Sunday, April 26, 2015

Indonesia Dicaplok Syi'ah Iran Untuk Menggayang Radikalisme

Menjadi semakin gamblang bagaimana posisi Indonesia terhadap Syi'ah. Indonesia sudah masuk perangkap Syi'ah dengan adanya perjanjian antara Indonesia-Iran. Di mana Presiden Jokowi dan Presiden Republik Iran Hassan Rouhani sepakat melakukan kerja sama memberantas radikalisme dan terorisme.

Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan bilateral antara Presiden Jokowi dan Presiden Iran Hassan Rouhani di sela-sela acara Konferensi Asia Afrika 2015, di Jakarta Convention Center, Kamis (23/04/2015).

Rezim Syi'ah Iran berhasil  menyusup dalam Konferensi KAA, dan memasukan isu tentang radikalisme dan terorisme, dan semua itu bagian dari setrategi Iran yang ingin mencaplok negara-negara Islam dengan membuat isu radikalisme dan terorisme. Semua itu hanyalah membawa keuntungan bagi Syi'ah secara global. Seperti sekarang ini negara-negara Arab seperti kartu 'domino' satu-satu jatuh ke tangan Syi'ah.

Indonesia - Iran bersepakat segera mengaktifkan kembali Komisi Bersama (SKB) kedua negara untuk meningkatkan kerja sama bilateral dan kerja sama antara kedua negara dan negara Islam untuk memberantas radikalisme dan mengentaskan terorisme dengan mengedepankan sisi kebudayaan dan agama, serta kerja sama tukar informasi untuk mengatasi terorisme.

Sebagaimana dikutip laman resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia, kerja sama ini disepakati saat kedua presiden bertemu dalam pertemuan bilateral di Jakarta Kamis, (23/04/2015).

“Pertemuan bilateral juga membahas berbagai upaya peningkatan kerja sama antar kedua negara terutama di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi. Presiden RI juga  meminta agar akses ekspor kelapa sawit dari Indonesia ke Iran dapat didorong lebih banyak. Presiden juga mengundang pengusaha Iran untuk berinvestasi di bidang infrastruktur di Indonesia yang masih terbuka luas,” demikian dikutip laman Kemenlu.go.id.

Presiden Iran, Hassan Rouhani menegaskan  bahwa hubungan Iran dan Indonesia sangat penting, karenanya Presiden Rouhani setuju untuk  mendorong pihak swasta Iran hadir di Indonesia.

Menurut anggota Komisi Hukum & Perundang-undangan MUI Pusat Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, SH kerja sama ini dinilai sangat terburu-buru dan akan membawa banyakmudharat (mendatangkan keburukan) dibanding kebaikan.


Sebab menurut penulis buku “Syiah Menurut Sumber Syiah, Ancaman Nyata NKRI” ini, definisi radikalisme yang dipahami Iran (dalam hal ini Syiah, red) tidak sama dengan yang dipahami Indonesia.

“Kita harus paham dulu, apa pengertian radikalisme dalam pikiran Iran. Bagi Iran yang Syiah, semua yang melawan usaha-usaha syiahisasi dinilai intoleran dan takfiri. Jikatakfiri akan melahirkan gerakan radikal. Dan gerakan radikal bisa berujung tindakan terorisme, begitu cara pikir Iran,” ujar Abdul Chair Ramadhan.

“Nampaknya, istilah radikalisme, akan dijadikan palu godam bagi Syiah-Iran untuk menghalangi sekaligus mengamankan usaha syiahisasi di Indonesia.” Kerja sama dengan Iran ini menurut Abdul Chair, termasuk salah satu bagian keberhasilan Syiah Iran mempengaruhi pemerintah Indonesia.

