Allah ta’ala berfirman:
فَهَدَى اللّهُ
الَّذِينَ آمَنُواْ لِمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللّهُ
يَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Maka Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman
kepada kebenaran dalam hal yang masih mereka perselisihkan itu dengan
kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya
kepada jalan yang lurus” [QS. Al-Baqarah: 213]
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
فمن هداه الله
سبحانه إلى الأخذ بالحق حيث كان ومع من كان ولو كان مع من يبغضه ويعاديه ورد
الباطل مع من كان ولو كان مع من يحبه ويواليه فهو ممن هدى الله لما اختلف فيه من
الحق
“Maka barangsiapa yang Allah anugrahkan hidayah padanya untuk
mengambil (menyatakan –pen) kebenaran di manapun kebenaran itu berada dan
bersama kebenaran dari siapapun itu, meskipun kebenaran itu bersama orang-orang
yang ia benci dan ia musuhi. Begitu pula ia senantiasa membantah kebatilan siapa
pun orangnya, meskipun kebatilan itu bersama orang-orang yang ia cintai dan
orang-orang yang ia berloyalitas padanya (kelompoknya –pen). Jika ia berbuat
demikian, maka ia termasuk orang-orang yang Allah anugrahkan hidayah dalam
hal-hal yang diperselisihkan kebenarannya”. [Ash-Shawa’iq Al-Mursalah,
2/516]
جوامع الحق : اتباع
القرآن وفيه اتباع بيان الرسول وأخذ الحق ممن أتى به وإن كان لا خير فيه وممن يجب
بغضه وإبعاده وأن لا يقلد خطأ فاضل وإن كان محبوبا واجبا تعظيمه
“Jawami’ul Haqq adalah mengikuti Al-Qur’an,
di dalamya terdapat penjelasan rasul dan mengambil kebenaran dari siapa pun
kebenaran itu datang, meskipun kebenaran itu datang dari orang-orang yang tidak
memiliki kebaikan sedikitpun yang wajib dibenci dan dijauhi, serta tidak
mengekor (taklid –pen) pada kesalahan seorang yang memiliki keutamaan, meskipun
orang itu adalah orang yang dicintai dan wajib dimuliakan” [Al-Ihkam fii
Ushuul Al-Ahkaam, 4/571]
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata:
من قوعد التي سار
عليها الصحابة ومن تبعهم بإحسان الدوران مع الحق حيث دار والكينونة معه حيث كان
والأخذ به تسليما والعمل به رضا والسير عليه تدين
“Diantara kaidah yang dipegang oleh para sahabat dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik adalah berpegang pada kebenaran di manapun
kebenaran itu berasal dan senantiasa bersamanya di manapun kebenaran itu
berada, kemudian mengambil dan menerima kebenaran itu, mengamalkannya dengan
perasaan ridha, serta beragama dengan berjalan di atas kebenaran” [Al-Ibanah hal. 35]
Rasululah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda:
واقدر لي الخير حيث
كان ثم رضني به
“Takdirkanlah kebaikan untukku dimanapun kebaikan itu berada,
kemudian buatlah aku ridha dengan kebaikan tersebut” [HR. Al-Bukhari no. 6382
dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata:
أي واجعلني به
راضيا
“yaitu jadikanlah aku ridha terhadap kebaikan itu” [Fathul
Baari, 11/187]
Al-‘Allamah Al-Mu’allimi Al-Yamani rahimahullah berkata:
إن مدار كمال
المخلوق على حب الحق وكراهية البطل
“Sesungguhnya sumber dari kesempurnaan makhluk adalah mencintai
kebenaran dan membenci kebatilan” [Al-Qaa’id ilaa Tashiih Al-‘Aqaa’id hal. 15]
