Friday, July 17, 2015

Syi’ah Memusuhi Islam Dan Lebih Buruk Tipuannya Dibanding Ahmadiyah

Hasil gambar untuk syiah ahmadiyah

Singapura Perlakukan Syi'ah dan Ahmadiyah Bukan Bagian dari Islam (sama dengan Malaysia dan Brunei).Kapan di Indonesia ?
Dari Sekian Banyak Aliran Sesat, Syiah Paling Berbahaya

Ajaran Syiah Lebih Berbahaya dari Ahmadiyah

Forum Ulama Umat Indonesia menuntut Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan agar melengkapi Peraturan Gubernur nomer 12 tahun 2011 dengan memasukkan ajaran Syiah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai ajaran menyimpang dari agama.
Ajaran Syiah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dituding menyimpang dari agama sebelumnya karena menambah kalimat syahadat dan menganggap murtad muslim yang bukan anggotanya. Menurut Anggota Forum Ulama Umat Islam Deddy Rahman, penyimpangan ajaran Syiah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dianggap lebih berbahaya dibandingkan dengan ajaran Ahmadiyah.
Bahkan Syiah itu kan lebih terang-terangan. Mereka mengeluarkan buletin At Tanwir kan. Ahmadiyah tidak pernah mengeluarkan buletin secara terang-terangan. Jadi sebetulnya lebih berbahaya Syiah dibandingkan dengan Ahmadiyah sebetulnya. Jadi sebaiknya bukan hanya Ahmadiyah, tapi cobalah Syiah juga dibekukan atau pun dipersempit ruang geraknya.
Anggota Forum Ulama Umat Islam Deddy Rahman mempertanyakan keputusan Ahmad Heryawan sebagai Gubernur Jawa Barat, hanya melarang aktifitas Ahmadiyah dan tidak mengusik keberadaan ajaran Syiah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Dia menambahkan Forum Ulama Umat Indonesia akan melakukan pembahasan mengenai keberadaan ajaran Syiah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia pada akhir pekan nanti, sebagai tambahan materi Peraturan Gubernur nomer 12 tahun 2011. (Redaksi HASMI/KBR68H )


Sama-sama sesat, Ahmadiyah lebih berani menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi mereka. Namun tidak demikian dengan syiah, mereka mengatakan bahwa siapa saja yang tidak mempercayai ke 12 imam maka orang tersebut termasuk kafir. Dan anehnya para imam itu tidak didudukkan seperti nabi.

Tidak hanya itu syiah juga mengklaim bahwa imam mereka mengerti akan hal ghaib. Sedang Allah menurut versinya memiliki sifat Ba’da (yang tadinya tidak tahu menjadi tahu). Dengan demikian syiah memposisikan bahwa imam mereka jauh lebih lebih hebat dari Allah SWT. Itulah beberapa penjelasan yang disampaikan oleh Ust Hartono Ahmad Jaiz saat memaparkan tentang kesesatan syiah di depan jamaah pengajian Joglo Arrahmah Laweyan, Rabu malam (23/1/2013).
Dalam kajian tersebut disampaikan berbagai macam kesesatan pemikirian aliran syiah mulai dari sejarah masa lalu hingga saat ini.
Golongan syiah mengatakan bahwa Abu Lu’luah adalah Baba Sujaudin (pahlawan pemberani). Kuburannya yang berada di Iran sangat dikeramatkan. Orang syiah takut jika orang Islam akan mengamuk maka diputuskan bahwa kuburan keramat Abu Lu’luah ditutup sementara.
Ini bisa diartikan bahwa kuburan tersebut adalah aset terbesar bagi orang syiah. Meski bagi umat Islam Abu Lu’luah adalah orang majusi pembunuh Umar Bin Khatab.
Terkait adanya 12 imam syiah. Ust Hartono Ahmad Jaiz mengatakan bahwa hal tersebut fiktif. Karena yang menjadi Imam itu hanya Hasan. Namun mereka langsung memutuskan bahwa ke 12 imam mereka adalah ma’sum.
Kecintaan dengan Abu Lu’luah ini juga disertai dengan doa yang disampaikan orang-orang syiah bahwa mereka semua berharap jika meninggal nanti bisa dikumpulkan dengan Abu Lu’luah.
Dalam kajian tersebut juga dibuka sesi tanya jawab. Muncul pertanyaan dari peserta diantaranya syiah di Iran beda dengan di Indonesia. Lantas Ust Hartono menjawabnya syiah di Sampang Madura yang dikenal dengan nama Tajul Muluk pimpinannya mengatakan bahwa kitab suci Al quran itu tidak murni diturunkan ole Allah SWT namun sudah dimodifikasi oleh para sahabat nabi. Karena pernyataan itulah maka pimpinan Tajul Muluk akhirnya di vonis 2 tahun penjara. Sehingga bisa dikatakan bahwa syiah di manapun sama-sama sesatnya.
Terkait adanya pernyataan bahwa hanya Iran yang berani melawan Amerika. Ustadz pemerhati aliran sesat tersebut menjelaskannya bahwa “Syiah Iran dan Amerika itu sama sama anjing yang bisa saling cakar-cakaran” ujarnya menirukan pendapat seorang syaih dalam sebuah dauroh.
Saat terjadi perang antara Syiah Lebanon dan Israel. Tentara Israel hanya memborbardir kawasan Lebanon yang ditinggali oleh orang-orang Suni. Sedang perkampungan syiah tidak ada yang diserang. Namun hal itu menjadikan kelicikan bagi Hizbullah yang “menjual” perkampungan orang suni untuk meminta bantuan orang-orang Arab dan mencaploknya sendiri.


