عن عائشة قالت : «حج بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم حجة الوداع ، فمرّ بي على عقبة الحجون وهو باكٍ حزين مغتم
فنزل فمكث عني طويلاً ثم عاد إلي وهو فرِحٌ مبتسم ، فقلت له فقال : ذهبت لقبر أمي
فسألت الله أن يحييها فأحياها فآمنت بي وردها الله »
Dari ‘Aisyah ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
melaksanakan haji bersama kami saat haji wada’. Lalu beliau bersamaku melintasi
tempat yang bernama Hajuun dalam keadaan menangis dan sedih. Beliau pun turun
(dari kendaraannya) dan menjauh dariku dalam waktu yang lama, kemudian kembali
kepadaku dalam keadaan gembira dan tersenyum. Aku tanyakan kepada beliau (apa
yang terjadi), dan beliau menjawab : “Aku
tadi pergi ke kubur ibuku dan berdoa kepada Allah agar Ia menghidupkannya kembali
hingga ia (ibuku) beriman kepadaku. Maka Allah pun mengembalikannya ke dunia
ini lagi”.
Status hadits : Maudlu’ (palsu).
Hadits ini dibawakan oleh As-Suyuthi
dalam Al-Haawiy lil-Fataawaa 2/278.
Diriwayatkan oleh Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathil
wal-Manaakir (no. 207), Ibnu Syaahin dalam An-Naasikh wal-Mansuukh (no. 656), dan Ibnul-Jauziy dalam Al-Maudluu’aat (1/283-284) dari beberapa
jalan, dari Muhammad bin Yahya Az-Zuhriy Abu Ghaziyyah, dari ‘Abdul-Wahhaab bin
Musa, dari Abuz-Zinaad (dalam sanad lain : dari Ibnu Abiz-Zinaad), dari Hisyaam
bin ‘Urwah, (dari ayahnya), dari ‘Aisyah radliyallaahu
‘anhaa.
Muhammad bin Yahya Az-Zuhriy.
Ad-Daaruquthniy berkata : “Matruk”.
Ia juga berkata : “Dari ‘Abdil-Wahhaab bin Musa, ia telah memalsukan (hadits)”.
Al-Azdiy berkata : “Dla’iif” [lihat Miizaanul-I’tidaal 4/62 no. 8299, Al-Mughni fidl-Dlu’afaa’ 2/642 no. 6071,
dan Adl-Dlu’afaa wal-Matrukiin
lid-Daaruquthniy hal. 219 no. 483].
Berikut komentar para ulama tentang hadits tersebut :
Ibnul-Jauziy berkata : “Hadits palsu tanpa ada keraguan” [Al-Maudluu’aat, 1/283].
Abul-Fadhl bin Naashir berkata : “Hadits ini palsu” [idem].
Ad-Daaruquthniy berkata : “Isnad dan matannya baathil” [Lisaanul-Miizaan,
hal. 479 no. 5300 – biografi ‘Aliy bin Ahmad Al-Ka’biy].
Al-Jurqaaniy berkata : “Hadits ini baathil”
[Al-Abaathil wal-Manaakir hal. 123
no. 207].
Adz-Dzahabiy berkata : “Hadits dusta” [Miizaanul-I’tidaal,
2/684 no. 5326 – biografi ‘Abdul-Wahhaab bin Musa].
Ibnu Katsir berkata : “Sangat munkar (munkarun
jiddan) para perawinya tidak diketahui (majhul)”
[Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah oleh
‘Ali Al-Qaariy – yang dicetak dalam ‘Aqiidatul-Muwahhidiin
oleh ‘Abdullah bin Sa’diy Al-Ghaamidiy Al-‘Abdaliy hal. 481].
عن عمران بن
حصين عن النّبيّ صلى الله عليه وسلم قال : « سألت ربّي عزّوجل أن لا يدخل أحداً من
أهل بيتي النّار فأعطانيها»
Dari ‘Imraan bin Hushain, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda : “Aku memohon kepada Rabb-ku
‘azza wa jalla untuk tidak memasukkan satupun dari keluarga (ahlul-bait)-ku ke
neraka. Maka Allah pun mengabulkannya”.