Indonesia hanya mengikuti irama 'gendang' Amerika, sekarang ini Amerika sedang berangkulan dan bergandeng tangan dengan Iran, dan mengganyang terorisme dan radikalisme yang terus dikobarkan oleh Iran. Di Indonesia sedang gencar pemerintah melakuakn perlawanan terhadap terorisme  dan radikalisme . Sumbernya dari Iran. (abimontrono/dbs/voa-islam.com)

MUI kritik keras kerja sama Jokowi dengan republik Syi'ah Iran terkait isu "Radikalisme"
Presiden RI atau yang bagi sebagian kalangan dianggap sebagai "Ulil Amri" Indonesia, Ir. Joko Widodo, telah melakukan kesepakatan peningkatan kerja sama bilateral dengan Hassan Rouhani, presiden Iran. Selain bidang ekonomi, kerja sama ini termasuk menyangkut isu radikalisme dan pemberantasan terorisme.

Hal ini mendapat respon keras dari Anggota Komisi Hukum & Perundang-undangan MUI Pusat, Dr. H. Abdul Chair Ramadhan SH., yang menilai kerja sama ini adalah tindakan yang sangat terburu-buru dan akan membawa banyak mudharat (keburukan) dibanding kebaikan.

Sebab menurut penulis buku “Syiah Menurut Sumber Syiah, Ancaman Nyata NKRI” ini, defenisi radikalisme yang dipahami oleh Iran (Syi'ah) tidak sama dengan yang dipahami Indonesia.

“Kita harus paham dulu, apa pengertian radikalisme dalam pikiran Iran. Bagi Iran yang Syi'ah, semua yang melawan usaha-usaha Syi'ahisasi dinilai intoleran dan takfiri. Jika takfiri akan melahirkan gerakan radikal. Dan gerakan radikal bisa berujung tindakan terorisme, begitu cara pikir Iran,” ujar Abdul Chair Ramadhan yang dimuat oleh Hidayatullah.

Abdul Chair menyebut jika isu "Radikalisme" ini akan dimanfaatkan oleh Syi'ah-Iran sebagai senjata untuk melindungi Syi'ahisasi dan memberangus setiap upaya penolakan terhadap penyebaran Syi'ah.

Kerja sama dengan Iran ini menurut Abdul Chair, termasuk salah satu bagian keberhasilan Syi'ah Iran mempengaruhi pemerintah Indonesia.

Kekhawatiran Abdul Chair bukan tanpa alasan. Di Timur tengah, republik Syi'ah Rafidhah Iran tengah gencar menancapkan taring politiknya di berbagai negara dengan menggunakan tangan antek lokal atau milisi Syi'ah radikal-bersenjata setempat. Sedangkan di Indonesia, dalam beberapa tahun belakangan penyebaran agama Syi'ah Rafidhah makin gencar dengan banyaknya beasiswa ke Iran dan propaganda ideologi Syi'ah.

Abdul Chair juga menyayangkan presiden Jokowi yang tidak paham persoalan menyangkut masalah keumatan. Padahal pemerintah harusnya bisa berkonsultasi dahulu dengan berbagai pihak seperti MUI. (hidayatullah/rslh)