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata:
ولا عصبية جاهلية
بل سنة نبوية وآثار السلفية ولا راحة للمسلم إلا الأخذ بالحق سواء كان له أو عليه
فإياك يا مسلم أن تتعامل مع منهاج النبوة بالهوى فتقبل الحق الذي لك وترفضه إذا
كان عليك فهذا حال من يتبع هواه ويسخط مولاه
“Tidak boleh terdapat sikap fanatik jahiliyyah, bahkan (ia wajib
mengikuti –pen) sunah nabawiyyah dan atsar salafiyyah. Tidak ada kebahagiaan
bagi seorang muslim, melainkan tatkala ia mengambil kebenaran, baik kebenaran
itu bersamanya maupun kebenaran itu bersama lawannya. Berhati-hatilah wahai
muslim, janganlah kamu bermuamalah dalam manhaj nubuwwah menggunakan hawa
nafsu, yaitu saat kamu hanya menerima kebenaran yang berasal darimu, namun
menolaknya jika kebenaran itu tidak mendukung keyakinanmu. Inilah keadaan
orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dan membuat marah Tuhan-nya” [Al-Ibanah hal. 36]
Kewajiban menerima kebenaran dari siapapun tidak melazimkan
kebolehan mengambil ilmu dari ahlul-bid’ah
Kedua permasalahan tersebut adalah berbeda, jadi tidak perlu
dipertentangkan. Sebagaimana memperingatkan (tahdziir) dari ahlul-bid’ah
dan tidak mengambil ilmu dari mereka merupakan aqidah ahlus-sunnah salafiyyah,
begitu pula kewajiban menerima kebenaran, meskipun kebenaran itu berasal dari
luar kelompoknya..
Allah ta’ala berfirman:
أُولَئِكَ
الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ
“Mereka (para nabi) itulah orang-orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” [QS. Al-An’am:
90]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إن من أشراط الساعة
ثلاثة إحداهن أن يلتمس العلم عند الأصاغر
“Sesungguhnya diantara tanda hari kiamat ada tiga, salah satunya
adalah saat ilmu diambil dari orang-orang kecil.” [HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabiirno. 18760 (22/361), Abu Nu’aim dalam Ma’rifatus Shahabah no. 6077
(19/392) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 695]
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:
لاَ يَزَالُ
النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ مِنْ أَكَابِرِهِمْ , فَإِذَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ
مِنْ قِبَلِ أَصَاغِرِهِمْ , وَ تَفَرَّقَتْ أَهْوَاءُهُمْ , هَلَكُوْا
"Manusia akan selalu berada dalam kebaikan, selama ilmu mereka diambil
dari para sahabat Nabi Muhammad dan dari orang-orang besar (tua) mereka. Jika
ilmu itu diambil dari orang-orang kecil (ahli bid’ah) mereka dan hawa-nafsu
mereka bercerai-berai, maka mereka akan binasa" [Diriwayatkan oleh Ibnul
Mubarak dalam Az-Zuhd no. 815]
Dalam riwayat lain disebutkan :
لاَ يَزَالُ
النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَخَذُوْا الْعِلْمَ عَنْ أَكَابِرِهِمْ , فَإِذَا
أَخَذُوْهُ مِنْ أَصَاغِرِهِمْ وَ شِرَارِهِمْ هَلَكُوْا
"Manusia selalu berada dalam kebaikan selama mereka mengambil
ilmu dari orang-orang besar (tua) mereka. Jika mereka mengambil ilmu dari
orang-orang kecil (ahli bid’ah) dan orang-orang jelek di antara mereka, maka
mereka akan binasa" [Jami’ Bayan Al-‘Ilmi hal. 248]
Al-Imam Ibnul Mubarak rahimahullah ditanya:
من الأصاغر؟ قال:
أهل البدع
