Kenapa Hadist Harus Shahih Bukhari dan
Muslim?
RASULULLAH SAW telah berwasiat bahwa
beliau meninggalkan dua hal yang apabila keduanya dijadikan pegangan, maka
manusia selama hidupnya tidak akan tersesat. Dua hal itu adalah Al-Qur’an dan
Hadis Nabi. Jika Quran sudah tidak diragukan lagi soal kesuciannya, bagaimana
dengan hadist?
Banyaknya hadis palsu yang beredar
membuat para ahli hadis menyaringnya. Para ulama sepakat bahwa hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim mempunyai kadar shahih atau
kebenaran yang tinggi.
Hal itu dikarenakan kedua imam tersebut
telah melakukan penyaringan yang sangat ketat terhadap hadis-hadis yang
beredar. Hadis yang diriwatkan oleh salah satu dari kedua imam itu saja sudah
diakui oleh para ulama akan kebenarannya. Apalagi hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari yang juga diriwatkan oleh Muslim, tentu tingkat kebenarannya lebih
tinggi. Sehingga para ulama sepakat bahwa Hadis yang diriwayatkan oleh kedua
imam itu benar-benar berasal dari perkataan Nabi.
Adalah Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam
Muslim, dua orang ulama ahli hadits yang pertama kali menyusun kitab hadits
yang hanya berisikan hadits-hadits shahih sesuai dengan syaratnya. Metode yang
ditempuh dalam penyusunan kitab tersebut adalah dengan memilih
periwayat-periwayat yang harus memenuhi persyaratan hadits shahih yaitu
sanadnya bersambung sampai Rasulullah, dinukil dari periwayat yang takwa, kuat
hafalannya, tidak mudah lupa, tidak ganjil (menyelisihi hadits shahih yang
lebih kuat) dan tidak cacat.
Adapun Al-Imam Al-Bukhari dalam
penyusunan kitabnya menentukan persyaratan lagi yang lebih ketat. Diantaranya
periwayat-periwayat (rawi) haruslah sejaman dan mendengar langsung dari rawi
yang diambil hadits darinya. Kelebihan kitab Shahih Al-Bukhari adalah terdapat
pengambilan hukum fiqih, perawinya lebih terpercaya dan memuat beberapa hikmah
dimana unsur-unsur ini tidak ada pada Shahih Muslim.
Jadi secara umum kitab Shahih Al-Bukhari
lebih shahih dibanding kitab Shahih Muslim. Namun ada beberapa sanad dalam
Shahih Muslim yang lebih kuat daripada sanad Shahih Al-Bukhari. Kiranya
cukuplah kesepakatan umat (ulama) sesudah mereka akan keshahihan kedua kitab
tersebut dan menilai keduanya kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an
sebagai keistimewaan tersendiri. Kecuali golongan Syi’ah yang tidak
mengakui keberadaan keduanya.
Meskipun demikian Shahih Al-Bukhari dan
Shahih Muslim tidaklah memuat semua hadits shahih sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Imam Al-Bukhari. Beliau hanya memasukkan sekian ribu hadits karena
khawatir kitabnya terlalu “besar” sehingga membosankan pembaca. Demikian juga
Al-Imam Muslim, beliau menegaskan bahwa beliau hanya menyusun hadits-hadits
yang disepakati keshahihannya.
Masih banyak hadits shahih yang tidak
masuk ke dalam kedua kitab tersebut. Al-Imam Al-Bukhari mengatakan
hadits-hadits shahih yang beliau tinggalkan lebih banyak karena beliau
menghafal 100.000 hadits shahih dan 200.000 hadits lemah. Sementara kitab
Shahih Al-Bukhari sendiri memuat 4000 hadits shahih tanpa pengulangan dan 7275
hadits shahih dengan pengulangan.
Sedangkan kitab Shahih Muslim memuat 4000
hadits shahih tanpa pengulangan dan 12.000 hadits shahih dengan pengulangan.
Lalu dimanakah kita bisa melacak hadits-hadits shahih lainnya yang lolos dari
saringan Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim?
Kita dapat melacaknya di kitab-kitab hadits
yang terkenal seperti Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Kitab-kitab
sunan yang empat, Mustadrak Al-Hakim, Sunan Al-Baihaqi, Sunan Ad-Daruquthni,
dan lainnya. Meskipun demikian, para ulama setelah mereka terus meneliti akan
keshahihan kitab-kitab ini terutama kitam Mustadrak Al-Hakim dan Sunan
At-Tirmidzi yang -menurut para Ulama- penulisnya kurang ketat dalam menilai
hadits (gampang menilai shahih sebuah hadits). Wallahu a’lam. [Quran dan
Sunnah]
Apakah semua hadist Bukhari atau Muslim
pasti shahih?
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan
terlebih dahulu agar tidak rancu dalam memahami duduk permasalahannya.
