Monday, June 1, 2015

Beberapa Rujukan-rujukan Agama Syi’ah

FATWA DAN PENDIRIAN ULAMA SUNNI TERHADAP AQIDAH SYI’AH
M. O. BAABDULLAH
(Ulama Terkemuka Dari Manarul Islam Bangil)
Beberapa Rujukan-rujukan Agama Syi’ah
Pertama:
AL-KAFI, dikarang oleh ALKULAINI, kitab ini terdiri dari tiga bagian dalam 8 juz: AL-USHUL, AL-FURU’ AL-RAWDHAH, terisi dengan 16199 Hadits.
Berkata Ulama mereka Agha Bazrak Attahrani memujinya: Dia (AL-KAFI) adalah yang paling mulia di antara keempat kitab, Ushul yang menjadi sandaran, tidak pernah ditulis riwayat-riwayat manqul dari keluarga Rasul seperti (AL-KAFI) itu, oleh kepercayaan Islam Muhammad bin Yaqub Alkulaini Arrazi, Wafat tahun 328 Hijriyyah. (Kitab Adzdzari’ah fi thashanif Assyiah 17 hlm. 245).
Berkata Annisaburi memujinya: KEPERCAYAAN ISLAM, TOKOH ULAMA-ULAMA, BULAN PURNAMA, PENGHIMPUN SUNAN DAN ATSAR, yang dihadiri oleh DUTA-DUTA AL-QAIM (Imam mereka yang ghaib), yaitu: Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Alkulaini Arrazi, telah diceritakan bahwa kitabnya dipertunjukkan kepada AL-QAIM (imam mereka yang ghaib), yang dijawab olehnya: CUKUP, ITU UNTUK SYI’AH KAMI”. (Rawdlatul Jannat 2 hlm. 116).
Berkata Husin bin Abubakar Alhabsyi Bangil, memujinya: AL-KAFI, oleh ALKULAINI, Abi Ja’far Muhammad bin Ya’qub Alkulaini (329), YANG PALING AGUNG, PALING BENAR DAN PALING BAGUS, isi matannya 16190 Hadits, dihimpun oleh ALKULAINI dalam masa 20 tahun. (Surat tulisan tangan dibubuhi tanda tangannya).
Kedua:
MAN LA YAHDHURUHUL-FAQIH dikarang oleh tokoh mereka ABI JA’FAR ASSADUQ, MUHAMMAD BIN ALI BIN ALHUSIN BIN MUSA BIN BABAWAIH ALQUMMI, meninggal tahun 381 H, terdiri dari 6593 Hadits; berkata Muhammad Shodiq Asshadr memujinya: Ini adalah sumber kedua bagi Assyi’ah, dan berkata: Tokoh kami ASSADUQ telah mencapai satu kedudukan yang mulia di zamannya yang tidak pernah dicapai oleh orang lain, dan merupakan orang yang pertama mendapat gelar ASSADUQ (yang benar) dimana gelar itu khusus baginya, dimana dengan gelar itu langsung orang mengenalnya, gelar itu didapat karena KEPASTIANNYA dalam meriwayatkan, serta KEKUATAN HAFALANNYA, dan KETELITIANNYA. (Assyi’ah hlm. 124).
Ketiga:
ATTAHDZIB, oleh tokoh Ulama Syi’ah, ABI JA’FAR MUHAMMAD BIN ALHASAN BIN ALI ATTHUSI, meninggal tahun 460 H, kitab ini merupakan ketiga bagi Agama Syi’ah mencakup 1590 Hadits.
Telah disebutkan tentang kitab ini: IA MERUPAKAN BEKAL BAGI SEORANG FAQIH TENTANG APA YANG DIMINTA DARI RIWAYAT-RIWAYAT HUKUM PADA UMUMNYA YANG TIDAK DAPAT DIPENUHI OLEH SELAINNYA. (Assyi’ah hlm. 125-126).
Keempat:
AL-ISTIBSHAR, oleh tokoh Ulama Syi’ah Abi Ja’far Atthusi juga yang digelar dengan SYAIKHUTTAIFAH (Tokoh Ulama Syi’ah), buku ini terdiri dari 6531 Hadits.