Syiah lebih berbahaya dan kompleks dibandingkan dengan Ahmadiyah, karena merupakan “virus” yang merusak ideologi masyarakat Islam dan berkembang dengan pesat.
Demikian dikatakan seorang pakar aliran Sesat Ustadz Hertono Ahmad Jaiz saat diwawancarai pada konverensi pers yang diadakan seusai acara Musyawarah Ulama dan Ummat Islam Indonesia ke-2 yang mengambil bahasan “Merumuskan Langkah Strategis untuk Menyikapi Penyesatan dan Penghinaan Para Penganut Syiah”, di mesjid Al Fajr- Cijagra Bandung, Minggu( 22/04/2012)
“Syiah adalah salah satu virus yang merusak ideologi masyarakat islam, mereka berkembang sangat pesat dan cepat , bahkan juga sudah banyak mempengaruhi pola pikir sebagian besar masyarakat kita secara tidak kita sadari. Syiah itu lebih berbahaya dan kompleks dibanding Ahmadiyah “ tutur Ustadz Hertono Ahmad Jaiz.
Dalam acara Musyawarah tersebut diputuskan fatwa sesat Syiah yang dirumuskan oleh FUUI, antara lain ; Pertama, Pribadi/kelompok yang meyakini, mengajarkan dan menyebarkannya secara keseluruhan maupun sebagian dari faham Syiah di atas, yang meyakini dirinya pengikut syiah maupun tidak, adalah sesat dan menyesatkan serta berada di luar Islam, dan yang Kedua, Umat Islam wajib membatasi interaksi, baik pribadi maupun kelompok dengan pengikut faham Syiah untuk menghindarkan diri dan keluarga dari pengaruh ajaran sesat mereka.
Dengan diputuskannya Fatwa tersebut, FUUI meminta Pemerintah Indonesia berkewajiban mengambil tindakan terhadap pribadi maupun kelompok Syiah, karena telah menodai kemurnian ajaran Islam sekaligus untuk menghindarkan konflik yang lebih besar sebagaimana terjadi di negara-negara lain. (*) Ust. Hertono Ahmad Jaiz : Syi’ah lebih bahaya dari Ahmadiyah
Minggu, 22 April 2012 00:00 Red. SuaraJabar.Com

Pakar Sebut Syiah Lebih Berbahaya dari Ahmadiyah

Syiah yang berangkat dari akidah Imamiyah, Syiah tidak cukup hanya sebatas mendakwahkan akidah Syiahnya yang menyesatkan, tetapi juga berupaya ingin menguasai bumi Ahlus Sunnah
Pakar Syiah, Haidar Bawazir mengatakan bahwa bahaya Syiah jauh lebih besar dibandingkan Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya.
“Aliran Ahmadiyah hanya sebatas mendakwahkan aqidah yang mereka yakini supaya umat mau mengikutinya (mencari pengikut,red),” kata Haidar dalam acara Tabligh Akbar bertajuk “Kokohkan Ahlus Sunnah Wal Jamaah Menjaga NKRI Dari Bahaya Syiah” di Wisma Andini Jalan Munggang No.25, Jakarta belum lama ini.
Namun, sambung Haidar, berbeda dengan Syiah yang berangkat dari akidah Imamiyah, Syiah tidak cukup hanya sebatas mendakwahkan akidah Syiahnya yang menyesatkan, tetapi juga berupaya ingin menguasai bumi Ahlus Sunnah dimana ketika kekuasaan sudah ditangan Syiah maka semua harus tunduk kepada Syiah tanpa terkecuali.
Dalam acara tersebut turut hadir pembicara lainnya; Habib Ahmad bin Zein al-Kaaf (Dewan Syuro Aliansi Nasional Anti Syiah), DR. H. Abdul Chair SH, MH, MM (Anggota Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat) dan Munarwan, SH (Advokad Hukum).
Sebagaimana diketahui acara tersebut awalnya dijadwalkan akan digelar di masjid Fatahillah Jalan Bulak Rantai Keramat Jati. Namun, setelah pihak DKM mendapat tekanan kelomoik Syiah dan pihak Koramil akhirnya panitia mendapatkan arahan dari Kepolisian untuk mengalihkannya di Wisma Andini, yang mana tempat tersebut justru merupakan wilayah jantungnya Syiah di Jakarta. [Baca: Dihalangi, Acara Tabligh Akbar Aswaja Sukses Digelar Di Wilayah Jantung Syiah]
Dari pantauan awak hidayatullah.com di lokasi tabligh akbar berlangsung dengan lancar dan sukses meski ada beberapa jama’ah Syiah yang ikut menyusup ke dalam dan sebagian memberikan tekanan sebelum acara dimulai.*

Mengapa Syiah Lebih Kenyal Ketimbang Ahmadiyah?

