya begitu dikenal Allah SWT. Uwais Al Qarni menjadi pelajaran mahal bagi kita, bahwa untuk mendapat keberkahan dalam hidup di dunia tidak perlu jauh-jauh mencarinya bahkan ada di dalam rumah kita. Cukup berbakti pada kedua orang tua maka pintu surga akan terbuka lebar bagi kita.

Rasa penasaran itu mengerucut pada satu pertanyaan: Siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni?
Uwais adalah pria tambun, berkulit coklat gelap, kepalanya botak, berjenggot tebal dan lebat. Sering mengenakan sorban dari kain wol, wajahnya cukup menjengkelkan sekaligus punya tatapan mata yang menakutkan.
Paling tidak, itulah kesan yang dilihat oleh Harim bin Hayyan al-‘Abdi, seorang muslim yang bertemu dengan Uwais setelah kabar seorang Khalifah Umar mencari sosok tidak dikenal itu sampai ke Kota Kufah di tepi Sungai Efrat.
Seperti yang diceritakan ulang oleh Abu Al-Qasim An-Naisaburi dalam kitab Uqola al-Majaaniin, kitab kebijaksanaan orang-orang yang dianggap gila atau memang gila betulan, setelah mendapat pesan dari Umar, orang Qaran ini pun pulang ke kampung halamannya setelah ibadah haji. Ia menyampaikan pesan istimewa ke Uwais dengan penuh tanda tanya. Barangkali dalam hatinya, ada urusan apa seorang Uwais, sosok yang dicampakkan di perkampungannya, malah mendapat “undangan kenegaraan” langsung dari khalifah umat Islam sedunia.
Mendapat undangan istimewa tersebut, tentu saja Uwais segera ke Mekah mendatangi Umar. Begitu keduanya bertemu, Umar langsung menyapa, “Apakah benar Anda adalah Uwais? Uwais Al-Qarni?” tanya Umar.
“Ya, benar, wahai Amirulmukminin,” jawab Uwais.
“Apakah Anda pernah memiliki penyakit kusta, lalu Anda berdoa dan penyakit Anda sembuh? Lalu Anda berdoa kembali agar dikembalikan lagi penyakit kusta tersebut, lalu dikabulkan lagi, tapi hanya setengah dari penyakit yang pertama?” tanya Umar.
Uwais terkejut luar biasa melihat Umar tahu hal tersebut. Mengingat Uwais hanyalah sebatang kara dan dianggap gila oleh orang-orang di sekitarnya.
“Benar apa yang Anda sampaikan, Amirulmukminin,” kata Uwais masih terkejut, “Siapa yang mengabari Anda tentang semua itu? Demi Tuhan, tidak ada yang mengetahui peristiwa tersebut kecuali Tuhan.”
Umar lalu menjawab, “Yang memberitahuku adalah Rasulullah. Beliau memerintahkanku untuk memohon kepada Anda agar berkenan mendoakan saya.”
Karuan saja Uwais semakin heran dengan penjelasan Umar. Namun sebelum keluar kata-kata dari Uwais, Umar kembali melanjutkan kata-katanya.
“Karena beliau bersabda tentang seorang pria yang memberi syafaat kepada orang-orang yang jumlahnya lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudlar. Lalu beliau menyebut namamu,” jelas Umar.
Apa yang disampaikan Umar adalah hadis dari riwayat Hasan. Suatu kali Nabi Muhammad bersabda, “Ada orang-orang dalam jumlah lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudlar kelak yang akan masuk surga karena syafaat seorang pria dari umatku. Maukah kalian aku beritahu siapa nama pria itu?”
Para sahabat menjawab, “Tentu saja, Wahai Rasulullah.”
“Pria itu adalah Uwais Al-Qarni.”
Setelahnya lalu keluar perintah Nabi untuk Umar, “Wahai Umar, apabila engkau menemukannya, sampaikan salamku untuknya, berbincanglah dengannya sehingga dia mendoakanmu.” Sebuah riwayat yang juga terdapat dalam kitab Shahih al-Jami ash-Shaghir karya Jalaluddin as-Suyuthi.
Mendengar segala keistimewaan itu Uwais bukannya jadi besar kepala, pesannya pun sederhana kepada Umar, “Wahai Amurilmukminin, saya punya permohonan untuk Anda,” kata Uwais.
“Apa itu, Uwais?” tanya Umar.
“Tolong sembunyikan soal jati diri saya yang Anda dengar dari Rasulullah dan izinkanlah saya untuk segera beranjak dari tempat ini,” kata Uwais.
Umar pun mengabulkan permohonan tersebut. Dalam kesaksian Harim bin Hayyan, Uwais berkata kepadanya, “Aku tidak suka perkara ini,” setelah Harim meminta hadis dari riwayat Uwais.
“Aku tidak ingin menjadi mukhaddits (ahli hadis), kadi (hakim), dan mufti (pencetus fatwa). Aku tak suka diriku sibuk dengan manusia,” jawab Uwais yang ingin menjauh dari gelar-gelar duniawi sekalipun itu terlihat seperti gelar dari agama.
Di tempat persembunyiannya itulah Uwais menghabiskan sisa hidupnya. Sampai kemudian keberadaan Uwais yang tidak terdeteksi oleh orang banyak itu muncul kembali saat ditemukan dalam keadaan syahid saat Perang Shiffin bergejolak. (fath/tirto/arrahmah.com)