Inilah keempat kitab mereka dalam Hadits yang mereka anggap SHAHIH (benar), yang mereka percaya, dan mengakui KEAGUNGANNYA, KEBENARANNYA, DAN KEBAGUSANNYA yang mereka puji buku-buku itu maupun pengarangnya dengan sanjungan dan pujian setinggi langit.
Dari buku-buku inilah bercabang banyak buku-buku mereka yang lain yang senada dan seirama dengan keempat induk rujukan itu, seperti: ALWAFI, yang dikarang oleh Almullah Muhsin Alkasyi, WASAILUS-SYIAH, yang dikarang oleh Muhammad bin Hasan bin Alhurrulamili, BIHARUL ANWAR, dikarang oleh Almajlisi, ALAWALI FILHADITS, dikarang oleh Albahrani, MUSTADRAK AL-WASAIL, dikarang oleh Mirza Husin Annuri Attibrisi pengarang kitab celaka FASHLULKHITAB, AL-ANWARUNNUMANIYAH, dikarang oleh Ni’matullah Aljazairi, AL-IHTIJAJ, oleh Ahmad bin Ali Attibrisi, dan banyak lagi. Begitu juga mereka mempunyai kitab-kitab mengenai perawi-perawi Hadits, seperti: Rijalul Kissyi, Rijalun-Najasi, Rijalutthusi dan lain sebagainya.
Kitab-kitab tafsir mereka yang terkenal adalah Tafsir Alqummi, Abulhasan Ali bin Ibrahim Alqummi, yang dipuji oleh Annajasi dengan: BENAR DALAM HADITS, TELITI, DAPAT DIANDALKAN, LURUS ALIRANNYA, BANYAK MENDENGAR dan MENGARANG KITAB-KITAB, dan mempunyai KITABUTTAFSIR. (Rijalunnajasi 183).
Telah disebut oleh Alabbas Alqummi dengan pujian: Dia termasuk yang termulia di antara perawi-perawi sahabat-sahabat kami, dan tokoh-tokoh Ahlilhadits meriwayatkan dari padanya, tidak kami ketahui tanggal kematiannya, tetapi dia hidup ditahun 307 H. (Alkuna Wal-alqab 3 hlm. 68).
Disebut juga oleh Agha Bazrak Attahrani dengan: Dia hidup semasa Abilhasan Muhammad Alimam Alaskari AS, dan mengenai Tafsirnya dia berkata: Sesungguhnya tafsir itu adalah Tafsir kedua Imam yang Shodiq. (Kitab Addzariah 4 hlm. 302).
Di antara kitab-kitab mereka yang penting juga adalah NAHJULBALAGHAH yang ditafsir oleh Ibnu Abilhadid Almu’tazili.
Itulah induk kitab-kitab Assyi’ah, yang menjadi saksi atas penyimpangan mereka dan pembuka rahasia-rahasia Aqidah mereka yang selama ini mereka tutup rapat, dari kitab-kitab rujukan agama mereka itu, kami simpulkan Aqidah dan kepercayaan mereka dalam mukaddimah ini dalam sepuluh kesimpulan, yang bagaimanapun juga tidak dapat dihubungkan atau dikaitkan dengan Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad saw, dari Allah Tuhannya, Islam yang Allah sempurnakan sebagai Agama dan genapkan sebagai ni’mah dan ridla untuk menjadi DIN Agama bagi kaum Muslimin.
Sepuluh kesimpulan itu adalah sebagai berikut:
1. Kaum Syi’ah Rawafidh berkepercayaan bahwa Sahabat-sahabat Nabi Saw. Kesemuanya murtad dari Agama Islam setelah Rasulullah Saw. Wafat, terkecuali belasan orang saja.
2. Kaum Syi’ah berkeyakinan bahwa para sahabat Nabi Saw. (selain beberapa orang saja yang mereka sebut dalam buku-buku rujukan agama mereka) telah berkhianat kepada Allah dan Rasulnya dan mengkhianati amanat-amanat yang Rasulullah serahkan kepada mereka dan mereka telah merubah-rubah Al-Quran yang merupakan amanah ditangan mereka. Mereka para Sahabat itu dan barangsiapa mengikuti dan membela mereka, adalah kafir yang tidak diterima amalan maupun kebajikan apapun dari mereka.