Insiden penyerangan kelompok Syiah ke perkampungan Muslim Az Zikra pada Rabu (11/2) malam menambah panjang catatan aksi brutal kelompok Syiah. Sebelumnya, beberapa insiden serupa terjadi di Sampang, Jember dan Masjid-Masjid berbagai daerah yang mendapat teror dari kelompok Syiah ketika akan mengadakan acara yang membongkar kesesatan Syiah.
Keterlibatan ormas FBR (Forum Betawi Rempug) bersama kelompok Syiah bukan kali pertama. Belum lama ini pada akhir Januari 2015 sebuah Masjid di Sentul diserang dan diancam agar membatalkan acara yang membahas seputar kesesatan Syiah. Aksi-aksi kelompok Syiah dengan melibatkan ormas FBR telah terjadi beberapa kali dalam skala kecil, penyerangan ke kampung Muslim Az Zikra menjadi besar karena disana ada tokoh kharismatik yaitu Ust. Arifin Ilham.
Umat Islam kembali dibuat resah dengan insiden yang melibatkan 40 orang preman dan penganut Syiah itu.
Mencermati insiden serangan kelompok Syiah kita perlu mengingat satu aliran sesat yang serupa dengan Syiah yaitu Ahmadiyah. Pada 2008 lalu terjadi 2 insiden penyerangan kepada Ahmadiyah di Parung dan Monas. Setelah terjadi 2 insiden tersebut isu Ahmadiyah menjadi isu nasional hingga menggerakkan pemerintah untuk mengeluarkan peraturan khusus untuk menertibkan Ahmadiyah.
Selain itu, dua insiden Ahmadiyah tersebut juga melahirkan “garis tegas” antara umat Islam secara umum dan Ahmadiyah. Umat Islam sepakat kesesatan Ahmadiyah baik kalangan ulamanya maupun awamnya, sampai pada kesimpulan jika ada pihak-pihak mengatasnamakan Islam yang membela Ahmadiyah maka pihak-pihak tersebut adalah pihak yang menyimpang dari Islam sebagaimana Ahmadiyah. Nah, mengapa insiden demi insiden yang terkait dengan aliran sesat Syiah tidak melahirkan situasi dan kondisi seperti Ahmadiyah ?.
Sebagian orang mungkin akan menjawab sederhana bahwa kasus Ahmadiyah dan Syiah berbeda jika dilihat dari beberapa sisi. Hanya saja yang penting jadi sorotan adalah kedua kasus tersebut baik Syiah maupun Ahmadiyah merupakan bentrokan antara umat Islam dan aliran sesat yang merusak Islam.
Mengapa output antara insiden Ahmadiyah dan Syiah berbeda dari sisi sikap umat Islam dengan segenap elemen-elemennya baik ulama maupun awamnya ? Jawabannya adalah karena Syiah memiliki strategi yang lebih matang ketimbang Ahmadiyah dengan menempatkan “agen plat merah” dan “agen swasta” di tengah-tengah umat Islam.
“Agen plat merah” dan “agen swasta” Syiah tersebar di tengah-tengah umat dari akar rumput, ormas,  organisasi kemahasiswaan, lembaga kemanusiaan sampai partai politik.
“Agen plat merah” adalah orang-orang yang secara jelas dan nyata-nyata mengaku sebagai penganut Syiah dengan berbagai latar profesi dan mendakwahkan ajaran Syiah.
“Agen swasta” adalah orang-orang yang tidak mengaku penganut Syiah atau bahkan sesekali ikut mengecam Syiah, bukan anggota ormas Syiah, namun secara konsisten menyerukan ide-ide, cara berfikir, propaganda dan opini Syiah kepada umat Islam sehingga mendukung dakwah Syiah.
“Agen plat merah” relatif lebih mudah untuk diatasi karena jelas menunjukkan identitas Syiah dan menjalankan kesesatannya, sementara  yang menjadi masalah serius adalah “agen swasta” yang samar bergentayangan bahkan sebagaiannya memegang posisi prestisius di mata umat Islam seperti tokoh ormas, aktivis dakwah amar ma’ruf nahi munkar, aktifis kemanusiaan Islam, dan lain-lain.
Posisi para “agen swasta” ini mengamankan posisi para “agen plat merah” dan gerakan-gerakan Syiah, sesekali mereka memberi ruang publik untuk Syiah menjajakan ajarannya seperti melalui mimbar masjid, media online, radio dan sarana lain.
Kelompok Syiah sukses merekrut dan atau memanfaatkan para “agen swasta” ini, walau secara zhahir mereka bukan penganut Syiah. Kelompok-kelompok Syiah mengikat para “agen swasta” ini dengan berbagai cara, diantaranya dengan pemberian materi berupa fasilitas rumah, masjid, tempat majelis taklim, kantor, dana sosial, dana kemanusiaan dan sejumlah pemberian-pemberian materi lain.
Para “agen swata” ini seakan tertawan dan dibuat berhutang budi dengan kelompok Syiah sehingga mereka membalas budi orang-orang Syiah ini dengan pembelaan baik langsung maupun tidak langsung kepada Syiah. Pola hubungan ini memang kompleks untuk diurai tetapi semuanya bisa nampak jelas terasa dan terjadi hari ini di tubuh umat Islam Indonesia.
Penjabaran di ataslah yang menjadi faktor penghambat utama isu aliran sesat Syiah sampai hari ini belum melahirkan “garis tegas” di tengah umat Islam antara umat itu sendiri dan Syiah. Isu Syiah belum bisa mendorong pemerintah untuk mengeluarkan aturan sebagaimana yang terjadi pada Ahmadiyah. Sekadar fatwa MUI Pusat saja belum bisa dikeluarkan. Padahal insiden yang melibatkan aliran sesat Syiah sudah terjadi berkali-kali.
Akar masalahnya adalah tidak ada “garis tegas” pemisah antara umat Islam dan penganut aliran sesat Syiah. Sehingga sulit untuk “meng-Ahmadiyah-kan” Syiah.
Langkah-langkah elemen umat Islam diantaranya melalui wadah ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) sudah cukup baik menembus DPR RI. Namun langkah strategis untuk melawan para “agen swasta” Syiah tidak kalah penting guna memuluskan jalan membasmi Syiah.
Umat Islam sekarang harus sadar memilah, mewaspadai, mengantisipasi dan melawan dengan cara tepat nan akurat para “agen swasta” Syiah guna memuluskan jalan menuju Indonesia bebas dari aliran sesat bernama Syiah.
Usyaqul Hurr


Pada acara seminar Koepas “Syiah, Antara Gerakan Politik dan Agama” selain Ustadz Abu Qotadah, hadir pula Buya Risman Muchtar, Ketua Harian PW Muhammadiyah DKI Jakarta. Buya Risman yang bertindak sebagai narasumber menyatakan bahwa Syiah muncul pertama kali dalam bentuk gerakan politik (dendam politik), yang kemudian akidah dan doktrinnya disesuaikan dengan tujuan politik Syiah. Beliau mengatakan: “Akidah Syiah disesuaikan dengan kepentingan politik, seperti mengkafirkan para sahabat dan istri-istri Nabi. Ini adalah dendam politik yang kemudian menjadi akidah dan doktrin pokok Syiah.”  

Menurut Buya Risman, Syiah telah menyimpang dan menistakan agama Islam dan sepanjang sejarah, Syiah selalu memusuhi Ahlus Sunnah. “Saya tidak setuju polarisasi Syiah-Sunni, karena Syiah bukan bagian dari Islam dan selalu memusuhi Ahlus Sunnah, mereka selalu menistakan dan berusaha merusak tatanan ajaran Islam,” ujarnya. 

Meski Syiah telah nyata kesesatannya, tokoh Muhammadiyah kelahiran Padang ini sangat menyayangkan banyak para tokoh Islam yang tidak tegas. “Masih banyak tokoh Islam yang belum berani dengan tegas menyatakan Syiah sesat, termasuk sebagian anggota MUI,” terangnya.

 Adanya beberapa Ulama yang menilai perbedaan Sunni-Syiah hanya masalah furu’iyah, tokoh Muhammadiyah Jakarta ini memberikan catatan khusus padanya. “Ada ulama yang memandang perbedaan Sunni-Syiah adalah dalam masalah ijtihadiyah, ini adalah keliru, perbedaan Sunni-Syi’ah adalah dalam perkara ushul (pokok agama),” tegasnya. 

Buya Risman menilai Syiah jauh lebih sesat dari Ahmadiyah. “Ahmadiyah itu meyakini dan memiliki 1 nabi (palsu) , maka Syiah meyakini adanya 12 nabi setelah nabi Muhammad (yaitu imam-imam mereka yang berjumlah 12 dan dianggap makshum karena memiliki otoritas untuk menentukan syariat-syariat ajaran mereka). Oleh karena itu,Syiah jauh lebih sesat dan jahat dari Ahmadiyah,” tandasnya.

