Siapa hakikat pembunuh Husein
Desember 23, 2009 oleh ansharulahlubait
Halaman 11 versi syi’ah
Sebenarnya,
Muhammad bin Ali bin Abu Thalib yang populer dengan gelar Ibnu al-Hanif, sudah
menasehatkan kepada saudaranya al-Husein radhiyallahu ‘anhum seraya mengatakan:
“Wahai saudaraku, penduduk Kufah sudah Anda ketahui betapa pengkhianatan mereka
terhadap bapakmu (Ali r.a.) dan saudaramu (al-Hasan r.a.). Saya khawatir nanti
keadaanmu akan sama seperti keadaan mereka sebelumnya!” [1]
Seorang
penyair tersohor, Farazdaq berpantun berkaitan dengan al-Husein r.a., tatkala
ia ditanya tentang Syi’ah beliau yang hendak dijumpai oleh beliau. Ia
menjelaskan: “Hati mereka bersama Anda, sedang pedang beliau melawan Anda.
Ketetapan turun dari langit, dan Allah kuasa berbuat sekehendak-Nya.” Al-Husein
menjawab: “Anda benar, Allahlah yang kuasa menetapkan persoalan. Dan setiap
hari ia berada di dalam urusan. Sekiranya datang ketentuan sebagaimana kesukaan
dan kerelaan kami, kami pun memuji Allah atas karunia-karunia nikmatnya, bahkan
Dialah tempat tujuan selayaknya untuk mengungkapkan syukur. Tetapi apabila
terjadi situasi yang di luar harapan, niscaya Dia tidak akan jauh dari
orang-orang yang berniat baik dan berbatin takwa.”[2]
Imam
al-Husein r.a. tatkala beliau berpidato kepada mereka, beliau telah menyinggung
sikap pendahulu mereka dan juga sikap mereka terhadap bapak dan saudara beliau.
Di dalam pidato, beliau menyatakan: “ . . ., sekiranya kalian tidak bersedia
melaksanakannya dan kalian hendak membatalkan janji kalian, kalian hendak
menanggalkan baiat terhadapku dari pundak kalian, maka memang kalian sudah
dikenal dengan sikap demikian, karena kalian pun telah bersikap serupa itu
terhadap bapakku, saudaraku, dan juga putra pamanku Muslim. Akan tertipulah
orang-orang yang cenderung kepada kalian, . . . “[3]
Dan
pernyataan-pernyataan Imam al-Husein r.a. sebelumnya yang mana beliau meragukan
surat-surat mereka. Kata beliau: “Sesungguhnya mereka itu telah membuat diriku
cemas, dan inilah surat-surat penduduk Kufah, sedang mereka memerangiku.”[4]
Pada
kesempatan lainnya beliau r.a. mengatakan: “Wahai Allah, turunkanlah ketetapan
antara kami dengan kaum yang telah mengundang diri kami hendak membela, tetapi
justru memerangi kami!”[5]
Syi’ah
(pengikut) al-Husein r.a. telah mengundang (dengan dalih) hendak membelanya,
tetapi kemudian memerangi beliau sendiri!”
Salah
seorang Syi’i bernama Husein Kurani mengatakan:
“Penduduk
Kufah tidak puas sekedar berpisah meninggalkan Imam al-Husein, bahkan mereka
berubah sikap, mengubah pendirian mereka ke pendirian ketiga, yaitu kini mereka
bergegas berangkat menuju Karbala’ dan memerangi Imam al-Husein a.s. Di
Karbala’ mereka saling berlomba menyatakan pendirian mereka yang sesuai dengan
kepuasan setan dan mendatangkan murka Sang Maha pemurah. Contohnya, kita lihat,
bahwa Amru bin al-Hajjaj, lelaki yang baru kemarin bersiap siaga di Kufah
seolah-olah laksana seorang penggembala gembalaan Ahlul Bait, berjuang membela
mereka, juga merupakan orang yang telah mengerahkan pasukan untuk menyelamatkan
orang besar Hani bin Urwah, secara nyata-nyata telah berbalik pendirian, yaitu
dengan menganggap bahwa al-Imam Husein telah keluar dari agama (Islam). Marilah
kita renungkan pernyataan berikut: “Ketika itu Amru bin al-Hajjaj berkata
kepada rekan-rekannya: “Perangilah orang-orang yang telah keluar dari agama dan
meninggalkan jemaah . . , dst.” [6]
Husein
Kurani juga menjelaskan: “Kita lihat pendirian lain yang membuktikan sikap
munafik penduduk Kufah. Abdullah bin Hauzah at-Taimi datang berdiri di hadapan
Imam al-Husein a.s. seraya berteriak: “Adakah di antara kalian yang bernama
Husein?”
Orang
ini termasuk penduduk Kufah sedang kemarin ia tergolong Syi’ah Ali a.s., dan
boleh jadi ia termasuk orang yang turut menulis surat kepada Imam, atau
termasuk jemaah yang terlibat dan mereka yang lain yang juga menulis surat . .
. , “ Lebih lanjut ia berkata; “Hai Husein, berbahagialah dengan masuk neraka
!” [7]
Murtadha
Muthahari mempertanyakan: “Bagaimana penduduk Kufah sampai berangkat untuk
memerangi al-Husein a.s. pada saat menganggap cinta kepada mereka dan memiliki
jalinan kasih sayang?”
Kemudian
ia pun menjawabnya sendiri: “Jawabannya, ialah karena rasa gentar dan takut
yang telah menjangkiti penduduk Kufah. Secara umum sejak masa pemerintahan
Ziyad dan Mu’awiyah, dan yang kemudian kian meningkat dan bertambah-tambah
dengan kehadiran Ubaidillah, lelaki yang dengan serta merta telah membunuh
Maitsam at-Tamar, Rasyid, Muslim, dan Hani, . . ,dan ini berkaitan dengan
perubahan sikap mereka yang terlibat lantaran berambisi dan berhasrat kepada
penghasilan, harta, dan kehormatan duniawi…,”
“Adapun
sikap orang-orang terpandang dan para tokoh, mereka ini telah dilanda takut
terhadap Ibnu Ziyad, terpikat oleh harta sejak hari pertama ia memasuki Kufah.
Pada saat ia berseru kepada mereka semua seraya berkata: “Barangsiapa di antara
kalian berada di barisan yang menentang, maka saya akan menghapuskan soal
hadiah kepadanya.”
