Friday, July 13, 2018

Slogan Anti Arab Dalam Perspektif Syar’i


IslAm NUSantara, Anti Arab Atau Cenderung Anti Islam ? Obsesi Romatisme Kejayaan Nusantara Kerajaan Majapahit.
IslAm NUSantara (Abul Jauzaa’). Gus Najih Maimoen : Islam Nusantara Akan Mengembalikan Pada Kemusyrikan.

Akhir-akhir ini kita sering mendengar orang-orang yang membagi Islam menjadi Islam Arab dan Islam Indonesia. Para pengusung ide ini seringkali memisahkan agama Islam dari hal-hal yang berbau Arab. Seolah Islam Arab itu sesuatu yang perlu dijauhi, lebih lanjut lagi mereka terkadang mengklaim sebuah ajaran Islam sebagai budaya Arab dan menolaknya karena itu budaya Arab.
Kita mungkin masih ingat ketika salah seorang tokoh di Indonesia mengutarakan bahwa jilbab adalah budaya Arab dan bukan ajaran Islam. Nah, cara-cara seperti ini rupanya mulai dipraktekkan oleh para pengusung ide tersebut, mulai dari hal-hal yang bersifat atribut keislaman, seperti jenggot, celana cingkrang, cadar yang mereka klaim sebagai budaya Arab. Jika hal-hal tadi sudah diklaim sebagai budaya Arab, maka akan dengan sangat mudah meminggirkannya dari kehidupan kaum muslimin.
Mereka juga mengklaim bahwa Islam Arab itu banyak perang, sedangkan Islam Indonesia cendrung ramah dan cinta perdamaian. Perkataan semacam ini, seolah meniadakan jihad dalam Islam sebagai mekanisme pertahanan dari serangan musuh. Padahal perintah memerangi musuh Islam di dalam Al-Quran menggunakan redaksi yang sama dengan perintah shoum. Dengan kata-kata seperti di atas terjadi penyesatan umat secara tidak langsung.
Lebih lanjut, jika kita melihat peperangan yang terjadi di tanah Arab, penyebabnya adalah pihak eksternal yang ingin berkuasa dan menjajah tanah kaum muslimin. Sebut saja Palestina, sudah puluhan tahun umat Islam di sana berperang karena agresi Israel terhadap tanah mereka. Di Irak, sejak 2003 Amerika masuk ke Irak dengan alasan senjata nuklir yang sampai saat ini tidak terbukti. Jadi, klaim bahwa Islam Arab harus dijauhi, perlu didetailkan dan didudukkan secara objektif.
Kembali ke ide mengotakkan Islam dengan daerah tertentu, sebenarnya upaya untuk memisahkan Islam dari hal-hal yang berbau Arab semacam ini telah ada di Turki masa Mustofa Kemal at-Taturk. Ia berusaha memutuskan bangsa Turki dengan bangsa Arab dengan cara Islam diturkikan (Turkinisasi). Mulai dari menghapuskan Islam dalam undang-undang Negara dan perpolitikan hingga adzan harus berbahasa Turki.
Ide-ide semacam itu tujuannya adalah menjauhkan umat Islam dari sumber-sumber utama Islam. Ketika umat Islam semakin jauh dari bahasa Arab, maka akan kesulitan mengambil ilmu dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kedua sumber primer umat Islam, Al-Quran dan Sunnah berbahasa Arab. Para sahabat yang menuturkan hadits dan menjelaskan maksud sebuah hadits juga menggunakan bahasa Arab.
Mencintai Arab, Konsekuensi Berislam
Tidak bisa seseorang menjadi seorang muslim kecuali dia harus bersinggungan dengan sesuatu yang berbau Arab. Sholat yang dia kerjakan menggunakan bahasa Arab, tahlil, tahmid dan tahmid berbahasa Arab.
Rasul yang dia ikuti berasal dari Arab, para khulafa’ rasyidin juga berasal dari Arab, para sahabat nabi mayoritas berbangsa Arab. Maka, Arab adalah sesuatu yang tidak bisa terlepas dari kehidupan seorang muslim.
