Thursday, February 15, 2018

Majelis Ormas Islam-MIUMI Menolak Keras Seminar Sekte Syi’ah Di Universitas Indonesia Yang Menyerang Kedaulatan Kerajaan Saudi Arabia (Al-Haramain)


Seminar internasional dengan tema “Peran Umat Islam dalam Pengelolaan Pelaksanaan Haji dan Menjaga Situs-situs Sejarah Islam” ini rencananya diselenggarakan di UIN Jakarta (dilarang), akan tetapi dua hari sebelum dilaksanakan terjadi perubahan lokasi (sangat singkat) sehingga terlaksana di Universitas Indonesia. Kenapa UI berikan tempat terhormatnya untuk masalah Non Akademis (konspirasi)?

Ada Apa Dengan Universitas Indonesia, Dijadikan Medan Laga (Fasilitator) Syi’ah Untuk Menyerang Al-Haramain (KSA) Dengan Pembicara Para Militan Sekte Syi’ah ? Apakah Menyerang Ahlus Sunnah Termasuk Ranah (Kajian) Akademis ?
Kebencian Syiah Terhadap Kiblatnya Kaum Muslimin
Ancaman Keji Syiah ( Yaman/Iran ) Serang Mekkah di Abad 20 !!!
Apa Jadinya Jika Iran Mengelola Haji?
Begini Syiah Iran Ancam Hancurkan Makkah Al Mukarramah. Pangkalan Militer Iran Dekat Perbatasan Arab Saudi
Iran (Syiah Majusi) Bernafsu Merebut Al-Haramain (Makkah-Madinah). Apa Yang Akan Terjadi Terhadap Ahlus Sunnah ? Baca Fakta Dibawah Ini !
Jubir Hizbullah: Kami Akan Musnahkan Makkah Dan Madinah!! (Video)
Kaum Rafidhah Dan Penistaan Terhadap Haramain
Kejahatan Syiah di Tanah Haram Dalam Kurun Sejarah
Mengapa Haramain Menjadi Target?
Syiah Begitu Bernafsu Ingin Menyerang dan Menguasai Mekah Dan Madinah
Ternyata Syiah Majusi Iran biang Kerok (Dalang) Tragedi Mina (Sejarah Hitam Syiah Di Haramain Yang Berulang kali)
Video Komandan Hizbullah Iraq: Target Houthi Selanjutnya, merebut Masjidil Haram dan Masjid Nabawi !
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/04/video-komandan-hizbullah-iraq-target.html?m=0

MUI dan Ormas Islam Dukung Saudi Tolak Internasionalisasi Haji

Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama ormas Islam yang tergabung dalam MOI mendukung Arab Saudi terkait polemik internasionalisasi dua tanah suci dalam penyelenggaraan haji. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tabligh, Prof. Yunahar Ilyas menyebut bahwa tuntutan internasionalisasi dilatarbelakangi politik.
“Jadi kita tidak ragu sedikitpun, karena memang tidak ada kepentingan apapun dalam internasionalisasi ini, kecuali politik. Ini persoalan politik Timur Tengah. Iran mencoba masuk ke Masjidil haram. Iran ingin menguasai Timur Tengah,” katanya pada Selasa (27/02/2018).
Yunahar menyebut, bahwa dampak buruk adanya internasionalisasi haji yakni akan adanya shalat Jumat empat kali di Ka’bah. Karena empat madzhab melaksanakan shalat dengan caranya sendiri secara bergantian.
Internasionalisasi dua tanah suci sejak dahulu dipopulerkan oleh pemimpin spiritual tertinggi Syi’ah sekaligus pemimpin Revolusi Iran, Khomeini, yang meminta agar pengelolaan Mekkah dan Madinah dikelola oleh Komite Islam Internasional dan tidak lagi di bawah Kerajaan Arab Saudi.
Ketua MUI Jatim, KH. Abdusshomad Buchori mengungkapkan umat Islam tegas menolak internasionalisasi ibadah haji. Ia menyebut, sudah sejak lama bangsa Arab Saudi sangat bagus sebagai pelayan dua tanah cuci.
“Iran ini ingin men-Syiahkan tanah suci. Karena itu, kita ingin meminta kepada MUI lainnya untuk mengeluarkan fatwa sesatnya Syiah. Kami sudah sejak dulu mengeluarkan fatwa sesatnya Syiah ini, dulu pimpinan pusat MUI juga sudah mengeluarkan fatwa sesatnya syiah,” ungkap kyai kharismatik berkultur NU ini.
Ia pun mengajak kepada segenap ormas Islam untuk satu sikap dalam menyatakan sesatnya Syiah dan mendukung Arab Saudi sebagai khadimul haromain (pelayan dua tanah haram).
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al-Shuaibi mengundang MUI dan ormas Islam untuk mendukung penolakan internasionalisasi dua tanah suci. Hadir dalam pertemuan itu Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas. Wasekjen MUI Zaitun Rasmin, Ketum Persis Maman Abdurahman, Ketua Umum PP Badan Koordinasi Mubalig se-Indonesia (Bakomubin) Dr Ali Muchtar Ngabalin, AA Gym, serta Ketua Persatuan Umat Islam (PUI) Nazar Haris.
Reporter: Muhammad Jundii
Editor: M. Rudy

