Kamis 19 Rabiulawal 1437 / 31
December 2015 18:42
KAUM Yahudi mengklaim, bahwa mereka memiliki hak
untuk kembali ke bumi Palestina, karena mereka merasa dikeluarkan dari rumah
(kampung halaman) mereka secara paksa dan diusir dari negeri mereka dengan
kekuatan (militer).
Akan tetapi
Talmud mematahkan klaim mereka. Secara umum ajaran Talmud tidak membenarkan
adanya pengakuan bahwa kaum Yahudi berhak kembali ke Palestina, klaim kaum
Zionis bahwa bangsa Israel berhak atas bumi Palestina adalah bohong besar.
Penuturan
(riwayat) Talmud menegaskan bahwa Rabb (Tuhan) mengeluarkan kaum Yahudi dari
kampung halaman mereka atas kehendak-Nya. Berikut ini cuplikan manuskrip yang
menuturkan (kisah) tragedi tawanan Babilonia dan penghancuran Haikal (kuil
Solomon):
Ketika
dosa-dosa bani Israel telah sampai pada puncaknya, dan kaum Yahudi benar-benar
telah keluar batas hukum yang dititahkan Tuhan Yang Maha Agung, serta manakala
mereka menolak menyimak (memperhatikan) ujaran-ujaran dan peringatan-peringatan
yang disampaikan nabi Jeremiah.
Maka nabi
Jeremiah meninggalkan bumi Jerusalem, lalu pergi ke negeri Benyamin, ketika
nabi (Jeremiah) berada di al Quds (Jerussalern) itu dan memohon kepada Rabb
untuk merahmati bumi tersebut, Tuhan senantiasa mengabulkan doanya. Namun
manakala ketika nabi meninggalkan al Quds (Jerussalern) tersebut dan berhijrah
ke negeri Benyamin.
Saat itulah raja Nebukadnezar membumihanguskan negara
Israel, menghancurkan Haikal Suci, merampas semua harta benda (pundi-pundi
kekayaan) di dalamnya serta membiarkan Haikal dan gedung-gedung penting lainya
dilalap api. Nebuzardan yang saat itu menjabat gubenur di wilayah Riblah
diperintah Nebukadnezar raja Babilonia itu untuk menghancurkan kota Jerussalem.
Dalam sebuah
riwayat: Sebelum mengerahkan pasukan perangnya menggempur para musuh,
Nebukadnezar berusaha mengetahui ramalan hasil yang akan digapainya, dengan
mediasi isyarat (metafora]. Kebiasaan seperti itu jelas mengindikasikan bahwa
Nebukadnezar sejatinya adalah manusia paronoid, dan miskin kepercayaan diri,
atau bisa pula ia terlalu percaya dengan klenik.
Sebelum
mengerahkan bala-tentaranya ke bumi Palestina, Nebukadnezar melempar busur
panah ke arah barat, anak panah itu melesat ke arah Jerussalem, kemudian ia
melempar busur panah lagi ke arah timur, ternyata anak panah itu melesat ke
arah Jurussalem lagi.
Kemudian ia
melempar lagi untuk memastikan arah (letak) kota yang (dalam klaim
Nebukadnezar) penuh dosa, dan wajib dibersihkan dari muka bumi ini, untuk
ketiga kalinya anak panah itu melesat ke arah Jerussalem. Barulah Nebukadnezar
yakin telah tiba saatnya menghancurkan Jerussalem.
Pasca
menaklukkan kota Jerussalem, Nebukadnezar mengumpulkan penguasa dan pimpinan tentara
serta top elit kota tersebut di dalam Haikal, kepada mereka Nebukadnezar
bersuara keras dengan nada penuh ejekan kepada Tuhan bani Israel: “Adakah Kau
Tuhan Yang Maha Agung, yang tunduk dihadapanMu semua penghuni alam? Inilah kami
telah datang di kotaMu dan tempat sesembahanMu!”