Beliau mengakhiri penyampaiannya dalam seminar kali ini dengan kembali menegaskan bahwa Syiah adalah sebuah gerakan politik yang akidahnya disesuaikan dengan kepentingan politik mereka.

LPPI : Syiah lebih berbahaya dari Ahmadiyah

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI)  ustadz Amin Jamaludin menyatakan bahwasanya ajaran Syiah tingkat ancamannya lebih besar dibandingkan ajaran Ahmadiyah di Indonesia.
“Syiah itu lebih berbahaya dari Ahmadiyah , karena Syiah bicara politik sedangkan Ahmadiyah tidak” kata Ustadz Amin kepada arrahmah.com, Jakarta, Senin (3/9).
Lanjutnya, karena dalam keyakinan kaum Syiah kedatangan Imam ke-12 yang dinanti-nantikan Syiah karena dianggap membawa keadilan bagi mereka, hanya akan datang tatkala syiah sudah mendominasi dunia.
“Menurut keyakinan Syiah, Imam Mahdi al Muntazhar kembali ketika Syiah sudah menguasai politik seluruh dunia” ujarnya.
Sehingga, menurutnya eksistensi ajaran syiah sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI .” Karena Syiah termasuk ideologi makar” tukas peneliti aliran-aliran sesat di Indonesia ini.
Lebih dari itu, Ustadz Amin menjelaskan dalam sejarah setiap negara yang terdapat syiah disana selalu terganggu stabilitasnya.
“Syiah ada 15 % saja negara itu tidak akan aman.. ribut mulu, bagaimana jika sudah 50 : 50” tandasnya. (bilal/arrahmah.com)

WASPADAI ALIRAN SYIAH DAN AHMADIYAH

Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, adalah nama agama yang resmi diberikan oleh Allah SWT di dalam Alquran. Islam yang dibawa oleh Rasulullah tidak mengajarkan umatnya untuk mengikuti salah satu golongan madzhab tertentu yang akan datang kemudian setelah wafatnya Rasulullah. Maksudnya, ajaran Islam tidak mengenal istilah Syiah, Ahmadiyah, Sunni, maupun lainnya. Islam ya Islam, tidak ada embel-embelnya. Embel-embel seperti Syiah, Ahmadiyah, Sunni, maupun lainnya muncul disebabkan oleh keyakinan yang bersandar pada madzhab tertentu. Padahal masing-masing dari pendiri/pencetus madzhab tersebut adalah manusia biasa yang pastinya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Sebut saja madzhab Syafi'i, Maliki, Hambali, Hanafi, Ja'fari, Ismailiyah, Zaidiyah, Khawarij, dan lain-lain, masing-masing dari mereka memiliki kekurangan dan kelebihan. Jadi, keyakinan yang hanya mendasarkan pada salah satu madzhab saja justru bisa menjerumuskan kita pada kesesatan yang nyata. Sebagai manusia yang berakal dan seiring berkembangnya zaman, seharusnya kita bersikap komprehensif dan tidak meyakini salah satu madzhab saja, tapi harus bisa mengintegrasikan dan menginventarisir ajaran-ajaran dari semua madzhab yang ada untuk dijadikan pedoman keyakinan kita dalam beragama Islam secara benar dan seragam karena masing-masing madzhab tersebut sudah barang tentu memiliki kekurangan/kesalahan dan kelebihan/kebenaran.

Seperti diketahui, mayoritas penganut Syiah hanya mendasarkan keyakinannya pada madzhab Ja'fari atau Itsna Asyariyah (Dua Belas Imam atau Imamiah) dan menolak madzhab-madzhab yang lain. Mereka meyakini bahwa imamah merupakan penunjukan langsung dari Tuhan sebagaimana halnya dengan kenabian. Mereka juga mengklaim sebagai pengikut Ahlul Bait (keluarga nabi) dan hanya mengakui hadits-hadits yang berasal dari Ahlul Bait. Padahal saksi mata kehidupan Rasulullah tidak hanya Ahlul Bait tapi juga banyak kaum muslimin yang bersama-sama dengan beliau pada waktu itu, sehingga seharusnya informasi tentang ajaran Rasulullah tidak hanya berasal dari Ahlul Bait, tapi juga dari siapapun yang menyaksikan kehidupan beliau. Ironisnya, Syiah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Padahal Aisyah, anak Abu Bakar, adalah istri Rasulullah sedangkan Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah sahabat dekat Rasulullah yang tentunya menjadi saksi langsung kehidupan Rasulullah. Penganut Syiah menolak hadits-hadits dari mereka bukan atas dasar rasionalitas tapi semata-mata berdasarkan kebencian. Penolakan ini jelas tidak masuk akal, bagaimana mungkin Aisyah yang menjadi istri Rasulullah yang notabene hidup serumah dengan Rasulullah tapi hadits-hadits darinya ditolak? Seharusnya kita justru menggali informasi sebanyak-banyaknya dari istri-istri dan para sahabat Rasulullah serta kaum muslimin yang semasa hidupnya bersama-sama dengan Rasulullah bukan malah menolaknya karena alasan kebencian atau lainnya. Sebagai akibat dari penolakan-penolakan ini, informasi tentang ajaran Islam yang dihimpun penganut Syiah menjadi sangat sedikit dan praktis hanya terfokus pada informasi dari madzhabnya saja, sehingga pada akhirnya dalam pemahaman beragama Islam menjadi sempit dan menyimpang.

Berbeda dengan Syiah, faham Ahmadiyah menerima hadits-hadits dari berbagai sumber dan madzhab. Sayangnya, Ahmadiyah membanggakan dirinya dengan mengikuti ajaran seseorang yang sangat kontroversial yang mengklaim dirinya sebagai nabi, mujaddid, dan Isa Almasih. Orang itu adalah Mirza Ghulam Ahmad, sang pendiri aliran Ahmadiyah, seorang yang berasal dari Qadian, India. Dia memproklamasikan dirinya sebagai nabi yang konon tidak membawa syariat baru, padahal ajaran-ajarannya dalam kitab Tadzkirah jelas-jelas memuat banyak ajaran baru. Dia juga menyatakan dirinya sebagai penjelmaan Isa Almasih atau Almasih yang dijanjikan sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah dalam sebuah hadits. Para penganut ajaran Mirza Ghulam Ahmad inilah yang kemudian disebut sebagai penganut Ahmadiyah. Di negeri kelahirannya, ajaran Ahmadiyah ditolak dan sulit berkembang karena mendapat banyak tentangan dari umat muslim di sana. Mayoritas ulama di dunia telah sepakat bahwa ajaran Mirza Ghulam Ahmad adalah sesat dan menyesatkan.