Dubes Saudi: Internasionalisasi Haji Sama Saja Deklarasi Perang

Arab Saudi mengapresiasi umat Islam Indonesia yang secara tegas menolak internasionalisasi dua tanah suci; Mekkah dan Madinah terkait penyelenggaraan haji.
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al-Shuaibi mengundang perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan segenap pimpinan ormas Islam untuk menyampaikan hal itu.
“Kami mengundang dalam rangka menyikapi terkait internasionalisasi dua tanah suci, dan kita di sini menyatakan sikap menolak politisasi haji karena dapat menyebabkan hancurnya Mekkah, Ka’bah dan tanah suci lainnya,” kata Osama, Selasa (27/02/2018) malam.
Internasionalisasi dua tanah suci sejak dahulu dipopulerkan oleh pemimpin spiritual tertinggi Syi’ah sekaligus pemimpin Revolusi Iran, Khomeini, yang meminta agar pengelolaan Mekkah dan Madinah dikelola oleh Komite Islam Internasional dan tidak lagi di bawah Kerajaan Arab Saudi.
“Upaya untuk menyampaikan terima kasih kami baru bisa mengundang para hadirin sekalian, dan kewajiban kami adalah untuk menyampaikan terima kasih kepada umat Islam Indonesia yang mendukung kami dalam polemik ini,” ungkap Osama.
Ia kemudian menceritakan secara singkat sejarah dua tanah suci hingga tiba suatu masa di mana terjadi pencurian batu Hajar Aswad dan pembantaian lebih dari 3.000 jamaah haji saat itu, hingga rusaknya kiswah Ka’bah. Osama menilai, hal itu berpotensi terulang dengan adanya upaya internasionalisasi dua tanah suci.
“Kita sudah melakukan banyak renovasi dari dua tanah suci dan terus meningkatkan fasilitas untuk para peziarah. Anggaran yang dikeluarkan ini mencapai miliaran,” kata Osama, sembari menekankan upaya itu untuk melayani peziarah, bukan menggali keuntungan negara.
Ia mengungkapkan terdapat lebih dari 13.000 dokter yang menangani para jamaah haji, dengan ratusan ribu operasi jantung yang dilakukan untuk para peziarah haji, dan belasan juta operasi kesehatan lainnya.
Internasionalisasi haji, disebut Osama sebagai satu upaya penjajahan dan penghinaan bagi Arab Saudi, karena sudah menjadi kehormatan bagi negara ini untuk melayani jamaah haji. Itulah yang mendasari pemerintah Arab Saudi enggan menggunakan kata ‘Raja Dua Tanah Haram,’ tapi dengan kata ‘Pelayan Dua Tanah Haram’.
“Bayangkan jika ada bentuk internasionalisasi haji, bukan lagi penjajahan tapi adalah deklarasi perang. Ini bukan ditujukan kepada Arab Saudi tetapi juga kepada tanah suci lainnya. Kami tidak akan mundur satu langkah pun dalam menghadapi deklarasi perang ini,” tutupnya.
Reporter: Muhammad Jundii
Editor: M. Rudy