Alumni Iran Sebut Indonesia Ditargetkan Jadi Suriah Kedua
Senin 16 Jamadilakhir 1436 / 6 April 2015 19:41
MANTAN Da’i Syiah lulusan Iran, Ali Saefulloh memaparkan pengalamannya selama menjadi juru dakwah untuk merekrut masyarakat.
Menurut alumni Universitas Imam Khomeini, Qom ini, kelompok Syiah memiliki strategi yang sistematis dan terstruktur untuk mensyiahkan Indonesia. Mereka memiliki 7 divisi untuk mendekati berbagai kalangan dari mulai ulama, intelektual hingga politisi.
“Di Indonesia kelompok Syiah memiliki lembaganya. Ada 7 divisi (di antaranya) Divisi Mustasyar, Divisi Ulama, Divisi Intelek, Divisi Legislatif, Divisi Pertahanan dan Keamanan, Divisi Industri, Divisi Ilmu Pengetahuan dan Budaya. Di Divisi pendidikan (ilmu pengetahuan), kita memiliki orang penting,” kata Ali Saefullah yang menghabiskan waktunya belajar Syiah di Iran selama 4 tahun.
Hal itu diungkapkan Ali dalam Maulid Nabi bertema “Memperkokoh Akidah Ahlussunah wal Jamaah dari Ancaman Aliran Sesat Syiah” di Masjid Al Kamiliyyah, Jakarta Timur.
Hadir dalam acara ini di antaranya Habib Tohir Al Kaff, Prof. Dr. Habib Muhammad Baharun (MUI Pusat), Dr. Abdul Chair Ramadhan SH.MH (MUI Pusat), Drs. Ahmad Subki Saiman (Lisan Hal) beserta para habaib dan asatidz di Jakarta.
Menurut Ali, kelompok Syiah memiliki rencana matang karena sudah menargetkan Indonesia menjadi negeri Syiah.
“Saya tergabung di sebuah laskar ankatab. Itu laskar yang disiapkan untuk menajdikan Indonesia Negara Syiah. Kami merencanakan Indonesia menjadi Syria kedua. Sebelum kakek saya meninggal, beliau berpesan Indonesia sudah ditakdirkan menjadi negeri Syiah,” beber Ali. Dia mengatakan kakeknya belajar langsung di Suriah dan menjadi pengikut ajaran Syiah Nushairiyah.
Dari hasil dakwahnya, Ali mengaku telah mensyiahkan banyak orang. Dia ditugaskan khusus untuk berdakwah setelah menuntut ilmu Syiah di kampus dan hauzah Syiah di Qom, Iran.
“Kami dakwahi mereka dari Aceh hingga Irian. Saya sudah masukkan umat Islam menjadi Syiah sebanyak 300 orang. Naudzubillah,” terang dia yang memilih untuk bertaubat. [Pz/Islampos] 

Syiah Iran Membawa Misi Politik Transnasional ke Indonesia
SYIAH Iran tidak hanya membawa misi ideologi namun juga membawa misi politik transnasional. Syiah Imamiyah yang bersembunyi di balik nama ahlul bait dikendalikan secara terpusat dan sistemik di Iran kemudian disebarkan ke negeri-negeri ahlussunnah wal jamaah.
Begitulah penjelasan Dr.H. Abdul Chair Ramadhan, dalam ceramahnya di Majelis Ta’lim Asy-Syafiiyah pimpinan KH.Abdul Rasyid Abdullah Syafii, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Ahad (26/4/2015).
Penulis buku Syiah Menurut Sumber Syiah, Ancaman Nyata NKRI ini kemudian mengungkapkan apa yang pernah terjadi di Lebanon, Bahrain, Iraq, dan Yaman baru-baru ini merupakan akibat dari Syiah yang berkespansi.
“Tidak ada suatu negara yang tidak terjadi konflik akibat ekspansi Syiah. Contohnya apa yang terjadi di Lebanon, Bahrain, Iraq, dan terbaru di Yaman,” ungkapnya
Ia menilai, Indonesia sebagai negeri muslim Ahlussunnah terbesar di dunia sedang menjadi bagian target politik Syiah. Sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya, Syiah berupaya merubah nasionalisme NKRI menjadi nasionalisme Syiah.
“Faham wilayah Syiah semenjak revolusi Khomeni mengharuskan baiat. Maka dari itu yang tidak berbaiat kepada wali faqih dihukumi mati dalam jahiliyyah, tidak terkecuali Syiah Indonesia. Inilah pokok pertentangan ideologi, ushuluddin, hingga politik ” pungkasnya.
Ia juga menyerukan agar umat Islam memperkokoh persatuan dan kesatuan. Tinggalkan perpecahan di bidang furu’ yang mengarah memecah belah umat.
“Perkokoh ukhuwah Islamiyah, akidah ahlussunnah wal jamaah. Tinggalkan perpecahan dan saling membidah-bidahkan yang mengarah perpecahan umat,” tutupnya. [suandri ansyah/Islampos]