Sudah menjadi rahasia
umum bahwa salah satu dari doktrin sekte sesat Syiah adalah masalah pengkafiran
terhadap Abu Bakar Ash-Shidiq dan putrinya Aisyah Ash-Shiddiqoh ra. Hal ini
berangkat dari sifat hasad yang dimiliki oleh sekte tersebut. Dan jika ada
seorang penganut Syiah yang mengingkari doktrin ini maka bisa dipastikan antara
dia sedang bertaqiyah atau dia sedang meruntuhkan doktrin para rahbarnya
sendiri. Dalam coretan sederhana ini penulis ingin mengajak kepada segenap umat
Islam, dan juga kepada segenap orang yang sudah tertular virus zombie Syiah
untuk berfikir akan benar-tidaknya doktrin tersebut.
Langkah
pertama adalah kita wajib mengimani bahwa Allah adalah Dzat yang Maha
Mengetahui, dari hal terkecil sampai hal terbesar, dari awal sampai akhir
semuanya telah diketahui Allah, karena salah satu sifat Allah adalah
“Al-Aliim”. Dan barangsiapa yang mengingkari bahwa Allah mempunyai sifat
“Al-Aliim” maka sama dengan dia merendahkan Allah dan juga mengingkari
Al-Qur’an. Berangkat dari sifat “Al-Aliim” yang dimiliki oleh Allah, maka Allah
tidak akan pernah keliru dalam segala hal, terutama apa yang tercantum dalam
Al-Qur’an.
Langkah
kedua adalah kita perlu tahu bahwa tokoh-tokoh yang nama atau isyarohnya (Kata
yang menunjukan kepada sosok tokoh tersebut) Allah sebutkan dalam Al-Qur’an,
maka keadaan agama mereka tetap seperti itu sampai akhir hayat mereka. Misalkan
ketika Allah menyebutkan nama Fir’aun dengan kekafirannya, maka keadaan Fir’aun
tetap dalam kekafiran sampai akhir hayatnya. Begitu juga ketika Allah menyebutkan
nama Luqman Al- Hakim dengan keislaman yang dia pegang, maka sampai meninggal
dunia pun Luqman tetap menjadi seorang muslim. Hal ini karena Allah tahu bahwa
sosok yang dia sebut adalah sosok yang tetap dalam keagamaannya sampai akhir
hayatnya, baik itu sosok masa lampau atau sosok yang masih hidup tatkala
Al-Qur’an tersebut diturunkan.
Bingung?
Jangan bingung kita uraikan di bawah ini. Allah berfirman mengenai keagamaan
Fir’aun dengan menyebut langsung nama Fir’aun :
اِذهَب إِلَى
فِرعَونَ إِنَّهُ طَغى
“Pergilah
kepada fir’aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas” (QS. An-Naziat 17)
Maka
keadaan fir’aun tetap melampau batas sampai menjelang mautnya baru ketika nafas
sudah dikerongkongannya dia terpaksa mengakui kebenaran risalah Nabi Musa as
berharap bias selamat. Namun nasi sudah menjadi bubur dan tidak bisa
dikembalikan menjadi beras lagi, penyesalan tiada guna yang menyebabkan dia
masuk neraka.
Contoh
lain ketika Allah menyebutkan kaum Tsamud dengan keagamaan mereka, maka bisa
dilihat bahwa kaum Tsamud mati dalam keadaan kafir juga. Ini mengenai keadaan
para pembangkang dalam Al-Qur’an maka matinya pun tetap dalam kekafiran.
Sekarang
kita lihat keadaan orang-orang yang beriman, sebut saja kisah Maryam dan Luqman
Al-Hakim yang hidup dalam keadaan beriman dan mulia, maka mereka meninggalkan
dunia ini pun masih tetap dalam keadaan beriman dan mulia. Dan tidak akan
pernah ditemui ayat yang menyatakan kekafiran mereka diakhir hayatnya.
Itulah
bukti-bukti dan rumus bahwa tokoh yang disebutkan dalam Al-Qur’an baik nama
ataupun Isyarohnya dengan kondisi keagamaan mereka, maka mereka pun
meninggalkan dunia tetap dalam keadaan yang sama. Kecuali yang telah Allah
ceritakan kronologi kehidupannya dan ada ayat yang jelas membahas perpindahan
keyakinannya, semisal kisah Balqis dari penyembah matahari menjadi muslimah
sejati.