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi.
Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang“. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qarni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi“.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami. “Uwais al-Qarni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qarni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

Pemuda Fakir Ini Ternyata Penghuni Langit Yang Sering Dimintai Doa Oleh Umar Bin Khattab

Agaknya ia kini terkurung rapuh dalam ranjangnya, ia kini hanya bisa merintih dan merepotkanmu minta di ambilkan sekadar air minum atau segala keperluan lain. Sebab barangkali tulangnya kini telah runyam termakan masa, usianya hampir enam puluhan, kedua kakinya yang kian lapuk bahkan acapkali bergetar meski hanya untuk menopang tubuhnya sendiri berdiri. Ialah ibumu, yang kini telah terenggut kekuatan jasmaniah dan rohaniahnya oleh usia, ia kini terbelenggu macam – macam penyakit yang bersarang di setiap organ tubuhnya.
Mungkin juga terkadang kau sendiri harus merasa jijik dan terepotkan sebab tiap hari harus membersihkan serakan air kencingnya di lantai. Atau barangkali suatu saat kau mulai lelah dengan segala ulah – ulahnya akibat ketidak berdayaannya kini?
Ialah ibu terkasihmu itu, yang mungkin barangkali masih terekam sedu belai kasihnya padamu bertahun – tahun silam. Tatkala jemarinya yang masih cekatan menyuapimu supaya kau mau makan, tatkala langkah kakinya masih kukuh untuk menggendongmu setiap malam menjelang, tatkala suaranya masih kuat terdengar untuk menghiburmu yang menangis tengah malam. Ialah ibumu, yang dengan penuh kasih rela mengorbankan segenap tenaganya yang telah terkuras mengerjakan segala keperluan domestik untuk mengantar dan menunggumu sekolah, tiap pagi ia sediakan sarapan, memeriksa PR dan buku perlajaranmu dan menyisipkan uang saku. Hingga tatkala kau pulang dari sekolah ia bertanya, “Bagaimana sekolahmu hari ini nak?”, “Berapa nilaimu?”.
Kelopak matanya yang keriput menghitam dan terlihat kuyu karena terjaga semalaman untuk melayani dan menjagamu saat kau sakit. Ialah ibumu, barangkali masih begitu lamat otak lapuk ini mengenangnya. Dan sekarang ia telah begitu renta, ia tak mampu berbuat apa – apa, walau bahkan hanya untuk mengangkat badannya sendiri.
Namun mengapa kau merasa keberatan untuk merawatnya, mengapa kau banyak mengeluh untuk melayani kemauannya. Mengapa kau harus merasa jijik untuk memandikan dan membersihkan kotorannya? Bahkan tidak sedikit penulis jumpai, para anak yang tega menitipkan orang tuanya yang telah renta ke panti jumpo, sementara mereka sendiri hakikatnya masih mampu dan mungkin untuk merawatnya sendiri di rumah.
Bila tidak bisa berbuat kasih kepada orang tua, lalu apa salahnya sedikit membalas jasa atas kasihnya hingga kita tumbuh sebesar dan sesukses ini.
Mereka layak di perlakukan dengan baik, mereka layak di perhatikan sebagaimana posisi dan hak mereka sebagai ibu yang telah mengandung dan membersarkan anaknya. Mereka layak mendapatkan perawatan dan sentuhan kasih langsung dari anaknya yang lembut dan ikhlas tanpa kata – kata penghakiman, hinaan, cemoohan ataupun bentakan dari mulut sang anak hanya karena ulah yang di sebabkan karena ketidak berdayaannya.
Mengenai realita di atas, tetiba imaji penulis melambung pada suatu kisah yang patutnya dapat kita teladani, yakn Uwais Al Qarni, seorang pemuda fakir yang konon begitu istimewa di mata Nabi. tak hanya istimewa di mata Nabi, ia pun konon makhluk tersohor dan begitu masyhur di langit. Ia tinggal di Yaman hanya bersama ibunya yang renta, lumpuh dan buta.
Untuk menghidupi dirinya juga ibunya, ia mengais riski dengan menggembalakan kambing dan unta milik orang. Begitu ikhlas ia menekuni pekerjaannya itu sebagai wujud bakti dan kasihnya kepada sang ibu, kali – kali bila uangnya lebih senantiasa ia sisipkan untuk orang lain yang membutuhkan.
Selain taat kepada sang ibu, Uwais juga di kenal ahli ibadah. Hari – harinya ia habiskan untuk bersungkur sujud di hadapan Tuhan, terutama pada tengah – tengah malam, ia terjaga menunaikan shalat – shalat malam, ia lakoni juga puasa dan peribadahan lain. Namun, di samping itu sesungguhnya ia bersedih dan iri tatkala menyaksikan banyak tetangganya yang pulang dari Madinah dan bisa berjumpa dengan Nabi. Sebenarnya telah begitu memendam rindu pada sosok Muhammad kekasih Allah itu, bahkan saking cintanya, ia pun turut menggetok giginya dengan batu hingga terpatah tatkala mendengar patahnya gigi Nabi saat perang Uhud.
Hingga suatu hari, mengamini rasa rindunya pada sang terkasih utusan Allah yang kian membuncah itu, ia dekati ibunya, melimpahkan segenap maksud dan isi hatinya dan memohon izin kepada sang ibu untuk di perkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais yang sudah uzur itu begitu terharu seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais anakku, temuilah nabi di rumahnya dan bila telah berjumpa padanya, segeralah engkau kembali pulang”.
Alangkah gembira hati Uwais mendengarkan ucapan ibunya itu. Bersegeralah ia berkemas, tak lupa ia persiapkan segala keperluan sang ibu di rumah serta berpesan kepada tetanggnya supaya dapat menemani atau sekadar menjaganya selama ia pergi. Sesudah berpamitan dan mencium ibunya, Uwais bergegas menuju Madinah.
Setelah menempuh perjalanan yang begitu jauh selama berhari – hari, tibalah ia di rumah Nabi. ia ketuk pintu rumahnya seraya mengucapkan salam hingga keluar seorang seraya membalas salamnya. Namun rupanya, Nabi sedang tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Betapa kecewa hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, utusan Allah yang telah lama di rindukannya itu. Namun malangnya harapan itu sirna.
Dalam lubuk hati Uwais Al Qarni, bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih begitu terekam di perkupingannya akan pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia lekas pulang ke Yaman, “Engkau harus lepas pulang.”
Akhirnya, demi mewujudkan bakti dan ketaatan pada ibunya, bayangan akan ibunya di rumah mampu mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke Yaman seraya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah itu, Uwais pun segera berlalu pulang mengayunkan lengkahnya dengan perasaan amat sedih haru biru

