Wednesday, June 5, 2019

Turki As-Sufi Dikadalin Komunis Rusia Dan Majusi Syiah Iran


Zona De-Eskalasi Tak Efektif, Turki-Rusia Saling Lempar Tanggung Jawab

Ahad, 2 Juni 2019 21:51
Rusia mengatakan bahwa Turki bertanggung jawab untuk menghentikan serangan oposisi di provinsi Idlib terhadap target-target sipil dan tentara Negeri Beruang Merah. Hal itu dinyatakan pada Jumat (31/05/2019) sebagai isyarat bahwa Moskow akan terus memberikan dukungan terhadap rezim Suriah untuk melancarkan serangan ke wilayah yang telah disepakati sebagai zona de-eskalasi meski diprotes keras Ankara.
Dalam satu bulan terakhir telah terjadi eskalasi besar-besaran dan paling luas sejak musim panas dalam perang antara rezim Basyar al-Assad dengan pasukan oposisi. Meningkatnya situasi kekerasan ini memicu kekhawatiran akan terjadinya krisis kemanusiaan karena ribuan orang dilaporkan telah bergerak menuju perbatasan Turki untuk mengungsi dan menyelamatkan diri dari ancaman serangan udara.
Presiden Turki Tayyip Recep Erdogan telah berbicara dengan kolega Rusianya, Presiden Vladimir Putin, sehari sebelumnya bahwa ia ingin ada gencatan senjata di Idlib untuk mencegah terus bertambahnya korban di kalangan warga sipil, dan melonjaknya arus pengungsian ke Turki. Dalam pembicaraan lewat telepon tersebut, Erdogan menambahkan bahwa Suriah membutuhkan sebuah solusi politik. Demikian pernyataan yang dirilis Kantor Kepresidenan di Ankara.
Berulang kali Erdogan telah mengajukan komplain kepada Moskow terkait dukungan negara pewaris ex-Soviet itu terhadap serangan-serangan rezim Damaskus ke Idlib. Provinsi di barat laut Suriah itu kini menjadi benteng terakhir pejuang oposisi.
Di wilayah Atmeh yang berbatasan dengan Turki pada Jumat (31/05/2019) terlihat puluhan hingga ratusan warga melakukan protes. Mereka menuntut diakhirinya serangan udara rezim, dan mendesak pemerintah Turki untuk membuka pintu perbatasan, namun Ankara menolaknya.
Abu l-Nur, seorang pejabat penanggung jawab kamp pengungsian di Atmeh yang sudah kewalahan menampung banyaknya pengungsi, mengatakan lebih dari 20.000 keluarga saat ini terpaksa tidur di antara pohon-pohon zaitun dan semak belukar di dekat area perbatasan. “Mereka tidak memiliki tempat perlindungan dan air, dan ini di luar batas kemampuan kami. Kami melakukan semua yang kami bisa,” katanya kepada Reuters.
Walau demikian, dalam pernyataannya pada hari Jumat, Kremlin semakin memperjelas posisinya bahwa mereka tetap tidak terpengaruh dengan seruan Erdogan untuk melakukan gencatan senjata. Sebaliknya, Rusia malah menuntut oposisi sebagai pihak yang harus mengimplementasikan gencatan senjata.
Ditanya sejumlah wartawan terkait seruan Erdogan untuk melakukan gencatan senjata, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan, “Kami betul-betul memerlukan gencatan senjata di Idlib, dan yang perlu dilakukan bagi para teroris (baca: pejuang oposisi) itu adalah menghentikan serangan terhadap sipil dan sejumlah fasilitas tertentu yang ditempati pasukan kami. Ini adalah tanggung jawab pihak Turki.”
Lonjakan Arus Pengungsi
Sebelumnya Rusia memprotes sejumlah serangan roket dan pesawat tak berawak dari arah Idlib yang menargetkan pangkalan militer dan udara utama Rusia di Hmeymim. Peskov menggambarkan serangan itu sebagai tindakan sangat berbahaya. Namun ia bungkam ketika disinggung mengenai pasukan Assad yang didukung kekuatan udara Rusia harus menghentikan serangan. Peskov pun menyangkal terjadi ketidaksepakatan antara Moskow dan Turki terkait Idlib.
Situasi di Idlib ini telah meningkatkan ketegangan hubungan antara Turki dan Rusia yang berkepentingan untuk meminimalisir dampak konflik ke negara mereka mengingat kedekatan wilayah Suriah dengan kedua negara itu. Pada bulan September lalu, Rusia yang menjadi sekutu dekat Basyar al-Assad, bersama Turki sepakat membentuk zona de-militerisasi di idlib.
Tetapi Moskow, yang berambisi membantu Assad merebut kembali wilayah yang jatuh ke tangan oposisi, selalu komplain bahwa kekerasan terus meningkat di Idlib, dan menuding pihak oposisi didominasi oleh Jabhah Nusrah telah menguasai wilayah yang luas di provinsi itu.
Sejak pertemuan di Sochi antara pemimpin Turki dan Rusia, ide awal untuk membentuk zona de-militerisasi dan de-eskalasi nampaknya tidak bisa berjalan mulus. Kremlin menyalahkan Ankara dan menuding belum berbuat banyak yang menjadi bagian tanggung jawabnya. Sebaliknya, Turki yang mengkhawatirkan arus gelombang pengungsi dari Idlib terus mendesak pihak-pihak untuk menahan diri, termasuk melakukan gencatan senjata.
Pekan lalu PBB mengatakan lebih dari 200.000 orang mengungsi sejak pemerintah Suriah dukungan Rusia mulai melancarkan serangan pada akhir bulan April. Sementara data organisasi medis dan kemanusiaan PBB (UOSSM) menyebut angka 300.000 orang. Kebanyakan mereka adalah para pengungsi yang sudah berulang kali mengungsi sejak awal perang karena berpindahnya area pertempuran maupun karena bergesernya garis depan pertempuran.
Sumber: Reuters
Redaktur: Yasin Muslim