3. Kaum Syi’ah berkepercayaan bahwa khilafah harus ada pada Ali Bin Abi Thalib kemudian anaknya Alhasan, kemudian Alhusain dan kemudian sembilan orang lagi dari anak cucu Alhusain, Radhiallahu Anhum Ajmain, dan tidak boleh selain mereka itu, sekalipun pada anak-anaknya Alhasan Cucu Rasulullah atau keluarga Rasulullah yang lain, adapun Abu Bakar, Umar, Utsman dan yang lain, menurut Syi’ah, telah merampas kekuasaan dari Ali dan anak-anaknya, maka dengan perampasan itu mereka menjadi, DHALIM, FASIQ, KAFIR, WAJIB DILA’NAT DAN WAJIB KEKAL DALAM NERAKA. (Naudzubillah dari kedengkian Syi’ah)
4. Kaum Syi’ah percaya bahwa Al-Quran yang ada ini, sesungguhnya telah dirubah-rubah, ditambah dan banyak dikurangi, dan isinya hanya sepertiga dari Quran yang asli yang disimpan oleh Imam mereka yang Ghaib, Muhammad bin Hasan Al-Askari, yang akan membawanya nanti apabila dia keluar dari Gua persembunyiannya bila tiba waktunya, kemudian menyingkirkan Quran yang ditangan kaum Muslimin ini; sementara Imam mereka yang Ghaib itu belum keluar dari Gua persembunyiannya, Imam-imam kaum Syi’ah memerintahkan kaum Syi’ah pengikutnya untuk memakai Al-Quran yang ada ini secara terpaksa dan secara taqiyyah, sampai Imam Ghaib mereka itu datang membawa Al-Quran yang asli yang dihimpun oleh Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib ra menurut anggapan dan kepercayaan Syi’ah Rawafidh (Waliadzubillah dari kedurhakaan dan dusta mereka)
5. Kaum Syi’ah percaya kalau Imam-imam mereka mengetahui Ilmu Ghaib dan mengetahui yang telah terjadi dan akan terjadi dan mengetahui yang ada di sorga dan apa yang ada di neraka, dan mereka tidak akan mati terkecuali dengan ikhtiar dan kehendak mereka sendiri, dan derajat mereka lebih tinggi dari derajat para Malaikat dan para Rasul, Roh-roh mereka diciptakan dari cahaya keagungan Allah, sedangkan tubuh-tubuh mereka dan Roh-roh Syi’ah mereka, Allah ciptakan dari sejenis tanah yang tersimpan dan terpelihara di bawah “Al-Arsy”, bahan-baku dan materi yang dari padanya Imam-imam Syi’ah dan kaum Syi’ah diciptakan, adalah materi khususi untuk mereka saja, sedangkan manusia-manusia yang lain diciptakan dari sejenis materi yang menjadi kayu bakar untuk api neraka.
6. Kaum Syi’ah percaya bahwa Sunnah dan Hadits-hadits Nabi Saw yang terhimpun dalam kitab-kitab Shahih, Sunan dan Musnad-musnad kaum Muslimin Ahlissunnah Wal-Jama’ah, tidak bernilai senilai sayap seekor nyamuk.
7. Kaum Syi’ah percaya kepada Aqidah “ARRAJ’AH”, yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum hari Kiamat dikala Imam mereka yang Ghaib keluar dari persembunyiannya, dimana Imam itu nanti menghidupkan kembali Ali dan anak-anaknya beserta para Syi’ahnya untuk menghukum musuh-musuhnya serta melampiaskan pembalasan dendam kepada mereka yang akan dihidupkan kembali juga pada waktu itu. Menurut Syi’ah musuh-musuh itu adalah: Abubakar, Umar, Utsman, Aisyah, Hafsah dan siapa saja yang mengikuti dan membenarkan mereka dan bersimpati kepada mereka.
