Syiah dikenal dengan
kebencian dan laknat mereka terhadap para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, khususnya Khalifah Abu Bakar, Umar Ibnu Khattab, dan Utsman
radhiyallahu ‘anhum
Kalangan Ahlus Sunnah
berdakwah melalui poster guna memberikan kesadaran kaum Muslim Mesir atas sikap
sebagaian kelompok Syiah yang membenci Sahabat Nabi. "Abu Bakar dan Umar
adalah pemimpin kami, Aisyah ra adalah ibu kami dan musuh-musuh mereka adalah
musuh-musuh kami.”
Oleh: Syahrul
Qur’ani
HARI-HARI ini banyak orang
membicarakan Syiah. Sementara itu, sosialisasi yang gencar dan dengan dukungan
dana yang kuat dari pemerintah Iran membuat jumlah pengikut Syiah bertambah dan
mulau unjuk gigi.
Meski diakui pula, gerakan dakwah dan upaya
membentengi umat Islam Indonesia yang mayoritas Ahlus Sunnah (Sunni) dari
pengaruh Syiah gencar diadakan oleh para aktivis Islam, namun hal itu tak
membuat kaum Syiah sepenuhnya diam. Mereka bahkan terus masif melakukan aksi,
termasuk aksi politik.
Secara pribadi –bahkan jika boleh jujur–
saya tak tertarik untuk masuk Syiah. Hanya saja, meski dibungkus dengan halus,
ajaran ‘menyimpang’ sering membuat banyak kaum Muslimin tertipu.
Ada banyak alasan mengapa saya tidak begitu
tertari dengan Syiah. Di antara alasan-alasan adalah sebagai berikut;
Pertama, hanya orang-orang kafir
yang membenci sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Syiah dikenal dengan kebencian dan laknat
mereka terhadap para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, khususnya
Khalifah Abu Bakar, Umar Ibnu Khattab, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum. Ketiga
khalifah yang mulia ini dianggap Syiah telah merebut hak khilafah dari tangan
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Maka siapa saja dari kalangan sahabat
yang mengakui kekhilafahan mereka bertiga maka dianggap telah kafir oleh Syiah.
Kebencian dan laknat itu sudah menjadi akidah mereka.
Syiah tak akan tegak tanpa kebencian dan
dendam kesumat mereka terhadap para sahabat, padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah
berfirman (artinya);
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ
مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً
سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي
وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ
وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ
فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً
وَأَجْراً عَظِيماً
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka
tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus
di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 29).
Allah menggambarkan kehidupan Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para sahabatnya, saling berkasih sayang
sesama mereka. Lalu Allah memisalkan para sahabat Nabi seperti tunas-tunas yang
tumbuh kokoh yang menyenangkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebaliknya, keadaan para sahabat yang demikian indah digambarkan oleh Allah
justru membuat hati orang-orang kafir jengkel terhadap mereka.
Lalu bagaimana dengan Syiah? Kejengkelan
dan kebencian mereka terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
sudah cukup untuk menjawab siapa sebenarnya mereka.
Kedua, Seperti inilah Allah
mengelompokkan kaum muslimin
Kelompok I: Muhajirin
Golongan al-Muhajirin disebutkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. Al-Hasyr: 8, Allah berfirman (artinya), “(Juga)
bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta
benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka
menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Kelompok II: Anshar
Disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam ayat selanjutnya (artinya), ”Dan orang-orang yang telah menempati Kota
Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin),
mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka
(orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri
mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”
Kelompok III: Yang Mendoakan Muhajirin dan
Anshar
Firman Allah;
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا
إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS:
Al-Hasyr: 10).
Pembaca yang budiman, di kelompok manakah Anda berada? Menjadi golongan
Muhajirin dan Anshar tentu saja tak mungkin, sebab mereka adalah para sahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah wafat.
Menjadi kelompok III? Sangat memungkinkan,
dan semoga kita termasuk dalam kelompok ini. Caranya dengan mendoakan para
sahabat Muhajirin maupun Anshar dan menghilangkan kedengkian terhadap mereka.
Lalu di kelompok manakah Syiah?
Muhajirin? Anshar? Atau yang
mendoakan para sahabat?
Alih-alih mendoakan, hati mereka justru
dipenuhi dendam kesumat terhadap para sahabat.
Celakanya, Allah Azza wa Jalla hanya
mengelompokkan kaum Muslimin ke dalam tiga golongan di atas. Tak ada golongan
ke empat yang dapat menampung Syiah.
Ketiga, Sikap keras dan permusuhan
Syiah terhadap para sahabat ternyata berbeda dengan sikap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap para sahabatnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad)
berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya engkau bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu…” (QS. Ali Imran:
159).