Lagi, Rusia Halangi Pengesahan Pernyataan DK PBB Soal Situasi Terkini Di Idlib

Selasa, 4 Juni 2019 10:39
Sekutu utama rezim Bashar Assad, Rusia, pada Senin (03/05/2019), mencegah pernyataan Dewan Keamanan PBB yang mengecam eskalasi militer rezim Suriah di wilayah Idlib. Rusia menganggap pernyataan itu tidak imbang karena tidak menyertakan pertanyaan serupa atas kampanye militer koalisi pimpinan AS di Baghuz, wilayah Daulah Islamiyan (ISIS) terakhir di Suriah.
“Pernyataan ini tidak imbang karena tidak menyentuh kota Hajin dan Baghuz yang warganya menderita akibat pertempuran antara pasukan dukungan AS dan ISIS,” kata Rusia dalam sebuah surat yang didapat AFP pada Senin (03/05/2019).
Belgia, Jerman dan Kuwait mengusulkan pernyataan mengecam kampanye militer terbaru di di Idlib setelah dua pertemuan darurat DK PBB. Pertemuan ini sendiri digelar menyusul meningkatkan kampanye militer rezim Assad dan Rusia di provinsi Idlib dan sekitarnya.
Bulan lalu, Rusia berhasil menghalangi dikeluarkannya pernyataan peringatan bencana kemanusiaan PBB jika rezim melancarkan kampanye militer di provinsi yang dihuni tiga juta orang itu.
DK PBB bisa mengeluarkan pernyataan jika 15 negara anggota sepakat. Setidaknya terdapat dua blok besar dalam keanggotaan lembaga “polisi dunia” itu.
Suriah dan sekutunya Rusia meningkatkan serangan dan gempuran terhadap Idlib sejak April, memaksa lebih dari 270.000 warga mengungsi.
Asisten Duta Besar Rusia di DK PBB, Dmitry Polyansky, mengatakan bahwa Moskow keberatan dengan “semua” apa yang termasuk dalam pernyataan yang diusulkan.
“Sikap kami sudah diketahui. Proposal dokumen seperti ini adalah hubungan masyarakat, bukan solusi,” katanya.
Usulan pernyataan yang diajukan itu berisi keprihatinan besar pada kampanye militer di barat laut Suriah, yang juga menargetkan rumah sakit, klinik dan sekolah.
Pernyataan itu juga memperingatkan kemungkinan bencana kemanusiaan besar jika kampanye tersebut berlanjut.
Selain itu, pernyataan tersebut menyerukan kepada para pihak untuk mematuhi gencatan senjata yang disepakati antara Rusia dan Turki September lalu.
Rusia mengklaim komitmen pada gencatan senjata yang ditandatanganinya. Ia berdalih, kampanye militer yang diluncurkannya itu menargetkan “teroris”.
Dalam perjanjian Turki-Rusia, Hai’ah Tahrir Al-Syam (HTS) yang mengontrol mayoritas Idlib tidak masuk dalam perjanjian gencatan senjata. Sehingga hal itu dijadikan dalih Rusia untuk menyerang.
Dalam berbagai laporan media, kampanye militer Assad dan Rusia tak hanya menargetkan wilayah HTS. Wilayah faksi-faksi yang “moderat” juga turut jadi sasaran.
Perlu dicatat, Rusia dan rezim Assad memiliki definisi “teroris” tersendiri. Kedua negara sekutu itu memasukkan kelompok-kelompok yang menentang rezim, baik Islamis maupun sekular, ke dalam daftar teroris.
Sumber: AFP
Redaktur: Sulhi El-Izzi
https://m.kiblat.net/2019/06/04/lagi-rusia-halangi-pengesahan-pernyataan-dk-pbb-soal-situasi-terkini-di-idlib/