Demikianlah,
contohnya Amir bin Majma’ atau bernama Majma’ bin Amir, ia berkata: “Adapun
para tokoh mereka, maka mereka telah menjadi besarlah korupsi mereka, dan telah
memenuhi tabiat mereka.”[8]
Seorang
Syi’i Kadhim al-Ihsai an-Najafi menjelaskan:
“Pasukan
yang berangkat hendak memerangi Imam Husein a.s. sebanyak 300.000. Seluruhnya
adalah penduduk Kufah. Tidak ada di antara mereka yang berasal dari Syam,
Hejaz, India, Pakistan, Sudan, Mesir, maupun Afrika, bahkan seluruhnya adalah
penduduk Kufah yang terhimpun dari beraneka ragam kabilah.” [9]
Ketika
Husein melihat laskar Kufah dan pengikut-pengikutnya berpaling darinya, beliau
sadar bahwasanya tiada tempat pelarian baginya. Ia lalu berdoa :
‘Allahumma
ya Allah, berilah keputusan antara kami dan suatu kaum yang mengundang kami,
dengan janji membela kami, lalu mereka itu malahan akan membunuh kami’. Ia
kemudian berjuang terus hingga jatuh terbunuh. Semoga rahmat dan keridhaan
Allah dilimpahkan kepadanya. Nyatalah bahwa semua yang datang di medan perang
Karbala, dengan tujuan memeranginya dan melaksanakan pembunuhan terhadapnya,
adalah laskar Kufah, tidak ada seorangpun warga Syam yang ikut.[10]
Seorang
sejarawan Syi’i Husein bin Ahmad al-Buraqi an-Najafi menerangkan: “Al-Qazwaini
mengatakan: “Balasan yang perlu dilakukan terhadap penduduk Kufah, adalah
lantaran mereka telah menikam al-Hasan bin Ali a.s, dan mereka membunuh
al-Husein a.s setelah mereka mengundang beliau.”[11]
Seorang
sejarawan Syi’i tersohor Ayatullah al-‘Udhma Muhsin Amin mengatakan: “Lalu
berbaiatlah dari penduduk Kufah sebanyak 20.000 orang, yang mana mereka
mengkhianatinya. Kemudian mereka pun berangkat memerangi beliau pada saat baiat
(janji setia) masih berada di pundak mereka. Kemudian mereka pun membunuh
beliau.”[12] Jawad
Muhaditsi mengatakan: “Segala penyebab-penyebab seperti ini berdampak
menyusahkan Imam Ali a.s. dalam dua kasus, dan Imam al-Hasan menghadapi
pengkhianatan mereka. Di antara mereka Muslim bin Aqil terbunuh dalam kondisi
teraniaya. Al-Husein mati dalam keadaan kehausan di Karbala’ dekat Kufah dan di
tangan tentara Kufah.” [13]
Seorang
tokoh Syi’i Abu Manshur ath-Thabrisi, Ibnu Thawus, al-Amin, dan para tokoh
lainnya mengutip informasi dari Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib yang
dikenal dengan Zainal Abidin r.a., dari bapak-bapaknya, seraya mencela
Syi’ahnya yang telah menghinakan bapanya dan membunuhnya pula, ia berkata:
“Wahai
manusia, kuperingatkan kalian terhadap Allah, tidak sadarkah kalian, bahwa
kalian telah menulis surat kepada bapakku, lalu kalian khianati? Kalian
memberikan janji, ikrar, dan baiat, lalu kalian membunuhnya dan menghinakannya.
Celakalah hasil dari perbuatan yang telah kalian lakukan bagi diri kalian,
buruknya nalar kalian. Dengan pandangan bagaimanakah kalian akan memandang
kepada Rasulullah s.a.w. manakala beliau bertanya kepada kalian: “Kalian telah
membunuh keturunanku, dan kalian telah mencemarkan kehormatanku. Jadi, kalian
bukanlah umatku!”
Para
wanita saling menjerit seraya menangis dari berbagai penjuru. Sebagian mereka
berkata kepada sebagian lainnya: “Binasalah kalian lantaran perbuatan kalian.”
Lalu beliau a.s. berkata lagi: “Semoga Allah merahmati orang yang suka menerima
nasehatku, menjaga wasiatku berkaitan (hak-hak) Allah, Rasul-Nya, dan Ahlul
Baytnya. Sebab, kami telah memperoleh teladan baik dari Rasulullah.”
Secara
serentak para hadirin berseru: “Kami semua bersedia mendengar, patuh, siap
membantu beban tuan, tidak akan mengabaikan tuan dan tidak pula melalaikan
tuan. Oleh karena itu, perintahkanlah kami dengan suatu perintah, semoga tuan
dirahmati Allah. Sebab, kami siap berperang kepada orang yang memerangi tuan,
berdamai dengan orang yang berdamai dengan tuan. Benar-benar kami akan menuntut
bela terhadap Yazid, dan kami pun memutuskan hubungan dari mereka yang
menzalimi tuan dan menzalimi kami.”
Beliau
a.s. menjawab :
“Aduhai,
aduhai, wahai para pengkhianat penipu. Ambisi kalian telah dihalangi oleh hawa
nafsu kalian. Adakah kalian akan bersikap terhadapku sebagaimana sikap kalian
terhadap bapak-bapakku sebelumnya? Tidak lagi, betapa banyak orang-orang yang
suka menari-nari. Sungguh luka ini belum lagi kering. Baru kemari bapakku
terbunuh dan Ahlul Baitku pun terbunuh bersamanya. Saya belum dapat melupakan
derita Rasulullah s.a.w. beserta keluarganya, derita bapakku beserta
putra-putra bapakku. Dan itu bisa didapati di antara duka dan kepahitanku, di
antara kerongkongan dan tenggorokanku, sedang cabang-cabangnya mengalir di
hamparan dadaku . . .,” [14]
Tatkala
Imam Zain al-Abidin rahimahullahu Ta’ala lewat dan melihat penduduk Kufah
sedang meratap dan menangis, lalu beliau menegurnya seraya berkata: “Kalian
meratapi dan menangisi kami, lalu siapa yang telah memerangi kami?” [15]
Di
dalam sebuah riwayat dikisahkan, tatkala beliau lewat Kufah yang mana
penduduknya meratap. Ketika itu beliau tinggal sebagai tamu karena terhalang
oleh sakit. Dengan suara pelahan beliau berkata: “Kalian meratapi dan
menangis kami? Lalu siapa yang telah memerangi kami?” [16]
Di lain riwayat tentang diri beliau rahimahullah,
dinyatakan bahwa beliau berkata dengan suara lemah karena beliau sedang
dirundung sakit: “Sekiranya mereka itu menangisi kami, lalu siapakah yang telah
memerangi kami selain mereka?” [17]
Pada
halaman berikutnya Thabarsi menukilkan kata – kata Imam Ali Zainal Abidin
kepada orang – orang Kufah. Kata beliau , ” Wahai manusia (orang – orang
Kufah)! Dengan Nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kepada kamu. Tidakkah
kamu sadar bahawasanya kamu mengutuskan surat kepada
ayahku
(menjemputnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan
perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya
dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk
dirimu”.