Al-Imam Al-Bukhari adalah seorang
muhaddits yang lahir tahun (810-896). Beliau banyak melakukan kritik hadits dan
masterpiece beliau adalah kitab yang disebut dengan istilah Ash-Shahih. Orang
biasa menyebutnya dengan shahih Bukhari. Judul lengkapnya adalah Jami’
Ash-Shahih Al-Musnad Al-Mukhtashar min Haditsi Rasulillah shallallahu ‘alaihi
wasallam wa sunanihi wa ayyamihi.
Kitab
yang berisi 7.275 hadits secara terulang-ulang atau 4000 haditsbila tidak
diulang-ulangini oleh semua ahli hadits diakui sebagai kitab yang sudah
mengalami seleksi yang teramat ketat dan tidak main-main.
Agar sebuah hadits bisa lolos seleksi
ketat Al-Imam Bukhari dan tertulis di dalamnya, maka proses yang dialaminya
menjadi sangat panjang.
Misalnya, para perawi yang meriwayatkan
hadits ini harus lolos seleksi yang teramat ketat. Karena Al-Bukhari
menelusurinya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyaris tidak ada seorang pun
yang pernah berdusta yang akan dipakai hadits oleh beliau.
Bahkan jangankah berdusta, sekedar
berpakaian kurang sopan dan tidak selayaknya dalam pandangan masyarakat, sudah
dinilai miring oleh beliau. Maka hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang
tersebut pastilah mengalami diskualifikasi. Tidak masuk ke dalam jajaran hadits
di dalam kitab beliau.
Maka keshahihan semua hadits yang ada di
dalam kitab As-Shahih yang disusun oleh Al-Bukhari telah menjadi ijma’ ulama
sedunia. Bahkan kitab ini mendapat julukan kitab tershahih kedua setelah
Al-Quran Al-Kariem.
Kitab Karya Al-Bukhari Selain Ash-Shahih
Namun yang jarang diketahui adalah
ternyata Al-Imam Al-Bukhari punya karya hadits yang lain selain kitab
Ash-Shahihnya. Di mana karya-karya itu memang memuat hadits, namun beliau
sendiri tidak menjamin apakah hadits yang ada di dalam karyanya itu shahih atau
tidak.
Kalau beliau tidak menjamin, bukan
berarti pasti tidak shahih. Tidak demikian cara kita memahaminya. Namun beliau
tidak melakukan penyeleksian seperti ketika menyusun Ash-Shahih.
Di antara kitab yang pernah ditulis oleh
beliau adalah duakitab kecil yang diberi judul Raf’ul Yadain(mengangkat
kedua tangan) dan Ashshalatu khalfal imam (shalat di belakang imam).
Kedua kitab ini cukup tipis, meski berisi hadits juga. Dan beliau tidak
menjaminkan keshahihan hadits-hadits yang ada di dalamnya.
Selain itu juga ada kitab Adabul Mufrad
yang berisi sekitar1000-an hadits, di mana beliau pun tidak memberikan jaminan
keshahihannya.
Selain kitab hadits, ternyata Al-Imam
Al-Bukhari juga seorang penulis sejarah. Dua kitab sejarah yang beliau susun
adalah At-tarikh Al-Kabir dan At-Tarikh Ash-Shaghir. Keduanya
sejak pertama kali ditulis, sama sekali tidak bicara tentang hadits nabawi.
Kitab ini adalah kitab sejarah, jadi sama sekali bukan kitab hadits.
Maka jangan berharap untuk mendapatkan
hadits-hadits yang shahih sebagaimana yang kita dapat dari kitab Ash-Shahih.
Kesimpulan
Jadi semua hadits yang terdapat di dalam
kitab Ash-Shahih dipastikan atau dijamin keshahihannya. Sedangkan bila
tidak terdapat di dalamnya, meski pun ditulis oleh Al-Bukhari, belum tentu
hadits itu shahih.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu
‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Beberapa Faidah Mengenai Bukhari-Muslim
Siapa di antara kita yang tidak mengenal
kedua nama besar tersebut? Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari
dan Imam Muslim bin Hajjaj An Naisaburi, keduanya adalah imam dalam bidang
hadits yang barangkali bisa dikatakan paling terkenal di antara yang lain.
Berikut beberapa faidah mengenai kedua tokoh tersebut.
Perbandingan antara Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim
Meskipun kedua kitab tersebut sama-sama
telah disepakati keshahihannya, namun Shahih Bukhari tetap berada di tingkatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan Shahih Muslim. Hal ini karena kriteria
yang diterapkan Al Bukhari lebih ketat daripada kriteria Muslim. Sedangkan dari
sisi sistematika penyusunan, maka Shahih Muslim lebih unggul karena lebih
terstruktur.