Majelis Ormas Islam-MIUMI Menolak Keras Internasionalisasi 2 Kota Suci Mengenai Pengelolaan Haji dan Umrah

15 Februari 2018
“Pemerintah Arab Saudi juga telah melakukan pembangunan jalan dan sarana dan prasarana yang sangat berkualitas”
Majelis Ormas Islam menolak internasionalisasi 2 Kota Suci (Makkah dan Madinah). Munculnya propaganda tentang internasionalisaai penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah membuat umat Islam merasa perlu menyampaikan pernyataan sikap.
Bachtiar Nasir, perwakilan dari Majelis Ormas Islam, mengatakan, internasionalisasi penyelenggara Haji dan urusan 2 tanah suci Makkah dan Madinah akan menimbulkan problema besar dan persengketaan. Serta perselisihan yang sangat berbahaya dan dapat memicu situasi chaos dalam pelaksanaan ibadah Haji. Bahkan dapat menjadi ancaman bagi stabilitas dua tanah suci dan wilayah sekitarnya.
“Pemerintah Arab Saudi telah memberikan perhatian yang sangat besar dalam penyelenggaraan ibadah Haji serta urusan dua tanah suci. Hal ini terbukti dengan membangun dan merenovasi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta perluasan keduanya berlipat-lipat ganda,” ujar Bachtiar Nasir, saat konferensi pers di AQL Center, Tebet, Jakarta, Kamis (15/2).
Menurutnya, Pemerintah Arab Saudi juga telah melakukan pembangunan jalan dan sarana dan prasarana yang sangat berkualitas demi kemudahaan pelaksanaan ibadah Haji dan Umrah.
“Arab Saudi terus menerus membuat kedua Masjid suci tersebut semakin besar dan indah dari waktu ke waktu,” kata pemimpin Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center ini.
Lanjut Bachtiar, maka tidak ada kebutuhan dan alasan untuk internasionalisasi penyelenggaraan haji & umrah, serta urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah.
“Oleh karena itu Indonesia yang diwakili oleh para Ulama dan tokoh-tokohnya serta bangsa Indonesia secara umum menolak semua upaya untuk internasionalisasi penyelenggaraan Haji & Umrah, serta urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah dari pihak atau negara manapun juga,” tandas Sekjen MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) ini.
Tampak hadir dalam acara ini Muhammad Zaitun Rasmih, Ketua Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Nazar Haris anggota Majelis Ormas Islam, Bambang Santoso Ketua Dewan Masjid Bali atau MUI Bali , Prof Dr Musni Rektor Universitas Ibnu Chaldun dan Dr. Haikal Hasan Ketua Aliansi Anti Syiah DKI.
Penulis: Bambang S

