Sunday, October 4, 2015

“Jika Teheran Berani Tembakkan Satu Peluru Saja, Maka Kami Akan Membuat Dunia Menyatakan, ‘Di Sini Pernah Ada Teheran!’,” Respon Menteri Dalam Negeri Saudi Terhadap Gertakan Jendral Pembual Iran.

Muhammad bin Nayef (kanan)-jpeg.image

Gertakan Jenderal Iran: “2.000 Rudal Sudah Siap untuk Ditembakkan ke Saudi”

Sabtu, 19 Zulhijjah 1436 H / 3 Oktober 2015 12:15
Kepala Badan Museum Revolusi Iran Jenderal Murtadha Ghurbani mengatakan, 2.000 rudal negaranya siap untuk ditembakkan ke Arab Saudi. “Kami menunggu perintah pemimpin tertinggi revolusi,” kata Garbani. Yang dimaksud Garbani adalah bahwa militer menunggu komando dari Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Revolusi Iran.
Ghurbani mengatakan, negaranya tak takut untuk menyerang Saudi jika pemimpin tertinggi Iran itu memerintahkannya. “Hari ini, jika sudah ada perintah dari pemimpin tertinggi revolusi, Khamenei untuk menyerang Saudi, kami sudah siapkan 2.000 rudal yang akan ditembakkan dari Asfahan,” gertaknya seperti dikutip egyptwindow.net, Kamis (1/10).
Ia menegaskan, saat ini Garda Revolusi Iran sudah berada di Suriah, Irak, Lebanon dan Yaman. “Sangat mudah untuk melakukan hal yang sama ke Saudi. Semuanya itu tinggal menunggu komando dari Khamenei sebagai pemimpin revolusi dan yang mewakili Imam Mahdi,” tandasnya.
Gertakan dan perang urat saraf dari Iran ini tentu saja sebagai buntut dari perang di Yaman dan makin menemukan dalihnya setelah terjadinya peristiwa Mina.
Gertakan Iran itu direspon Menteri Dalam Negeri yang juga putra mahkota Kerajaan Saudi Muhammad bin Nayef. “Jika Teheran berani tembakkan satu peluru saja, maka kami akan membuat dunia menyatakan, ‘Di sini pernah ada Teheran!’,” tegas Muhammad Nayef. (mus)

Menlu Saudi: Kami Akan Tindak Tegas Intervensi Iran di Jazirah Arab

Arab Saudi lewat menteri luar negerinya, Adil Al-Jubair mengatakan akan bertindak tegas terhadap Iran yang ikut campur tangan dalam urusan negara-negara Arab. Ia juga mengatakan bahwa Iran memperparah kekerasan yang ada di Yaman dengan terus memasok senjata kepada milisi Hautsi.
Hal itu disampaikannya dalam pidato di hadapan Majelis Umum PBB, Kamis malam (01/10) seperti dilansir Aljazeera.
Iran juga dianggap memperparah kekerasan yang ada di Yaman dengan terus memasok senjata kepada milisi Hautsi. Untuk itu, intervensinya di negara-negara harus segera diakhiri.
Selain berpidato soal sikap yang akan diambil terhadap Iran, Al-Jubair kembali menegaskan bahwa tidak ada solusi lain di Suriah kecuali melengserkan Assad dari kepemimpinannya.
Dia juga mengatakan bahwa Israel telah merampas hak dan martabat kehidupan rakyat Palestina. Dari situ, perlawanan rakyat Palestina akan terus berlangsung akibat kebijakan Israel ini.
Kemudian ketika menyinggung soal terorisme, Menlu Saudi ini menampik keras jika ada yang menghubungkan para teroris dengan Islam. Dia menegaskan bahwa Islam adalah agama perdamaian dan kasih sayang.
Telah diketahui, intervensi Iran di beberapa negara Arab terlihat jelas. Bukan hanya dalam bentuk lobby politik, tetapi juga dalam bentuk militer dan bantuan senjata.
Sumber: Al-Jazeera
Penulis: Ghulam

Dukung Aksi Terorisme Rezim Asad, Rusia Didesak Saudi Keluar dari Suriah
                                                     
Suriah-Gambar ini diambil pada Rabu (30-9-2015) setelah serangan udara di Talbiseh, Suriah, yang dilakukan oleh pesawat tempur Rusia, mengakibatkan puluhan warga sipil meninggal-jpeg.image
Sabtu, 19 Zulhijjah 1436 H / 3 Oktober 2015 21:29
Seorang diplomat senior Arab Saudi, Abdullah Al-Mouallimi, dalam pidatonya di PBB mendesak agar Rusia menghentikan serangannya dan menarik militernya keluar dari Suriah. Pasalnya, serangan udara Rusia di negara yang tengah dilanda perang sejak 2011 itu telah menyebabkan korban warga sipil. Target yang menurut Rusia menyasar ISIS (Islamic State/IS) itu tidak terjadi, karena wilayah serangan yang dilancarkan bukan basis ISIS.
“Saya minta dua sekutu utama Asad, Iran dan Rusia, untuk tidak mengklaim bahwa mereka di Suriah melawan ‘Daulah Islam’ (ISIS), padahal pada saat yang sama mendukung aksi terorisme yang dilakukan oleh rezim Basyar Asad sendiri,” seru Dubes Saudi itu sebagaimana dikutip Arabnews.com,Kamis (1/10).
Al-Mouallimi menyatakan keprihatinan yang mendalam terkait operasi militer pasukan Rusia yang dilakukan di wilayah Homs dan Hama pada Rabu (30/9), dua tempat yang tidak ISISnya. Serangan itu menyebabkan sejumlah korban yang tidak bersalah. “Kami menuntut itu segera dihentikan dan tidak lagi mengulanginya,” tegas Al-Mouallimi.
“Adapun negara-negara yang telah diklaim baru bergabung dalam perang melawan ISIS, mereka tidak bisa melakukan itu, sementara pada saat yang sama mereka mendukung terorisme dari rezim Suriah dan sekutu asingnya seperti teroris ‘Hizbullah’ dan pasukan Quds (bagian dari elit Garda Revolusi Iran, red),” lanjutnya dalam pidato di markas PBB New York yang disiarkan stasiun televisi Al-Arabia.
ISIS atau yang juga dikenal sebagai ISIL, populer luas di kalangan orang-orang Arab di kawasan Timur Tengah sebagai Daesh (Daulah Islam).
Milisi Syiah “Hizbullah” Lebanon secara terbuka menyatakan berperang atas nama rezim Asad, sementara Pasukan Quds dari Iran, juga banyak membantu Damaskus.
Seperti diberitakan, Rusia pada Rabu (30/9) meluncarkan serangan udara pertama di Suriah sejak perang di negara itu dimulai pada 2011 lalu. Serangan itu dilancarkan ke wilayah Homs, Hama dan Aleppo, dimana di tiga wilayah itu tak ada ISIS, padahal Rusia menyatakan serangannya di Suriah menyasar ISIS.
Sebaliknya, seperti dikatakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, serangan udara Suriah pada Rabu (30/9) lalu itu tidak menyerang ISIS, melainkan menyasar kelompok oposisi penentang Asad dan warga sipil Suriah. (mus)
Arabnews.com