Sayyidatina
Zainab , saudara perempuan Sayyidina Husain yang terus hidup selepas peristiwa
itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya,
“Wahai
orang – orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan
air mata kami belum lagi kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum lagi
terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang
memintal benang kemudian dirombaknya kembali. Kamu juga telah
merombak ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran. Adakah kamu meratapi
kami padahal kamu sendirilah yang membunuh kami. Sekarang kamu pula menangisi
kami. Demi Allah ! Kamu akan banyak menangis dan sedikit ketawa. Kamu telah
membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukkan kehinaan ini sama sekali
tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun”.[18]
Doa
anak Sayyidatina Fatimah ini tetap menjadi kenyataan dan berlaku di kalangan
Syiah hingga hari ini .
Ummu
Kultsum binti Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Wahai
penduduk Kufah, celakalah kalian, mengapa kalian menghinakan Husein dan
membunuhnya, kalian rampok harta bendanya dan kalian warisi, kalian caci maki
istri-istrinya dan kalian buat menderita. Celakalah kalian, terazablah
kalian.
Tragedi
apakah yang menimpa kalian, beban apakah yang terpikulkan di punggung kalian,
darah-darah manakah yang telah kalian tumpahkan, kehormatan-kehormatan mana
pulakah yang telah kalian cemarkan, anak-anak manakah yang telah kalian bajak,
harta-harta mana yang telah kalian rampok. Kalian telah membunuh orang-orang
baik sesudah Nabi s.a.w. dan keluarganya, dan kasih sayang sudah tercabut dari
hati kalian!”[19]
Tentang
riwayat Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha ini juga dikutipkan kepada kita oleh
ath-Thabrisi dan al-Qumi, al-Muqarram, al-Kurani, Ahmad Rasim, dan juga
menjelaskan ten-tang penyelewengan para pengkhianat hina. Kata beliau radhiyallahu
‘anha:
“Kemudian
dari itu, wahai penduduk Kufah, hai para pengkhianat, para penipu, dan tukang
makar. Ingatlah, sejarah tiada akan terlupakan dan tragedi pun tiada akan
tertenteramkan. Orang-orang seperti kalian adalah laksana orang yang merusak
jalinan tenunannya sendiri setelah kokoh hingga tercerai berai.
Kalian
jadikan iman kalian selaku barang dagangan di antara kalian. Adakah pada
pribadi kalian selain hasrat hati dan bangga, lirikan dan dusta, merayu budak-budak
wanita, bergelimang permusuhan. Seperti seorang penggembala pada
tempat sampah, atau perak di dasar tanah. Betapa buruk bidang-bidang yang
kalian upayakan bagi diri kalian, karena kemurkaan Allah akan menimpa kalian,
dan kalian pun akan kekal di dalam azab. Adakah kalian menangisi saudaraku?
Memang, sungguh! Banyak-banyaklah menangis dan tertawalah sedikit, karena
kalian mendapat tragedi kehinaan dan ter-kenang aib karenanya, dan tak akan
pernah terlupakan selamanya.
Bagaimana kalian dapat melupakan pembunuhan terhadap
keturunan Sang Penutup para nabi?; sumber risalah?; pemimpin pemuda penghuni
surga?; tempat berlindung perang kalian dan pembela kelompok kalian? ; pusat
kesejahteraan kalian, wilayah pangkalan kalian, tempat rujukan untuk kalian
mengadu, dan menara hujah kalian sendiri? Betapa buruk apa-apa yang telah
kalian upayakan bagi diri kalian sendiri, betapa buruk beban yang akan kalian
pikul pada hari kebangkitan kalian. Binasa, binasa, celaka, celaka, sebab upaya
telah sia-sia, dan celakalah tangan-tangan manusia, tepukan-tepukan pun merugi.
Dan kalian akan kembali dengan menghadap kemurkaan Allah. Kalian akan ditimpa
kehinaan dan kenistaan. Celakalah kalian, tidakkah kalian mengerti betapa susah
payah upaya Muhammad saw telah kalian sia-siakan? Betapa janji telah kalian
pungkiri? Betapa kehormatan beliau telah kalian cemarkan? Betapa darah beliau
telah kalian tumpahkan? Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara
yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karenanya, dan bumi terbelah,
dan gunung-gunung pun runtuh. Sesungguhnya kalian telah mendatangkan kelusuhan
dan ketercabik-cabikan sepenuh bumi dan langit.”[20]
Seorang
pemuka Syi’i Asad Haidar berkenaan Zainab binti Ali radhiyallahu
‘anhuma yang mana beliau berpidato kepada segenap orang yang
menyambutnya dengan tangisan seraya meratap. Kata beliau
seraya mencemooh mereka:
“Adakah kalian menangis dan berpura-pura sayang?” Ya,
benar, banyak-banyaklah menangis dan tertawalah sedikit. Sebab kalian akan
menderita aib dan kenistaan karenanya, dan kalian tak akan dapat terbebas
daripadanya melalui upaya pembersihan selama-lamanya. Bagaimana mungkin kalian
akan terbebas dari pembunuhan terhadap cucu Sang Penutup para nabi? . . .,
dst.”[21]
Di
lain riwayat dinyatakan, beliau mengeluarkan kepala dari tandu seraya berkata
kepada penduduk Kufah:
“Celakalah
kalian hai penduduk Kufah! Para lelaki kalian membunuhi kami sementara para
wanita kalian menangisi kami. Yang akan menjadi hakim bagi kami atas kalian
adalah Allah pada hari ditetapkannya masing-masing hukuman.”[22]
Sementara
Fatimah anak perempuan Sayyidina Husain pula berkata, :
“Kamu
telah membunuh kami dan merampas harta benda kami kemudian telah membunuh
datukku Ali ( Sayyidina Ali ). Sentiasa darah – darah kami menitis dari ujung –
ujung pedangmu……Tak lama lagi kamu akan menerima balasannya. Binasalah kamu!
Tunggulah nanti azab dan kutukan Allah yang akan terus menerus menghujani kamu.
Siksaan dari langit akan memusnahkan kamu akibat perbuatan terkutukmu. Kamu
akan memukul tubuhmu dengan pedang – pedang di dunia ini dan di akhirat nanti
kamu akan terkepung dengan azab yang pedih “.
Apa
yang dikatakan oleh Sayyidatina Fatimah binti Husain ini dapat dilihat dengan
mata kepala kita sendiri di mana pun Syiah berada.