DALAM peninjauan lokasi, tiba-tiba Nebukadnezar
melihat lukisan kepala anak panah pada salah satu dinding kuil (Haikal),
lukisan itu menggambarkan seseorang yang terbunuh karena hujaman anak panah,
maka Nebukadnezar bertanya kepada rakyat Jerussalem ; “Siapa yang telah
terbunuh di tempat ini?” Rakyat Jerussalem menjawab; “Zakaria putra Yehuyadah
petinggi pendeta, ia adalah guru besar kami yang senantiasa mengingatkan kami
setiap saat untuk intropeksi diri (agar terlepas dari siksa). Ia selalu
berwasiat kepada kami, agar tidak melakukan tindak aniaya, dan kedzaliman
kepada sesama, kami bosan dengan ujaran -ujarannya yang selalu dikhutbahkan
kepada kami, lalu kami sepakat untuk menghabisinya.”
Para tentara
Nebukadnezar membantai semua penduduk Jerussalem, mulai dari para pendeta, para
petinggi Yahudi, rakyat biasa, tua, muda, perempuan anakanak, semuanya
direnggang nyawa mereka tanpa ampun.
Ketika salah
seorang punggawa pendeta melihat pembantaian anak negerinya yang super keji
itu, ia melemparkan dirinya sendiri ke kobaran api yang disulut Nebukadnezar ke
dalam Haikal, lalu diikuti para pendeta yang lain, mereka menerjunkan diri
kedalam kobaran api dengan baju kebesaran dan tongkat serta alat musik yang
mereka miliki.
Para tentara
Nebukadnezar sengaja tidak membunuh kaum lelaki penduduk Jerussalem, mereka
dijadikan tawanan, para tentara tersebut mengikat tangan dan kaki para tawanan
dengan rantai besi yang kuat, kemudian menyeret mereka menuju Babilonia.
Ketika kaumnya dirundung duka, nabi Jeremiah kembali
ke Jerussalem, ia menolong kaumnya yang tertindas, lalu membawa mereka keluar
dari Jerussalem dengan kondisi yang meprihatinkan dan setengah telanjang.
Karena
keterbatasan pakaian untuk mereka kenakan, ketika sampai di distrik Bet Kuru,
nabi Jeremiah menyiapkan pakaian untuk anak bangsanya, setelah suasana dianggap
kondusif, nabi Jeremiah menemui Nebukadnezar di hadapan rakyat dan pasukan
Mesopotania, dengan suara sangat wibawa nabi Jeremiah berkata: “Wahai
Nebukadnezar, janganlah engkau beranggapan bahwa engkau memi liki kekuatan yang
manjadikan engkau bisa mengalahkan bangsa yang terpilih dari yang terpilih,
sesungguhnya dosa mereka (kaum Yahudi) yang telah sampai pada puncak dosa
itulah sejatinya yang membawa mereka pada bentuk siksaan yang amat pedih ini …”
Ketika
Nebukadnezar berhasrat membunuh semua orang Israel, karena mereka tidak mau
menyanyikan lagu-lagu pujian di hadapannya seperti yang jamak mereka lakukan
dan tradisikan di sinagog dan kuil-kuil.
Terjadilah
dialog antara dirinya dengan Pelatya ben Yehuyadah (adik kandung Zakariah putra
Yehuyadah). Dalam dialog itu Pelatya berkata ; “Allah telah memberi Israel di
tanganmu, dan kini engkau bertanggung jawab di hadapan Nya atas siapa saja yang
telah engkau bunuh.”
Dari
kesaksian penuturan Talmud tersebut, dapat diketahui, bahwa pengusiran kaum
Yahudi dari bumi Palestina, dan penghancuran Haikal Agung, yang dibangun Nabi
Sulaiman as. adalah atas kehendak Allah. Adapun klaim-klaim yang
dipropagandakan kaum Yahudi jelas-jelas merupakan kebohongan yang sangat nyata,
serta merupakan klaim yang sama sekali tidak mendasar. []
REALITA itu diperkuat dengan pengakuan yang keluar
dari lisan rabi Oshaya, dalam Pesahim 87 b. Rabb (Tuhan) telah melakukan
sesuatu yang terbaik bagi bangsa Israel, manakala tindakan mereka terhadap
umat-umat lain telah melampaui batas kewajaran.
