Friday, November 3, 2017

Terungkap: Para Pendeta Syi’ah Menipu Ummat Dengan Sorban Hitam Bahwa Mereka Adalah Ahlul Bait. Mereka Bukanlah Orang Arab (Dari Jazirah Arab, Tidak Menggunakan Laqab Arabnya), Bagaimana Mereka Bisa Menjadi Ahlul Bait??


Bukanlah syi’ah kalau tidak berdusta. Sorban hitam digunakan para pendeta syi’ah untuk menipu ummat bahwa mereka adalah ahlul bait. Padahal, sama sekali mereka bukanlah ahlul bait.

Pada pembahasan sebelumnya, kita pernah membahas bahwasanya Khumaini sama sekali bukanlah ahlul bait, bahkan dia berasal dari kaum beragama sikh. Bisa dibaca disini.

Dan pada saat ini, yang mengungkap kedustaan para pendeta syi’ah bukanlah saya pribadi. Melainkan yang mengungkapkannya adalah seorang penganut syi’ah sendiri. Dia mengungkapkan kedustaan Khumaini, Khamina’i, As-Sistani, dan yang lainnya bahwa mereka berasal dari keturunan nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Pada sebuah kanal sebuah televisi, penganut syi’ah tersebut ditanya:

فيما يختص بالعمامة التي تم لبسها. لها رمزة معينة إذا كانت سوداء تعني أنه سيد ومن أهل البيت وإذا كانت بيضاء فهو شيخ في الحوزة العلمية أو ما يسمى بذالك.

سؤالي عندما يكون الخميني العرقية الفارسية عنده أو عند الخامنئي أو غيرهم يلبسون العمامة السوداء وهم ليس بعرب, فكيف يكونون من أهل البيت؟ هذا كسؤال بسيط يتم طرحه. ألا يوجد هذا السؤال عند الشيعي العربي على الأقل يبدأ بكيف يكون سيدا وأهل البيت وهو لا يعرف الجزيرة العربية وليس منها. هذا بس سؤال أبرز.

“Dalam permasalahan khusus mengenai sorban yang dipakai, maka dia memiliki arti tertentu. Jika sorban yang digunakan berwarna hitam maka maksudnya bahwa sang pemakai adalah sayyid dan dari ahlul bait dan jika sorban yang digunakan berwarna putih maka maksudnya sang pemakai adalah seorang guru di Hawzah ilmiyyah (madrasah syi’ah) atau yang lainnya.

Maka pertanyaanku adalah ketika Khumaini etniknya adalah etnik persia dan khamina’i seperti itu pula dan selainnya, yang memakai surban hitam padahal mereka bukanlah orang arab, maka bagaimana mereka bisa menjadi ahlul bait?? Ini adalah soal sederhana yang dipertanyakan. Tidakkah muncul pertanyaan di benak orang syi’ah arab, minimal bagaimana mungkin mereka adalah sayyid dan ahlul bait sedangkan mereka tidak mengetahui jazirah Arab dan mereka bukanlah dari jazirah arab. Maka ini saja soal yang ingin disoroti.

(Selesai)

Maka penganut syi’ah mengatakan:

وأنا كشفت عن ذالك منذ عام 2003 إلى حد الآن. قلت:لو هو صدق صحيح. الخميني والذين يلبسون العمائم السود على أنهم من سلالة الرسول صلى الله عليه وسلم والأئمة الآخرين, فلماذا يبقى ملتزما بلقبه الخميني, أو الخامنئي, أو الشيرازي, أو المتقي, أو الطلقاني أو غير ذالك أو السيستاني المرجعية في نجف. لماذا باقين على هذه الألقاب؟ إذا كانوا صدق هم سادات لماذا لا يرجع إلى لقبه العربي؟ أيهما أشرف اللقب العربي أو اللقب الفارسي؟ قالوا: لا هم سادات ومن أولاد رسول الله وكذا وكذا هذا كذب وافتراء. أنا أتحدى أكبر إيراني اللابس العمامة السوداء يرجع نسبه إلى الحسن والحسين. أتحداهم كلها باطلة. أنا أسميهم سادات خرسان.