Adapun istilah Sunni, semata-mata muncul untuk membedakannya dengan golongan Syiah dan Ahmadiyah. Sunni, yang merupakan golongan mayoritas, menerima semua hadits, informasi, dan referensi dari berbagai sumber secara lebih komprehensif dan adil. Tidak membeda-bedakan atau mengutamakan sumber-sumber tertentu. Perbedaan di dalam Sunni lebih pada masalah penafsiran, bukan pada ajaran madzhab tertentu yang diyakini secara membabi buta tanpa mau mengkonfirmasi dengan sumber-sumber atau madzhab-madzhab yang lainnya. Semua madzhab pasti bersumber pada ajaran Rasulullah meskipun informasi yang sampai boleh jadi keliru, itu hal yang wajar, karena manusia adalah makhluk yang sering lupa dan salah. Oleh karenanya, sudah seharusnyalah umat muslim mengikuti ajaran Rasulullah dari manapun sumbernya, sepanjang sumber-sumber tersebut saling mendukung atau terkait satu dengan yang lainnya dan tidak bertentangan dengan Alquran. Tidak seperti golongan Syiah dan Ahmadiyah yang sangat bangga memakai atribut dan embel-embel Syiah dan Ahmadiyah di mana saja mereka berada (tidak hanya di internet), demi mengedepankan faham yang dianutnya. Setiap tahun di awal bulan Muharram para penganut Syiah merayakan hari Asyura untuk memperingati wafatnya cucu Rasulullah, Hussein bin Ali, dengan tidak sedikit dari mereka yang melukai badannya sendiri yang tentu saja ini merupakan kegiatan melampaui batas yang dilarang dalam Alquran. Di lain pihak, foto Mirza Ghulam Ahmad, sang pendiri Ahmadiyah, tidak hanya dipajang di situs-situs internet Ahmadiyah, tapi juga di masjid-masjid dan rumah-rumah pengikutnya. Akhirnya, tidaklah terlau berlebihan kiranya jika kita harus mengatakan bahwa aliran/ajaran Syiah dan Ahmadiyah adalah sesat dan harus segera ditinggalkan.

Ber-Islam-lah secara universal, hindari meyakini madzhab atau golongan tertentu, cukuplah Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, sebagai satu-satunya suri tauladan bagi umat Islam!

Kenapa syi’ah diizinkan mendirikan sekolah tinggi 
di Jakarta?