8. Kaum Syi’ah percaya kepada Aqidah “AL-BADA’”, yaitu hilangnya sesuatu dari pengamatan Allah, kemudian nampak kembali bagi-Nya. Telah disebutkan oleh Ulama mereka: ANNUBAKHTI, bahwa Ja’far bin Muhammad Al Baqir menentukan keimamam ISMAIL anaknya, dan menunjukkan kepada itu sewaktu Ismail masih hidup, tetapi Ismail kemudian mati sewaktu ayahnya Ja’far masih hidup, oleh sebab itu kata mereka Ja’far berkata: TIDAK ADA YANG TAMPAK BAGI ALLAH DALAM SESUATU HAL SEBAGAIMANA YANG TAMPAK BAGINYA DALAM ANAK SAYA ISMAIL. (Kitab Firaqus Syi’ah hal 84). Kaum Syi’ah percaya kalau Imam-imam mereka itu MA’SHUM (tidak dapat lupa, tidak dapat khilaf, tidak dapat berbuat salah dan sempurna semenjak lahir sampai mati), sedangkan Imam mereka Ja’far As shadiq yang menurut mereka ma’shum itu telah menentukan dan menobatkan keimaman anaknnya sendiri yang bernama Ismail, tetapi kemudian Ismail itu meninggal dunia sewaktu ayahnya Ja’far masih hidup. Maka untuk melepaskan diri dari problema “ISHMAH” ini, bahwa Imam tidak bisa lupa atau khilaf, mereka mengada-ngada “Aqidah Bada’”, jadi buat mereka BADA’, adalah tampak bagi Allah dalam hal Ismail yang tadinya tidak tampak, jadi buat mereka Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tidak! (WALIADZUBILLAH).
9. Kaum Syi’ah percaya kepada “TAQIYYAH” dan berkata Taqiyyah itu adalah Agamanya dan Agama Leluhurnya dan mereka berkata tidaklah beriman barangsiapa tidak pandai-pandai bertaqiyyah dan bermain watak. Arti Taqiyyah itu adalah, menampakkan selain yang mereka niat dan sembunyikan, bila mereka bertemu orang beriman, mereka katakan kami ini beriman, tetapi bila mereka menyendiri dengan tokoh-tokoh mereka, mereka berkata, sebenarnya kami tetap menyertai kamu, kami hanya memperdaya mereka, sesungguhnya Allah-lah yang memperdaya mereka dan menghanyutkan mereka tenggelam dalam kesesatan.
10. Syi’ah percaya adanya “NIKAH MUT’AH”, yang telah Allah HARAMKAN atas kaum Muslimin sampai hari Kiamat, tetapi Aqidah Syi’ah berkata: Silahkan sekaligus anda kawin seribu dari perempuan-perempuan itu, sebab wanita-wanita itu adalah wanita sewaan. Telah diriwayatkan oleh Alkulaini, bahwa Abban bin Ta’lab berkata kepada Ja’far Asshadiq: pada suatu waktu saya dalam perjalanan melihat wanita cantik (untuk saya kawin mut’ah) tetapi saya ragu-ragu kalau wanita itu punya suami atau wanita lajang, dijawab oleh Ja’far Asshadiq: ITU TIDAK MENJADI SOAL BAGIMU, YANG PENTING PERCAYA SAJA APA YANG DIKATAKAN WANITA ITU. Tidak cukup dengan dusta itu saja, malah Syi’ah menggalakkan serta menghimbau pengikut mereka untuk kawin mut’ah dengan berani berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya, dan berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa kawin mut’ah satu kali derajatnya sama dengan derajat Alhusain, dan barangsiapa kawin mut’ah dua kali maka derajatnya sama dengan derajat Alhasan, dan barangsiapa kawin mut’ah tiga kali maka derajatnya sama dengan derajat Ali bin Abi Thalib, dan barangsiapa kawin mut’ah empat kali maka derajatnya sama dengan derajatku. (Tafsir Minhajussadiqin 2-493).