Selain itu perbedaan keduanya antara
lain:
.Hadits-hadits di Shahih Muslim lebih
banyak disebutkan
secara lengkap daripada
hadits-hadits di Shahih Bukhari
yang kadang disajikan sebagiannya
saja.
.Jumlah hadits mu’allaq (sanadnya
dipotong) dalam Shahih
Bukhari lebih banyak dibandingkan
dalam Shahih Muslim.
Beda antara “HR Bukhari dan Muslim”
dengan “Muttafaq ‘Alaih”
Jika hadits itu diriwayatkan oleh
keduanya dari sahabat yang sama (misalnya Abu Hurairah), dengan makna yang sama
walaupun lafazh-nya berbeda, maka dinamakan muttafaqun ‘alaih (disepakati
keshahihannya oleh kedua imam tersebut). Sedangkan jika dari sahabat yang
berbeda (misalnya salah satu Abu Hurairah, satu lagi Anas bin Malik), walaupun
lafazh-nya sama, maka hanya dituliskan “HR Bukhari dan Muslim”. Demikian disampaikan
oleh beberapa ulama.
Namun ada juga definisi lain, di
antaranya oleh Abul Barakat ibn Taimiyyah (kakek dari Syaikhul Islam
Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah), bahwa yang disebut Muttafaq ‘Alaih adalah hadits
yang disepakati oleh Al Bukhari, Muslim, dan Ahmad. Namun definisi ini khusus
bagi beliau saja, tidak berlaku secara umum.
Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits
dari Al Bukhari dalam kitab Shahih beliau
Kedua imam di atas telah dikenal
mempunyai hubungan guru-murid, namun kenapa tidak ada satupun hadits di Shahih
Muslim yang diriwayatkan dari Imam Al Bukhari? Setidaknya ada lima alasan yang
mungkin mendasari hal tersebut:
1. Imam
Muslim tidak bertemu dengan Imam Al Bukhari melainkan di masa akhir hayat
beliau setelah menyusun kitab Shahih-nya. Gurunya itu mendatangi Naisabur (kota
Imam Muslim) pada tahun 250 H sebagaimana diisyaratkan oleh Imam Al Hakim dalam
Tarikh beliau. Sedangkan ketika itu, Imam Muslim telah cukup lama menyusun
kitab Shahih beliau, yaitu selama 15 atau 16 tahun.
2. Perselisihan
yang terjadi antara Imam Al Bukhari dan Imam Adz Dzuhli mengenai fitnah lafazh
Al Quran makhluq. Sebagaimana disebutkan Al Khathib Al Baghdadi bahwa pembelaan
Imam Muslim terhadap Imam Al Bukhari menyebabkan Imam Adz Dzuhli marah, dan
akhirnya Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari keduanya dalam kitab
Shahih-nya.
3. Imam
Muslim mencari sanad yang lebih tinggi (pendek jalurnya). Sebagaimana diketahui
bahwa thabaqat Imam Al Bukhari lebih tinggi dari Imam Muslim sehingga ada
sebagian hadits yang tidak bisa diriwayatkan Imam Muslim kecuali dengan
perantaraan Imam Al Bukhari. Di satu sisi, mereka berdua juga mempunyai
beberapa guru yang sama, sehingga Imam Muslim bisa meriwayatkan hadits dengan
sanad lebih pendek tanpa melalui Imam Al Bukhari.
4. Keinginan
Imam Muslim untuk menyeleksi dan mengumpulkan hadits yang shahih saja, yang
mana dalam hal ini Imam Al Bukhari juga telah melakukan apa yang dilakukan oleh
beliau. Sehingga Imam Muslim telah merasa cukup dengan apa yang telah dilakukan
beliau sendiri tanpa harus mengulang riwayat dari Imam Al Bukhari.
5. Karena
perbedaan syarat yang diterapkan Muslim dan Al Bukhari mengenai keharusan rawi
untuk diketahui saling bertemu (liqa) bukan sekedar mu’asharah (satu zaman dan
memungkinkan bertemu) sebagaimana syarat Imam Muslim. Sehingga Imam Muslim
tidak meriwayatkan hadits dari Al Bukhari karena ikhtilaf ini. Wallahu a’lam.
Meskipun demikian, menurut sebagian
ulama, sebenarnya Imam Muslim meriwayatkan dari Al Bukhari dalam Shahih beliau,
namun tidak disebutkan namanya secara langsung. Dalam bab “Dianjurkan
Membebaskan Hutang”, Imam Muslim meriwayatkan dengan sighah “Telah menceritakan
kepadaku, tidak hanya satu di antara sahabat kami, mereka berkata: telah
menceritakan pada kami Isma’il bin Abi Uwais.. dst”. Para ulama menyebutkan
bahwa maksud Imam Muslim “tidak hanya satu di antara sahabat kami” adalah Imam
Abu ‘Abdillah Al Bukhari.