"Dan aku telah mengungkapkan hal tersebut sejak tahun 2003 hingga sekarang. Aku katakan: Kalau itu benar dan jujur, semisal Khumaini dan lainnya yang memakai surban hitam bahwa mereka adalah keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para imam lainnya, maka mengapa mereka tetap menggunakan laqab mereka Khumaini, Khamina’i, Syirazi, Muttaqi, atau Thalaqani, atau Sistani Ulama marji’ di Najf. Mengapa mereka tetap menggunakan laqab tersebut? Jika mereka jujur bahwa mereka adalah sayyid akan tetapi mengapa dia tidak kembali menggunakan laqab arabnya?? Mana yang lebih utama, laqab arab atau laqab persia?? Mereka mengatakan: bahwa mereka adalah sayyid dan dari keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau sebagainya. Maka itu adalah dusta dan hanya dibuat-buat saja !! Saya tantang orang terbesar Iran yang memakai surban hitam bahwa nasabnya merujuk kepada Hasan dan Husain. Saya tantang mereka semua. Semua itu adalah bathil. Saya menyebut mereka sebagai sayyid Khurasan.

(Selesai)

Pembawa acara:

هو توكيد مع كونك على مذهب والطائفة الشيعية

“Maka ini adalah kabar penguat, walaupun engkau berada diatas madzhab dan kelompok syi’ah”

(selesai)

Bukti video bisa dilihat disini:



Sudah banyak yang mengetahui kedustaan para pendeta syi’ah, semoga Allah menghancurkan agama syi’ah dan memberikan hidayah kepada para penganut syi’ah.

Wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
Penulis: Muhammad Abdurrahman Al Amiry



Dalam studi yang dilakukan sejumlah ahli genetika,sebagian besar orang yang mengaku ngaku sayyid itu sebenarnya bukan keturunan Nabi. M.R. Rafiee, A. Sokhansanj, Naghizadeh dan Farazmand melakukan uji DNA di Iran sementara Elise Belle, Saima Shah, Tudor Parfitt dan Mark Thomas di India-Pakistan.
Hasil penelitian mereka sama: Mereka yang mengaku sayyid bukan keturunan Nabi.
Mereka adalah peneliti di Department of Cellular and Molecular Biology, School of Biology, College of Sciences, University of Tehran, Tehran 14155-6455, Iran.
Mereka menyatakan:
The molecular genotyping of individuals and reconstruction of kinship through short and highly polymorphic DNA markers, so called short tandem repeats (STR), has become one of the important and efficient methods in anthropology studies and forensic science. Although many populations have been analyzed, no study has yet been carried out on Sadat populations who are putative descendents of Prophet Mohammad (peace be upon him).
Polymorphisms of 6 Y-STR loci (DYS19, DYS385a/b, DYS389II, DYS390, DYS392, and DYS393) have been studied in an unrelated population of Sadat males.
The aim of this study was to find possible similarities within Sadat males, resided in Iran. Among Sadat, DYS385b was proved to be the most polymorphic (GD = 0.8588), and DYS392 showed the lowest polymorphism (GD = 0.3527).
In 50 samples, 45 different haplotypes were found, of which 39 haplotypes were unique. In the study, three samples had multi-allelic patterns. Haplotype diversity, in regard to these 7 markers was 0.9942.

Y chromosomes of self-identified Syeds from the Indian subcontinent show evidence of elevated Arab ancestry but not of a recent common patrilineal origin

by: Elise Belle, Saima Shah, Tudor Parfitt, Mark Thomas

Archaeological and Anthropological Sciences (29 June 2010) doi:10.1007/s12520-010-0040-1 Key: citeulike:7420950

Sumber:

http://www.citeulike.org/article/7420950

Abstract

Abstract Several cultural or religious groups claim descent from a common ancestor. The extent to which this claimed ancestry is real or socially constructed can be assessed by means of genetic studies. Syed is a common honorific title given to male Muslims belonging to certain families claiming descent from the Prophet Muhammad through his grandsons Hassan and Hussein, who lived 1,400 years ago and were the sons of the Prophet’s daughter Fatima.  If all Syeds really are in direct descent from Hassan and Hussein, we would expect the Y chromosomes of Syeds to be less diverse than those of non-Syeds. Outside the Arab world, we would also expect to find that Syeds share Y chromosomes with Arab populations to a greater extent than they do with their non-Syed geographic neighbours.
In this study, we found that the Y chromosomes of self-identified Syeds from India and Pakistan are no less diverse than those non-Syeds from the same regions, suggesting that there is no biological basis to the belief that self-identified Syeds in this part of the world share a recent common ancestry.In addition to Syeds, we also considered members of other hereditary Muslim lineages, which either claim descent from the tribe or family of Muhammad or from the residents of Medinah. Here, we found that these lineages showed greater affinity to geographically distant Arab populations, than to their neighbours from the Indian subcontinent, who do not belong to an Islamic honorific lineage.

