Saturday, May 9, 2015

Persangkaan Keji Syi'ah : Nabi baru saja wafat, tetapi Abu Bakar malah pergi untuk mengurus kekuasaan, bukan mengurus jenazah Nabi

             Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Syubhat: Nabi baru saja wafat, tetapi Abu Bakar malah pergi untuk mengurus kekuasaan, bukan mengurus jenazah Nabi. Begitu rendahnya akhlaq Abu Bakar!! Hanya orang-orang tolol yang menjadikannya petunjuk.
Jawab: Sesungguhnya kami tidak heran, saat hakikat kebenaran itu berputar balik dari orang-orang semacam Anda. Anda adalah sebuah biji yang telah dirawat dan disiram oleh para pendosa yang tujuannya adalah memisahkan para sahabat dari Islam, serta melenyapkan peran mereka sebagai bentuk balas dendam terhadap penaklukan mereka terhadap negeri Persia. Seandainya mereka berfikir sedikit, maka pastilah mereka akan mengetahui bahwa orang yang menyebabkan mereka muslim adalah para sahabat Radhiallahu ‘Anhum.
Termasuk di antara pemutar balikan fakta adalah persangkaan kalian akan kesibukan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu dari jenazah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di sini, saya harus merinci dengan ringkas agar Anda bisa memahami fakta sebagaimana apa adanya. Di saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat, seluruh manusia tergoncang dan terkejut. Di antara mereka ada yang terduduk dan tidak mampu untuk berdiri. Ada yang kelu lisannya dan tidak bisa berbicara, ada yang mengingkari kematian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara mutlak, dan mengambil pedang atas setiap orang yang mengumumkan kematian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Pada keadaan genting yang dilalui umat kala itu, Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu berdiri dengan keberanian dan keyakinan seorang mukmin seraya berkata kepada manusia:

مَنْ كَانَ يَعْبُدُ مُحَمَّداً فَإنَّ مُحَمَّداً قَدْ مَاتَ وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللهَ فَإِنَّ اللهَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ

“Barangsiapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat, dan barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha hidup tidak akan mati.”
Itu adalah sikap kepahlawanan satu-satunya di antara sikap para pemimpin umat. Dialah yang telah membangunkan kaum muslimin dan mengembalikan mereka kepada petunjuk setelah sebelumnya mereka menolak untuk membenarkan hakikat kematian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan sikap agung dari Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu ini, terjagalah manusia dari dahsyatnya tragedi kala itu. Terutama setelah dia membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَن يَنقَلِبْ عَلَىَ عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللّهُ الشَّاكِرِينَ