Madzhab Imam Al Bukhari dan Imam Muslim
Baik Imam Al Bukhari maupun Muslim,
keduanya diklaim oleh sebagian ulama bermadzhab Syafi’i, dan juga diklaim
sebagian yang lain bermadzhab Hanbali. Namun bukti-bukti yang menunjukkan akan
hal tersebut tidak benar-benar bisa memastikan bahwa keduanya bermadzhab fiqih
salah satu di antara empat madzhab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa keduanya tidak taqlid pada salah satu dari Imam yang empat. Imam Al
Bukhari termasuk ahli fiqih dan ijtihad, dan Imam Muslim bermadzhab ahlul
hadits sebagaimana para imam hadits yang lain.
Demikian sebagian faidah yang bisa kami
bagikan, semoga bermanfaat untuk menambah wawasan kita semua.
Tasikmalaya, 24 Maret 2014
Ristiyan Ragil P
Referensi:
http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=43725
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/archive/index.php/t-39961.html
dan lain-lain.
Penghimpun dan penyusun hadits terbaik
kedua setelah Imam Bukhari adl Imam Muslim. Nama lengkapnya ialah Imam Abul
Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia
juga mengarang kitab As-Sahih . Ia salah seorang ulama terkemuka yg namanya
tetap dikenal hingga kini. Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut
pendapat yg sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam
kitabnya ‘Ulama’ul-Amsar.
Kehidupan dan Lawatannya utk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia
dini yaitu mulaii tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz Irak Syam Mesir dan
negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak
mengunjungi ulama-ulama kenamaan utk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan
ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru
kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada
Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa’id bin
Mansur dan Abu Mas’Abuzar; di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah
bin Yahya dan kepada ulama ahli hadits yg lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad utk
belajar kepada ulama-ulama ahli hadits dan kunjungannya yg terakhir pada 259 H.
di waktu Imam Bukhari dating ke Naisabur Muslim sering dating kepadanya utk
berguru sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau
kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli ia bergabung kepada Bukhari sehingga
hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dgn Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya
maupun dalam kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yg diterima dari
Az-Zihli padahal ia adl gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia
tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya yg diterimanya dari Bukhari padahal
iapun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim yg lbh baik adl tidak
memasukkan ke dalan Sahihnya hadits-hadits yg diterima dari kedua gurunya itu
dgn tetap mengakui mereka sebagai guru.
Wafatnya
Imam Muslim wafat pada Minggu sore dan
dikebumikan di kampung Nasr Abad salah satu daerah di luar Naisabur pada hari
Senin 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.
Guru-gurunya
Selain yg telah disebutkan di atas Muslim
masih mempunyai banyak ulama yg menjadi gurunya. Di antaranya Usman dan Abu
Bakar keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh Abu Kamil al-Juri Zuhair
bin Harb Amr an-Naqid Muhammad bin al-Musanna Muhammad bin Yassar Harun bin
Sa’id al-Ayli Qutaibah bin Sa’id dan lain sebagainya.
Keahlian dalam Hadits
Apabila Imam Bukhari merupakan ulama
terkemuka di bidang hadits sahih berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan
seluk beluk hadits serta tajam kritiknya maka Imam Muslim adl orang kedua
setelah Imam Bukhari baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan
dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan
pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib
al-Baghdadi berketa “Muslim telah mengikuti jejak Bukhari memperhatikan ilmunya
dan menempuh jalan yg dilaluinya.” Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim
hanyalah seorang pengekor. Sebab ia mempunyai cirri khas dan karakteristik
tersendiri dalam menyusun kitab serta etode baru yg belum pernah diperkenalkan
orang sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahwa di
dunia ini orang yg benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah
satu di antaranya adl Muslim . Maksud perkataan tersebut adl ahli-ahli hadits
terkemuka yg hidup di masa Abu Quraisy sebab ahli hadits itu cukup banyak
jumlahnya.
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yg
tidak sedikit jumlahnya di antaranya
Al-Jami’ as-Sahih .
Al-Musnadul Kabir .
Kitabul-Asma’ wal-Kuna.
Kitab al-’Ilal.
Kitabul-Aqran.
Kitabu Su’alatihi Ahmad bin Hambal.
Kitabul-Intifa’ bi Uhubis-Siba’.
Kitabul-Muhadramin.
Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
Kitab Auladis-Sahabah.
Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Kitab Sahih Muslim
Di antara kitab-kitab di atas yg paling
agung dan sangat bermanfat luas serta masih tetap beredar hingga kini ialah
Al-Jami’ as-Sahih terkenal dgn Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu
dari dua kitab yg paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih
ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh
kemampuannya utk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi menyaring
hadits-hadits yg diriwayatkan membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain.
Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz dan selalu
memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha
yg sedeemikian rupa maka lahirlah kitab Sahihnya.
Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab
itu ialah suatu kenyataan di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan
riwayat yg pernah didengarnya. Diceritakan bahwa ia pernah berkata “Aku susun
kitab Sahih ini yg disaring dari 300.000 hadits.”
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah yg
berkata “Aku menulis bersama Muslim utk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15
tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.
Dalam pada itu Ibn Salah menyebutkan dari
Abi Quraisy al-Hafiz bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah
hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan yaitu bahwa perhitungan
pertama memasukkan hadits-hadits yg berulang-ulang penyebutannya sedangkan
perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yg tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya
“Tidak tiap hadits yg sahih menurutku aku cantumkan di sini yakni dalam
Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yg telah disepakati oleh para
ulama hadits.”
Imam Muslim pernah berkata sebagai
ungkapan gembira atas karunia Tuhan yg diterimanya “Apabila penduduk bumi ini
menulis hadits selama 200 tahun maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di
sekitar kitab musnad ini.”
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim
terhadap hadits yg diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya
sebagai berikut “Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini
melainkan dgn alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya
melainkan dgn alas an pula.”
Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya
tidak membuat judul tiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan
bab yg kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yg sudah dicetak
sebenarnya dibuat oleh para pengulas yg datang kemudian. Di antara pengulas yg
paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adl Imam Nawawi
dalam Syarahnya.
Sumber Kitab Hadis Sahih yg Enam Muhammad
Muhammad Abu Syuhbah Al-Islam Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
sumber file al_islam.chm
Kalangan Syi’ah ekstrim pada masa dulu
adalah kalangan yang memperbincangkan dan mencela Utsman, Zubair, Thalhah,
Mu’awiyah serta (mencela) kalangan yang berseteru dengan Ali radhiallahu ‘anhu.
Adapun Syi’ah ekstrim pada masa kini adalah kalangan yang mengkafirkan para
sahabat tersebut dan menolak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar. Maka ini
merupakan murni kesesatan”. (Mizan al I’tidal; 1/5-6). Dengan demikian
para ulama terlebih khusus Imam Bukhari masih meriwayatkan dari ulama yang
tasyayyu’ (kesyi’ah-syi’ahan) tentunya selama mereka jujur, hafal, wara’ dan
amanah. Hal ini mencerminkan sikap para ulama kita yang mau mengambil
kebenaran dari mana saja datangnya selama sesuai dengan kaidah-kaidah
kebenaran.
Pakar Syi’ah: Melegitimasi Syi’ah dengan
Perowi Bukhari, Ciri Syi’ah
Ada pertanyaan yang cukup menarik
perhatian peserta kajian, “Kenapa Syi’ah Bukan Islam?” yang diadakan di gedung
al-Irsyad Surakarta kemarin ahad (2/2). Dalam pertanyaan tertulis yang
ditujukan kepada Habib Zain al-Kaff, pakar Syi’ah dari Jawa Timur. Seorang
peserta menanyakan, “Jika Syi’ah sesat, kenapa imam Bukhari meriwayatkan dari
perowi Syi’ah.”?
Pertanyaan yang dibacakan langsung oleh
Habib Zain ini, tentu membuat hadirin terhenyak. Sebab, pertanyaan dan isu
perowi Syi’ah di hadits Bukhori sudah sering disebut-sebut oleh beberapa orang
yang tertuduh Syi’ah. Terutama di Solo, yang sempat heboh dengan isu
klarifikasi seorang tokoh yang dituduh Syi’ah.
Selain itu, peserta ingin tahu bagaimana
jawaban kalangan Habib yang diwakili oleh Habib Zain al-Kaff. Setelah membaca
pertanyaan ini, Habib Zain tersenyum, seraya melihat ke arah hadirin. “Ini
pertanyaan bersumber dari orang Syi’ah.” Jawab Habib Zain dengan suara yang
jelas.
Tentu saja jawaban beliau ini disambut
dengan antusias oleh para peserta kajian. Bahkan sebagian peserta tertawa dan
yang laiinya tersenyum cerah.
Petinggi NU Jawa Timur ini menjelaskan
lebih lanjut. “Perlu dipahami apa yang dimaksud oleh ulama dahulu tentang
tasyayyu’. Mustahil imam Bukhari meriwayatkan dari orang yang beliau sendiri
menganggap kafir madzhabnya. Yaitu orang Syi’ah Rofidhah. Rofidhah oleh
imam Bukhari dianggap telah keluar dari Islam. Mana mungkin musuh meriwayatkan
dari musuh.”
Pada sesi lain, saat menjelaskan sekte
Zaidiyah, yang dianggap paling ringan kebid’ahannya, Habib menegaskan,
seringan-ringannya penyimpangan Zaidiyah, para ulama telah memasukkannya dalam
jajaran aliran sesat.