In this study, we found that the Y chromosomes of Syeds from India and Pakistan are no less diverse than those non-Syeds from the same regions, suggesting that there is that self-identified Syeds in this part of the world share a recent common ancestry.

Terjemah bebasnya:

Dalam studi ini, kami mendapati bahwa chromosom Y dari ORANG ORANG YANG MENGAKU NGAKU DIRINYA SAYYID DARI INDIA DAN PAKISTAN TIDAK KURANG (maksudnya: nggak jauh beda) DENGAN chromosom Y dari kalangan yang BUKAN SAYYID, yang menunjukkan bahwa TIDAK ADA DASAR/ LANDASAN BIOLOGIS TERHADAP KEYAKINAN bahwa orang orang yang mengaku ngaku sayyid di belahan bumi ini (India dan Paksitan) memiliki nenek moyang umum yang sama.

Penelitian yang dilakukan di Iran menunjukkan hasil yang sama, yaitu bahwa mereka mereka yang disebut sebut atau diyakini sebagai Sayyid (keturunan Rasul) ternyata sebagian besar adalah tidak terbukti secara genetis berasal dari keturunan yang sama. 

Rasululloh shallallohu alaihi wa sallam kan sudah wafat, dan tentunya tidak diperkenankan untuk mengusik makam beliau.
Dunia ilmu pengetahuan bisa melacak jalur genetika suatu kaum melalui metode tertentu.

Itu kan penelitian yang sifatnya obyektif, jadi kalau salah bisa dibuktikan kesalahannya kalau benar bisa diuji kebenarannya.
Jadi beda dengan paparan sanad yang sifatnya subyektif dan harus bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah kevalidannya.

Tujuan Study :

mencari kemungkinan persamaan di antara para pria dari kaum Sadat di Iran. Sama sekali bukan menguji DNA sayyid.

Dengan kata lain, klaim bahwa orang orang yang mengaku ngaku sayyid di Iran, India dan Pakistan itu secara genetika tidak terbukti betul betul memiliki asal usul keturunan yang sama, yaitu Rasululloh. Dengan kata lain, orang-orang yang menyebut nyebut dirinya sendiri sebagai sayyid atau keturunan Rasul itu tidak terbukti secara genetika. Intinya adalah bahwa pengakuan sebagai keturunan rasul oleh orang-orang tertentu yang di Iran, India dan Pakistan secara ilmiah telah dibuktikan kepalsuannya. 

Laporan Hasil Penelitian tersebut bisa di download PDF-nya di:

http://www.springerlink.com/content/7n0716q203827324/

Di mana di bagian akhir laporan penelitian tersebut disimpulkan:

To conclude, this study opens the door to further genetic investigations of the Syed lineage. For instance, it would be interesting to investigate additional populations of both self-identified and officially recognised Syeds from different parts of the world, including those from other Sunni and Shiite communities. At present,
 our study shows that Syeds from the Indian subcontinent have a greater affinity to Arab populations than to their geographic neighbours but do not show any evidence of a recent common patrineal ancestry.

Terjemah bebasnya kira kira:

Kesimpulannya, penelitian ini membuka pintu bagi penelitian penelitian genetika lebih lanjut mengenai garis keturunan sayyid. Misalnya, akan menjadi sebuah hal yang menarik untuk meneliti populasi yang lainnya dari sayyid sayyid berdasarkan pengakuan sendiri maupun yang dikenal secara resmi dari berbagai belahan dunia yang berbeda, termasuk kalangan sayyid dari komunitas Sunni maupun Syiah yang lainnya.

Pada saat ini, studi kami menunjukkan bahwa para sayyid dari India Sub-continent memiliki kedekatan nasab dengan penduduk Arab daripada dengan nasab daerah geografis sekitarnya tetapi tidak menunjukkan bukti apa pun dalam hal asal usul garis keturunan patrilinial yang sama.

