Menhan
AS Ashton Carter : Irak Akan Jatuh ke Kubangan Perang Sunni-Syi'ah
Departemen Pertahanan
telah mengkritik nama sandi yang diberikan operasi militer merebut kembali
provinsi Anbar dari Daulah Islam (IS), kata juru bicara Kolonel Steven
Warren, Jum'at, 29/5/2015.
"Kunci kemenangan
Irak bila bersatu, dan menghindari dari dari perpecahan sektarian," kata
Warren. Nampaknya Irak akan terjerumus ke dalam konflik antara Sunni-Syi'ah
yang semakin dalam. Irak sudah jatuh ke tangan Syi'ah dan dibawah telapak rezim
Syi'ah. Nampak dalam operasi militer mengambil alih kembali Anbar, di mana Irak
menggunakan sepenuhnya milisi Syi'ah.
Semengara itu, operasi
membebaskan Anbar dengna nama sandi , "Labbayka ya Hussein" (Kami
siap berjuang demi anda, Hussein"), mengacu pada cucu Nabi Muhammad, salah
satu imam yang paling dihormati dikalangan Syi'ah.
Menteri Pertahanan AS
Ashton Carter mengkritik pasukan Irak atas kekalahan mereka di Ramadi,
mengatakan mereka tidak memiliki kemauan melawan pejuang ISIS, yang
menyebabkan kejatuhan kota Ramadi.
Pernyataan Carter yang
banyak dikritik oleh para pejabat Irak, termasuk Perdana Menteri Haider
Al-Abadi.
Warren mengatakan
pasukan Irak, bukan jumlahnya yang sedikit saat melawan pejuang
ISIS, tetapi mereka memilih menarik diri. "Dalam hal ini Ramadi,
memperlihatkan moral yang sangat rendah dari tentara Irak, dan ada masalah
dengan struktur komando," katanya kepada wartawan, Selasa.
"Beberapa faktor
yang mengakibatkan jatuhnya Ramadi sudah tidak adanya keinginan berperang
melawan ISIS dari pasukan Irak, dan taktik ISIS yang sangat canggih
dengan menggunakan senjata yang terbatas. Ini kekalahan yang memalukan,"
Warren menambahkan, menggunakan akronim lain untuk ISIS .
Warren menggambarkan
langkah itu sebagai sebuah "proses menyatukan" kekuatan pasukan Irak
dan milisi Syi'ah yang sudah sangat tidak efektif, karena sudah tidak adanya
saling percaya diantara mereka, dan akhirnya kana menghancurkan pasukan Irak,
dan ini hanya menghancurkannya.
Menlu UEA: Pemerintah Damaskus Dan Baghdad Penyebab Lahirnya Teroris
Menteri Luar Negeri UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan, menegaskan bahwa untuk menghilangkan aksi terorisme tidak akan dapat dilakukan kecuali mengatasi penyebab yang menjadi akar masalah ditempat tersebut, mengacu kepada pemerintah Damaskus dan Baghdad yang dinilai sebagai penyebab konflik sekterian di dua negara tersebut.
Pernyataan ini dilontarkan Menlu Abdullah bin Zayed Al Nahyan
dalam konferensi pers bersama di ibukota Moskow pada Kamis (28/05) malam,
setelah sebelumnya bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.
“Kegagalan untuk mengatasi penyebab lahirnya terorisme akan
menyebabkan lahirnya organisasi teroris baru, bahkan jika kita dapat
menghilangkan Negara Islam, Al Qaeda, ataupun lainnya,” ujar Menlu Abdullah bin
Zayed Al Nahyan.
Menurutnya, penindasan dan sikap diskriminatif pemerintah
Damaskus dan Baghdad terhadap rakyat mereka menjadi sebab terjadinya perang
sekterian yang kini melanda kedua negara tersebut.
Sementara itu menanggapi kemungkinan kerjasama pemerintah Uni
Emirat Arab dengan pemerintah Suriah dalam menghadapi terorisme, Menlu Abdullah
bin Zayed Al Nahyan menekankan bahwa mustahil untuk berkerjasama dengan
pemerintah yang telah menzholimi rakyatnya.
Memahami Sepak Terjang Amerika di Kawasan Timur Tengah
Presiden Amerika Serikat
(AS), Barack Obama menggambarkan jatuhnya wilayah Iraq yang sangat strategis ke
tangan Daulah Islam/Islamic State (IS) sebagai kemunduran taktis, dan dia
bertekad akan terus berperang melawan kelompok jihad itu.