Pengakuan
Syiah Kufah sendiri bahwa merekalah yang membunuh Sayyidina Husain. Golongan
Syiah Kufah yang mengaku telah membunuh Sayyidina Husain itu kemudian muncul
sebagai golongan “At-Tawwaabun” yang kononnya menyesali tindakan mereka
membunuh Sayyidina Husain. Sebagai cara bertaubat , mereka telah
berbunuh-bunuhan sesama mereka seperti yang pernah dilakukan oleh orang – orang
Yahudi sebagai pernyataan taubatnya kepada Allah karena kesalahan mereka
menyembah anak lembu sepeninggalan Nabi Musa ke Thur Sina . Air mata darah yang
dicurahkan oleh golongan “At-Tawaabun” itu masih kelihatan dengan jelas
pada lembaran sejarah dan tetap tidak hilang walaupun coba dihapuskan oleh
mereka dengan beribu – ribu cara.
Pengakuan
Syiah pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain ini diabadikan oleh ulama – ulama
Syiah yang merupakan tonggak dalam agama mereka seperti Baaqir Majlisi,
Nurullah Syustri dan lain-lain di dalam buku mereka masing-masing. Baaqir
Majlisi menulis :
“Sekumpulan
orang – orang Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah mereka, ”
Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh orang
lain . Kita telah membunuh “Ketua Pemuda Ahli Syurga” karena Ibn Ziad anak haram
itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama mereka untuk
memberontak terhadap Ibn Ziad tetapi tidak berguna apa – apa”.[23]
Qadhi
Nurullah Syustri menulis di dalam bukunyaMajalisu Al’Mu’minin bahwa
setelah sekian lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Sayyidina Husain terbunuh,
ketua orang-orang Syiah mengumpulkan orang-orang Syiah dan berkata :
“Kita
telah memanggil Sayyidina Husain dengan memberikan janji akan taat setia
kepadanya , kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya. Kesalahan kita
sebesar ini tidak akan diampunkan kecuali kita berbunuh-bunuhan sesama kita “.
Dengan
itu berkumpullah sekian ramai orang – orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil
mereka membaca ayat : ” Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan
kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu di sisi Tuhan yang
menjadikan kamu “[24].
Kemudian mereka berbunuh-bunuhan sesama sendiri. Inilah golongan yang dikenali
dalam sejarah Islam dengan gelaran “At-Tawaabun“.
Sejarah
tidak lupa dan tidak akan melupakan peranan Syits bin Rab’ie di dalam pembunuhan
Sayyidina Husain di Karbala . Tahukah anda siapa itu Syits bin Rab’ie? Dia
adalah seorang Syiah ekstrim, pernah menjadi duta Sayyidina Ali di dalam
peperangan Siffin, dan sentiasa bersama Sayyidina Husain. Dialah juga yang
menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap
kerajaan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
Sejarah
memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4,000 orang bala tentera untuk
menentang Sayyidina Husain dan dialah orang yang mula – mula turun dari kudanya
untuk memenggal kepala Sayyidina Husain.[25]
Adakah
masih ada orang yang ragu – ragu tentang Syiahnya Syits bin Rab’ie dan tidakkah
orang yang menceritakan perkara ini ialah Mulla Baaqir Majlisi , seorang tokoh
Syiah terkenal ? Secara tidak langsung ini bermakna pengakuan daripada pihak
Syiah sendiri tentang pembunuhan itu .
Lihatlah
pula kepada Qais bin Asy’ats ipar Sayyidina Husain yang tidak diragukan lagi
tentang ke-Syiah-annya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah
menjelaskan kepada kita bahwa dialah orang yang merampas selimut Sayyidina
Husain dari tubuhnya selepas selesai pertempuran ?[26]
Selain
daripada pengakuan mereka sendiri yang membuktikan merekalah sebenarnya
pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain, kenyataan saksi-saksi yang turut serta di
dalam rombongan Sayyidina Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala yang
terus hidup selepas peristiwa ini juga membenarkan dakwaan ini termasuk
kenyataan Sayyidina Husain sendiri yang sempat direkamkan oleh sejarah sebelum
beliau terbunuh.
Sayyidina
Husain berkata dengan menunjukkan kata-katanya kepada orang-orang Syiah Kufah
yang siap sedia bertempur dengan beliau:
“Wahai
orang – orang Kufah ! Semoga kamu dilaknat sebagaimana dilaknat maksud- maksud
jahatmu. Wahai orang – orang yang curang, zalim dan pengkhianat! Kamu telah
menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan, tetapi setelah kami
datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu maka
sekarang kamu hunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu
musuh-musuh di dalam menentang kami “.[27]
Beliau
juga berkata kepada Syiah :
“Binasalah
kamu ! Bagaimana bisa kamu menghunuskan perang dendammu dari sarung – sarungnya
tanpa sembarang permusuhan dan perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami
? Kenapakah kamu siap sedia untuk membunuh Ahlul Bait tanpa sembarang sebab?
” [28]
Akhirnya
beliau mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk
bertempur dengan beliau :
“Ya
Allah! Tahanlah keberkahan bumi dari mereka dan cerai beraikanlah mereka.
Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena mereka menjemput
kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang
dendam terhadap kami “.[29]
Beliau
juga telah mendoakan keburukan untuk mereka dengan kata – katanya:
“Binasalah
kamu ! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat…….. Kamu akan
menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang – pedang di atas tubuhmu dan
mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat
keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila mati
nanti sudah tersedia azab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab
yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya”.[30]
Dari
kata-kata Sayyidina Husain yang dipaparkan oleh sejarawan Syiah sendiri, Mulla
Baqir Majlisi , dapat disimpulkan bahwa :
Pertama, propaganda yang disebarkan oleh
musuh-musuh Islam melalui penulisan sejarah bahwa pembunuhan Ahlul Bait di
Karbala merupakan balas dendam dari Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait yang telah
membunuh pemimpin-pemimpin Bani Umayyah yang kafir di dalam peperangan Badar ,
Uhud, Siffin dan lain-lain tidak lebih daripada propaganda kosong semata-mata
karena pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain dan Ahlul Bait di Karbala bukannya
datang dari Syam, bukan juga dari kalangan Bani Umayyah tetapi dari kalangan
Syiah Kufah .
Kedua, keadaan Syiah yang senantiasa
diburu dan dihukum oleh kerajaan – kerajaan Islam di sepanjang sejarah
membuktikan diterimanya doa Sayyidina Husain di medan Karbala atas
pengkhianatan Syiah kepada cucu Rasulullah saw.