Jadi, penelitian di atas membuktikan bahwa yang disebut sebut sebagai keturunan rasul di india tersebut memang memiliki cirri-ciri genetika yangg lebih dekat dengan ciri genetik penduduk arab dari pada ciri genetik penduduk daerah sekitarnya (geografis india pakistan), tetapi mereka bukan berasal dari garis keturunan yg sama. Dengan kata lain, yang disebut sebut sayyid tersebut tidak terbukti secara genetis merupakan keturunan rasul, walaupun memang berasal dari kuturunan Arab!

Dan penilitian ilmiah itu bersifat obyektif, yang kebenarannya bisa dilacak dan dibktikan dengan cara yg sama oleh pihak pihak lain dengan cara mengikuti tata cara atau prosedur penelitian yang sama!

Material and methods

Study populations and sampling

We obtained buccal swab samples from 56 Syed, 16 Quraysh, 1 Hashmite and 5 Ansari men of Pakistani or Indian origin, currently living in London and Manchester. Donors were initially identified by surnames associated with their respective lineages and later confirmed as belonging to those lineages through self-identification. Buccal swab samples were collected by post; a storage buffer (0.05% SDS, 0.05 M EDTA pH 8.0) was added to stabilise DNA during transport and storage. Anonymous questionnaires were used to gather information about lineage status, place of birth, first and second languages, father’s place of birth, father’s first and second languages, grandfather’s place of birth and recent family migration paths. We studied the first and second generation of individuals whose parents had migrated from the Indian subcontinent to the UK within the last 50 years. For comparison we collected 37 individuals from the same population background who did not claim Syed, Hashemite, Quraysh or Ansari status (non-IHL lineage). DNA was extracted using standard organic phase methods.


Biased sampling and errors due to small sample size may have occurred, and his may have influence our results. However, we believe it is unlikely that our sampling strategy significantly skewed our results. Despite our sample sizes being relatively small (78 IHL individuals, including 56 self-identified Syeds), our data were sufficient to test the two hypotheses under investigation. Indeed, the possibility of a recent common ancestor was rejected, whereas the presence of an elevated Arab ancestry was accepted with strong statistical support. If we had insufficient data, we would not have been able to find statistical support for this hypothesis. In addition, the number of Cohanim Jews previously studied (Skorecki et al. 1997) was not much higher (68 individuals in total). We therefore believe that increasing the number of Syed Y chromosomes analysed would probably identify even more haplotypes and only serve to support our results.

kesimpulan penulis Paper:

suggesting that there is no biological basis to the belief that self-identified Syedsin this part of the world share a recent common ancestry

Abstract

Several cultural or religious groups claim descent from a common ancestor. The extent to which this claimed ancestry is real or socially constructed can be assessed by means of genetic studies. Syed is a common honorific title given to male Muslims belonging to certain families claiming descent from the Prophet Muhammad through his grandsons Hassan and Hussein, who lived 1,400 years ago and were the sons of the Prophet’s daughter Fatima. If all Syeds really are in direct descent from Hassan and Hussein, we would expect the Y chromosomes of Syeds to be less diverse than those of non-Syeds. Outside the Arab world, we would also expect to find that Syeds share Y chromosomes with Arab populations to a greater extent than they do with their non-Syed geographic neighbours. In this study, we found that the Y chromosomes of self-identified Syeds from India and Pakistan are no less diverse than those non-Syeds from the same regions, suggesting that there is no biological basis to the belief that self-identified Syeds in this part of the world share a recent common ancestry. In addition to Syeds, we also considered members of other hereditary Muslim lineages, which either claim descent from the tribe or family of Muhammad or from the residents of Medinah. Here, we found that these lineages showed greater affinity to geographically distant Arab populations, than to their neighbours from the Indian subcontinent, who do not belong to an Islamic honorific lineage. In addition to Syeds, we also considered members of other hereditary Muslim lineages, which either claim descent from the tribe or family of Muhammad or from the residents of Medinah. Here, we found that these lineages
showed greater affinity to geographically distant Arab populations, than to their neighbours from the Indian subcontinent, who do not belong to an Islamic honorific lineage.