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda untuk mengajarkan seluruh umat Islam untuk mencintai Arab. Beliau bersabda :
حُبُّ الْعَرَبِ إِيمَانٌ، وَبُغْضُهُمْ نِفَاقٌ
“Mencintai Arab adalah bukti keimanan, sedang membenci mereka adalah kemunafikan.” (HR. Hakim no. 6998, “didhoifkan oleh Adz-Dzahabi”)
Hal ini karena bangsa Arab telah dipilih oleh Allah yang memiliki banyak keutamaan. Diantaranya adalah yang disampaikan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
إِنَّ اللهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari keturunan Ismail, kemudian memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, kemudian memilih Bani Hasyim dari Quraisy. Dan Allah memilih saya dari Bani Hasyim.” (HR. Muslim no. 2276)
Hadist ini menunjukkan kemuliaan suku Quraisy yang telah dipilih oleh Allah. Sedang dalam hadist lain, Rasulullah menjelaskan sebab kemuliaan Quraisy Arab dihadapan bangsa lain. Rasulullah bersabda :
النَّاسُ تَبَعٌ لِقُرَيْشٍ فِي هَذَا الشَّأْنِ، مُسْلِمُهُمْ لِمُسْلِمِهِمْ، وَكَافِرُهُمْ لِكَافِرِهِمْ
“Umat manusia mengikuti Quraisy dalam perkara ini. Yang muslim akan mengikuti muslimnya (Quraisy) dan yang kafir akan mengikuti kafirnya (Quraisy).” (HR. Muslim no. 1818)
Tentang hadist ini, Imam Nawawi memberikan penjelasan ;
“(Maksudnya mereka mengikuti Quraisy) masa Islam dan Jahiliyah, (dalam hal) baik dan buruk. Sebagaimana hal itu diterangkan oleh riwayat-riwayat yang semakna. (Hal ini) karena mereka adalah pemimpin bangsa Arab saat Jahiliyyah, penduduk tanah Haram, dan tuan rumah bagi tamu Baitullah. Maka bangsa Arab yang lain menunggu Islamnya mereka (Quraisy). Ketika mereka telah Islam dan Makkah telah dibebaskan, manusia mengikuti mereka. Datanglah utusan-utusan bangsa Arab dari berbagai daerah, dan manusia masuk Islam berbondong-bondong. Demikian juga ketika Islam, mereka (Quraisy) adalah pemangku Khilafah dan manusia mengikuti mereka. Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan hal ini akan berlaku hingga akhir dunia.” (Syarah Shahih Muslim,17/9)
Keutamaan bangsa Arab Menurut Ulama
Demikian juga para ulama terdahulu, mereka berkeyakinan bahwa bangsa Arab lebih utama dibanding bangsa lain. Keyakinan ini merupakan bagian dari keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidha’ ash-Shirat al-Mustaqim :
الذي عليه أهل السنة والجماعة اعتقاد أن جنس العرب أفضل من جنس العجم
“Diantara keyakinan ahlus sunnah wal jama’ah adalah meyakini bahwa bangsa Arab lebih mulia daripada bangsa lain.” (Iqtidha’ ash-Shirat al-Musaqim, 1/419)
Maka, tidak benar jika orang Islam memiliki pandangan atau keyakinan yang merendahkan bangsa Arab. Atau memiliki keyakinan bahwa bangsa di luar Arab lebih baik dari bangsa Arab secara umum. Karena sangat jelas apa yang disampaikan Nabi dan dipertegas oleh para ulama tentang keutamaan bangsa Arab.
Salman al-Farisi, seorang sahabat dari bangsa Persia, memberikan contoh bagaimana dirinya lebih mengutamakan bangsa Arab dibanding bangsanya sendiri. Ia mengatakan :
نُفضِّلكم يا معشرَ العرب لتفضيل رسول الله صلى الله عليه وسلم إياكم
“Kami mengutamakan kalian, wahai bangsa Arab, dikarenakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengutamakan kalian.” (Iqtidha’ ash-Shirat al-Musaqim, 1/444)
Demikian juga apa yang disampaikan oleh Sa’id bin Manshur (Ulama Ahli Hadist yang berasal dari Khurasan) dalam kitabnya as-Sunan :
إن الله عز وجل قد فضَّلكم علينا يا معشر العرب
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla telah mengutamakan kalian atas kami wahai bangsa Arab.” (As-Sunan, 1/164)
Mengutamakan bangsa Arab adalah ajaran Rasulullah dan para sahabat. Keyakinan itu kemudian diikuti oleh para ulama setelahnya. Sedang meyakini sebaliknya merupakan tanda kemunafikan sebagaimana hadist di atas. Lebih tegas lagi, Rasulullah mengancam bagi siapa yang membenci bangsa Arab tidak akan memperoleh syafaat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ غَشَّ الْعَرَبَ لَمْ يَدْخُلْ فِي شَفَاعَتِي وَلَمْ تَنَلْهُ مَوَدَّتِي
“Siapa yang membenci Arab tidak akan mendapatkan syafa’atku, dan tidak akan memakan hidanganku (di Akhirat).” (HR. At-Tirmidzi no. 3928. Ia mengatakan, “Hadist Ghorib”)
Sebab Kemuliaan Bangsa Arab
Sebagai seorang muslim, alasan kita mencintai Arab adalah adanya isyarat dan sabda dari Nabi tentang hal tersebut. Jikalau tidak ada alasan lain selain hadits Nabi, maka itu sudah cukup bagi kita untuk mencintai Arab.