Syi’ah itu memusuhi Islam dan lebih buruk tipuannya terhadap Islam dibanding Ahmadiyah. Karena Ahmadiyah, bagi Ummat Islam mudah diketahui karena mereka memiliki pemimpin yang mengaku nabi, sehingga Ummat Islam faham bahwa itu nabi palsu, maka jelas sesat. Tetapi Syi’ah hanya mengaku memiliki imam, sehingga Ummat Islam banyak yang menganggapnya biasa saja, karena memang dalam Islam, lafal imam itu tidak masalah. Beda dengan nabi palsu. Hanya saja ternyata yang diklaim sebagai imam dalam syi’ah itu lebih tinggi maqamnya/ kedudukannya dibanding nabi-nabi, bahkan maqamnya tidak dapat dijangkau oleh malaikat muqarrabin sekalipun. Bahkan imam mereka dianggap maksum, dan derajatnya melebihi Allah Ta’ala, karena Allah dianggap memiliki sifat bada’ yaitu tadinya tidak tahu, kemudian baru tahu ketika ada kejadian. Sedang imam syi’ah dianggapnya tahu hal ghaib. Ini jelas amat sesat:
1.Lebih buruk dari nabi palsu tapi tidak dengan sebutan nabi.
2.Ummat Islam tidak mudah mengerti kesesatannya karena sebutannya hanya imam, namun sejatinya difungsikan sebagai orang yang melebihi nabi.
3. Jadi, tipuannya lebih sangat menipu.
Sayangnya, untuk melancarkan tipuan terhadap Ummat Islam itu, ada pihak-pihak yang ikut nimbrung bersama syi’ah sebagai penipu Ummat Islam, hingga ada yang member izin didirikannya sekolah tinggi syi’ah di Jakarta, dan bahkan unsur MUI pun kerjasama dengan lembaga syi’ah di luar negeri, serta ada yang tertangkap basah punya perjanjian kerjasama dengan lembaga syi’ah di Iran lalu ketahuan dan tidak mengaku tapi setelah dibawa buktinya, Said Aqil Siradj ketua umum NU baru tidak dapat berkelit lagi, maka dibatalkanlah kerjasama dengan aliran syi’ah perusak Islam itu oleh NU.
Berikut ini pantas kita simak:
Diresmikan, Sekolah Tinggi Filsafat Sadra (Filosof Syi’ah) di Jakarta
§  Dinilai dekat dengan aliran sesat Syi’ah
§  Beberapa pengajarnya lulusan Iran
§  Untuk mengajarkan tentang idiologi adanya Al Qur’an versi Syi’ah?
§  Mengaku sempat terseok-seok selama dua tahun akibat kendala perizinan, akhirnya Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STIF) Sadra resmi berdiri tahun ini.
§  Lembaga yang berdiri di bawah naungan Yayasan Hikmat Al Mustafa Jakarta ini diresmikan oleh Prof. M. Zein, selaku pewakilan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kemenag.
§  Dalam pernyataannya, M. Zein sempat memberikan apresiasi terhadap sekolah filsafat ini. Ia bahka berharap STFI Sadra dapat menjadi kebanggaan umat Islam dalam mempelajari filsafat, al-Qur’an dan Hadits.
§  “Rasulullah bersabda ambillah hikmah dar imanapun asalnya,” ujarnya saat launching di Gedung Sucofindo, Jakarta Selatan, Kamis, (12/07/2012) kemarin.
§  Acara dihadiri oleh Wakil Menteri Agama, Prof Dr Nasarudin Umar dan Perwakilan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Prof M. Zein. Juga dihadiri Dewan Penyantun STFI Sadra, Prof. Umar Shihab, Ketua STFI Sadra Umar Shahab dan Direktur Mizan Dr Haidar Bagir,  dan sejumlah pembicara beserta undangan.
§  Sementara itu Profesor Ahmad Fazeli, Ketua Yayasan Hikmat Al Mustafa turut berterimakasih kepada Kementerian Agama (Kemenag) yang mengeluarkan izin sekolah filsafat ini. Ia berharap smoga STFI Sadra memberikan sumbangan pemikir bagi perkembangan negeri ini.
§  Beberapa dosen di Sekolah ini di antaranya Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara, Prof Dr. Abdul Hadi MM, Dr. Haidar Bagir (Mizan), Dr Umar Shahab, Dr. Muhsin Labib, Dr. Zainal Abidin Bagir (Center for Religious and Cross-Cultural Studies/CRCS), Dr Donny Gahral Adaian, Prof. Dr Rosikhon Anwar (Guru Besar Ilmu Al-Quran UIN Sunan Gunung Djati Bandung) juga Dr. Khalid Walid, alumnus dari Hawzah Ilmiah Qom, Iran.
§  Ahmad Jubaili, Ketua Tim Perumus Kurikulum dikutip radio Iran, IRIB, mengatakan, kuliah yang disusun dirancang secara integral, saling terkait. Kampus ini menurutnya merupakan tempat kajian ilmiah yang merujuk pada Filsafat Mulla Sadra yang mampu menggabungkan seluruh pendekatan keilmuan, terutama teologi, filsafat dan Tasawuf.
§  Mulla Shadra mempunyai nama lengkap Shadr al Din Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Yahya Qawami al Syiraz, seorang filsuf terbesar mazhab Syiah Imamiyah.
§  Sekolah ini dikembangkan dengan model boarding (berasrama) yang direncanakan menampung setiap tahun 80 mahasiwa laki-laki dan perempuan yang direkruit secara ketat dari sekolah terbaik (SMA, Pesatren) di seluruh Indonesia. Mahasiswa yang lulus seleksi di beri beasiswa secara penuh selama  7 tahun.
§  Sementara itu, Fahmi Salim, MA, Wakil Sekjen Majelis (Waskjen) Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, serta Komisi Pengkajian di MUI Pusat mengatakan, dari bentuknya, lembaga ini dinilai dekat dengan Syiah.
§  “Karena selama ini, gerakan Syiah masuk melalui filsafat,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Jumat (13/07/2012) siang.*
§  Rep: Pizaro
§  Red: Cholis Akbar
§  Jum’at, 13 Juli 2012
§  Hidayatullah.com— Berdiri Sekolah Tinggi Filsafat Islam Pertama, Dinilai “Berbau” Syiah.
§  Beberapa pengajarnya lulusan Iran
§  Menandai peluncuran, STFI Sadra membuka dua program studi yakni Filsafat Islam dan Ilmu Qur’an dan Tafsir. Pada angkatan pertama sekolah yang berlokasi di Jalan Pejaten Raya ini menampung 80 mahasiswa baik jalur beasiswa maupun berbayar.
§  Beberapa pengajar dalam sekolah tinggi filsafat ini adalah lulusan Iran. Di antaranya, Dr. Khalid Walid, alumnus dari Qom dengan desertasinya “Pandangan Eskatologi Mulla Shadra”. Walid juga Wakil Ketua Yayasan Hikmat Al-Mustofa Jakarta. Pengajar lain juga ada Abdullah Beik, MA, lulusan Qom tahun 1991.
§  Sementara masuk dalam kepengurusan STFI Sadra, antara lain; Dr Umar Shahab, MA (Ketua Prodi Filsafat Agama STFI Sadra), Dr. Haidar, MA (Ketua Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir), Dr. Kholid Walid, MA (Wakil Ketua Yayasan Hikmat Al-Mustofa Jakarta), Abdullah Beik, MA (Dosen STFI Sadra Jakarta, tulis arrahmah.com.
§  Untuk mengajarkan tentang idiologi adanya Al Qur’an versi Syi’ah?
§  STIF Sadra ini ada Dr. Haidar, MA yang jadi Ketua Prodi –program studi– Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Beberapa waktu lalu orang itu pernah polemic di Republika, mengenai Syi’ah dan kaitannya dengan Al-Qur’an.
§  Untuk mengungkap ideology Haidar Baqir dilihat dari tulisannya, maka berikut ini kami tampilkan tanggapan Dr Arifin Baderi alumni Jami’ah Islamiyah Madinah.
§  Inilah tanggapan beliau terhadap tulisan Haidar Baqir.
***
Syi’ah Memusuhi Islam