Dalam beberapa tahun terakhir, Iran disebut-sebut telah melontarkan gagasan untuk mendirikan ‘pemerintahan internasional’ (internasionalisasi) untuk mengelola ibadah haji tahunan umat Muslim. Namun, Saudi dengan keras menolak gagasan itu.
Mengelola haji dan umrah bukan seperti menyelenggarakan ritual kolosal yang hanya berdurasi pendek dan berkutat pada satu tempat. Haji sangat complicated, merangkumi berbagai napak tilas dan melibatkan jutaan orang dengan kultur berbeda, negara yang berbeda dan durasi yang lama.
Ibadah haji sarat dengan nilai-nilai metafisik yang terkadang di luar jangkau nalar manusia. Semua peristiwa tidak bisa diukur dengan kalkulasi matematis. Sejak tahun 1980 pasca revolusi Iran, Iran terus menyuarakan internasionalisasi dua tanah suci dan pengelolaan haji atau umrah. Wacana internasionalisasi terus diangkat dan disampaikan Iran ke PBB.
Demikian disampaikan Wasekjen MUI Ustaz Zaitun Rasmin bersama sejumlah Ormas Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI) dan Majelis Intelektual Muda dan Ulama Indonesia (MIUMI) di AQL, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (15/2). Menurutnya, internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah akan menimbulkan problema besar dan persengketaan serta perselisihan yang sangat berbahaya
“Jika (internasionalisasi) ini digulirkan, kami khawatir dapat memicu situasi chaos dalam pelaksanaan ibadah haji bahkan dapat menjadi ancaman bagi stabilitas dua tanah suci dan wilayah sekitarnya,” ujar Zaitun.
Selama ini, lanjutnya, Pemerintah Saudi Arabia telah memberikan perhatian yang sangat besar dalam penyelenggaraan Ibadah Haji serta ururan dua tanah suci. Hal ini terbukti dengan pembangunan dan renovasi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta perluasan keduanya berlipat-lipat ganda serta pembangunan jalan dan sarana-prasarana yang sangat berkualitas demi kemudahan pelaksanaan ibadah haji dan umrah, dan Saudi Arabia terus menerus membuat kedua masjid suci tersebut semakin besar dan indah dari waktu ke waktu.
“Ada pihak-pihak tertentu yang ingin memiliki peran di dunia Islam. Padahal, itu tidak mungkin. Apalagi mereka aliran yang bertentangan dengan mainstream atau Sunni,” tutur Ketua Umum Wahdah Islamiyah itu.
Karena itu, kata Zaitun, tidak ada kebutuhan dan alasan untuk internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah. Ia menduga ada pihak yang cemburu dengan keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan ibdaha haji dan umrah. Selama satu milenium lebih pengelolaan tersebut menjadi sumber utama yang menjadi tulang punggung perekonomian Arab Saudi.
“Bolehkah orang yang cemburu dengan Bali, Borobudur dan lain sebagainya. Ini semua merupakan karunia dari Yang Maha Kuasa. Ke depan, para ulama akan terus menyuarakan dan diharapkan isu ini tidak muncul lagi. Masih banyak urusan umat Islam yang perlu dibahas,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) DKI Jakarta Haikal Hassan, menurut dia, wacana internasionalisasi bukan hal baru yang dilakukan Iran. Sebelumnya, Iran terus memaksakan kehendaknya di PBB.
“Lagi-lagi kita disuguhkan dagelan bahwa Makkah dan Madinah dikelola secara internasionalisasi. Saya menduga Iran melakukannya karena fakta-fakta seperti ini sudah ada rentetannya. Insya Allah mustahil ada dukungan dari negara lain kecuali Iran itu sendiri (yang ingin internasionalisasi),” ungkap Haikal.
Sosiolog Musni Umar menjelaskan isu internasionalisasi tidak mudah diimplementasikan. Sebab, ketika terjadi banyak perbedaan prinsip, maka akan berujung kepada perpecahan. Jika itu terjadi, intervensi asing akan mudah masuk dengan dalih humanitarian intervention.
“Kita berharap pelayanan kepada jamaah ditingkatkan. Tidak hanya keamanan, tapi juga hal-hal yang menyangkut keselamatan agar tidak terulang hal-hal yang tidak di inginkan,” katanya.
Terpisah, Ketua PP Muhammadiyah bidang Tarjih dan Tabligh Yunahar Ilyas menuturkan, menurut kesepakatan internasional, Negara manapun harus tunduk pada peraturan nasionalnya, tidak dapat diintervensi oleh pihak luar. Wacana internasionalisasi yang dihembuskan Iran menurutnya naif, karena selama ini Saudi Arabia melakukan pengelolaan ibadah haji dan umrah secara baik serta profesional.
“Saya khawatir akan terjadi perbedaan-perbedaan dan memecah belah umat Islam. Saya curiga orang yang ingin melakukan intrnasionalisasi ini punya kepentingan-kepentingan lain. Ide ini hanya akan membawa mudharat-mudharat kepada dunia Islam,” tegas Yunahar.
Duta Besar Riyadh untuk Liga Arab, Ahmed Qattan menegaskan, upaya untuk menginternasionalisasi Tempat Suci Makkah dan Madinah adalah bagian dari konspirasi yang lebih luas. Politisasi maupun internasionalisasi situs suci Arab Saudi, kata Qattan adalah ‘jalur merah’ yang sama artinya dengan ‘bunuh diri politik’.
“Pemerintah Arab Saudi menegaskan penolakannya terhadap isu politisasi atau internasionalisasi ibadah haji. Isu tersebut menunjukkan bahwa negara-negara tertentu mengikuti jejak Iran yang sebelumnya mencoba untuk mempromosikan gagasan yang disebut merendahkan Saudi,” ujar Qattan seperti dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (14/2).
Sebagai informasi, Arab Saudi memutuskan hubungannya dengan Iran pada awal 2016, setelah para demonstran Iran menggeledah dua misi diplomatik Saudi di Teheran dan Masyhad. Musim panas lalu, Arab Saudi dan tiga negara Arab yakni Mesir, Uni Emirat Arab, dan Bahrain, secara kolektif memutuskan hubungan dengan Qatar.
Mereka menuduh Doha mendukung terorisme dan berdiri terlalu dekat dengan Iran. Qatar menolak tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa upaya untuk mengisolasinya oleh negara-negara Teluk lainnya merupakan pelanggaran hukum internasional.
Ahmad Zuhdi.