Logika
sederhana ini mari kita bawa untuk membahas Abu Bakar Ash-Shidiq dan putrinya
Aisyah Ash-Shidiqoh ra. Allah berfirman mengenai Abu Bakar ra :
إِلاَّ تَنصُرُوهُ
فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ
هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ
اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ
الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Artinya :
“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya
(yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah); sedang dia salah
seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata
kepada sahabatnya, “jangan engkau bersedih sesungguhnya Allah bersama kita”.
Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya dan membantu dengan bala tentara
(malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang
kafir itu rendah. Dan firman Allah yang tinggi, Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana”. (QS. At-Taubah 40)
Ayat ini
adalah ayat yang menerangkan ihwal hijrah Nabi Muhammad saw disertai sahabatnya
yakni Abu Bakar ra. Dan dalam ayat ini jelas bahwa Abu Bakar adalah seorang
muslim dan termasuk orang yang “menolong Nabi Muhammad saw serta da’wahnya”,
serta setia terhadap Nabi Muhammad saw. Maka ketika melihat rumus di atas bias
dipastikan keadaan Abu Bakar ra tetap sebagai penolong agama, tetap menjadi
mukmin sejati hingga akhir hayatnya. Sebagai buktinya adalah tidak ada satu
ayat atau satu hadits pun yang menerangkan tentang kekafiran Abu Bakar yang
telah disanjung Allah dalam ayat ini.
Begitu
juga dengan keadaan istri-istri nabi, dalam hal ini perihal Aisyah ra. Aisyah
adalah istri nabi yang mendapatkan tazkiyah “pensucian” dari atas lagit
ketujuh, sebagaimana yang telah difirmankan Allah :
إِنَّ الَّذينَ
جاؤُو بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ
لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَ الَّذي تَوَلَّى
كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذابٌ عَظيمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang datang membawa berita bohong itu adalah golongan kamu juga.
Janganlah kamu kata bahwa perbuatan mereka itu membawa akibat buruk bagi kamu,
bahkan itu adalah membaikkan. Setiap orang akan mendapat hukuman dari sebab
dosa yang dibuatnya itu. Dan orang yang mengambil bagian terbesar akan mendapat
siksaan yang besar pula.” (QS. An-Nur 11)
Ayat ini
adalah isyaroh mengenai kesucian Aisyah, dan hal ini sampai akhir hayatnya
ibunda Aisyah tetap dalam keadaan mulia dan suci. Sungguh keji orang yang
mengatakan “Aisyah zina dengan Thalhah dan Zubair”, seharusnya mereka bertaqwa
kepada Allah sebelum bara api neraka masuk ke mulutnya, karena Aisyah lebih
pantas dan layak dihormati daripada ibu kandungnya sendiri.
Jadi
kesimpulannya adalah, Allah menyebut Isyaroh Abu Bakar dan Aisyah ra dengan
Isyaroh yang baik dan keadaan agama yang sangat mulia, maka sampai akhir
hayatnya Abu Bakar dan Aisyah ra tetap menjadi orang yang mulia dan baik
agamanya. Sebagai buktinya adalah peran Abu Bakar ra dalam membasmi para
pengikut Musailamah Al-Kadzab, di mana Syiah ketika itu kalau memang Syiah
adalah ada sejak zaman Nabi dan pemeluk Islam yang baik?.Dan sebagai buktinya
adalah ketundukan Ali dan keluarga kepada Abu Bakar ra yang saat itu menjadi
khalifah, Ali tidak pernah memberontak karena memang Ali tahu bahwa Abu Bakar
adalah orang mulia. Jika benar Abu Bakar telah kafir, maka Ali akan memberontak
karena kepemimpinan orang kafir terhadap orang islam itu haram, namun Ali tidak
memberontak dan Ali tunduk sebagai bentuk pengakuan akan kemuliaan dan
keabsahan Abu Bakar sebagai Khalifah.
Begitu
juga bukti mengenai Aisyah, tatkala perang Jamal dimenangkan Ali, Ali tidak
membunuh Aisyah ra karena Ali tahu akan kemuliaan Aisyah dimata Nabi Muhammad
saw. Jika memang Aisyah kafir seperti yang dituduhkan Syiah saat ini, maka Ali
pasti membunuhnya karena membunuh kafir harbi apalagi saat perang itu adalah
tindakan mulia. (syiahindonesia.com)
Abu Dawud
Ulinnuha Arwani
Al-Madinah
Al-Munawwarah