“Siapakah orang-orang kecil itu?” Beliau
menjawab: “ahlul bid’ah.” [Diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam Al-Jami’
li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami’ no. 161 (1/180)]
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata:
اُنْظُرُوا عَمَّنْ
تَأْخُذُونَ هَذَا الْعِلْمَ فَإِنَّمَا هُوَ دِينٌ
"Perhatikanlah dari siapa kalian mengambil ilmu ini, karena
ilmu ini adalah agama" [Diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam Al-Kifayah hal. 121]
Al-Imam Ibnu Sirin rahimahullah berkata:
إِنَّ هَذَا
الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
“Sesungguhnya ilmu ini agama, oleh karena itu lihatlah kepada
siapa kalian mengambil agama kalian.” [Diriwayatkan oleh Muslim, 1/33 dan
Ad-Darimi no. 419]
Al-Imam Malik rahimahullah berkata:
لاَ يُؤْخَذُ
الْعِلْمُ عَنْ أَرْبَعَةٍ: سَفِيْهٍ مُعلِنِ السَّفَهِ , وَ صَاحِبِ هَوَى
يَدْعُو إِلَيْهِ , وَ رَجُلٍ مَعْرُوْفٍ بِالْكَذِبِ فِيْ أَحاَدِيْثِ النَّاسِ
وَإِنْ كَانَ لاَ يَكْذِبُ عَلَى الرَّسُوْل صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ,
وَ رَجُلٍ لَهُ فَضْلٌ وَ صَلاَحٌ لاَ يَعْرِفُ مَا يُحَدِّثُ بِهِ
"Ilmu tidak boleh diambil dari empat orang: [pertama] orang bodoh yang
jelas kebodohannya, [kedua] shahibu hawa`(pengikut hawa nafsu) yang
mengajak kepada (bid’ahnya –pen), [ketiga] orang yang dikenal berdusta dalam
perkataaanya pada manusia, meskipun ia tidak pernah berdusta atas (nama)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , [keempat] seorang yang
mulia dan shalih, namun tidak mengetahui hadits yang ia sampaikan.” [Jami’
Bayan Al-‘Ilmi hal. 348]
Sa’id bin ‘Amr Al-Bardza’i rahimahullah berkata:
شهدت أبا زرعة وسئل
عن الحارث المحاسبي وكتبه فقال للسائل إياك وهذه الكتب هذه كتب بدع وضلالات عليك
بالأثر فإنك تجد فيه ما يغنيك عن هذه الكتب
“Aku menyaksikan Al-Imam Abu Zur’ah saat ditanya tentang Al-Harits
Al-Muhasibi (tokoh sufi) dan kitab-kitabnya. Abu Zur’ah berkata kepada
penanya: “Jauhilah kitab-kitab ini !! Ini adalah kitab-kitab bid’ah dan
sesat, berpeganglah pada atsar, karena kamu akan mendapatkan sesuatu yang mencukupi
dari kitab-kitab tersebut.” [Tarikh Baghdad, 8/215, Siyar
A’lamin Nubala’, 12/112]
Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah berkata:
ومن السنة: هجران
أهل البدع ومباينتهم، وترك الجدال والخصومات في الدين، وترك النظر في كتب
المبتدعة، والإصغاء إلى كلامهم، وكل محدثة في الدين بدعة
“Termasuk pokok As-Sunnah adalah memboikot dan menjauhi ahlul
bid’ah, tidak mengadakan perdebatan dalam agama, tidak memperhatikan
kitab-kitab ahlul bid’ah, serta tidak mendengarkan ucapan mereka. Setiap
perkara baru dalam agama adalah bid’ah.” [Lum’atul I’tiqad hal. 32]
Kesimpulannya, kita wajib menerima kebenaran dimanapun dan dari
siapapun, meskipun kebenaran itu berasal dari orang-orang yang kita benci,
karena demikianlah sikap para salaf. Kebenaran itu bagaikan sesuatu yang hilang
dari mereka.. Demikian juga, kita wajib membantah kebatilan, meskipun kebatilan
itu berasal dari orang-orang yang kita cintai dan muliakan…
Allahua’lam
Dikutip oleh Abul-Harits di Madinah, 4 Jumadil Akhiirah 1435