Iran dan Propaganda Internasionalisasi “Dua Tanah Suci”

Kamis, 15 Februari 2018 - 10:30 WIB
Propaganda internasionalisasi Makkah dan Madinah adalah ekspansi ideologi ‘waly al-faqih’ sebagai pemimpin transnasional
Oleh: Abdul Chair Ramadhan

DUNIA saat ini diguncangkan oleh propaganda internasionalisasi dua Tanah Suci yakni Makkah dan Madinah. Propaganda internasionalisasi Makkah dan Madinah ini bukanlah hal yang baru. Pada dekade 80-an propaganda pernah dipopulerkan oleh pemimpin spiritual tertinggi Syi’ah sekaligus pemimpin Revolusi Iran, Khomeini.
Pada saat itu, Khomeini meminta agar pengelolaan dua Kota Suci umat Islam itu dikelola oleh Komite Islam Internasional dan tidak lagi dibawah Kerajaan Saudi Arabia. Tidak dapat dipungkiri, Iran sangat berkepentingan untuk mensukseskan ide internasionalisasi Makkah dan Madinah. Iran memiliki tujuan geopolitik dalam rangka ekspansi ideologi dan memperluas penguasaan territorial (lebensraum). Penguasaan lebensraum sangat berhargabagi Iran, untuk mengupayakan hegemoni di Timur Tengah dan pada akhirnya di seluruh penjuru dunia.
Ketika Khomeini berhasil menjatuhkan dinasti Shah Pahlevi melalui revolusinya tahun 1979, segera setelah itu ia mengatakan: “…Aku mau ekspor revolusi keluar!”. Berdirinya revolusi itu telah memunculkan kebangkitan Syi’ah, yang dahulunya lebih menekankan pada aspek quetisme (kecenderungan untuk bersikap pasif secara politik dan lebih mengedepankan pola hidup keberagamaan yang ascetic), kini hadir dalam bentuk yang progresif dalam bentuk ideologi yang revolusioner.
Khomeini telah berhasil menjadikan ajaran Syi’ah yang demikian terlembagakan sebagai sebuah institusi (institutional shi’ism) dengan seperangkat pemikiran teologis dan politisnya (theological and political framework).
Revolusi Iran memiliki daya sentrifugal yang menjangkau seluruh dunia muslim, hingga saatini. Iran sangat massif dan ofensif dalam ekspansi ideologi imamah yang berseberangan dengan umat Islam.
Melalui kelembagaan velayat el-faqih (wilayat al-faqih), Iran mengklaim bahwa kepemimpinan Islam secara universal adalah berdasarkan mandate Ilahi, dan sekarang berada pada Imam Mahdi (Imam Kedua belas) yang sedang dalam masa “ghaib kubro”. Selama masa ghaib kubro, maka menurut ketentuan Pasal 5 Konstitusi Republik Iran, kekuasaan dijabat oleh waly al faqih, yang tiada lain untuk masa sekarang adalah Ali Khamenei sebagai pengganti Khomeini.
Dapat dikatakan bahwa ekspansi ideologi itu sebagai konsekuensi dari doktrin imamah yang mengalami elaborasi transformative oleh ulama ushuli yang oleh Khomeini berhasil dimasukkan kedalam konstitusi Negara Iran.
Ideologi imamah adalah termasuk ideologi transnasional yang masuk melalui penetrasi atau infiltrasi budaya dan agama (transcendental) dan berwatak fundamentalis.