Status hadits : Maudlu’ (palsu).
Diriwayatkan oleh Ibnu Basyraan dalam Al-Amaaliy (56/1) : Telah mengkhabarkan
kepada kami Abu Sahl Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Ziyaad Al-Qaththaan :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yunus : Telah menceritakan kepada
kami Abu ‘Aliy Al-Hanafiy : Telah menceritakan kepada kami Israaiil, dari Abu
Hamzah Ats-Tsamaaliy, dari Abu Rajaa’, dari ‘Imraan bin Hushain secara marfu’.
Abu Hamzah Ats-Tsamaaliy, ia bernama
Tsaabit bin Abi Shafiyyah. Ahmad dan Ibnu Ma’iin berkata : “Tidak ada
apa-apanya (laisa bi-syai’)”. Abu
Zur’ah berkata : “Layyin (lemah)”.
Abu Haatim berkata : “Layyinul-hadiits, ditulis
haditsnya, namun tidak dipakai sebagai hujjah”. Al-Jauzajaaniy berkata : “Waahiyul-hadiits”. An-Nasa’iy berkata : “Tidak tsiqah”.
Ad-Daaruquthniy berkata : “Matruk”.
Ibnu Hajar berkata : “Dla’iif, orang
Raafidlah”. [lihat Siyaru
A’laamin-Nubalaa’ 1/363 no. 1358, Tahdzibut-Tahdziib
2/7-8 no. 10, dan Taqriibut-Tahdziib
hal. 185 no. 826].
Muhammad bin Yunus, ia adalah Ibnu Musa
bin Sulaiman bin ‘Ubaid bin Rabii’ah bin Kudaim As-Saamiy Al-Kudaimiy,
Abul-‘Abbaas Al-Bashriy. Ad-Daruquthniy memasukkan dalam kitabnya Adl-Dlu’afaa. As-Sahmiy berkata : Aku
mendengar Ad-Daaruquthniy berkata : “Al-Kudaimiy dituduh memalsukan hadits”.
Al-Aajurriy berkata : “Aku mendengar Abu Dawud membicarakan Muhammad bin Sinan
dan Muhammad bin Yunus, memutlakkan pada (hadits)-nya kedustaan”. Ibnu Hibbaan
berkata : “Ia memalsukan hadits dari orang-orang tsiqah”. Adz-Dzahabiy berkata
: “Haalik (orang yang binasa)”.
[lihat selengkapnya pada Al-Mughniy
fidl-Dlu’afaa 2/646 no. 6109, Adl-Dlu’afaa
wal-Matruukiin hal. 221 no. 488, Al-Jaami’
fil-Jarh wat-Ta’diil 3/106-107 no. 4233, dan Tahdzibut-Tahdziib 9/539-544 no. 886].
عن ابن عمر
رضي الله عنه عن النّبيّ صلى الله عليه وسلم أنّه قال : « إذا كان يوم القيامة
شفعت لأبي وأمّي وعمّي أبو طالب وأخ لي كان في الجاهليّة »
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Pada
hari kiamat nanti, aku akan memberi syafa’at kepada ayahku, ibuku, pamanku Abu
Thaalib, dan saudaraku semasa Jahiliyyah”.
Status hadits : Maudlu’ (palsu).
Diriwayatkan oleh Tammaam dalam Fawaaid-nya (2/45) : Telah menceritakan
kepada kami Abul-Haarits Ahmad bin Muhammad bin ‘Ammaarah bin Abil-Khaththaab
Al-Laitsiy dan Muhammad bin Harun bin Syu’aib bin ‘Abdillah, mereka berdua
berkata : Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Abdil-Malik Ahmad bin Ibrahim
Al-Qurasyiy : Telah menceritakan kepada kami Abu Sulaiman Ayyuub Al-Mukattib :
Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Salamah, dari ‘Ubaidullah bin
‘Umar, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar radliyalaahu
‘anhuma, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Al-Waliid bin Salamah, ia adalah
Ath-Thabaraniy Al-Ardaniy. Ad-Daaruquthniy berkata : “Matruukul-hadiits”. Ia juga berkata : “Dzaahibul-hadiits (orang yang ditingalkan haditsnya)”. Abu Haatim
berkata : “Dzaahibul-hadiits”.