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”(QS. Ali ‘Imran: 144)
Maka kuam muslimin pun menyadari bahwa harus menanggung beban kesabaran. Diantaranya adalah pengangkatan khalifah (pengganti) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atas musibah mereka, dan penguburan Nabi mereka Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan yang harus pertama kali dilakukan adalah mengangkat Khalifah pengganti beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sekalipun demikian para sahabat Radhiallahu ‘Anhum kala itu mereka dalam keadaan menangis, berdo’a, berdzikir, dan membaca al-Qur`an, dan segala yang serupa dengan kondisi manusia saat terjadi satu musibah besar yang menimpa mereka.
Alih-alih mereka menjadikan sikap pahlawan ini termasuk bagian dari manaqib (karamah) Abu bakar Radhiallahu ‘Anhu, musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya itu malah ingin menjadikan sikap itu sebagai sisi negatif dari Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.
Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu, dan para sahabat besar, saat mereka sibuk memilih Khalifah, karena pemilihan Khalifah lebih utama daripada memakamkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sekalipun penguburan mayat adalah wajib, tetapi pengangkatan seorang khalifah lebih wajib daripadanya. Yang menguatkan hal itu adalah bahwa para sahabat yang sibuk mengurus jenazah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengingkari mereka sama sekali, bahkan mereka berbaiat saat pemilihan Khalifah selesai. Maka jadilah hal itu sebagai ijma’ (kesepakatan) bahwa pengangkatan Khalifah lebih didahulukan daripada perkara lain. Dan hal ini karena banyak sebab;
Misal, seandainyanya orang-orang murtad dan lainnya menyerang Madinah disela-sela hari itu, maka siapakah yang akan menyatukan manusia dan mengatur barisan mereka?
Misal lain, seandainya terjadi permasalahan di antara masing-masing suku di Madinah, siapakah yang akan menyelesaikan permasalahan itu di antara mereka dan siapakah yang akan ditaati perintahnya?
Misal lain, prosesi penyelenggaraan jenazah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menshalatinya, serta mengebumikannya membutuhkan seorang pemimpin yang ucapannya menjadi rujukan jika mereka berselisih pendapat terhadap sesuatu dari perkara penyelenggaraan jenazah, shalat, dan mengebumikannya, yang kemudian mereka akan menuruti perintahnya? Barangkali perkara ini akan menghantarkan kepada persengketaan dan perselisihan ucapan, maka jadilah pekrara ini menjadi perkara yang terpenting.
Adalah manusia kala itu menshalati Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri-sendiri; sekelompok orang masuk kemudian shalat sendiri-sendiri lalu keluar, kemudian masuk lagi sekelompok orang, kemudian masuklah kaum wanita setelah kaum laki-laki, kemudian anak-anak.
Di saat sebagian sahabat tidak sibuk dalam penyelenggaraan jenazah Nabi, maka sebabnya adalah karena ada orang lain selain mereka yang mempersiapkan penyelenggaraan jenazah. Maka telah diketahui oleh bangsa Arab dan selainnya, bahwa yang menyelenggarakan jenazah adalah kerabatnya. Sebagaimana tidak mungkin secara akal, ribuan orang ikut sibuk mengurusi jenazah, terutama tempat yang di sana terdapat jenazah itu sempit sebagaimana diketahui, sebagaimana pula difahami bahwa menyelenggarakan jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah. Kemudian, bahwa para sahabat tidak bermaksud mengakhirkan pengebumian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, akan tetapi itu adalah sebuah kesempatan bagi orang-orang yang datang dari segenap tempat untuk menshalati beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dan tidaklah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikebumikan kecuali setelah pemilihan Khalifah selesai. Di sana, saya menantang Anda, dan setiap orang yang memperdayakan Anda untuk mendatangkan satu dalil akan tuntutan Ali Radhiallahu ‘Anhu, atau salah satu putra paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kerabatnya untuk menguburkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebelum pengangkatan khalifah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan bahwa pengebumian beliau lebih wajib daripada pengangkatan Khalifah. Atau dalil yang menunjukkan pengingkaran dan kemarahan mereka. Lihat, saya hanya meminta satu dalil saja, tidak dua.
Berdasarkan keyakinan saya, bahwa Anda tidak akan bisa menemukannya, maka saya bertanya kepada Anda, apakah Anda sekalian lebih berambisi untuk menyelenggarakan jenazah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Ali Radhiallahu ‘Anhu?
Sesungguhnya kalian ingin membangunkan api fitnah ditengah-tengah umat dengan tuntutan kalian untuk mengembalikan sejarah dengan cara yang difahami oleh musuh-musuh umat ini setelah 1400 tahun. Perkara ini menjadikan saya bertanya kepada orang-orang berakal dari Anda sekalian dengan sebuah pertanyaan hipotesis; seandainya kita berfikir sama dengan cara akal-akal Anda sekalian yang menyimpang, dan kami menerima bahwa Ali Radhiallahu ‘Anhu marah terhadap pengangkatan Khalifah sebelum pengebumian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi beliau mendiamkannya serta tidak menyatakannya demi menjaga persatuan umat, maka saya bertanya kepada Anda sekalian, ‘Mengapa Anda sekalian tidak diam juga demi menjaga persatuan umat sebagaimana dilakukan oleh Ali Radhiallahu ‘Anhu?! Maka jka Ali Radhiallahu ‘Anhu diam, sementara dia ma’shum menurut Anda sekalian, maka mengapa kalian semua berbicara pada hari ini? Apa yang Anda sekalian inginkan dibalik penghidupan api fitnah tersebut? Apakah diamnya Ali Radhiallahu ‘Anhu, yang beliau adalah Imam ma’shum disisi Anda sekalian adalah satu perbuatan yang salah?, sementara perbuatan kalian yang tidak ma’shum telah berbuat benar?
Kemudian, apakah Anda sekalian lebih banyak keberaniannya daripada Ali Radhiallahu ‘Anhu, dan ahlul bait?
Anda dan selain Anda, dari orang-orang yang sok alim, tidak mengetahui bahwa dengan syubhat ini, Anda telah menafikan sikap jantan, dan ucapan hak dari Sang Pahlawan Pemberani Ali Radhiallahu ‘Anhu. Jika tidak demikian, bagaimana dia diam dari penundaan penyelenggaraan jenazah, dan bagaimana dia diam dengan kesibukan mereka untuk mengangkat Khalifah jika dia menyatakan kesalahan perbuatan itu?
Terakhir, bukanlah orang tolol yang menjadikan Abu Bakar sebagai petunjuk, akan tetapi yang tolol adalah orang yang menyia-nyiakan nikmat akal dan menjual agamanya karena untuk mendapatkan sedikit nasi, minyak, dan mie.
Bagaimana pendapat Anda? daripada Anda sibuk mencaci para sahabat dan isteri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lebih baik Anda mencari seseorang yang mau berdialog damai dengan majalah Qiblati. (AR)*