Sebenarnya, beberapa pengamat aliran
sesat di Indonesia telah menjelaskan syubhat perowi Bukhari ini. Ustadz Anung
al-Hamat, peneliti aliran sesat dari Ma’had Ali Al-Islam Bekasi telah menulis
bantahan atas syubhat ini. Lihat link ini !
* (Akrom) Publikasi: Senin, 2 Rabiul Akhir 1435 H / 3 Februari 2014 13:29
***
By : Daulat F. Yanuar
Pada tanggal 1 September 2013 ketika
penulis menjadi salah satu narasumber dalam acara bedah buku di
Masjid Baitul Makmur Solo Baru Jateng, ada salah satu peserta bedah buku yang
mengajukan pertanyaan; Apakah Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari
kalangan Syi’ah? Dan beberapa hari kemudian penulis mendapat SMS
mengajukan pertanyaan yang hampir sama permasalahannya yaitu benarkah di
antara para perawi Imam Bukhari ada kalangan Syi’ah? Rupanya permasalahan
ini perlu mendapat tanggapan dan inilah latar belakang perlunya permasalahan
ini diangkat sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh khalayak pembaca.
Jika yang dimaksud dengan perawi syi’ah
di sini adalah perawi yang mencela, membenci dan mengkafirkan Abu Bakar dan
Umar sebagaimana yang ada dalam statemen-statemen mereka dalam buku-bukunya,
maka perawi tersebut harus ditolak dan perawi tersebut tidak akan didapatkan
baik dalam Shahih Bukhari maupun Shahih Muslim.
Ibn Hajar berkata; “(perawi) yang
kesyi’ah-syi’ahan menurut pemahaman ulama terdahulu adalah meyakini Ali bin Abi
Thalib lebih utama dibandingkan dengan Utsman bin Affan, dalam peperangannya
Ali adalah yang benar dan lawannya yang keliru dengan tetap meyakini
kekhilafahan Abu bakar dan Umar. Atau dari mereka ada yang meyakini bahwa Ali
adalah sosok yang terbaik sesudah Rasulullah saw. Jika keyakinan tersebut
berangkat dari sikap seorang perawi yang wara’, agamis, jujur dan mujtahid maka
riwayatnya tidak ditolak. Terlebih perawi tersebut tidak mengajak kepada
bid’ahnya. Adapun definisi tasyayyu’ (kesyi’ah-syi’ahan) dalam versi ulama
generasi akhir adalah murni penolakan terhadap para khalifah; Abu Bakar, Umar
dan Utsman. Maka periwayatannya tidak bisa diterima’. (Tahdzib at Tahdzib
1/18).
Imam Dzahabi berkata; “Bid’ah itu ada dua
jenis; bid’ah kecil seperti ekstrimnya tasyayyu’ (kesyi’ah-syi’ahan) atau bisa
juga kesyi’ah-syi’ahan yang tidak ekstrim. Maka hal ini banyak
terjadi pada kalangan tabi’in dan tabi’ tabi’in, akan tetapi mereka tetap
merupakan sosok yang agamis, wara’ dan jujur. Jika hadits mereka ditolak maka
akan banyak yang hilang dari hadits-hadits nabi saw dan tentunya ini merupakan
kerusakan yang besar.
Kemudian yang kedua adalah bid’ah yang
besar seperti menolak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar secara total, bersikap
ekstrim dan melaknat keduanya. Maka periwayatannya tidak bisa menjadi hujjah
dan tidak ada kemuliaan bagi mereka. Kalangan ini menjadikan dusta sebagai
syi’arnya dan taqiyah serta kemunafikan sebagai selimutnya. Bagaimana bisa
keadaan mereka yang seperti ini bisa diterima. Jelas tidak bisa. Kalangan
Syi’ah ekstrim pada masa dulu adalah kalangan yang memperbincangkan dan mencela
Utsman, Zubair, Thalhah, Mu’awiyah serta (mencela) kalangan yang berseteru
dengan Ali radhiallahu ‘anhu.
Adapun Syi’ah ekstrim pada masa kini
adalah kalangan yang mengkafirkan para sahabat tersebut dan menolak
kekhilafahan Abu Bakar dan Umar. Maka ini merupakan murni kesesatan”. (Mizan al
I’tidal; 1/5-6). Selain menyebutkannya dalam Mizan al I’tidal, Imam
Dzahabi menyebutkannya agak panjang lebar dalam bukunya yang lain yaitu Siyar
A’lam an Nubala.