Keberadaannya pada suatu Negara sebagai ancaman nir-militer, yang menghendaki terjadinya perubahan revolusioner dalam rangka pencapaian tujuan cita-cita mendirikan suatu Negara berdasarkan paham keagamaan yang berlaku di Iran (Syiah Imamiyah Itsna Asyariyyah).
Aspek nir-militer ini dikenal sebagai aspek asimetris. Ancaman yang bersifat asimetris tidak menggunakan kekuatan militer (hard power) atau peperangan simetris melainkan dengan menggunakan isu-isu ideologis, politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya, dan teknologi informasi.Jadi, propaganda internasionalisasi dua Tanah Suci oleh Iran termasuk cakupan peperangan yang bersifat asimetris.
Namun demikian, bukan hal yang tidak mungkin akan terjadi peperangan simetris. Kita ketahui, Iran dewasa ini telah berhasil menjadikan beberapa Negara sebagai sekutunya. Libanon telah menjelma sebagai “Negara bagian” Iran dengan Hizbullah sebagai “perpanjangan tangan” Iran. Sejak kemunculan hizbullah hingga sekarang, fungsi waly al-faqih senantiasa tidak terpisahkan sari ideologinya.
‘Ideologi jihad’ Hizbullah terikat secara keagamaan dengan lembaga wilayat al-faqih yang berfungsi sebagai pengendali strategis dalam segenap aktivitas jihad yang dilakukan.
Hizbullah meletakkan ideologi dan strategi jihad dalam kerangka legitimasi keagamaan dan tidak membiarkan ideologi berjalan secara terpisah dari strateginya.
Tegasnya, Hizbullah telah menjelma menjadi actor non state, untuk kepentingan negara Iran selaku “penerima manfaat” (beneficiary state). Iran bersekutu dengan rezim Bashar Assad (Suriah) jadi mitra strategis dalam gerakan pemberontakan Syiah al Houthi di Yaman.
Iran juga mendapatkan otoritas gratis di Iraq dari Amerika Serikat. Kesemua itu tidak lepas dari kepentingan geopolitik Iran dalam rangka penguasaan teritorial di Timur Tengah.
Oleh karena itu, dapat dimengerti maksud dan tujuan Iran dalam propaganda internasionalisasi Makkah dan Madinah, tidak lain tidak bukan adalah guna ekspansi ideologi dengan menjadikan kedudukan waly al-faqih sebagai pemimpin transnasional, sebab ia adalah wakil sang Imam yang dalam masa kegaiban besar.
Pada saatnya, ketika Imam Mahdi mucul menjelang “al-Malhamah al-Kubro” (Armageddon), maka kekuasaan akan dikembalikan kepadanya. Perlu dicatat, bahwa Imam Mahdi bukanlah sebagaimana yang diklaim oleh penganut Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyyah.
Sebab Imam Mahdi, akan muncul dari Madinah – bukan tempat yang lainnya – dan akan dibai’at di Makkah, tepatnya di depan Ka’bah pada saat pelaksanaan ibadah Haji.
Dapat disimpulkan, bahwa propaganda internasionalisasi Makkah dan Madinah oleh Iran selain terkait dengan ekspansi ideologi dan memperluas penguasaan territorial adalah juga dimaksudkan untuk propaganda kehadiran Imam Mahdi yang hendak dideklarasikan, bisa pada masa kekuasaan Ali Khamenei saat ini maupun setelahnya, entah kapan?*
Pengamat Ideologi Transnasional Syiah- Iran