“Saya tidak
berpikir kita kehilangan,” kata Obama dalam sebuah wawancara dengan majalah
berita Atlantic, sehari setelah kota Ramadi yang berada di Provinsi Anbar Iraq
jatuh ke tangan IS, pada Kamis (21/5/2015).
“Tidak
diragukan lagi ada kemunduran taktis, meskipun sebelumnya Ramadi sudah rentan
dalam waktu yang sangat lama,” tambahnya.
Sejak bulan
Agustus 2014 atas perintah Obama, koalisi salibis internasional pimpinan AS
telah melakukan lebih dari 6.000 serangan udara di Iraq dan Suriah, dengan
tujuan meminimalkan kekuatan IS, dan menolak kembali pasukan tempur ke Iraq,
setelah perang brutal selama invasi militer yang bertujuan menggulingkan Saddam
Hussein.
Tapi kekalahan
di Ramadi telah menjadi pertanyaan serius terkait strategi AS dan kredibilitas
pemerintah Syi’ah Shofawi Iraq. Obama menyalahkan rezim Syi’ah Shofawi, dan
kurangnya pelatihan dan penguatan pasukan keamanan Iraq sendiri. “Mereka
memiliki kelemahan yang dasarnya selama satu tahun tanpa bala yang cukup”,
tambahnya.
“Tapi itu
indikasi bahwa pelatihan pasukan keamanan Iraq yang menjadi, benteng, sistem
perintah-dan-kontrol tidak berlangsung cukup cepat di Anbar, di bagian wilayah
Sunni negara”, tegasnya. Ramadi adalah jantung kelompok Sunni Iraq, dan wilayah
sangat dekat dengan ibukota Baghdad.
Bahkan,
serangan kekuatan udara AS yang berkelanjutan ternyata diragukan banyak
pengamat, dan mereka skeptis tentara Syi’ah Shofawi Iraq dapat memenangkan
perang melawan IS yang sangat terlatih dan moralitas yang sangat tinggi.
Kedua,
Washington dan Baghdad mulai menggunakan paramiliter dari milisi Syi’ah
‘Sya’ab’ yang langsung mendapatkan bantuan dari Negara Syi’ah Iran. Dengan
berbagai jenis senjata, dan bahkan Amerika sudah mengirimkan 1.000 rudal anti
tank.
Amerika telah
mendorong pemerintah pusat Iraq melakukan pendekatan kepada suku-suku Sunni di
provinsi Anbar Ramadi, meskipun pemerintah Syi’ah Iraq yang dipimpin PM Syi’ah
Iraq Haidar al-Abadi enggan untuk melakukan pendekatan kepada kelompok Sunni.
Sekarang
kelompok suku-suku Sunni di Iraq lebih memilih bergabung dengan Daulah Islam,
dibandingkan harus bergabung pemerintahan Syi’ah Iraq yang didukung Iran dan
milisi Syi’ah yang sudah menghancurkan mereka, di mana pemerintahan Syi’ah Iraq
telah berkomplot dengan Amerika dan Iran, menghancurkan Iraq.
Amerika
menghancurkan secara total golongan Sunni di Iraq, dan mendudukan rezim Syi’ah
di Iraq yang dipimpin oleh Nuri al-Maliki dan digantikan al-Abadi. Jatuhnya
Saddam Husien hanyalah skenario menghancurkan Sunni Iraq, yang menjadi ancaman
Zionis-Israel.
Sekarang
Amerika Serikat berkomplot dengan Iran, dan mendukung pembangunan nuklir Iran,
yang menjadi ancaman negara-negara Arab Teluk. Iran dan Syi’ah ingin menguasai
dan mendominasi seluruh kawasan Timur Tengah, dan melakukan Syi’ahisasi.
Kemudian,
sesudah Arab Saudi menyerang Syi’ah Houthi Yaman, sekarang Amerika menggiring
negara Arab Teluk ke Camp David, agar mereka tidak meninggalkan Amerika. Taktik
Amerika Serikat itu, hanya sebuah tipuan yang bertujuan ingin tetap melemahkan
negara-negara Arab dan tetap bergantung kepada Amerika yang menjadi kaki tangan
Zionis. Wallahu a’lam.. [Muhajir/DINews]
Hasil poling jajak pendapat tentang kemenangan daulah Islamiyah
Hasil poling jajak
pendapat yg disiarkan TV Al Jazeera secara live :
Apakah anda mendukung
kemenangan IS di Suriah dan Iraq ? 81% / 43.375 orang mengatakan ya !