Jika yang dimaksud perawi syi’ah itu
adalah kalangan yang mengutamakan Ali atas Utsman atau atas Abu Bakar dan Umar
–radhiallahu ‘anhu- sekalipun tanpa mencela serta tetap menerima kekhilafan
mereka dan tidak mengkafirkan mereka, maka akan ditemukan hadits mereka dalam
Shahih Bukhari dan Muslim. Periwayatan mereka diterima selama mereka dikenal
dengan sosok yang jujur, hafal dan amanah. Ibn Hajar sendiri sudah menyusun dan
menyebutkan nama-nama perawi Bukhari yang tertuduh Syi’ah dalam kitabnya ‘al
Hadyu as Sari Muqaddimah Fath al Baari’. Sebuah buku sebagai pengantar dalam
memahami Syarh Shahih Bukhari.
Begitu juga dengan para penulis
kontemporer yang telah menulis buku tentang konsep Bukhari dan Muslim dalam
berinteraksi dengan para perawi syi’ah. Di antara judul buku yang
bisa dijadikan referensi adalah;
a. Konsep Imam Bukhari Dalam
Periwayatannya Dari Ahli Bid’ah Dalam Bukunya Al Jami’ as Shahih; Syi’ah
Sebagai Sampel. Karya Karimah Sudani. Diterbitkan oleh Maktabah ar Rusyd Riyad.
b. Konsep Bukhari-Muslim Dalam
Periwayatannya Dari Kalangan Syi’ah, Universitas Alu al Bait, 2000.
c. Konsep Mengkritik Menurut Ahli Hadits
karya Muhammad al Umari, Dar an Nafais, Amman, 2000. Judul buku yang sama bisa
juga dilihat dalam buku karya Akram al Umari.
Dengan demikian para ulama terlebih
khusus Imam Bukhari masih meriwayatkan dari ulama yang tasyayyu’ tentunya
selama mereka jujur, hafal, wara’ dan amanah. Hal ini mencerminkan sikap
para ulama kita yang mau mengambil kebenaran dari mana saja datangnya selama
sesuai dengan kaidah-kaidah kebenaran.
Untuk memperkuat pernyataan ini bisa
dilihat sosok yang bernama Ubaidullah bin Musa bin Badzam (w 219H). Dalam
mengomentari kondisi beliau, Imam Dzahabi berkata; Beliau Tsiqah, salah seorang
tokoh meskipun di atas tasyayyu’ dan kebid’ahanya”. Ibn Hajar berkata; Beliau
tsiqah dan sosok yang tasyayyu’ (kesyi’ah-syi’ahan). Dalam pernyataan lainnya;
Termasuk pembesar di antara guru-guru Bukhari. Beliau mendengar dari sebagian
ulama yang belum dikeluarkan oleh Bukhari. Abu Hafs Umar bin Syahin dikenal
dengan sosok yang sangat ketat dan teliti dalam memberikan penilaian, beliau
menyatakan; “(Ubaidullah bin Musa) adalah sosok yang tsiqah”.
Ibn mandah sendiri memasukan Ubaidullah
dalam jajaran perawi Bukhari dalam bukunya Tasmiyatul Masyayikh Rawa ‘Anhum al
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari Fi Kitabihi al Jami’ as
Shahih. Hal ini bisa dilihat dalam manuskrip Idaarah al Makhthuthaat wal
maktabaat di kementrian wakaf Kuwait dengan no 1530. Demikian juga al Kalabadzi
menyebutkannya dalam bukunya Rijal Shahih al Bukhari dan Ibn Thahir dalam bukunya
al Jam’u Baina Rijaal as Shahiihain. (ul)
Oleh: Anung Al
Hamat
Ketua MIUMI DKI dan Mahasiswa Program
Doktor Universitas Ibn Khaldun Bogor
Sum,ber: bumisyam.com
Keunggulan Shahih Bukhari Dibandingkan
Dengan Shahih Muslim
Oleh: Muhammad Iqbal Abdul Ghoffar*
Abad ketiga hijriah merupakan era
keemasan dalam dunia keilmuan Islam secara umum dan dalam dunia periwayatan
hadis secara khusus. Pada abad ini, hidup pakar-pakar hadis terkemuka setaraf
Imam Ahmad, Ishaq bin Rohuwiyah, Ali bin al-Madini, Yahya bin Ma’in, Muhammad
bin Ismail al-Bukhari, Muslim bin al-Hajjaj, Abu Zur’ah ar-Razi, Abu Hatim
ar-Razi dan masih banyak lagi. Pada abad ini pulalah, terlahir karya-karya
fenomenal dalam bidang hadis semisalkutubus sittah: Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan Abi Dawud, Jami’ Tirmidzi, Sunan Nasai dan Sunan Ibnu
Majah.
Salah satu sumbangsih terbesar yang
diberikan oleh abad ini bagi dunia keilmuan Islam adalah kitab Shahih Bukhari,
sebagaimana yang sudah sedikit disinggung di atas. Kitab yang ditulis oleh Abu
Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari ini adalah kitab hadis pertama dalam
sejarah Islam, yang secara khusus memuat riwayat-riwayat shahih dari Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, tanpa ada campuran hadis-hadis lemah
di dalamnya.