Beberapa kelompok kebudayaan dan keagamaan mengklaim sebagai keturunan dari nenek moyang yang sama. Sejauh mana klaim asal usul nenek moyang yang sama ini betul betul nyata atau sekedar direkayasa secara social bisa ditelusuri melalui sarana penelitian penelitian genetika. Syed (sayyid) adalah gelar kehormatan umum yang diberikan kepada pria muslim yang termasuk keluarga2 kalangan yang mengklaim diri mereka sebagai keturunan dari Nabi Muhammad melalui cucu cucu beliau Hassan dan Hussein, yang hidup 1400 tahun yang lalu dan merupakan putera dari anak perempuan Nabi Muhammad, Fatimah. Seandai seluruh sayyid tersebut benar benar berada pada garis keturunan langsung dari Hassan dan Hussein, maka kita akan mendapatkan bahwa chromosom Y para sayyid tersebut akan lebih sedikit diversinya daripada chromosom Y dari kalangan yang bukan sayyid. Di luar dunia Arab, kita juga akan mendapatkan bahwa para sayyid tersebut memiliki Chromosom Y yang bisa dibandingkan dengan pendduduk Arab pada taraf tertentu dibandingkan dengan chromosom Y pada mereka yang bukan sayyid dilingkungan geografis sekitarnya. Di dalam studi ini, kami mendapati bahwa chromosom Y dari mereka yang mengklaim diri mereka sebagai sayyid dari India dan Pakistan tidaklah lebih kurang diversi dibandingkan dengan kalangan bukan sayyid dari daerah yang sama, yang menandakan bahwa tidak ada landasan kebenaran biologis bagi keyakinan bahwa mereka2 yang mengklaim diri sendiri sebagai sayyid tersebut secara bersama memiliki nenek moyang yang sama.
Selain (melakukan penelitian) kepada para sayyid, kami juga mempertimbangkan anggota anggota garis keturunan muslim yang lainnya, yang mengklaim sebagai keturunan dari suku atau keluarga Nabi Muhammad atau dari kalangan penduduk Madinah. Disini kami mendapatkan bahwa garis garis keturunan ini menunjukkan afinitas yang lebih besar terhadap penduduk2 Arab yang secara geografis jauh, daripada terhadap tetangga2 mereka dari Sub Continen India, yang tidak termasuk dalam garis keturunan mulia.

Kelihatannya bahwa penelitian ini dilakukan sebelum penelitian yang di Iran itu, dan ternyata penelitian yang dilakukan yang di Iran menunjukkan hasil yang kurang lebih sama, yaitu bahwa kalangan2 yang mengaku ngaku sayyid tidak terbukti secara genetis bahwa mereka betul betul berasal dari keturunan nenek moyang yang umum atau sama, atau dengan bahasa gampang-nya: mereka yang mengaku ngaku sayyid, sebagaian besarnya, secara genetik tidak bisa dipercaya kebenaran pengakuannya tersebut!

Simak juga yang ini:

These results are remarkable when one considers that in most instances human populations are primarily related on the basis of geography rather than cultural traits, such as languages (see for instance Ramachandran et al. 2005; Belle and Barbujani 2007). Regarding the Indian subcontinent in particular, it has been suggested that Y chromosomal heritage in India was more influenced by geographical proximity than by religious practices (Gutala et al. 2006). Here, we show that for the IHL, this does not appear to be the case. Our results rather confirm the study of Aarzoo and Afzal (2005) who have shown, based on autosomal allele frequency data, that Syeds and other IHL from Northern India are closer to Arab populations than to Hindus.

http://www.springerlink.com/content/7n0716q203827324/

To conclude, this study opens the door to further genetic investigations of the Syed lineage. For instance, it would be interesting to investigate additional populations of both self-identified and officially recognised Syeds from different parts of the world, including those from other Sunni and Shiite communities. At present, our study shows that Syeds from the Indian subcontinent have a greater affinity to Arab populations than to their geographic neighbours but do not show any evidence of a recent common patrineal ancestry.

Kesimpulannya, penelitian ini membuka pintu bagi penelitian penelitian genetika lebih lanjut mengenai garis keturunan sayyid. Misalnya, akan menjadi sebuah hal yang menarik untuk meneliti populasi yang lainnya dari sayyid sayyid berdasarkan pengakuan sendiri maupun yang dikenal secara resmi dari berbagai belahan dunia yang berbeda, termasuk kalangan sayyid dari komunitas Sunni maupun Syiah yang lainnya.
Pada saat ini, studi kami menunjukkan bahwa para sayyid dari India Sub-continent memiliki kedekatan nasab dengan penduduk Arab daripada dengan nasab daerah geografis sekitarnya tetapi tidak menunjukkan bukti apa pun dalam hal asal usul garis keturunan patrilinial yang sama.

