Kalangan
Syiah di Indonesia seringkali menggaungkan agenda taqrib, penyatuan antara
Sunni dan Syiah sebagai modusnya. Sebuah gagasan usang yang terus
diulang-ulang.
Ketua
Dewan Syuro Annas Habib Zein al-Kaff juga menegaskan, ajaran Syiah tidak dapat
disatukan, apalagi disamakan dengan Islam. Rukun Islam dan rukun iman yang
merupakan dasar dari Islam sangat berbeda dengan apa yang diyakini sebagai
rukun oleh Syiah.
Menanggapi
taqrib yang banyak didengungkan untuk menyatukan ajaran Sunni dan Syiah, Habib
Zein menyatakan, hal itu merupakan proyek yang dicanangkan oleh para pemuka
Syiah, termasuk di Indonesia. Menurutnya, langkah itu dilakukan lantaran para
pemuka Syiah menyadari posisi mereka sebagai minoritas.
”Taqrib
mereka gunakan untuk mematahkan fakta minoritas tersebut,” ujar Habib Zein,
lansirRepublika, Selasa (10/11/2015).
Taqrib
juga diyakini sebagai bagian dari upaya pemuka-pemuka Syiah di Iran yang merasa
gagal menyebarkan alirannya di Indonesia. ”Akhirnya, mereka berusaha masuk
melalui taqrib.”
Ketua
Aliansi Nasional Anti-Syiah DKI Jakarta Buya Abu Bakar al-Habsyi menambahkan,
masyarakat Indonesia harus memahami bahwa akidah-akidah Syiah saat ini tidak
pernah ada dalam Syiah yang sejak dulu ada di Indonesia. Akidah-akidah itu,
menurutnya, baru hadir beberapa tahun belakangan ini. ”Itu dimaksudkan agar
masyarakat melihatnya sebagai aliran yang serupa dengan Islam.”
Masyarakat,
lanjut dia, sangat penting untuk memahami hal tersebut sehingga tidak terjebak
dalam taqiyah atau kamuflase yang dimunculkan Syiah selama ini. Melalui
pemahaman itu, tujuan kelompok Syiah untuk memecah belah umat Islam dan
menghancurkan persatuan dan kesatuan NKRI tidak terwujud.
Sementara
itu, Ketua Aliansi Nasional Anti-Syiah (ANNAS) KH Athian Ali mengatakan,
peredaran ajaran dari kelompok Syiah semakin mengkhawatirkan. Ia pun berharap,
masyarakat jangan sampai teperdaya oleh ajaran tersebut.
Selama
ini, menurut Kiai Athian, tak sedikit umat Islam di Indonesia yang teperdaya
oleh ajaran dan tokoh-tokoh Syiah. Akibatnya, mereka membenarkan bahkan
meyakini bahwa perbedaan yang ada dalam ajaran Syiah hanyalah sekadar perbedaan
mazhab. Hal itu, kata dia, tampak jelas dari pernyataan yang pernah disampaikan
Tajul Muluk, salah satu pemuka Syiah di Indonesia. Tajul menegaskan, Alquran
bukanlah kitab suci agama Islam.
Selain
itu, lanjut Kiai Athian, masih banyak lagi ajaran Syiah yang bertentangan
dengan ajaran Islam, seperti perbedaan syahadat, perbedaan shalat ,dan hal-hal
kecil lain, seperti perbedaan wudhu.
“Jadi,
bukan sekadar perbedaan mazhab,” ujar Kiai Athian saat bersilaturahim ke kantor
harian Republika di Jakarta, Senin (9/11).
Ajaran
Syiah yang melaknat para sahabat Nabi Muhammad SAW, menurut dia, juga semakin
menunjukkan bahwa Syiah bukanlah Islam. Karena itu, Kiai Athian yang juga
merupakan pimpinan Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) menegaskan, Syiah tidak
dapat disamakan dengan Islam dan tidak dapat dibiarkan menyebarkan ajarannya di
Indonesia.
Meski
demikian, kata Kiai Athian, selama lima tahun terakhir, gerakan-gerakan Syiah
justru semakin berani menampilkan diri di muka publik. Hal ini karena mereka
merasa sudah memiliki kekuatan yang cukup besar di Indonesia.
Terkait
ancaman Syiah, ANNAS sudah menjalin koordinasi dengan banyak pihak, di
antaranya, DPR, Polri, dan Kemenko Polhukam.(ts/arrahmah)