Satu hal
yang perlu diingat dalam masalah ini, bahwa pola pikir dan klaim-klaim utopia
yang dipropagandakan kaum Yahudi itu terus membahana hingga abad kesembilan
belas, sebelum akhirnya lah raksasa Zionisme yang dideklarasikan untuk pertama
kalinya, dengan seruan utama mendirikan negara Yahudi.
Pada awalnya
para petinggi Zionisme tidak menemukan kata sepakat dalam menentukan rencana
besar mereka, utamanya yang berkaitan dengan letak (geografis) negara Yahudi
yang hendak mereka dirikan. Apakah negara itu akan didirikan di Uganda,
Argentina.Brazil, Afrika Selatan, ataukah disebagian Eropa yang ada di Turki,
atau Irak, Sinai ataupun di Australia?
Peta Uganda
menjadi prioritas utama hingga tahun 1904 M, lebih dari itu ada pertentangan
yang sanagt dahsyat dikalangan intren kaum Yahudi tentang aktualitas pendirian
negara Yahudi ini. Para Yahudi agamis tetap pada pendirian mereka bahwa prosesi
kembali ke Palestina akan terwujud sejalan dengan kehadiran kembali al Masih ke
bumi ini!
Hingga kurun
waktu tersebut keterikatan orang-orang Yahudi dengan Palestina, hanya sebatas
ikatan ruh (batin) seperti halnya kaum muslimin yang memiliki ikatan emosional
dengan Makkah al Mukarramah dan Madinah al Munawwarah, atau ikatan batin umat
Nashrani dengan Bethlehem, ataupun ikatan emosional orang-orang Syi’ah dengan
dengan kota Karbala, pun kota -kota lain yang memiliki ikatan ruh (batin) bagi
para pemeluk agama dan bangsa-bangsa yang ada di atas muka bumi ini.
Dalam nuansa ikatan batin seperti itu sama sekali
tidak terbersit di benak kaum Yahudi untuk menguasai dan menaklukkannya.
Realita sejarah membuktikan pada awalnya gerakan Zionisme pun jerat -jerat
politisnya tidak mampu menancapkan kakinya di bumi Palestina. Namun dengan
mendompleng di balik ketamakan imperialisme Inggris, yang ingin tetap berkuasa
di bumi Palestina, pelan tapi pasti kaum Zionis dapat menancapkan pengaruh di
Palestina bahkan negara negara timur tengah lainya, yang membentang dari teluk
Arabia hingga laut Tengah.
Kebencian
dan dendam bangsa Inggris terhadap bangsa Arab dan kaum muslimin, berikut
adanya gerakan protestan yang menentang hegemoni kekuasaan otorita gereja yang
marak terjadi di bumi Eropa dan Amerika, merupakan dua hal vital yang
memuluskan langka kaum Zionis untuk merealisir langkah politis mereka.
Kalau boleh
kami tambahkan, ruh kebencian itu terlihat jelas dalam diri para pasukan perang
yang menggempur negara-negara Arab pada perang dunia pertama.
Dapat kita
lihat ketika pimpinan pasukan perang Prancis Jenderal Ghour mampu menaklukkan
kota Damascus: Ia menginjakkan kakinya di atas makam Shalahuddin Ayyubi, sambil
berkata ; “Lihatlah! inilah kami telah datang wahai Shalahuddin!”
Kami juga
bisa melihat Jenderal Linabe ketika memasuki kota al Quds, ia berkata dengan
suara lantang di depan gereja kebangkitan: “Hari ini telah berakhir perang
Salib.”
Pemimpin
Zionisme Israel yang bernama Jhan Zanguel bahkan menyebut perang dunia pertama
tersebut sebagai Perang Salib kedelapan. []
Sumber: TALMUD, Kitab Rabi Yahudi, Sejarah & Ajarannya
/Zafarul Islamkhan/ Editor: Misbah El Majidd/ PUSTAKA HIKMAH PERDANA