Ibnu Taimiyah mencoba memberikan alasan-alasan kenapa bangsa Arab mendapat kemuliaan tersebut. Beliau berkata :
“Sebab kemuliaan ini (wallau ‘alam) karena keistimewaan bangsa Arab pada akal, lisan, akhlak dan amal perbuatan. Kemuliaan itu bisa karena ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Untuk mendapatkan ilmu ada landasan yaitu kuatnya akal mereka yang terwujud dalam kuatnya pemahaman dan hafalan. Disempurnakan dengan kuatnya manthiq (penyampaian) berupa penjelasan (bayan) dan ungkapan(ibaroh). Orang Arab lebih faham, hafal dan mampu dalam menjelaskan dan mengungkapkan (sesuatu) dari bangsa lainnya…
Sedang amal adalah basisnya adalah akhlak, yaitu naluri yang tercipta dalam jiwa. Naluri mereka (Arab) lebih mudah berbuat baik daripada bangsa lain. Mereka lebih dekat dengan sifat dermawan, sopan, berani dan komitmen serta akhlak-akhlak baik lainnya. Sebelum Islam mereka memiliki tabia menerima segala bentuk kebaikan, namun enggan melaksanakannya… setelah Allah mengutus Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan petunjuk yang benar… mereka mengikuti petunjuk yang agung ini dengan fitrah yang baik. Maka, terkumpullah pada mereka kesempurnaan potensi kebaikan dan kesempurnaan apa (risalah) yang Allah turunkan.” (Iqtidha’ ash-Shirat al-Musaqim, 1/447)
Keistemewaan bangsa Arab lainnya adalah Allah memilih bahasa mereka sebagai bahasa wahyu. Dan Allah SWT berjanji akan menjaga Al-Quran, yang otomatis bagian dari penjagaan tersebut adalah menjaga bahasa Arab. Dan sudah 14 abad lamanya, bahasa Arab masih terjaga hingga saat ini.
Imam Syafi’i berkata sebagaimana dikutip oleh adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar a’lam an-Nubala :
مَا جَهِلَ النَّاسُ، وَلاَ اخْتَلَفُوا إلَّا لِتَرْكِهِم لِسَانَ العَرَبِ، وَمِيلِهِمْ إِلَى لِسَانِ أَرْسطَاطَالِيْسَ
“Tidaklah manusia itu bodoh dan berpecah belah kecuali karena mereka meninggalkan bahasa Arab, dan condong kepada bahasa Aristoteles.” (Siyar ‘alam an-Nubala, 8/268)
Meletakkan Cinta Arab dalam Koridor Syar’i
Merupakan hal yang disepakati dalam syariat bahwa yang membedakan antara seseorang dengan yang lainnya adalah ketakwaan. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenali. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti.” (QS Al-Hujurat : 13)
Di dalam ayat di atas Allah menerangkan bahwa standar kemuliaan di sisi Allah adalah ketakwaan. Semakin tinggi tingkat takwa seseorang maka semakin mulia pula dirinya di hadapan Allah. Hal ini ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW, ketiga berkhutbah pada haji wada’. Beliau bersabda :
عَنْ أَبِي نَضْرَةَ : ” حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ خُطْبَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ : ( يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى ، أَبَلَّغْتُ ؟ ) قَالُوا : بَلَّغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “.

صححه الألباني في “الصحيحة”

Artinya, “Dari Abi Nadhroh, bercerita kepadaku salah seorang yang mendengar khutbah Rasulullah SAW di hari tasyriq. Dia berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Rabb kalian satu, nenek moyang kalian satu, ketahuilah, tidak ada keutamaan orang Arab atas non Arab dan non Arab atas orang Arab, tidak ada juga keutamaan bagi yang berkulit merah atas yang berkulit hitam dan yang berkulit hitam atas yang berkulit merah, kecuali berdasarkan ketakwaan. Sudahkah aku sampaikan? Mereka menjawab, “Sudah engkau sampaikan wahai Rasulullah SAW.” (HR Ahmad no 22976 dan dishahihkan oleh Albani)
Lantas bagaimana mendudukkan anjuran untuk mencintai Arab dan keutamaan-keutamaan bangsa Arab dengan ayat dan hadits di atas? Secara sederhana, bisa kita katakan bahwa kecintaan terhadap Arab harus berada dalam koridor ketakwaan.