Ketiga, upacara menyiksa badan dengan
memukul tubuhnya dengan rantai, pisau dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk
perkabungan yang dilakukan oleh golongan Syiah itu sehingga mengalir darah juga
merupakan bukti diterimanya doa Sayyidina Husain dan upacara ini dengan jelas
dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah .
Adapun
di kalangan Ahlus Sunnah tidak pernah ada upacara yang seperti ini dan dengan
hal itu, jelas menunjukkan bahwa merekalah golongan yang bertanggungjawab
membunuh Sayyidina Husain.
Keempat, betapa kejam dan kerasnya hati
golongan ini dapat dilihat pada tindakan mereka menyembelih dan membunuh
Sayyidina Husain bersama dengan keluarganya walaupun setelah mendengar ucapan
dan doa keburukan untuk mereka yang diminta oleh beliau . Itulah dia golongan
yang buta mata hatinya dan telah hilang kewarasan pemikirannya karena setelah
mereka selesai membunuh, mereka melepaskan kuda Zuljanah yang ditunggangi
Sayyidina Husain sambil memukul-mukul tubuh untuk menyatakan penyesalan. Dan
inilah dia upacara perkabungan pertama terhadap kematian Sayyidina Husain yang
pernah dilakukan di atas muka bumi ini sejauh pengetahuan sejarah. Dan sampai
hari ini anak cucu golongan ini meneruskan upacara perkabungan ini setiap
kali tiba tanggal 10 Muharram.
Dari
keterangan di atas dapat kita simpulkan beberapa hal :
Pertama, orang – orang yang menjemput
Sayyidina Husain ke Kufah untuk memberontak adalah Syiah.
Kedua, orang – orang yang tampil untuk
bertempur dengan rombongan Sayyidina Husain di Karbala itu juga Syiah.
Ketiga, Sayyidina Husain dan orang – orang
yang ikut serta di dalam rombongannya terdiri daripada saudara- saudara
perempuannya dan anak-anaknya menyaksikan bahwa Syiahlah yang telah membunuh
mereka .
Keempat, golongan Syiah Kufah sendiri
mengakui merekalah yang membunuh di samping menyatakan penyesalan mereka dengan
meratap dan berkabung karena kematian orang – orang yang dibunuh oleh mereka.
[1] Muntaha
al-Amaal; (1/454)
[2] Al-Majaalisu
al-Faakhirah; hal. 79
[3] Ma’aalimu
al-Madrasatain (3/71-72). Ma’aali as-Sibthain (1/275). Bahru al-‘Uluum; 194.
Nafsu al-Mahmuum; hal. 172. Khoiru al-Ash-haab; hal. 39. Tadhlimu az-Zahraa';
hal. 170.
[4] Maqtal
al-Husain; hal. 175.
[5] Muntaha
al-Amaal (1/535).
[6] Fii
Rihaabi Karbalaa'; hal. 60-61.
[7] Fii
Rihaabi Karbalaa'; hal. 61.
[8] Al-Malhamah
al-Husainiyyah; (3/47-48).
[9] Asyuura';
hal. 89
[10] Murujudz
al-Dzahab, jilid III, hal. 61.
[11] Tariikh
Kufah; hal. 113.
[12] A’yaanu
asy-Syii’ah (1/26).
[13] Mausuu’atu
Asyuura'; hal. 59.
[14] Pidato
ini diterangkan ath-Thabari di dalam al-Ihtijaaj (2/32). Juga Ibnu Thawus di
dalam “al-Malhuuf”; hal 92. Al-Amin di dalam Lawaa’iju al-Asyjaan; hal. 158.
Abbas al-Qumi di dalam Muntaha al-Amaal; Juz pertama; hal. 572. Husein
al-Kurani di dalam Rihaabu Karbalaa'; hal. 183. Abdur Razaq al-Muqarram di
dalam Maqtal al-Husain; hal. 317. Murtadhla ‘Iyad di dalam Maqtal al-Husain;
hal. 87. Diulang pula oleh Abbas al-Qumi di dalam Nafsu al-Mahmuum; hal. 360.
Juga dikemukakan oleh Ridhla al-Qazwaini di dalam Tadhlimu az-Zahraa'; hal.
262.
[15] Al-Malhuuf;
hal. 86. Nafsu al-Mahmuum; hal. 257. Maqtal al-Husain; oleh Murtadhla ‘Iyad;
hal. 83; edisi 4, th. 1996 m. Tadhlimu az-Zahraa'; hal. 257.
[16] Muntaha
al-Amaal (1/570).
[17] Al-Ihtijaaj
(2/29).
[18] Jilaau
Al ‘ Uyun, hal. 424
[19] Al-Luhuuf;
hal. 91. Nafsu al-Mahmuum; 363. Maqtal al-Hu-sain; oleh al-Muqarram; hal. 316.
Lawaa’iju al-Asyjaan; hal. 157. Maqtal al-Husain; oleh Murtadhla
‘Iyad; hal.86. Tadhlim az-Zahraa'; oleh Ridhla bin Nubi al-Qazwaini; hal.
261.
[20] Al-Ihtijjaaj;
2/29. Muntaha al-Amaal; 1/570. Maqtal; oleh al-Muqarram; hal. 311,dan
berikutnya. Fii Rihaab Karbalaa'; hal. 146, dan seterusnya. ‘Alaa Khathi
al-Husain; hal. 138. Tadhlim az-Zahraa'; 258
[21] Ma’a
al-Husain fii Nahdhlatih; hal. 295
[22] Dikutip
oleh Abbas al-Qumi di dalam “Nafsu al-Mahmuum”; hal. 365. Juga disebutkan oleh
Syeikh Ridhla bin Nubi al-Qazwaini di dalam “Tadhlimu az-Zahraa'”; hal. 264.
[23] Jilaau
Al’Uyun , m.s. 430
[24] Al-Baqarah
ayat 54.
[25] Jilaau
Al’Uyun dan Khulashatu Al Mashaaib, hal. 37
[26] Khulashatu
Al Mashaaib , hal. 192
[27] Jilaau
Al’ Uyun, hal. 391
[28] Ibid.
[29] Ibid
[30] Ibid,
hal. 409
Mengungkap Dalang
Pembunuhan Husain radhiyallahu ‘anhu
Cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Husain bin
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma gugur terbunuh di tanah Karbala.
Tragis dan mengenaskan. Dan Yazid bin Muawiyah pun jadi tersangka tunggal dalam
tragedi ini. Nama Yazid busuk. Bahkan bapaknya Muawiyah radhiyallahu anhu pun
tercemar. Laknat sekelompok manusia terus membayangi mereka, terlebih di hari
terbunuhnya Husain radhiyallahu anhu, 10 Muharram atau hari Asyura.
Siapa yang tak akan benci dan murka kepada pembunuh cucu
tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?