Peperangan telah usai dan Nabi pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya. Nabi menyampaikan bahwa Uwais anak yang di kenal begitu bakti pada ibunya adalah pesohor langit. Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah r.a. dan para sahabat tertegun.
Menurut keterangan Siti Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad melanjutkan keterangan ihwal Uwais Al Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu Nabi menatap lamat Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Masa kian bergilir, dan Nabi kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khattab. Syahdan tatkala Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi ihwal Uwais Al Qarni sang pesohor langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu. yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa Khalifah Umar dan sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan dia?
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib segera pergi menjumpai Uwais Al Qarni.
Tetibanya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang menunaikan shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, barulah Uwais menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib sambil mendekati kedua sahabat Nabi tersebut. Lantas ia ulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al Qarni.
Wajah Uwais nampak bercahaya. Sebagaimana sabda nabi, ia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al Qarni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada kalian”.
Mendengar tanggapan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Tatkala Uwais Al Qarni Wafat
Selang beberapa tahun kemudian, terisar kabar bahwa Uwais Al Qarni telah berpulang ke Rahmatullah. Anehnya, pada saat jasadnya hendak di mandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang ingin berebutan ingin memandikannya.

Dan tatkala di bawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah banyak yang menunggu untuk mengafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa ke pekuburannya, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk menusungnya.
Wafatnya Uwais Al Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi peristiwa yang aganya begitu ganjil dan mengherankan. Sedemikian banyaknya orang tak di kenal yang berbondong – bondong berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al Qarni adalah seorang yang fakir dan tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau Wahai Uwais Al Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai pengembala domba dan unta?
Tapi, ketika hari wafatnya, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.
”Berita meninggalnya Uwais Al Qarni serta senarai kejanggalan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar kemana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al Qarni disebabkan permintaan Uwais Al Qarni sendiri kepada Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah di sabdakan oleh Nabi, bahwa Uwais Al Qarni adalah pesohor langit.
Demikian, uraian kisah mengenai Uwais al – Qarni, seorang pemuda fakir yang asmanya di kenang Nabi sebagai anak yang begitu bakti pada ibunya.
Adakah kini sesuatu yang benderang di ruang hatimu? Adakah kini engkau mafhum dan bersedia membalas jasa kasih ibumu dengan ridho, ikhlas penuh kelembutan? Dan adakah kini engkau tergerak hatinya untuk meminta maaf dan menciumi ibumu yang telah renta itu? Sebelum penulis akhiri, kiranya ada baiknya kita resapi lamat – lamat intisari sabda Rasulullah ketika beliau ditanya tentang peranan kedua orang tua. Dan beliau menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR Ibnu Majah).