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa adanya atsar tentang kemuliaan Arab sebagai bangsa, bukan berarti kemuliaan bagi setiap personal.
فضل الجنس لا يستلزم فضل الشخص
“Keutamaan bangsa bukan tidak memiliki konsekuensi kemuliaan personal-personalnya.” (Iqtidha’ ash-Shirat al-Mustaqim, 1/453)
Keutamaan Arab sebagai bangsa, bukan berarti keutamaan bagi setiap persobalnya. Non Arab yang bertakwa dan sholih lebih baik dari orang Arab yang tidak memperhatikan hak-hak Allah. Allah mengutakan bangsa Arab atas bangsa lainnya adalah pilihan Allah SWT, bisa saja sebagian hikmahnya bisa kita ketahui, bisa saja tidak. Namun, kita melihat ada sifat-sifat dasar pada bangsa Arab yang membuat mereka layak mendapatkan keutamaan ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
تفضيل الجملة على الجملة لا يستلزم أن يكون كل فرد أفضل من كل فرد ، فإن في غير العرب خلقا كثيرا خيرا من أكثر العرب ، وفي غير قريش من المهاجرين والأنصار من هو خير من أكثر قريش ، وفي غير بني هاشم من قريش وغير قريش من هو خير من أكثر بني هاشم
Artinya, “Keutamaan pada sekelompok manusia, tidak harus semua personalnya lebih baik dari yang lain. Sesungguhnya pada non Arab, banyak juga orang-orang yang lebih baik dari orang Arab. Di selain orang Quraisy dari kalangan Muhajirin dan Anshor banyak juga yang lebih baik dari orang Quraisy. Di selain Bani Hasyim dari kalangan Quraisy, banyak juga yang lebih baik dari bani Hasyim.” (Majmu Fatawa 29-30/19)
Ilustrasi sederhananya seperti ini. Ada dua jenis bibit untuk ditanam, bibit pertama adalah bibit yang unggul, sementara bibit kedua adalah bibit yang biasa saja. Bibit pertama, jika disiram dengan baik, disemai dengan baik, dikasih pupuk yang pas, dibersihkan dari tanaman-tanaman yang mengganggu pertumbuhannya, maka akan melahirkan hasil yang baik. Jika bibit pertama ini kita contohkan sebagai bangsa Arab, maka dalam ilustrasi ini dia seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah bibit unggul yang tumbuh dengan bagus dan indah.
Namun sebaliknya, jika bibit pertama, dibiarkan begitu saja, tidak ditanam di tanah yang subur, tidak disiram, tidak diberi pupuk, maka besar kemungkinan dia tidak akan tumbuh, jangankan berbuah, tumbuh saja tidak. Ilustrasi ini seperti bangsa Arab yang tidak beriman kepada Allah, seperti Abu Jahal, Abu Lahab dan yang semisal.
Sementara bibit kedua, meskipun secara kualitas dibawah dari bibit unggul, namun jika dirawat dengan baik, ditanam di atas tanah yang subur, mendapat air yang cukup, pupuk yang pas, maka akan melahirkan hasil yang baik juga, ini seperti para sahabat non Arab, namun memiliki keutamaan di sisi Allah, seperti Shuhaib Ar-Rumi, Salman Al-Farisi, Bilal bin Rabah dan lain-lain.
Namun jika bibit yang kedua ini tidak ditanam di tanah yang baik, tidak disiram, tidak pula dirawat, maka bibit tadi tidak akan tumbuh. Ini seperti orang-orang non Arab yang tidak beriman kepada Allah SWT.
Secara umum bisa kita katakan bahwa bibit pertama lebih bagus dari bibit kedua, sebagaimana bangsa Arab lebih baik dari bangsa lainnya, namun pada perkembangannya tergantung perawatan dari masing-masing bibit yang ditanam, di sinilah kualitas ilmu, amal dan ketakwaan berperan. Karena yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling bertakwa, tanpa pandang ras, suku, dan bangsa. Wallahu a’lam bissowab
Penulis: Zamroni dan Aiman

Editor: Arju