Al-Haakim berkata : “Ia memalsukan hadits dari orang-orang tsiqah”. Adz-Dzahabiy
berkata : “Al-Waliid bin Salamah Ath-Thabaraniy Al-Ardaniy dari ‘Ubaidullah bin
‘Umar, telah didustakan oleh Duhaim dan Al-Haakim”. [lihat Al-Mughniy fidl-Dlu’afaa’ 3/772 no. 6857 dan Miizaanul-I’tidaal 4/339 no. 9372].
Al-Kinaaniy berkata dalam Tanziihusy-Syarii’ah
(1/322) saat mengkritik Tammaam yanghanya mengomentari status Al-Waliid
dengan munkarul-hadiits : “Bahkan ia
(Al-Waliid bin Salamah) adalah pendusta (kadzdzaab)
sebagaimana dikatakan oleh banyak huffaadh.
Dan aku mengira ini termasuk dari
kebathilannya”.
عن ابن
عبّاس قال : سمعت النّبيّ صلى الله عليه وسلم يقول : «شفعت في هؤلاء النّفر : في
أبي وعمّي أبي طالب وأخي من الرّضاعة ـ يعني ابن السّعديّة ـ ليكونوا من بعد البعث
هباء»
Dari Ibnu ‘Abbaas ia berkata : Aku
mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Aku memberi
syafa’at kepada beberapa orang ini : ayahku, pamanku Abu Thaalib, saudara
sepersusuanku – yaitu Ibnus-Sa’diyyah – dimana mereka akan menjadi debu setelah
hari kebangkitan”.
Status hadits : Maudlu’ (palsu).
Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdaad (4/271), Al-Jurqaaniy
dalam Al-Abaathil wal-Manaakir (hal.
128 no. 217), dan Ibnul-Jauziy dalam Al-Maudluu’aat
(1/284-285), yang kesemuanya dari jalan : Abu Nu’aim, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Faaris, ia berkata : Telah menceritakan
kepadaku Khaththaab bin ‘Abdid-Daaim Al-Arsuufiy : Telah menceritakan kepada
kami Yahyaa bin Al-Mubaarak, dari Syariik, dari Manshuur, dari Laits, dari
Mujaahid, dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’.
Muhammad bin Faaris adalah Ibnu Hamdaan
bin ‘Abdirrahman bin Muhammad bin Shabiih bin Muhammad bin ‘Abdirrahman bin
‘Abdirrazzaaq bin Ma’bad, Abu Bakr Al-‘Athasyiy Al-Ma’badiy. Al-Khathiib
berkata : “Aku berkata kepada Abu Nu’aim tentangnya, lalu ia berkata : ‘Ia
seorang Raafidliy yang ekstrim dalam bid’ah Rafidlahnya. Ia juga lemah dalam hadits”.
Al-Khathiib juga berkata : “Ia tidak tsiqah”.
Abul-Hasan Muhammad bin Al-‘Abbas bin Furaat berkata : “Abu Bakr Muhammad bin
Faaris bin Hamdaan Al-Ma’badiy wafat pada bulan Dzulhijjah tahun 361 H. Ia
bukan seorang yang tsiqah, tidak pula
terpuji madzhabnya” [lihat Taariikh
Baghdaad 4/271, Lisaanul-Miizaan 7/436
no. 7298, Al-Maudluu’aat 1/284, dan Al-Abaathil wal-Manaakir hal. 128-129].
Tentang Khaththaab bin ‘Abdid-Daaim Al-Arsuufiy, Al-Jurqaaniy berkata : “Khaththaab
ini, seorang yang lemah (dla’iif) dan ma’ruf
dengan riwayat-riwayat yang diingkari dari Yahya bin Al-Mubaarak
Asy-Syaamiy” [lihat Al-Abaathil
wal-Manaakir hal. 128]. Adz-Dzahabiy memasukkannya dalam Adl-Dlu’afaa’ 1/210 no. 1917].