Namun
benarkah Yazid membunuh Husain radhiyallahu anhu? Atau benarkah
Yazid memerintahkan supaya Husain radhiyallahu anhu dibunuh di Karbala?
Sejenak, kita kembali ke tahun 61 H tepatnya di Padang
Karbala.
PEMBUNUH HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHU TERNYATA ADALAH
SYIAH KUFAH
PENGAKUAN PARA PEMBUNUH HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHU
Syiah Kufah
telah mengakui bahwa merekalah yang membunuh Husain radhiyallahu anhu. Pengakuan
Syiah pembunuh-pembunuh Husain radhiyallahu anhu ini diabadikan oleh
ulama-ulama Syiah yang merupakan rujukan dalam agama mereka seperti Baqir
al-Majlisi, Nurullah Syusytari, dan lain-lain di dalam buku mereka
masing-masing.
Mullah
Baqir al-Majlisi, seorang ulama rujukan Syiah menulis,
“Sekumpulan orang-orang Kufah terkejut oleh satu suara
ghaib. Maka berkatalah mereka, “Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak
pernah dilakukan oleh orang lain. Kita telah membunuh “Penghulu Pemuda Ahli
Surga” karena Ibnu Ziyad anak haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia
di antara sesama mereka untuk memberontak terhadap Ibnu Ziyad tetapi tidak
berguna apa-apa.” (Jilaau al-‘Uyun, halaman 430).
Qadhi
Nurullah Syusytari pula menulis di dalam bukunya Majalisu al-Mu’minin bahwa setelah
sekian lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Husain radhiyallahu ‘anhu terbunuh, pemuka
orang-orang Syiah mengumpulkan kaumnya dan berkata,
“Kita telah memanggil Husain radhiyallahu anhu dengan
memberikan janji akan taat setia kepadanya, kemudian kita berlaku curang dengan
membunuhnya. Kesalahan kita sebesar ini tidak akan diampuni kecuali
kita berbunuh-bunuhan sesama kita.” Dengan itu berkumpullah sekian banyak orang
Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat (artinya), “Maka bertaubatlah kepada
Tuhan yang telah menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik
bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu.” (QS. Al-Baqarah: 54).
Kemudian mereka berbunuh-bunuhan sesama mereka. Inilah golongan yang dikenali
dalam sejarah Islam dengan gelar “at-Tawwaabun.”
Sejarah tidak lupa dan tidak akan melupakan peranan Syits
bin Rab’i di dalam pembunuhan Husain radhiyallahu anhu di Karbala. Tahukah Anda siapa itu Syits bin
Rab’i? Dia adalah seorang Syiah tulen, pernah menjadi duta Ali
radhiyallahu anhu di dalam peperangan Shiffin, dan senantiasa bersama Husain
radhiyallahu ‘anhu. Dialah
juga yang menjemput Husain radhiyallahu anhu ke Kufah untuk mencetuskan
pemberontakan terhadap pemerintahan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah
dilakukan olehnya?
Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4.000
orang bala tentara untuk menentang Husain radhiyallahu anhu, dan dialah orang yang mula-mula
turun dari kudanya untuk memenggal kepala Husain radhiyallahu anhu. (Jilaau al-Uyun dan Khulashatu al-Mashaaib,
hal. 37).
Masihkah ada orang yang ragu-ragu tentang Syiah-nya Syits
bin Rab’i dan tidakkah orang yang menceritakan perkara ini ialah Mullah Baqir
al-Majlisi, seorang tokoh Syiah terkenal? Secara tidak langsung hal ini berarti
pengakuan dari pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan itu.
Lihatlah
pula kepada Qais bin Asy’ats, ipar Husain radhiyallahu
anhu, yang tidak diragukan tentang Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya?
Bukankah sejarah menjelaskan kepada kita bahwa itulah orang yang merampas
selimut Husain radhiyallahu anhu dari tubuhnya selepas pertempuran? (Khulashatu
Al Mashaaib, halaman 192).
KESAKSIAN AHLUL BAIT YANG SELAMAT DALAM TRAGEDI KARBALA
Pernyataan saksi-saksi yang turut serta di dalam
rombongan Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala, yang terus hidup selepas
peristiwa ini, juga membenarkan bahwa Syiahlah pembunuh Husain dan Ahlul Bait.
Termasuk pernyataan Husain radhiyallahu anhu sendiri yang sempat direkam oleh
sejarah sebelum beliau terbunuh. Husain radhiyallahu anhu berkata dengan menujukan kata-katanya kepada
orang- orang Syiah Kufah yang saat itu tengah siaga bertempur melawan beliau,
“Wahai
orang-orang yang curang, zalim, dan pengkhianat! Kamu telah
menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan, tetapi ketika kami
datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu, maka sekarang kamu justru
menghunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam
menentang kami.” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).
Beliau juga
berkata kepada Syiahnya, “Binasalah kamu! Bagaimana mungkin kamu
menghunuskan pedang dendammu dari sarung-sarungnya tanpa adanya permusuhan dan
perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami? Mengapa kamu akan membunuh Ahlul Bait tanpa
adanya sebab?” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).
Ali Zainal
Abidin putra Husain radhiyallahu anhu yang turut serta di dalam
rombongan ke Kufah dan terus hidup selepas terjadinya peristiwa itu, juga
berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang meratap dengan
mengoyak-ngoyak baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan
suara yang lemah berkata kepada mereka,
“Mereka ini
menangisi kami. Bukankah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain
mereka?” (Al-Ihtijaj karya At Thabarsi, halaman 156).
Pada
halaman berikutnya Thabarsi, seorang ulama Syiah terkenal menukilkan kata-kata
Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kufah. Kata beliau, “Wahai manusia
(orang-orang Kufah)! Dengan nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kepada
kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahwa kamu mengirimkan surat kepada
ayahku (mengundangnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah
memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya,
membiarkannya dihina. Celakalah
kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu.”
LAKNAT DAN
KUTUKAN AHLUL BAIT ATAS SYIAH-NYA
Husain radhiyallahu anhu mendoakan keburukan untuk
golongan Syiah yang sedang
berhadapan untuk bertempur dengan beliau, “Ya Allah! Tahanlah
keberkatan bumi dari mereka dan cerai-beraikanlah mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci
mereka karena mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang
mereka menghunuskan pedang dendam terhadap kami.” (Jilaau Al Uyun, halaman
391).
Ternyata, nasib Syiah yang sentiasa diuber-uber di
beberapa daerah dan negara-negara Islam di sepanjang sejarah membuktikan
terkabulnya kutukan dan laknat Sayyidina Husain di medan Karbala atas Syiah.