Demikianlah kejinya dusta dan durhaka mereka kepada Rasulullah Saw. Mereka juga berkata, kawin mut’ah itu bermula dan berakhir tanpa saksi, tanpa wali, tanpa warisan, tanpa perceraian dan boleh untuk satu jam, satu hari atau lebih dari itu, menurut hajat keperluan kepada wanita-wanita itu.
Para pembaca yang budiman dan beradab, demikianlah ringkasan I’tikad dan kepercayaan Syi’ah, kami nukil, tulis dan jelaskan dalam buku kecil ini dari buku-buku rujukan Syi’ah dan referensi Agama mereka yang asli yang menjadi saksi atas mereka. Kami persilahkan mereka rujuk dan melihat serta memperhatikan buku-buku itu. Mereka berhak bangga dengan buku-buku itu, tetapi selama mereka percaya, mengagungkan dan bertopang kepada buku-buku itu, sedikitpun mereka tidak berhak untuk menisbahkan dan menghubungkan diri dengan ISLAM dan KAUM MUSLIMIN, sebab Islam adalah Agama Allah, sedangkan aqidah Syi’ah telah dibentuk dan diwarnai oleh hawanafsu dan pemikiran kaum ZINDIQ, YAHUDI, MAJUSI DAN NASRANI; Aqidah dan kepercayaan yang terlepas jauh dari Islam dan Kaum Muslimin.
Tetapi kalau kaum Syi’ah dan pakar-pakarnya bersitegang leher dan ngotot memaksa untuk diakui ahlilqiblat dan saudara dalam Islam, maka mereka harus bangkit dan wajib melepaskan diri dari buku-buku rujukan yang menjadi landasan agama mereka dan melupakan kebudayaan yang busuk dan terjangkit, serta membakarnya hangus dalam pembakaran-pembakaran sampah yang harus mereka dirikan di Teheran, di Qum, di Abadan, di Syiraz, di Masyhad, di Najaf, di Karbala, di Kuffah, di Jabal Amil dan di tiap Kota dan Desa yang terdapat Literatur-literatur busuk terjangkit itu, kemudian mereka harus membersihkan Aqidah dan kepercayaan mereka dari korosi sampah literatur itu yang lama sekali melekat pada jiwa dan bercampur-aduk dengan darah dan daging mereka, setelah pembersihan dan cuci darah ini dilakukan, mereka harus mengumumkan dalam persaksian umum taubat mereka kepada Allah, dan kembalinya mereka dari petualangan kesesatan itu kepada kejernihan Aqidah Islam yang Murni dan Benar yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Dikala itu barulah mereka berhak menyandang nama Islam dan mendapatkan kemulyaan itu, dan menjadi wajib atas tiap individu Muslim untuk menerima mereka, membela mereka dan melindungi mereka sebagai sesama saudara dalam Islam, tidak ada perbedaan antara yang Arab atau bukan Arab, antara yang berkulit putih maupun yang berkulit hitam, terkecuali dengan Taqwa kepada Allah, semua sebagai Hamba Allah bersaudara, sejajar dalam penilaian Allah. Tetapi, kalau SYI’AH tetap saja bersandar dan berpijak kepada Aqidah dan kepercayaan mereka yang sesat dan menyesatkan itu dan tetap bermain watak dan berperangai tipu muslihat, mengutuk dan menuduh Leluhur umat Islam dengan dusta, keji, nifaq dan taqiyyah, kemudian menghimbau kaum Muslimin untuk menutup mata dan menolerir kekejian dan kejahatan yang mereka tulis, katakan, yakini dan perbuat itu, malah mereka ngotot agar Syi’ah Rawafidh yang begitu Aqidah dan perangainya dianggap sebagai saudara se Islam dan saudara sekiblat?.
Logika picik dan tidak lurus itu, tidak akan dikatakan oleh seorang yang berakal yang menghargai diri dan akalnya setelah mengkaji dan mengetahui apa yang dianut, diyakini dan ditulis dalam buku-buku rujukan Agama mereka. Tipu daya picik mereka itu tidak akan memperdaya seorang Muslim beriman yang Allah terangi akal budi dan jiwanya.
Mukaddimah ini kami akhiri dengan Firman Allah SWT:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
Artinya: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya“. (Qaaf: 37).