Saturday, May 9, 2015

Tuduhan Keji Syi'ah Terhadap ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha : Ibu tiri jahat dicintai, ibu kandung sayang dijahatin (anak durhaka) cinta buta,sementara kalian bisa menerima kalau istri Nabi Nuh dan Nabi Luth itu kafir

Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi

Syubhat: Ibu tiri jahat dicintai, ibu kandung sayang dijahatin (anak durhaka) cinta buta, mengingkari sejarah.
Jawab: Sesungguhnya saya memohon maaf terhadap seluruh kaum muslimin, karena kami menerbitkan ucapan semacam ini yang menyakiti perasaan Anda semua. Akan tetapi kami menerbitkannya agar kaum muslimin mengetahui tabiat aqidah mereka (orang-orang Syi’ah), dan ajakan sesat mereka, agar tidak tersisa lagi satu alasan bagi seorang pun yang masih berbasa-basi dengan mereka atas nama pendekatan dan toleransi, dan atas nama persatuan dan ukhuwah (persaudaraan). Sesungguhnya orang-orang zindiq tersebut tengah melakukan rancangan-rancangan rahasia dengan menampakkan kecintaan mereka kepada ahlul bait, dan menyembunyikan kebencian mereka kepada para sahabat, dan ummahatul mukminin. Dan pikiran mereka tidak akan menjadi tenang kecuali dengan merusak agama kaum muslimin.
Adapun Anda wahai penanya, fajir, lagi kafir kepada Allah, maka saya katakan kepada Anda, seandainya Anda berada di tengah Bani Israil saat turun kepada mereka ayat, ‘Sesungguhnya Allah memerintah kalian untuk menyembelih sapi betina..’ maka tidaklah mereka itu akan menyembelih selain Anda.
Wahai pendosa, sesungguhnya Allah tidak mengkhususkan ibu kandung saja dengan kedudukan yang tinggi, akan tetapi semua istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab (33): 6)
Anda, wahai pendosa, saat Anda berbuat lancang kepada ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, maka dia bukanlah ibu Anda, dia hanyalah ibunya orang-orang mukmin, sebagaimana disebut nashnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka tidak mungkin bagi ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha menjadi ibunya orang-orang kafir, fajir, lagi zindiq seperti Anda.
Sesungguhnya saya, saat saya keras dalam menjawab penanya semacam ini (tidak lagi tenang dan santun sebagaimana kebiasaan saya), maka bukanlah karena dia kafir kepada Allah dan apa yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam al-Qur`an yang mulia, akan tetapi karena dia telah menyakiti kekasih dan penghulu kita, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, terhadap kehormatan beliau dan keluarganya. Kemudian dia mengklaim dengan dusta bahwa dia cinta kepada Nabii Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ahlul baitnya. Maka dengan mengatas namakan kecintaan kepada ahlul bait, mereka memperdayakan sebagian orang-orang yang lugu, kemudian setelah itu mereka menjadikan kecintaan ini sebagai sarana untuk mencaci maki, dan melaknat para sahabat dan ummahatul mukminin.
Kami memuji Allah, tidak ada yang mengikuti mereka kecuali bodohnya manusia seperti sang penaya yang telah menyia-nyiakan akalnya.
Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari perkara yang Dia telah menguji Anda denganya, dan memberikan keutamaan kepada kami dari banyak manusia yang telah Dia ciptakan.
Syubhat: Mengapa kalian tidak bisa menerima kalau istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu kafir dan pengkhianat, sementara kalian bisa menerima kalau istri Nabi Nuh dan Nabi Luth itu kafir, sesungguhnya kekafiran keduanya bermakna bahwa memungkinkan kekafiran itu juga terjadi pada salah satu istri-istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Jawab: Pertanyaan seperti ini saya terima untuk saya jawab, karena penulisnya adalah bertanya, bukan mencaci, serta melaknat, padahal mungkin saja penanya meyakini kekafiran ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, akan tetapi kami tidak mengetahuinya, karena dia tidak menampakkannya pada pertanyaannya. Maka kami bersedia untuk berdialog dan menjawab penanya seperti ini, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menulis hidayah baginya dan selainnya. Saya akan menjawabnya setelah memohon pertolongan kepada Allah, saya katakan:
Saya mulai dengan mengarahkan sebuah pertanyaan kepada penanya, ‘Bagaimana Anda tahu bahwa istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam itu kafir?’
Tidak diragukan lagi bahwa Anda mengetahuinya dari al-Qur`an yang mulia, yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan di dalamnya bahwa keduanya kafir. Jika demikian, maka apakah al-Qur`an yang mulia itu jelas terang-terangan mengkafirkan salah satu istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Jika Anda beranggapan akan kekafiran ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha atau istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang lain, maka sebutkanlah kepada kami satu dalil yang jelas dari al-Qur`an akan kekafirannya? Mustahil mengqiyaskan kekafiran istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam dengan istri-istri para nabi yang lain. Misal, tidak mungkin dikatakan bahwa istri Ibrahim ‘Alaihi Sallam kafir atau keji, mengapa? Karena tidak ada dalil dari al-Qur`an yang mulia atas hal tersebut. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan kekafiran istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam dan tidak menutupinya, maka tentunya Dia tidak akan lemah untuk menjelaskan dengan terang akan kekafiran selain mereka dari istri-istri para Nabi.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala saat berfirman “…isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” maka Dia tidak mengecualikan seorang pun dari istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka makna tersebut menunjukkan keumumannya, sesuai dengan kaidah ushul bahasa Arab.
Maka apakah di sisi orang-orang Syi’ah ada satu ayat yang membantah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“…isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab (33): 6)?
Atau ayat yang menasakhnya, atau mengecualikan ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha dari ayat tersebut?
Siapa yang memperhatikan kata-kata dan mushthalahat al-Qur`an yang mulia, dia akan mendapatkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersembahkan satu dalil yang agung. Yaitu sebuah mukjizat mematikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dengannya Dia membuka dada orang-orang mukmin. Dan saya nasihatkan kepada para ulama Syi’ah untuk merenunginya.  Yaitu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, di dalam al-Qur`an yang mulia, tidak menggunakan istilah ‘ZAUJAH’ [زَوْجَة = ISTRI] bagi istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam, akan tetapi menggunakan istilah ‘IMRA`AH’ [امْرَأَة = WANITA], Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَاِمْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)”. (QS. At-Tahrim (66): 10)
Tatkala keduanya adalah orang musyrik, maka Allah menamai keduanya dengan sebutan [امرأة], bukan [زوجة]. Demikian pula dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِندَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (QS. At-Tahrim (66): 11)
Maka tatkala Fir’aun adalah orang musyrik dan istrinya adalah seorang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menamainya sebagai [زوجة] bagi suaminya. Maka kita temui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati seorang muslimah, sebagai imra`ah bagi suami kafir, dan mesifati wanita kafir sebagai imra`ah bagi suami mukmin. Maka lafazh al-Qur`an datang dengan penyebutan mar`ah (imra`ah), bukan zaujah.
Di saat menyebutkan istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyatakan keduanya sebagaizaujah maka hal ini karena keduanya bukanlah istri mereka di akhirat. Demikian pula saat menyebutkan istri Fir’aun, Allah tidak menyatakannya sebagai zaujah karena Fir’aun bukanlah suaminya di Akhirat. Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan dengan mutlak pensifatan istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan penyebutan azwaj (bentuk jamak dari zaujah), Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ

“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu …” (QS. Al-Ahzab (33): 50)
Demikian pula dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“…isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab (33): 6)
Ini adalah nash yang qath’i lagi jelas terang dan muhkam yang menjelaskan bahwa seluruh istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tanpa terkecuali adalah ummahatul mukminin. Dan termasuk konsekuensinya adalah siapa yang menolak keibuan salah seorang dari mereka terhadap kaum mukminin, maka sungguh dia telah mengeluarkan diri mereka sendiri dari area orang-orang mukmin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui, lagi Maha Hakim. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi hingga hari kiamat. Oleh karena itu telah ada pada ilmu dan hikmah-Nya bahwa akan keluar dari orang-orang munafik pada setiap zaman yang akan mencela kehormatan ummul mukminin. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pada akhir ayat-ayat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesucian ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha dari tuduhan keji dalam surat an-Nur:

وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُوْلَئِكَ مُبَرَّؤُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“… dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. an-Nur (24): 26)
Kita perhatikan bahwa ayat tersebut disebutkan dengan fi’il mudhari’ yaitu [يَقُوْلُوْنَ = mereka berkata] dan lafazh ini menunjukkan adanya pembaharuan. Dan Allah tidak membantah dengan fi’il madhi [قالو = mereka telah mengatakan], Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin membebaskan ibunda ‘Aisyah dari apa yang telah dikatakan dan yang akan dikatakan atasnya hingga hari kiamat. Ini adalah sebuah persaksian agung bagi as-Shiddiqah yang suci ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengeluarkan setiap orang yang mencelanya dari area kaum mukminin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَن تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nur (24): 17)
Makna hal itu adalah bahwa orang yang mengulang-ulang celaan setelah ayat-ayat bara`ah, maka dia bukan termasuk orang-orang mukmin. Dan termasuk karamah dari as-shiddiqah binti as-Shiddiq ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakannya dan membebaskannya dari apa yang dikatakan oleh orang-orang munafik di kehidupannya. Sebagaimana Allah membebaskannya dari apa yang akan dikatakan oleh orang-orang kafir dan munafik setelah mereka hingga hari kiamat nanti.

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. al-Ahzab (33): 57)

Cukuplah bagi ibunda ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha untuk berbangga, atas pemuliaan Allah kepada Anda. Maka setelah ini semua, apakah layak bagi orang yang pada hatinya masih ada sebiji zarrah keimanan untuk menuduhnya dengan keburukan?! Mudah-mudahan Allah meridhai Anda wahai ibunda kami, dan meridhai Anda.