Beliau juga berdoa, “Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi
pihakku di dunia dan di akhirat… Kamu akan menghukum diri
kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan
menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia
dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila kamu mati, kelak sudah
tersedia adzab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab yang
akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya.” (Mullah
Baqir Majlisi – Jilaau Al Uyun,
halaman 409).
Peringatan
hari Asyura pada tanggal 10 Muharram oleh orang-orang Syiah, di mana mereka
menyiksa badan dengan memukuli tubuh mereka dengan rantai, pisau, dan pedang
sebagai bentuk berkabung yang dilakukan oleh golongan Syiah, sehingga mengalir darah dari tubuh mereka
sendiri juga merupakan bukti diterimanya doa Husain radhiyallahu anhu. Upacara ini
dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah. Videonya bisa pembaca lihat disini
Zainab, saudara perempuan Husain radhiyallahu
anhu yang terus hidup
selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya, “Wahai orang-orang Kufah
yang khianat, penipu! Kenapa
kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum kering karena kezalimanmu itu.
Keluhan kami belum terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti
perempuan yang memintal benang kemudian diuraikannya kembali. Kamu juga telah
mengurai ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran… Adakah kamu meratapi
kami, padahal kamu sendirilah yang membunuh kami? Sekarang kamu pula menangisi
kami. Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Kamu telah
membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukan kehinaan ini sama sekali
tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun.” (Jilaau Al Uyun,
halaman 424).
Kutukan dan
laknat ini pun dapat kita saksikan saat ini. Syiah yang terus
memperingati tragedi Karbala setiap 10 Muharram (Asyura) menjadikan hari
tersebut sebagai hari berkabung. Mereka membacakan kisah terbunuhnya Husain,
syair-syair sedih tentang kematian Husain, lalu mereka menangis, meratap pilu,
dan seterusnya.
Adapun di kalangan Ahlus Sunnah (Sunni) yang dituduh
Syiah membenci Ahlul Bait, tidak pernah terjadi upacara yang seperti ini yang
menunjukkan bahwa laknat dan kutukan Husain beserta ahlul baitnya tidak
menyentuh mereka. Sebaliknya, justru Syiah yang mengaku-ngaku sebagai pecinta
Ahlul Baitlah yang terkena kutukan-kutukan ini. Maka dengan itu jelaslah bahwa
Syiahlah golongan yang bertanggungjawab membunuh Husain radhiyallahu anhu.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kaum muslimin
dan bangsa ini dari tipu daya mereka.
Sumber: Buletin
al-Fikrah, edisi 02 tahun ke-15/11 Muharram 1435H/15 November 2013 M
Video Perayaan
Asyura di berbagai negara, silahkan lihat di link ini
Syahadat syiah
berbeda dengan syahadat islam, silahkan lihat disini videonya
MUI Pusat
mengeluarkan buku tentang SESATNYA SYIAH, silahkan lihat disini
Pendiri NU
menyatakan bahwa SYIAH ITU KAFIR, silahkan lihat disini postingannya
Versi
syi’ah : Siapa Pembantai Imam Husayn dan pengikutnya di Karbala?
Versi Syi’ah
Sampai hari
ini, para pengikut Ibnu Taimiyah berusaha meyakinkan bahwa pembunuh Husein bin
Ali adalah pengikut Syiah sendiri. Karena pada saat itu Syiah Ali banyak
ditemui di Kufah dan merekalah yang memanggil Husein untuk datang ke Kufah
dengan melayangkan ribuan surat kepada Husein as. Husein dikhianati oleh kaum
Syiah, merekalah pembunuh Husein yang sebenarnya. Oleh karenanya, mereka
meratapi kejadian Karbala karena penyesalan akan pengkhiatan kaumnya. Jadi
kambing hitam atas tragedi Karbala adalah orang-orang Syiah.
Logika ini sama persis seperti yang dilakukan Amr bin Ash pendamping setia
Muawiyah terhadap Imam Ali bin Abi Thalib as tentang peristiwa kesyahidan Ammar
bin Yasir ra, sahabat Rasul dan pengikut setia Ali. Dikarenakan Rasulullah saww
pernah bersabda –dalam hadis mutawatir- kepada Ammar; "sataqtuluka fiah
baghiah" (engkau akan dibunuh oleh kelompok pendurhaka). Pada waktu perang
Shiffin, perang antara kubu Amirulmukminin Ali as dan Muawiyah di daerah yang
terkenal dengan sebutan Shiffin, di situ Ammar terbunuh. Kala itu, Ammar di
pihak Amirulmukminin Ali as. Dengan terbunuhnya Ammar di pihak Ali, beberapa
kaum pembela Muawiyah ingat sabda Rasul tadi, mereka pun bimbang. Untuk
menghindari kebimbangan itu yang tentu akan mengurangi semangat bala
tentaranya, Amr bin Ash penasehat setia Muawiyah mengatakan bahwa pembunuh
Ammar adalah Ali. Dengan alasan, "jikalau Ali tidak memerangi Muawiyah
niscaya Ammar tidak akan terbunuh". Karena ajakan Ali, Ammar terbunuh,
berarti Ali-lah pembunuh Ammar. Logika yang lucu tapi nyata. Hanya manusia
bodoh yang menerima logika semacam itu. Karena jika kita dipaksa menerima
logika tersebut berarti kita harus menerima juga ungkapan bahwa pembunuh para
sahabat Rasul adalah Rasul sendiri, karena Rasullah yang mengajak mereka
berperang
Memang, saat itu kaum Syiah banyak ditemui di Kufah, namun tidak semua orang
Kufah bermazhab Syiah. Tidak semua yang melayangkan surat ke Husein bin Ali adalah
yang bermazhab Syiah. Mereka yang melayangkan surat juga termasuk orang yang
mengakui kekhalifahan Syeikhain. Mereka turut melayangkan surat dikarenakan
kecintaan mereka kepada keluarga Rasul dan kebencian mereka akan kezaliman.
Bukankah yang mengajarkan kecintaan kepada keluarga Rasul bukan hanya khusus
mazhab Syiah saja? Bukankah yang mengajarkan kebencian terhadap berbagai
kezaliman bukan hanya dikhususkan mazhab Syiah saja? Atas dasar itulah, lantas
ribuan surat melayang ke pangkuan Husein bin Ali as.