Di tengah keprihatinan dunia Islam karena Syi’ah di Iran merusak tempat Ibadah Ummat Islam (Sunni) di Teheran dan imamnya ditangkap. Bahkan Syi’ah di Iran dalam memusuhi Islam melebihi negeri-negeri kafir, karena di hampir setiap ibukota negeri kafir pun ada masjid untuk Ummat Islam (Sunni). Namun di Teheran Ibuktota Iran tidak boleh ada masjid Ummat Islam (Sunni). Ketika ada tempat ibadah Ummat Islam Sunni maka diserbu.
Pemerintah Iran menyerbu tempat ibadah kaum Muslim Sunni di Teheran pada hari Ahad lalu (6/2), di mana mereka menyegel rumah dan menangkap Imam masjid, Syaikh Ubaidullah Musa Zadih.
Kaum Sunni di Iran tidak diizinkan untuk membangun sebuah masjid di Teheran. (nahimunkar.com,Aparat Iran Segel Tempat Ibadah Kaum Sunni di Teheran dan Menahan Imam, February 11, 2011 10:44 pm, إغلاق مصلّى لأهل السنة في طهران واعتقال إمام جماعته,http://www.nahimunkar.com/aparat-iran-segel-tempat-ibadah-kaum-sunni-di-teheran-dan-menahan-imam/#more-4202
Yang lebih menyedihkan terutama bagi Ummat Islam Indonesia, di saat Ummat Islam (Sunni) dimusuhi oleh syi’ah di pusatnya di dunia yakni Iran, justru oknum MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat berbangga bekerjasama dengan Iran dalam bidang riset/ penelitian (agama). Surat kabar yang mewawancarainya (Republika) pun tampak membeberkan dengan lantangnya.
Sebagian wawancara Republika dengan orang MUI sebagai berikut:
MUI telah mencoba melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan organisasi-organisasi Islam di luar negeri.
Beberapa waktu lalu, kami diundang ke Irak dan telah menandatangani kerja sama dengan Pusat Kajian Alquran di Irak yang berpusat di Karbala. Walaupun berbeda mazhab, kita ingin sama-sama sharing untuk meningkatkan metodologi hafalan Alquran. Kami bertemu dengan tokoh di Irak, baik Suni maupun Syiah. Bahkan, mereka sangat mengapresiasi kunjungan kita ke Irak di tengah-tengah situasi kemanan yang menurut berita internasional kurang kondusif.
Kita ingin menjalin kerja sama dengan umat Islam walaupun berbeda aliran/mazhab. Kita sadar bahwa musuh-musuh Islam selalu berupaya melemahkan Islam dengan mengadu domba antara Syiah dan Sunni. Kita tak mau itu terjadi. Syiah itu tak seperti Ahmadiyah karena Syiah adalah mazhab yang diakui dunia Islam.
(Pada bagian lain dikemukakan):
MUI juga akan melakukan riset bersama di Iran tentang peradaban Islam. Mereka bisa melakukan riset mengenai peran MUI dalam merekatkan ukhuwah Islamiyah dan ormas-ormas Islam di Indonesia. (Republika, KH Muhyiddin Junaidi MA, Umat Harus Waspadai Konspirasi Musuh
Minggu, 13 Februari 2011 pukul 11:47:00).
Bagaimana tidak meleknya itu orang MUI padahal Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri. Ketika Ummat Islam sedunia prihatin dengan jahatnya Syi’ah di Iran terhadap Ummat Islam (Sunni), sampai mendirikan masjid saja dilarang, lalu shalat di rumah-rumah secara berjama’ah juga diserbu lalu imamnya ditangkap dan tempat ibadahnya disegel, lha kok MUI malah membanggakan gandeng tangannya dengan Iran yang memusuhi Islam. Bahkan menipu Ummat bahwa Syi’ah itu madzhab yang diakui dunia Islam. Padahal dunia Islam memahami bahwa syi’ah itu adalah terhitung induk kesesatan.
Tampaknya akhir-akhir ini isi dan lakon MUI Pusat sangat mengecewakan bagi Ummat Islam yang masih punya ghirah Islamiyah. Ada tokoh MUI yang memasukkan dengan sengaja orang dari aliran yang difatwakan sesat oleh MUI ikut rapat dalam Munas di Pondok Gede Jakarta Januari 2011. Ada yang memberi sertifikat bahwa satu lembaga training terkemuka –yang telah difatwakan sesat menyesatkan oleh mufti di Malaysia– adalah sesuai syari’at. Padahal masyarakat banyak yang tahu bahwa lembaga training itu jelas banyak menyimpang dari aqidah Islam, memaknai Asmaul Husna semaunya, dan menafsirkan ayat Al-Qur’an semaunya. Bahkan mengkombinasikan aqidah Islam dengan ajaran lain (menurut penelitian seorang yang tinggal di Belanda, berkaitan dengan ajaran sinkretisme NAM –New Age Movement). Namun oleh MUI dianggap sesuai syari’at.
Masih ditambah lagi dengan oknum MUI yang lain lagi dan duduk di kursi Ketua MUI, membanggakan kerjasamanya dengan pihak (syi’ah) Iran yang jelas-jelas memusuhi Islam bahkan melebihi orang-orang negeri kafir.
Bagaimana Syi’ah di Indonesia
Perlu diketahui, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di Jakarta, sebelum tahun 2000 telah menerbitkan buku tentang ratusan ulama yang dibantai di Iran zaman kekuasaan Khumeini, dan masjid-masjid Ahlis Sunnah yang dihancurkan di Iran. Daftar nama para Ulama Sunni yang dibantai dan masjid-masjid Sunni yang dihancurkan itupun dicantumkan dengan jelas disertai riwayat singkatnya.
Sebegitu ganasnya kebengisan Syi’ah di Iran terhadap para Ulama Sunni, Masjid-masjid Sunni; bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/ referensi) Sunni pun dibersihkan alias dimusnahkan. Namun anehnya di Indonesia, perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru menerima dengan welcome terhadap referensi dari Iran, bahkan Iran telah memiliki 12 Iranian Corner di perguruan-perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah di Indonesia. Perpustakaan-perpustakan Iran di perguruan tinggi Islam di Indonesia yang berjumlah 12 temnpat itu alhamdulillah telah dimusnahkan oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian Corner yaitu di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena musibah jebolnya tanggul Situ Gintung di Cierendeu Tangerang Banten, Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul Akhir 1430H/ 27 Maret 2009.
Rector UMJ tampak meratapi karena kerugiannya mencapai 9-10 miliar rupiah, di antaranya Iranian Corner itu. Kalau memang dia sayang-sayang terhadap Islam Sunni, maka barangkali mau mengingat Allah, mengakui bahwa jelas di antara upayanya itu adalah menyuntikkan kesesatan dan penyesatan. Sehingga kalau mau sadar, maka rector UMJ maupun Muhammadiyah justru perlu memikir ulang, menimbang-nimbang lagi, apakah tidak besar madharatnya dengan menerima Iranian Corner di berbagai Universitas Muhammadiyah itu. Namun kalau cara berfikirnya model mantan rector UMS Malang, Malik Fajar, apalagi hanya buku-buku dari Iran, sedang buku-buku dari Israel pun dia terima sejak kira-kira tahun 1995-an. Hal itu dikemukakan oleh seorang petugas ketika Menteri Agama yang lalu, dr Tarmidzi Taher, datang ke kampus Universias Muhammadiyah Malang.
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut Majalah HidayatullahApril 2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta (alhamdulillah Iranian Corner di UMJ ini telah musnah terkena banjir Situ Gintung, red) Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah (?). Tampaknya Muhammadiyah ini tidak kapok-kapoknya. Dulu yang menyambut baik kedatangan aliran sangat sesat, Ahmadiyah, itu juga Muhammadiyah, walau belakangan mengakui kesalahannya atas keterlanjuran selama itu berangkulan dengan Ahmadiyah. Namun pengakuan kesalahan itu tampaknya tidak diujudkan oleh generasi belakangan, bahkan terkesan ogah-ogahan dalam menghadapi Ahmadiyah bersama Muslimin yang bersemangat untuk meminta agar Ahmadiyah dibubarkan. Bahkan sebagian orang Muhammadiyah tampak bersuara membela. Ini aneh sekali.