Al-Jurqaaniy berkata : “Hadits ini baathil, tidak ada asalnya. Laits bin
Abi Sulaim adalah seorang yang lemah haditsnya. Manshuur bin Mu’tamir tidak
mendengar satu pun riwayat dari Laits dan tidak pernah meriwayatkannya darinya
karena kedla’ifannya. Yahya bin Al-Mubaarak ini adalah Syaamiy (orang Syaam) Shan’aaniy
(orang Shan’a, Yaman). Seorang yang majhuul”
[Al-Abaathil wal-Manaakir hal. 128].
Ibnul-Jauziy berkata : “Hadits ini maudlu’
(palsu) tanpa keraguan. Adapun Laits, ia dla’iif. Manshuur tidak meriwayatkan darinya satu riwayatpun karena
kedlaifannya. Yahya bin Al-Mubaarak ini adalah Syaamiy (orang Syaam) Shan’aaniy
(orang Shan’a, Yaman), majhuul. Dan Al-Khaththaab adalah dla’iif”
[Al-Maudluu’aat, 1/284].
عن علي بن
أبي طالب قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " هبط علي جبريل فقال يا
محمد إن الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلب أنزلك وبطن حملك وحجر
كفلك. فقال يا جبريل بين لى، فقال أما الصلب فعبد الله وأما البطن فآمنة بنت وهب،
وأما الحجر فعبد يعنى عبدالمطلب وفاطمة بنت أسد ".
Dari ‘Aliy bin Abi Thaalib, ia berkata
: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Jibril turun
kepadaku dan berkata : ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah mengucapkan salam
kepadamu dan berfirman : Sesungguhnya aku telah mengharamkan neraka atas tulang
sulbi yang telah mengeluarkanmu, perut yang mengandungmu, dan pangkuan yang
telah memeliharamu’. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai
Jibril, terangkanlah kepadaku”. Ia (Jibril) berkata : “Adapun tulang
sulbi, maka ia adalah ‘Abdullah. Adapun perut, maka ia adalah Aminah. Dan
pangkuan, maka ia adalah ‘Abdul-Muthallib dan Faathimah binti Asad”.
Status hadits : Maudu’ (palsu).
Diriwayatkan oleh Ibnul-Jauziy dalam Al-Maudluu’aat
(1/283) dan Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathil
wal-Manaakir (hal. 121-122 no. 206) dari jalan Abul-Husain Yahya bin
Al-Husain bin Isma’il Al-‘Alawiy, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami
Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Aliy bin Al-Husain Al-Hasaniy, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Zaid bin Haajib, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin ‘Ammaar Al-‘Aththaar, ia berkata : Telah menceritakan
kepadaku ‘Aliy bin Muhammad bin Musa Al-Ghathaffaaniy, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Harun Al-‘Alawiy, ia berkata : Telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin ‘Aliy bin Hamzah Al-‘Abbaasiy, ia berkata :
Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
‘Aliy bin Musa bin Ja’far, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ayahku,
dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib secara marfu’.
Al-Jurqaaniy berkata : “Hadits ini maudlu
lagi baathil. Pada sanadnya terdapat
lebih dari seorang perawi yang majhul.
Telah berkata Abu Haatim Muhammad bin Hibbaan bin Ahmad Al-Bustiy Al-Haafidh :
‘Aliy bin Musa bin Ja’far Ar-Ridlaa meriwayatkan dari ayahnya banyak hal yang
mengherankan (‘ajaaib). Meriwayatkan
darinya Abush-Shalt dan yang lainnya, seakan-akan dia ragu dan keliru. Aku bertanya kepada Al-Imam Muhammad
bin Al-Hasan bin Muhammad perihal Abul-Husain Yahya bin Al-Husain bin Isma’il
Al-Hasaniy Al-‘Alawiy. Ia berkata : ‘Ia seorang Rafidliy ekstrim…..” [Al-Abaathil
wal-Manaakir hal. 122].
--- tamat ---
Semoga ada manfaatnya. Wallaahu a’lam.
Artikel yang berhubungan : Kafirkah Kedua Orang Tua Nabi ? (Sebuah Ringkasan)
[Abul-Jauzaa’ – 4 Syawwal 1430 H, di Perumahan Ciomas
Permai, Ciapus, Ciomas, Bogor, 16610].