Hujan Bom, Masjid-Masjid Di Pedesaan Idlib Tiadakan Salat Jumat

Sabtu, 25 Mei 2019 13:55 
Kementerian Wakaf Pemerintah Darurat di Idlib, Jumat (24/05/2019), meliburkan pelaksanaan Salat Jumat di seluruh wilayah oposisi pedesaan Idlib. Keputusan terpaksa diambil demi keselamatan jiwa warga muslim menyusul sengitnya serangan udara dan artileri militer Suriah dan Suriah pada Jumat itu.
Koresponden portal El-Dorar melaporkan bahwa seluruh pengurus masjid di pedesaan Idlib selatan mengumumkan tak menggelar Salat Jumat akibat eskalasi militer di kawasan tersebut.
Seluruh desa dan kota di pedesaan Idlib selatan mengalami gempuran udara sengit sejak fajar. Menjelang siang, hujan bom belum berhenti.
El-Dorar mengatakan bahwa gempuran udara di wilayah tersebut sudah terjadi sejak Kamis. Serangan semakin intens pada Jumat dini hari.
Gempuran udara sengit ini terjadi beberapa hari setelah pejuang berhasil kembali merebut Kota Kafr Nabudah di pedesaan Hama utara. Militer Suriah menderita kerugian pasukan sangat banyak dalam pertempuran itu. Beberapa di antaranya berhasil ditawan.
Pinggiran Idlib dan Hama yang dekat dengan wilayah kontrol rezim menjadi saksi eskalasi militer rezim dan Rusia sejak dua bulan terakhir. Perjanjian gencatan senjata yang disepakati antara Turki dan Rusia di wilayah itu sudah tak lagi berlaku.
Menurut PBB, ratusan ribu warga meninggalkan rumah mereka sejak eskalasi terakhir itu. Mayoritas pengungsi menuju ke perbatasan Turki untuk mencari tempat perlindungan.
Sumber: El-Dorar
Redaktur: Sulhi El-Izzi
https://m.kiblat.net/2019/05/25/hujan-bom-masjid-masjid-di-pedesaan-idlib-tiadakan-salat-jumat/

Index “Saudi- Turki- Qatar- Syiah Iran- Komunis Rusia”