Siapa pun yang menghargai upaya upaya keilmuan akan menghargai suatu penelitian sepanjang tetap dilakukan dengan obyektif dan mengikuti kaidah kaidah penelitian ilmiah akan bisa bisa melihat dan menilai apakah penelitian tersebut hasil rekayasa ataukah bukan.


Apa itu DNA

Seluruh tubuh manusia terdiri dari kumpulan sel yang membentuk sistem organ. Setiap sel yang terdapat tersebut, kecuali sel darah merah, memiliki inti sel (nucleus). Didalam inti sel ini terdapat kromosom yang terdiri dari rantai-rantai Deoxyribonucleic Acid (DNA).

Setiap manusia memiliki 22 pasang autosom (kromosom tubuh) dan 1 pasang gonosom (kromosom kelamin). Pada laki-laki terdapat 1 pasang gonosom X dan Y. Sedangkan pada wanita terdapat 1 pasang X dan X.

DNA adalah molekul yang mengkode sifat genetik suatu organisme. Setiap data dari tiap sel di tubuh manusia tersimpan didalam DNA. Selain itu, DNA mengatur fungsi dan pertumbuhan tiap-tiap sel.

Ketika manusia melakukan proses reproduksi, akan ada penggabungan antara DNA ayah dan ibu. Nantinya DNA ini akan terus diturunkan kepada keturunan selanjutnya, baik pada anak-anaknya, cucu-cucunya, dan seterusnya. Itulah mengapa kita bisa melacak keaslian seorang anak dari DNA ini.

Untuk mendapatkan DNA hanya dibutuhkan sedikit sekali sample. DNA bisa didapatkan dimana saja di seluruh tubuh manusia. Rambut, kuku, air liur, dsb. yang penting jaringan tersebut mengandung sel, pasti didalamnya ada DNA-nya.

Para peneliti baru-baru ini memiliki cara dalam memetakan DNA Nabi Muhammad. Caranya yaitu dengan memetakan Y-DNA Short Tandem Repeat (STR) dari keturunan Nabi Muhammad yang berada di zaman sekarang untuk melihat mundur kebelakang. Y-DNA hanya terdapat di laki-laki saja, sehingga pemeriksaan ini dilakukan pada Sayyid saja, bukan Sayyidah.

DNA dari para Sayyid asli di kumpulkan dari seluruh dunia dan dilihat kesamaannya. Setelah itu data DNA tersebut dicocokan satu sama lain sehingga nanti menjadi template tunggal untuk menentukan keaslian keturunan Nabi Muhammad.

Kelemahan dari teknik ini adalah tidak bisa memetakan secara langsung DNA Nabi Muhammad. Pemetaan mundur ini hanya bisa dilakukan dengan melihat Y-DNA, atau DNA dari nenek moyang laki-laki. Nabi Muhammad tidak memiliki anak laki-laki, tetapi beliau memiliki cucu laki-laki, sehingga DNA yang dipetakan akan mirip dengan cucu beliau, bukan dengan DNA beliau.

Adapun keuntungan dari teknik ini adalah dapat menilai secara akurat keturunan seseorang yang dilihat dari Y-DNA-nya. Y-DNA ini terdapat di kromosom Y, yaitu kromosom kelamin (gonosom) yang menentukan jenis kelamin laki-laki. Y-DNA bermutasi dengan pola yang sama pada individu dengan leluhur yang sama sehingga tingkat keakuratannya sangatlah tinggi.

Dengan kecanggihan teknologi biomolekuler akhirnya umat muslim dapat memetakan DNA dari keturunan Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam. Walaupun teknik yang pemetaan DNA yang dilakukan para peneliti bersifat mundur kebelakang dan tidak dapat melihat langsung DNA dari Nabi Muhammad, akan tetapi teknik ini dapat membuat suatu template atau standar dalam menentukan keturunan dari Nabi Muhammad. Nantinya pemetaan DNA ini diharapkan dapat digunakan untuk menangkap para Sayyid palsu yang memakai nama beliau untuk mencari keuntungan semata.

Mata hati yang tertutup memang gelap pandangannya, sehingga fakta yang di depan mata pun akan tetap diingkari
admin lamurkha