Sunatullah, Yang Menyimpang Akan Saling Menyokong dan
Sebaliknya
Imam Ibnu Taimiyah berkata, "Rafidhah (Syiah) itu menjadikan
orang-orang yang memerangi Ahlussunnah sebagai teman; mereka bekerja sama
dengan Tatar dan Nasrani. Mereka juga menjalin perdamaian dengan orang-orang
Eropa… …Apabila umat Islam menang atas Tatar, mereka (Syiah) pun berduka dan
bersedih. Sebaliknya, kalau Tatar yang menang, mereka bersuka cita dan bahagia…"
Bukan hanya syiah yang menjadi masalah. Pada
umumnya kelompok-kelompok yang beraliran sesat tidak mungkin bekerjasama dengan
kelompok-kelompok yang beraliran lurus. Dengan kata lain, mereka malah
bekerjasama dengan kelompok-kelompok sesat lainnya. Dulu orang-orang syiah
bekerjasama dengan tentara Mongol untuk menghancurkan Baghdad, ibukota
kekhalifahan Abbasiyah. Mereka juga bekerjasama dengan orang-orang kafir
seperti bangsa Inggris dan Portugal untuk merongrong kekhalifahan Utsmaniyah.
Di saat ini, mereka bekerjasama dengan JIL dan Ahmadiyah.
Jadi, bagaimana mungkin orang yang katanya
memperjuangkan syariat bekerjasama dalam masalah dien dengan orang yang sangat
anti syariat? Bagaimana mungkin orang yang katanya lurus bekerjasama dengan
orang yang menyimpang dari agama? Bagaimana mungkin orang yang katanya meyakini
Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir bekerjasama dengan orang yang meyakini ada
Nabi setelah Nabi Muhammad?
Orang yang baik atau kelompok yang baik dan orang
yang sesat atau kelompok yang sesat memiliki dua hati yang bertolak belakang.
Sunnatullahnya, Nabi Muhammad Saw. tidak bersahabat dengan Abu Lahab dan Abu
Jahal. Karena kedua orang itu jahat dan sesat. Nabi Muhammad Saw. bersabat
dengan orang-orang yang memang menghendaki kebaikan, seperti Abu Bakar
ash-Shiddiq (yang membenarkan Nabi di saat orang lain mendustakannya) dan Umar
al-Faruq (yang mampu membedakan antara yang haq dan yang batil).
Persahabatan itu alami, tidak dibuat-buat,
berjalan sesuai dengan sunnah-Nya. Salman al-Farisi jauh-jauh dari Persia untuk
bersahabat dengan Nabi, begitupun dengan Shuaib ar-Rumi yang berasal dari
Romawi. Bagaimana bisa persahabatan itu diciptakan karena adanya jarak yang
dekat atau jauh. Persahabatan Nabi dengan para sahabatnya tercipta karena
sunnatullah, bukan hasil kreasi manusia.
Abu Lahab dan Abu Jahal adalah dua orang paman
Nabi. Bahkan, Abu Lahab adalah orang yang menyembelih domba akikah ketika Nabi
lahir, tetapi ketika Nabi memproklamirkan kenabian dan kerasulannya, ia menolak
bersahabat dengan Nabi bahkan menjadi musuhnya yang paling utama. Bukankah pula
istri Nabi Luth terkena azab Allah atas kaum Sadum, padahal dia istri seorang
Nabi? Mengapa dia tidak mau bersahabat dengan Nabi? Begitupun dengan Kan’an
putra Nabi Nuh, Azar bapak dari Nabi Ibrahim, Fir’aun bapak angkat Nabi Musa.
Ketiga orang itu tidak mau bersahabat dengan orang yang sudah jelas hujjahnya
dan sudah dikenal baik akhlaknya.
Ketika Allah menyatakan “Sesungguhnya orang-orang
yang beriman itu bersaudara”, kenyataannya seperti itu. Karena persaudaraan itu
adalah fitrah dan sunnatullah. Di belahan bumi manapun, ketika iman menyatukan
kita, ketika kebaikan yang utama, kita adalah dekat, lebih dekat daripada
pertalian darah, seperti persahabatan kaum Muhajirin dan Anshar. Kedua kaum ini
dari tempat yang berbeda; terbentang jarak ratusan kilometer. Apakah kedua kaum
itu berdiri di atas peradaban yang berbeda setelah mereka berkumpul bersama?
Allah Swt. berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103).
Ketika ada nafsu syahwat terselip dalam
persahabatan kita, maka nafsu tersebut akan merenggangkan persahabatan kita.
Semakin banyak syahwat itu terkumpul, semakin rengganglah ikatan persahabatan
kita. Jika kita berusaha menjadi orang yang baik, secara sunnatullah kita akan
berkumpul dan bekerjasama dengan orang-orang yang baik pula.
Chandra HafizunAlim
Alumni Universitas Islam Bandung