Hamas hanya menguasai secuil
wilayah bernama Gaza. Sisa wilayah Palestina lainnya (West Bank/Tepi Barat)
dikuasai PLO yang berkompromi, bernegosiasi, berkoordinasi atau berpolitik
dengan penjajah Israel. Wilayah Gaza diblokade dari darat, laut dan udara.
Dengan kontrol pintu masuk darat melalui Israel kecuali pintu Rafah yang
dikontrol oleh Mesir di bawah rezim bughot As-Sisi.
Kondisi Gaza mengingatkan
pada wilayah-wilayah otonom mujahidin Suriah yang telah bebas dari rezim
semisal pesisir Latakia dan propinsi Idlib. Bahkan Gaza mungkin mirip dengan
kantong-kantong perlawanan di Suriah yang terkepung oleh rezim Nushairiyah
Assad.
Di kedua wilayah seperti
Idlib dan Latakia, opsi offensif mujahidin murni pertimbangan kekuatan
militeristik. Artinya mereka baru menyerang wilayah rezim ketika cukup
kekuatan. Kasus offensif mujahidin sedikit saja terjadi di Suriah ini, makanya
setiap kemenangan relatif terkenal dan mendunia. Contohnya adalah pertempuran
Jisr Syughur, pembebasan Idlib, penyerangan Kafrya dan Al-Fou'ah.
Sisa pertempuran yang
dijalani setiap hari oleh mujahidin Suriah adalah defensif, yang mana kurang
terdengar oleh dunia termasuk kaum muslimin Indonesia.
Menimbang kondisi Hamas bisa
pakai contoh di atas karena hampir sama baik secara geopolitik, geografis, dan
militer. Termasuk ketiadaan kekuatan lawan di dalam wilayah yang dikuasai
mujahidin Suriah atau Hamas. Perlawanan Hamas juga dapat mencapai tujuan jangka
pendek untuk memberi efek gentar bagi Israel, membuat Israel menyetujui
berbagai kesepakatan saat gencatan senjata (yang kemudian dilanggar oleh
Yahudi). Seperti merenggangkan blokade yang tidak manusiawi tersebut, dan
mengembalikan kehormatan para tahanan Palestina yang dibebaskan melalui
pertukaran dengan serdadu Israel.
Tetapi ada satu kelebihan
yang dimiliki oleh mujahidin Suriah tapi tidak dimiliki oleh mujahidin Hamas di
Gaza adalah Buffer Zone alias zona penyangga dari pihak tetangga.
Mujahidin Suriah diberi
hadiah oleh Allah berupa tetangga seperti negara Turki dan Erdogan (Hafidzahullah)
yang mendukung perjuangan mereka dalam segala bentuknya, termasuk suplai
senjata dan menjaga sipil Suriah di perbatasan hingga menampung 2 juta
pengungsi.
Dulu kita semua sempat punya
harapan yang indah ketika presiden Mursi (Hafidzahullah) berkuasa karena
diharapkan Mesir bisa menjadi penyangga untuk perjuangan Palestina step demi
step, yang sama seperti Suriah, atau Afghanistan dahulu yang punya Pakistan
dengan presiden Zia Ul-Haq-nya (Rahimahullah). Tetapi Mursi dikudeta secara
zhalim oleh jenderal berlumur darah kaum Muslimin, As-Sisi.
Sumber: Risalah