Syubhat: Istri Nabi jahat akan mendapatkan siksa dua kali lipat. Inilah hikmah ibu tiri itu jahat. Lebih jahat lagi ibu kota perantau. Cintailah ibu kandung (wajib), kasihan yang punya ibu tiri jahat. Ibu tiri jahat koq dicintai, sementara ibu kandung dijahati (anak durhaka), cinta buta, lagi mengingkari sejarah.
Jawab: Inilah satu buah dari sekian buah pengajaran orang-orang syi’ah kepada generasinya di Indonesia. Inilah buah diizinkannya para mahasiswa untuk belajar di negeri syi’ah. Inilah buah diizinkannya pencetakan buku-buku kedengkian dan kebencian. Inilah buah diberikannya kebebasan kepada para da’i syi’ah untuk menghembuskan racun-racun mereka pada tubuh manusia Indonesia yang berbudi dan beradab.
Penanya atau pemilik syubhat yang merana ini, telah menjadi satu korban sebuah dakwah terorganisir untuk merusak manusia. Dengan satu kilo beras, dua kilo gula, sedikit minyak dan sejumlah mi isntan atau dengan beasiswa atau modal usaha atau melancong ke luar negri mereka membeli agama penanya dan banyak yang lain. Lalu mereka menyia-nyiakan agama dan dunia mereka. Seandainya Anda bertanya kepada orang seperti penanya ini akan rincian pokok-pokok ajaran ahlussunnah waljama’ah, dia tidak akan tahu karena kebodohan terhadap agamanya. Hanya saja dia itu adalah buah dari permusuhan jiwa, dan terabaikannya akal yang telah berlumut padanya dan lainnya. Hingga sampai pada tingkatan mencaci dan melaknat para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Na’udzu billah min dzalik.
Para penyokong pikiran rusak di Indonesia dan lainnya ini tidak akan tenang hingga menebarkan kebencian dan permusuhan di antara manusia. Lalu mereka menyebarkan kerusakan di tengah-tengah umat; mencaci para sahabat, mengklaim telah dipalsukannya al-Qur`an (ditambah dan dikurangi oleh para sahabat Nabi), dan menyebarkan perzinaan atas nama kawin mut’ah.
Semua ini mereka lakukan hingga Mahdi al-Muntazhar mereka keluar, dimana dia tidak akan keluar kecuali setelah tersebarnya kerusakan, dan kezhaliman di tengah-tengah manusia, menyebarnya kerusakan di umat ini sesuai dengan periwayatan mereka. Jadi, mereka itu berpahala atas menyebarnya kerusakan mereka. Maka termasuk kemaslahatan mereka adalah merusak umat, dan menyia-nyiakannya. Semua itu mereka lakukan agar Mahdi khayalan yang tidak ada wujudnya- versi mereka- cepat keluar.
Orang seperti penanya (penanggap) yang dungu ini, tidak mengetahui bahwa ucapannya adalah sebuah kekufuran, dan mengeluarkannya dari agama, karena dia telah mendustakan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mensucikan Ummul Mukminin Aisyah dalam kitab-Nya, dan menjadikannya sebagai bacaan suci yang dibaca hingga hari kiamat.
Sesungguhnya permasalahan kita, bukanlah bersama orang-orang sederhana seperti ini, akan tetapi permasalahan kita adalah bersama dengan orang-orang yang membangun kesesatan dan kekufuran kepada Allah di dalam akal-akal mereka. Sesungguhnya saya heran, bagaimana kami telah meminta ulama mereka untuk ikut masuk dalam dialog damai di majalah kita ini, tetapi tidak ada seorang pun dari mereka yang maju. Yang demikian itu -menururut keyakinan kami- karena mereka mengetahui bahwa perlawanan mereka terhadap kami adalah sebuah kerugian. Karena kami adalah ahlul haq dan mereka adalah ahlul batil.
Saya tahu, bahwa tidak ditemukan seorang ulama pun dari mereka di Indonesia. Yang ada hanyalah orang-orang yang mengaku punya ilmu. Saya katakan kepada mereka untuk meminta bantuan kepada orang-orang yang mereka sukai di luar Indonesia, saat itu –dengan izin Allah- kami akan mengobati dada orang-orang mukmin.
Andai saja orang-orang yang jahil itu berfikir, mengapa ustadz-ustadz mereka tidak berani untuk mengadakan dialog ilmiah melalui majalah ini? Demi Allah, yang telah menciptakan langit tanpa tiang, kami akan membuktikan pada semua orang bahwa mereka tidak memiliki ilmu yang benar.
Terakhir, saya katakan kepada penanya/ pemilik syubhat yang polos tersebut, carilah orang yang bisa menghadapi kami dalam dialog, kami akan berterima kasih. (AR)*