Gertakan Jenderal Iran: “2.000 Rudal Sudah Siap untuk Ditembakkan ke Saudi”
Sabtu, 19 Zulhijjah 1436 H / 3 Oktober 2015
12:15
Kepala Badan Museum Revolusi
Iran Jenderal Murtadha Ghurbani mengatakan, 2.000 rudal negaranya siap untuk
ditembakkan ke Arab Saudi. “Kami menunggu perintah pemimpin tertinggi
revolusi,” kata Garbani. Yang dimaksud Garbani adalah bahwa militer menunggu
komando dari Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Revolusi Iran.
Ghurbani mengatakan,
negaranya tak takut untuk menyerang Saudi jika pemimpin tertinggi Iran itu
memerintahkannya. “Hari ini, jika sudah ada perintah dari pemimpin tertinggi
revolusi, Khamenei untuk menyerang Saudi, kami sudah siapkan 2.000 rudal yang
akan ditembakkan dari Asfahan,” gertaknya seperti dikutip egyptwindow.net, Kamis
(1/10).
Ia menegaskan, saat ini Garda
Revolusi Iran sudah berada di Suriah, Irak, Lebanon dan Yaman. “Sangat mudah
untuk melakukan hal yang sama ke Saudi. Semuanya itu tinggal menunggu komando
dari Khamenei sebagai pemimpin revolusi dan yang mewakili Imam Mahdi,” tandasnya.
Gertakan dan perang urat
saraf dari Iran ini tentu saja sebagai buntut dari perang di Yaman dan makin
menemukan dalihnya setelah terjadinya peristiwa Mina.
Gertakan Iran itu direspon
Menteri Dalam Negeri yang juga putra mahkota Kerajaan Saudi Muhammad bin Nayef.
“Jika Teheran berani tembakkan satu peluru saja, maka kami akan membuat dunia
menyatakan, ‘Di sini pernah ada Teheran!’,” tegas Muhammad Nayef. (mus)
Menlu Saudi: Kami Akan Tindak
Tegas Intervensi Iran di Jazirah Arab
Arab Saudi lewat menteri luar
negerinya, Adil Al-Jubair mengatakan akan bertindak tegas terhadap Iran yang
ikut campur tangan dalam urusan negara-negara Arab. Ia juga mengatakan bahwa
Iran memperparah kekerasan yang ada di Yaman dengan terus memasok senjata
kepada milisi Hautsi.
Hal itu disampaikannya dalam
pidato di hadapan Majelis Umum PBB, Kamis malam (01/10) seperti dilansir
Aljazeera.
Iran juga dianggap
memperparah kekerasan yang ada di Yaman dengan terus memasok senjata kepada
milisi Hautsi. Untuk itu, intervensinya di negara-negara harus segera diakhiri.
Selain berpidato soal sikap
yang akan diambil terhadap Iran, Al-Jubair kembali menegaskan bahwa tidak ada
solusi lain di Suriah kecuali melengserkan Assad dari kepemimpinannya.
Dia juga mengatakan bahwa
Israel telah merampas hak dan martabat kehidupan rakyat Palestina. Dari situ,
perlawanan rakyat Palestina akan terus berlangsung akibat kebijakan Israel ini.
Kemudian ketika menyinggung
soal terorisme, Menlu Saudi ini menampik keras jika ada yang menghubungkan para
teroris dengan Islam. Dia menegaskan bahwa Islam adalah agama perdamaian dan
kasih sayang.
Telah diketahui, intervensi
Iran di beberapa negara Arab terlihat jelas. Bukan hanya dalam bentuk lobby
politik, tetapi juga dalam bentuk militer dan bantuan senjata.
Sumber: Al-Jazeera
Penulis: Ghulam
http://www.kiblat.net/2015/10/03/menlu-saudi-kami-akan-tindak-tegas-intervensi-iran-di-jazirah-arab/
Seorang diplomat senior Arab
Saudi, Abdullah Al-Mouallimi, dalam pidatonya di PBB mendesak agar Rusia
menghentikan serangannya dan menarik militernya keluar dari Suriah. Pasalnya,
serangan udara Rusia di negara yang tengah dilanda perang sejak 2011 itu telah
menyebabkan korban warga sipil. Target yang menurut Rusia menyasar ISIS
(Islamic State/IS) itu tidak terjadi, karena wilayah serangan yang dilancarkan
bukan basis ISIS.
“Saya minta dua sekutu utama
Asad, Iran dan Rusia, untuk tidak mengklaim bahwa mereka di Suriah melawan
‘Daulah Islam’ (ISIS), padahal pada saat yang sama mendukung aksi terorisme
yang dilakukan oleh rezim Basyar Asad sendiri,” seru Dubes Saudi itu
sebagaimana dikutip Arabnews.com,Kamis (1/10).
Al-Mouallimi menyatakan
keprihatinan yang mendalam terkait operasi militer pasukan Rusia yang dilakukan
di wilayah Homs dan Hama pada Rabu (30/9), dua tempat yang tidak ISISnya.
Serangan itu menyebabkan sejumlah korban yang tidak bersalah. “Kami menuntut
itu segera dihentikan dan tidak lagi mengulanginya,” tegas Al-Mouallimi.
“Adapun negara-negara yang
telah diklaim baru bergabung dalam perang melawan ISIS, mereka tidak bisa
melakukan itu, sementara pada saat yang sama mereka mendukung terorisme dari
rezim Suriah dan sekutu asingnya seperti teroris ‘Hizbullah’ dan pasukan Quds
(bagian dari elit Garda Revolusi Iran, red),” lanjutnya dalam pidato di markas
PBB New York yang disiarkan stasiun televisi Al-Arabia.
ISIS atau yang juga dikenal
sebagai ISIL, populer luas di kalangan orang-orang Arab di kawasan Timur Tengah
sebagai Daesh (Daulah Islam).
Milisi Syiah “Hizbullah”
Lebanon secara terbuka menyatakan berperang atas nama rezim Asad, sementara
Pasukan Quds dari Iran, juga banyak membantu Damaskus.
Seperti diberitakan, Rusia
pada Rabu (30/9) meluncarkan serangan udara pertama di Suriah sejak perang di
negara itu dimulai pada 2011 lalu. Serangan itu dilancarkan ke wilayah Homs,
Hama dan Aleppo, dimana di tiga wilayah itu tak ada ISIS, padahal Rusia
menyatakan serangannya di Suriah menyasar ISIS.
Sebaliknya, seperti dikatakan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, serangan udara Suriah pada Rabu (30/9)
lalu itu tidak menyerang ISIS, melainkan menyasar kelompok oposisi penentang
Asad dan warga sipil Suriah. (mus)
Arabnews.com