Jika Rasulullah shallallahu alaih wasallam
seorang nabi yang mulia Allah perintahkan untuk bersikap lemah lembut terhadap
para sahabatnya, maka sepantasnyalah umatnya bersikap lebih santun lagi
terhadap mereka radhiyallahu ‘anhum.
ketujuh ayat di atas—dan masih banyak ayat
lainnya—yang menyebabkan saya hingga saat ini tidak kepincut oleh ajaran Syiah
Keempat, Allah Ta’ala mengampuni
dan menyayangi para sahabat, sebaliknya Syiah mengafirkan dan melaknat mereka
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman
لَقَد تَّابَ الله عَلَى النَّبِيِّ
وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ
مِن بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِّنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ
إِنَّهُ بِهِمْ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
(artinya), “Sesungguhnya Allah telah
menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, yang
mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir
berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka (sahabat).” (QS. at-Tawbah: 117).
Ayat di atas turun berkaitan dengan Perang
Tabuk. Para sahabat yang turut serta dalam Perang Tabuk disebut Jaisyul ‘Usrah,
karena sulitnya kondisi kaum muslimin saat itu. Wajar jika akhirnya ada di
antara mereka yang merasa berat dan hampir saja berpaling dari perintah Allah.
Utsman bin Affan menginfakkan 950 unta dan 50 ekor kuda lengkap dengan
muatannya untuk biaya perang. Umar bin Khatthab menginfakkan setengah hartanya
yang tak sedikit, sementara Abu Bakar ash-Shiddiq menginfakkan seluruh
hartanya. Sayangnya, justru ketiga sahabat mulia inilah yang paling dikafirkan
oleh Syiah. Aneh, mereka mengaku muslim tapi akidah mereka menyelisihi
firman-firman Allah.
Kelima, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memaafkan kesalahan para sahabatnya bahkan memohonkan ampun
bagi mereka
Allah berfirman (artinya), “Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah
ampunan untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS.
Ali Imran: 159).
Sejarah membuktikan bahwa para sahabat
radhiyallahu anhum yang telah mendampingi perjuangan Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam terkadang jatuh dalam kesalahan. Apakah Allah melaknat mereka
atau memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mencela dan
menuduh para sahabatnya kafir?
Ternyata Allah ‘Azza wa Jalla justru
memerintahkan Rasul-Nya untuk memaafkan dan memintakan ampunan bagi para
shahabatnya. Bahkan lebih dari itu, beliau pun senantiasa mengajak para
sahabatnya untuk bermusyawarah tentang urusan-urusan perang, politik, ekonomi,
kemasyarakatan, dan lain-lain.
Sekali lagi, bandingkan dengan Syiah.
Mereka sangat berat menerima kesalahan para sahabat. Apakah mereka merasa lebih
mulia dari Allah dan Rasul-Nya? Hanya Allah yang tahu kemudian orang-orang Syiah
itu.
Keenam, Para sahabat adalah
penolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
وَإِن يُرِيدُواْ أَن يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ
حَسْبَكَ اللّهُ هُوَ الَّذِيَ أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ
“Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu,
maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang
memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.” (QS. al-Anfal:
62).
Para mukmin, siapakah mereka? Tentu saja
mereka adalah para sahabat yang telah mempersembahkan harta, jiwa dan raga
mereka untuk membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Subhanallah!
Para sahabat adalah manusia-manusia pilihan
yang dipilih Allah untuk mendampingi perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Jika hari ini, kehormatan para sahabat terus direndahkan oleh
orang-orang Syiah, maka itu tak ada artinya jika dibandingkan dengan sederet
pembelaan Allah Azza wa Jalla terhadap mereka.
Ketujuh, Istri-istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ibunda kaum muslimin
Allah Jalla Jalaluh berfirman
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ
أَنفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
(artinya), “Nabi itu lebih utama bagi
orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah
ibu-ibu mereka…” (QS. al-Ahzab: 6).
Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah ibunda kita kaum muslimin. Sementara Syiah melecehkan, menuduh
berzina, bahkan mengafirkan Ibunda kaum Mukminin Aisyah binti Abi Bakar dan
Hafshah binti Umar radhiyallahum.
Apakah Syiah tidak menganggap bahwa Aisyah
dan Hafshah radhiyallahu ‘anhuma itu sebagai ibunda mereka—dengan konsekuensi
ingkar terhadap firman Allah di atas? Ataukah mereka adalah anak-anak durhaka
terhadap ibundanya? Atau itukah pengakuan bahwa mereka memang bukan bagian dari
kaum muslimin? Wallahu
A’lam.
Setidaknya, ketujuh ayat di atas—dan masih
banyak ayat lainnya—yang menyebabkan saya hingga saat ini tidak kepincut oleh
ajaran Syiah, seindah apapun ia dikemas oleh para pengikutnya. Semoga Saudaraku
Pembaca yang mulia pun demikian. Wallahu al-Hadi ilaa aqwam ath-thariq.*
Penulis
tinggal di Makasar, Sulawesi Selatan