Sebaliknya, kadang Muhammadiyah dalam kiprahnya, justru nyerempet-nyerempet hal yang tidak berguna, dan mengandung masalah. Seperti untuk mengadakan hajat Muktamar Muhammadiyah di Jogjakarta dibesar-besarkan dengan kesenian kolosal dengan mempercayakan sebagai supervisinya kepada sutradara yang sedang bermasalah dengan Ummat Islam yakni Hanung Bramantyo.[1] (lihat Radar Yogya [ Rabu, 08 April 2009 ]).
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC,di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish Shihab (mantan rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari, pengarang tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem penulis produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran, kemudian ngomongnya sudah pelo, ada yang menganggap perbedaan Syi’ah dengan Sunni bukan perbedaan principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran, padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia berpenampilan seakan lemah lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada 300-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada 200-an yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan sebagainya. Di antaranya seperti ditulis Majalah Hidayatullah:
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia. (Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29).
Itu belum kerjasamanya dengan para pengusung bid’ah dan bahkan pihak gereja. (lihatnahimunkar.com, Kelompok Sesat Syiah “Mengaji’ ke Gereja, January 15, 2009 3:51 am admin Artikel). Pada 10 Muharram 1430 H, al-hamdulillah pihak MUI bersama pengurus dan pegiat Masjid At-Taqwa di Cirebon Jawa Barat bekerjasama dengan Polisi berhasil membatalkan akan diselenggarakannya haul Imam Husein di Masjid At-Taqwa. Acara haul itu menghadirkan seorang petinggi NU (Nahdlatul Ulama), Said Agil Siraj. Namun acara itu tetap diselenggarakan dengan dialihkan ke Keraton Kasepuhan, dan dikhabarkan, Said Agil Siraj marah-marah dengan adanya pembatalan di Masjid At-Taqwa ini.
Lhah, kenapa marah-marah? Padahal, pendiri NU sendiri, KH Hasyim Asy’ari adalah orang yang tidak mau adanya Haul (peringatan tahunan orang meninggal). Al-Marhum Pak ‘Ud (Yusuf Hasyim) putera Hasyim Asy’ari sendiri pernah penulis dengar, mengakui bahwa bapaknya (Hasyim Asy’ari) memang tidak mau adanya haul. Kok sekarang, generasi belakangan, justru bukan hanya mengadakan haul, tetapi haul dengan berbau-bau Syi’ah lagi. Ini mestinya dari kalangan NU perlu meluruskannya kembali, agar tidak semakin kebablasan. Yakni bid’ah plus aliran sesat, itu saja Syi’ah ini adalah induk dari aneka kesesatan.
Dari kenyataan itu, Syi’ah di Iran sebegitu ganasnya dalam membunuhi Ulama Sunni, menghancurkan masjid-masjid Sunni, dan membersihkan kitab-kitab rujukan Sunni. Tetapi di Indonesia justru lembaga-lembaga perguruan tinggi Islam negeri dan Muhammadiyah mendirikan Iranian Corner di 12 tempat, masih pula sebagian tokoh Ormas Islam besar lainnya yang justru mengklaim bahwa merekalah yang Ahlus Sunnah ternyata tampak mengais-ngais proyek atau kegiatan dari Syi’ah. Sambil sesekali berkilah bahwa ada tradisi-tradisi NU yang dari Syi’ah.
Apa sebenarnya yang mereka bela?
Semoga Allah menunjuki hamba-hamba-Nya yang ingin menegakkan agama-Nya yang bersifat memberantas kesesatan, apalagi induk kesesatan yang membenci kebenaran. Dan semoga Allah menghindarkan Muslimin yang teguh dari aneka bujukan dan rayuan para penyesat yang kini di Indonesia merasa mendapatkan angin longgar hingga ada yang duduk di MUI, perguruan tinggi Islam, ormas-ormas Islam dan lembaga lainnya. (haji).(nahimunkar.com)
[1] Sementara itu sebenarnya seperti apa Hanung itu. Berikut ini mari kita ulang sejenak:
Menurut Hanung, banyak protes yang ditujukan kepada dirinya di balik kesuksesan film Ayat-ayat Cinta. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan yang menganggap Hanung pro poligami dan Ayat-ayat Cintamencerminkan budaya patriarki yang merugikan kaum perempuan. Oleh karena itu, Hanung pun bergegas membuat film Perempuan Berkalung Sorban.
Nah, melalui film Perempuan Berkalung Sorban inilah Hanung membayar hutangnya, dengan membuat film yang turut memperjuangkan tema-tema feminisme yang content-nya sejalan dengan materi perjuangan para liberalis dan pegiat kesetaraan gender. Dalam bahasa sederhana, Hanung didukung oleh kalangan pro kesesatan. Jadi, Hanung –kalu berdaya nalar yang panjang– mestinya faham bila ada ulama yang menyesatkan karyanya.
Film Perempuan Berkalung Sorban dibuat berdasarkan novel karya Abidah El Khalieqy yang pernah diterbitkan oleh Yayasan Kesejahteraan Fatayat dan the Ford Foundation. Menurut Indra Yogi, The Ford Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagus. Di Indonesia, Ford Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid yang diterbitkan secara bersama antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999.  Buku tersebut aslinya merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan pemikiran liberal di kalangan pemikir Indonesia.
Selain itu, menurut Indra Yogi, Ford Foundation merupakan donatur penting bagi International Center for Islam and Pluralism (ICIP). Antara lain donasi yang pernah disalurkan Ford Foundation kepada ICIP adalah berupa dana segar sebesar satu juda dolar Amerika (US$ 1,000,000), yang ditujukan untuk Web-based distance learning courses to enable adolescent and adult Muslims in poor communities to continue their secular education. (Kursus jarak jauh melalui situs internet yang memungkinkan orang Islam dewasa yang berasal dari komunitas miskin untuk melanjutkan pendidikan sekularnya).
Menurut catatan Adian Husaini, ICIP merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama di pondok-pondok pesantren, juga aktif menyebarkan paham kesetaraan gender. Salah satu tokoh beken dari ICIP adalah Syai’i Anwar.
Jadi, pendukung utama Hanung di dalam membuat film Perempuan Berkalung Sorban ini adalah mereka yang selama ini aktif membela-bela kesesatan, antara lain Musdah Mulia. Sebagai aktivis kesetaraan gender, Musdah tidak setuju dengan seruan boikot yang dikumandangkan Ali Mustafa Yakub. Karena, menurut Musdah, film Perempuan Berkalung Sorban justru mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan mengatasnamakan agama. (nahimunkar.com, February 10, 2009 8:46 pm admin Artikel, Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).
Disalin dari artikel Hartono Ahmad Jaiz untuk Abu Abdurrohman