Arab Saudi Menggambarkan Desakan ‘Internasionalisasi’ Haji ‘Deklarasi Perang’
Habib Achmad Zein Alkaf
“Gerakan Syiah Indonesia Diremote dari Iran”

Umat Islam Menolak Internasionalisasi 2 Kota Suci dan Pengelolaan Haji/Umroh


PRESS CONFERENCE
“Menolak Internasionalisasi 2 Kota Suci dan Pengelolaan Haji/Umroh”
Munculnya propaganda tentang internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci
Makkah dan Madinah membuat kami umat Islam Indonesia merasa perlu menyampaikan
pernyataan sikap sebagai berikut:
1.Internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah akan menimbulkan problema besar dan persengketaan serta perselisihan yang sangat berbahaya dan dapat memicu situasi chaos dalam pelaksanaan ibadah haji bahkan dapat menjadi ancaman bagi stabilitas dua tanah suci dan wilayah sekitarnya .
2.Pemerintah Saudi Arabia telah memberikan perhatian yang sangat besar dalam penyelenggaraan Ibadah Haji serta ururan dua tanah suci. Hal ini terbukti dengan pembangunan dan renovasi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta perluasan keduanya berlipat-lipat ganda serta pembangunan jalan dan sarana – prasarana yang sangat berkualitas demi kemudahan pelaksanaan ibadah haji dan umrah , dan Saudi Arabia terus menerus membuat kedua masjid suci tersebut semakin besar dan indah dari waktu ke waktu.
3.Berdasarkan apa yang tersebut di atas, maka tidak ada kebutuhan dan alasan untuk internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah.
Oleh karena itu Indonesia yang diwakili oleh para ulama dan tokoh- tokohnya serta bangsa Indonesia secara umum menolak semua upaya untuk internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah dari pihak atau negara manapun juga.
حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير
Jakarta , 29 Jumadil Ula 1439 H / 15 Februari 2018 M

Saudi Tolak Politisasi dan Internasionalisasi Dua Kota Suci

Terakhir Diperbaru 15 Feb 2018 09:52
Duta Besar Arab Saudi untuk Liga Arab, Ahmed Qattan, menegaskan kembali bahwa negaranya menolak upaya untuk “politisasi dan internasionalisasi” haji yang merupakan rukun Islam, Middle East Monitor melansir, Rabu (14/2/2018).
“Upaya untuk mempromosikan internasionalisasi Tempat Suci Makkah dan Madinah adalah konspirasi yang berbahaya,” ungkap Qattan di akun Twitternya, Selasa (13/2).
Menurut Qattan, upaya tersebut dilakukan oleh beberapa negara hanya karena mengikuti apa yang selalu dipromosikan oleh negara rival Saudi, Iran. Iran, menurutnya, berusaha mempromosikan Proposal yang disebut “berbahaya dan menyedihkan”.
“Saya katakan kepada semua orang yang mencoba mengangkat masalah ini dari waktu ke waktu: kembali ke akal sehat Anda,” ujar Qattan.
Dia juga memperingatkan bahwa politisasi dan internasionalisasi situs suci merupakan “garis merah” dan upaya “bermain dengan api”.
“Semua upaya untuk melakukannya adalah bunuh diri politik,” ujarnya. Dia menjelaskan bahwa seluruh dunia mengakui upaya besar Kerajaan untuk melayani umat Islam dalam ziarahnya ke kedua Kota Suci tersebut.
Pihak berwenang Saudi mengadakan pertemuan pendahuluan pada Januari 2018 untuk meninjau kembali rencana persiapan musim haji tahun ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran mengangkat isu “penyelesaian masalah administrasi” haji yang ditolak Arab Saudi.
Isu Internasionalisasi Kota Suci umat Islam di Makkah dan Madinah yang saat ini secara politik dikuasai Kerajaan Arab Saudi kembali mencuat di tengah publik. Sebelumnya pada 2015 saat musibah jatuhnya crane di Masjid Al-Haram, isu ini makin ramai diperbincangkan. (MNM/Salam-Online)
Sumber: Middle East Monitor