Mereka-mereka pencari kambing hitam peristiwa Karbala tidak tahu (jahil) –atau
sengaja tidak mau tahu (keras kepala)- bahwa sebelum peristiwa Karbala, ribuan
penduduk Kufah dibunuh oleh Ubaidillah bin Ziyad dengan bekerjasama dengan
Nukman bin Basyir gubernur Kufah, bawahan Yazid. Pembunuhan itu atas perintah
langsung dari Syam, pusat pemerintahan rezim Yazid. Perintah itu keluar setelah
Yazid mendengar melalui mata-matanya bahwa penduduk Kufah banyak melayangkan
surat kepada Husein. Selain pembunuhan juga dilakukan penangkapan besar-besaran
penduduk Kufah, pendukung imam Husein. Dan intimidasi untuk menarik kembali
baiat yang mereka layangkan kepada Husein di bawah ancaman mati di ujung
pedang. Lantas, masihkah pengikut Ibnu Taimiyah terus akan mencari-cari kambing
hitam itu? Ataukah mereka terus berusaha untuk selalu mencari jalan lain dalam
rangka membela kaum durjana?
Berikut ini bukti-bukti bahwa penyerangan dan pembunuhan terhadap diri
al-Husein as adalah atas perintah Yazid bin Mu’awiyah:
1. Suyuthi berkata: “Maka Yazid mengirm surat kepada gubernurnya di Irak,
Ubaidullah bin Ziyad, agar memeranginya (al-Husein).” [Lihat: Suyuthi, “Tarikh
al-Khulafa”, hal. 207].
2. Ibn Sa’ad mengatakan: “Kala itu Nu’man bin Basyir menjabat sebagai gubernur
Kufah. Yazid khawatir bahwa Nu’man tidak berani menghadapi al-Husein. Sehingga
kemudian ia mengirim surat kepada Ubaidullah bin Ziyad agar menjadi gubernur di
Kufah, menggantikan Nu’man. Ia juga memerintahkan kepada Ubaidullah agar
menghadapi al-Husein, dan agar segera mencapai Kufah sebelum didahului oleh
al-Husein.” [Ibn Sa’ad, “Thabaqat”, seputar “Maqtal al-Husein”].
Mengenai kegembiraan Yazid atas terbunuhnya al-Husein as, berikut riwayatnya:
1. Ibn Atsir, ulama ahli rijal, yang terkenal dengan kitab rijal-nya “Usud
al-Ghabah” mengatakan: “Yazid memberi izin kepada masyarakat untuk menemuinya,
sementara kepala (al-Husein) berada di sisinya. Ia lalu memukuli mulut dari
kepala tersebut, sembari mengucapkan syair.” [Lihat: Ibn Atsir, “Tarikh
al-Kamil”, jilid 4, hal. 85].
Ibn Atsir mengatakan: “Ketika kepala al-Husein sampai ke hadapan Yazid, maka
hal itu telah menggembirakan Yazid terhadap apa yang telah ia (Ibn Ziyad)
lakukan. Hingga kemudian orang-orang masuk, menunjukkan kebencian kepadanya,
melaknatnya, dan mencacinya. Karenanya, Yazid pun lalu menunjukkan penyesalan
atas terbunuhnya al-Husein.” [Lihat: Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4,
hal. 87].
2. Ibn Katsir meriwayatkan dari Abu ‘Ubaidah Mua’mar bin al-Matsna, yang
mengatakan: “Ketika Ibn Ziyad membunuh al-Husein dan orang-orang yang bersama
beliau, ia lalu mengirimkan kepala-kepala tersebut kepada Yazid. Maka Yazid pun
bergembira pada mulanya, dan menempatkan Ibn Ziyad di samping dirinya. Namun
tak berapa lama kemudian, ia menunjukkan penyesalan.” [Lihat: Ibn Katsir,
“Al-Bidayah wa al-Nihayah”, jilid 8, hal. 255].
3. Al-Qasim bin Abdurahman (salah seorang budak Yazid bin Mu’awiyah) berkata:
“Tatkala kepala-kepala diletakkan di hadapan Yazid bin Mu’awiyah, yaitu kepala
al-Husein, keluarga, dan para sahabat beliau. Ia (Yazid) berkata: “Sungguh kami
telah membelah kepala seseorang dari para lelaki yang angkuh terhadap kami,
yang mana mereka adalah orang-orang yang paling durhaka dan paling lalim.”
[Lihat: Thabari, “Tarikh al-Umam wa al-Mulk”, jilid 6, hal. 391].
Al-Qasim bin Bukhait berkata: “Yazid lalu memberi izin orang-orang untuk masuk,
sementara kepala (al-Husein) berada di hadapannya. Ia lalu memukul-mukul mulut
dari kepala itu dengan tongkat seraya bersyair.” [Lihat: Thabari, “Tarikh
al-Umam wa al-Mulk”, jilid 6, hal. 396-397].
Uwanah bin al-Hakam al-Kalbi berkata: “Ubaidillah lalu memanggil Muhaffiz bin
Tsa’labah dan Syimr bin Dzil Jausyan dan berkata: “Berangkatlah dengan membawa
perbekalan dan kepala untuk menghadap amirul mukminin Yazid bin Mu’awiyah.”
Mereka lalu berangkat. Dan ketika sampai di istana Yazid, Muhaffiz berteriak
dengan suara lantang: “Kami datang dengan membawa kepala manusia paling dungu
dan keji.” Yazid pun berkata: “Ibu Muhaffiz tidak melahirkan seorang yang lebih
keji dan lebih dungu darinya (al-Husein). Sedangkan ia (al-Husein) adalah
seorang pemutus hubungan yang zalim.” Dan tatkala Yazid melihat kepala
al-Husein, ia berkata: “Sungguh kami telah membelah kepala seseorang dari para
lelaki yang angkuh terhadap kami, yang mana mereka adalah orang-orang yang
paling durhaka dan paling lalim.” [Lihat: Thabari, “Tarikh al-Umam wa al-Mulk”,
jilid 6, hal. 394-396; Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 84].
4. Para penulis sejarah ahlusunnah terkenal meriwayatkan: “Setelah diarak
keliling kota, Ibn Ziyad (gubernur Kufah) mengirim kepala al-Husein as kepada
Yazid bin Mu’awiyah di Syam (Damaskus). Saat itu bersama Yazid terdapat Abu
Barzah al-Aslami. Lalu Yazid meletakkan kepala tersebut di hadapannya dan
memukul-mukul mulut dari kepala itu dengan tongkat seraya bersyair. Abu Barzah
lalu berkata: “Angkat tongkatmu! Demi Allah, aku kerap melihat Rasulullah
mencium bibir itu.” [Lihat: Ibn Katsir, “Al-Bidayah wa al-Nihayah”, jilid 7,
hal. 190; Al-Mas’udi, “Muruj al-Dzihab”, jilid 2, hal. 90-91; “Tarikh Thabari”,
jilid 2, hal. 371; Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 85].
Diposkan oleh AHLUL BAIT NABI SAW di 11.01