Alumni Madinah Tolak Internasionalisasi Haramain

Alumni Madinah Tolak Internasionalisasi Haramain

Keluarga Besar Ikatan Alumni Universitas Islam Madinah Indonesia menyatakan menolak tegas segala upaya makar, politisasi dan internasionalisasi pengelolaan dua kota suci umat Islam. ”Segenap alumni yakin, Kerajaan Arab Saudi merupakan satu-satunya pihak yang berhak menangani pengelolaan Al-Haramain,” kata KH Bachtiar Nasir Lc, Ketua Umum Ikatan Alumni Univ Islam Madinah di Indonesia.

Segenap alumni Saudi, tegas Bachtiar Nasir, meyakini bahwa Kerajaan Arab Saudi merupakan satu-satunya pihak yang berhak menangani pengelolaan dua kota suci umat Islam. “Kami juga menolak secara bulat dan tegas segala upaya makar, politisasi nasional dan internasional, serta distorsi fakta atas segala hal yg telah dilakukan Kerajaan Arab Saudi, dengan tujuan mengambilalih pengelolaan dua kota suci umat Islam.”
Kepada pers, Sekjen Ikatan Alumni Madinah, Muhammad Ridwan Yahya, menjelaskan bahwa keluarga besar Ikatan Alumni Universitas-Universitas Arab Saudi di Indonesia serta Ikatan Alumni Univ Islam Madinah di Indonesia sengaja bertemu di Jakarta pada hari Kamis (22 Jumadil Ula 1439 H/8 Februari 2018). Mereka membahas berbagai peristiwa terkini yang menyoal komitmen serta peran Kerajaan Arab Saudi serta segenap rakyatnya dalam menjaga dua kota suci umat Islam, mengelola pelaksanaan ibadah haji dan umrah, serta melayani para tamu Allah.
Menurut Abdullah Said Baharmus, selaku Dewan Penasihat Ikatan Alumni Madinah, segenap alumni, khususnya para tokohnya yang saat ini memangku jabatan strategis di lingkungan pemerintahan dan masyarakat Indonesia, sangat berterimakasih yang setulus-tulusnya kepada Raja Salman bin Abdul Aziz Al Sa’ud dan Putra Mahkota Muhammad bin Salman bin Abdul Aziz Al Sa’ud serta Pemerintahannya yang mulia atas segala usaha keras berkesinambungan dalam menjaga dan membangun Al-Haramain. “Kerajaan Saudi juga telah mengeluarkan dana sangat besar untuk menghadirkan fasilitas terbaik bagi segenap tamu Allah dan para peziarah,” tambahnya.
Adapun menyangkut konferensi tentang internasionalisasi pengelolaan Al-Haramain serta ibadah haji dan umrah, yang disinyalir dilaksanakan di salah satu universitas di Indonesia belum lama ini, jelas Abdullah Said, ikatan alumni mencermati, bahwa acara serta upaya tsb sama sekali tidak berarti dan tidak mendapat perhatian, simpati, serta dukungan sedikit pun dari Pemerintah dan Bangsa Indonesia.
“Semoga Allah SWT menjaga dua kota suci umat Islam, Penjaganya, dan Kerajaan Arab Saudi dari tangan serta upaya makar para musuh Allah. Hanya Allah lah yang menaungi setiap maksud dan tujuan kita,” tegasnya.[DJ]