Beberapa lama setelah kemunculan Shahih
Bukhari, muncul pula kitab shahih yang tidak kalah fenomenal dari kitab
sebelumnya. Kitab itu adalah kitab Shahih Muslim yang penulisnya tidak lain
adalah murid dari Imam Bukhari sendiri, yang bernama Muslim bin al-Hajjaj
al-Qusyairi an-Naisaburi.
Kedua kitab tersebut tentunya sudah tidak
asing lagi di kalangan umat ini. Keduanya memiliki kedudukan yang sangat
penting dalam Islam. Kedua kitab ini merupakan salah satu referensi utama dalam
segala bidang keilmuan Islam baik itu tafsir, fiqih, aqidah, sejarah dan
bidang-bidang lainnya. Begitu pentingnya kedua kitab ini hingga para ulama dari
zaman ke zaman pun berlomba-lomba untuk mengkaji, men-syarah, hingga membuat
ringkasan dari dua kitab yang penuh berkah ini.
Selama ini, kebanyakan orang tentu sudah
memahami bahwa kedua kitab yang sedang kita bicarakan ini adalah ashahhul
kutub ba’dal quran (kitab paling shahih/paling benar setelah Al-Quran).
Kebanyakan orang juga sudah mengetahui bahwa kedudukan Shahih Bukhari lebih
tinggi jika dibandingkan dengan Shahih Muslim. Hanya saja ada satu hal yang
mungkin belum banyak diketahui oleh khalayak umum, “Mengapa Shahih Bukhari
lebih unggul ketimbang Shahih Muslim?”. Hal inilah yang ingin kita paparkan
dalam artikel yang singkat ini.
Tentu saja kedudukan Imam Bukhari sebagai
guru Imam Muslim tidak serta-merta menjadikan karya Imam Bukhari lebih unggul
dibanding karya Imam Muslim. Mungkin hal itu memang turut mempengaruhi
penilaian para ulama terhadap Shahih Bukhari. Namun bukan itu yang menjadi
barometer utama dalam perkara ini. Ada beberapa aspek yang menjadikan Shahih
Bukhari lebih unggul jika dibandingkan dengan Shahih Muslim. Aspek-aspek
tersebut antara lain:
Pertama: Di dalam Shahih Muslim terdapat
620 orang perawi yang riwayatnya tidak disebutkan dalam Shahih Bukhari. Dari
620 orang tersebut, terdapat 160 orang yang kredibilitasnya dipersilisihkan
oleh para ulama. Adapun dalam Shahih Bukhari, terdapat 435 perawi yang
riwayatnya tidak disebutkan dalam Shahih Muslim. Dari jumlah 435 tersebut,
hanya 80 orang yang kredibilitasnya diperselisihkan oleh para ulama. Di sini
tampak jelas bahwa perawi kontroversial yang ada dalam Shahih Bukhari jumlahnya
lebih sedikit dibanding dengan jumlah yang ada dalam Shahih Muslim.
Hal ini menunjukkan bahwa Imam Bukhari lebih selektif dalam memilih jalur
periwayatan.
Kedua: Imam Bukhari tidak banyak
meriwayatkan hadis melalui jalur para perawi kontroversial yang ada dalam
kitabnya. Berbeda dengan Imam Muslim. Dari 160 perawi kontroversial yang ada
dalam kitabnya, Imam Muslim banyak menukil hadis-hadis yang datang melalui
jalur mereka.
Ketiga: Kebanyakan perawi kontroversial
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari adalah guru-gurunya sendiri, yang pernah ia
temui dan ia ketahui sendiri tingkat kredibilitas mereka. Berbeda halnya dengan
para perawi kontroversial yang ada dalam Shahih Muslim, yang kebanyakan tidak
sezaman dengan Imam Muslim.
Keempat: Dalam Shahih Bukhari,
hadis-hadis yang diriwayatkan dari jalur para perawi kontroversial tersebut
hanya dijadikan sebagai riwayat penguat, bukan sebagai riwayat utama. Sedangkan
dalam Shahih Muslim, hadis-hadis yang datang dari jalur para perawi
kontroversial diposisikan sebagai riwayat utama.
Kelima: Dalam hal ketersambungan sanad,
Imam Muslim berpendapat bahwa riwayat mu’an’an [1]dianggap bersambung
selama kedua perawinya sezaman dan ada kemungkinan untuk saling bertemu.
Sedangkan Imam Bukhari tidak mau menerima riwayat mu’an’an tanpa ada
bukti yang menunjukkan bahwa kedua perawinya pernah saling bertemu. Dalam
perkara ini madzhab [2] Imam Bukhari sangat ketat jika dibandingkan
dengan madzhab Imam Muslim.
Setidaknya kelima poin di ataslah yang
menjadikan Shahih Bukhari memiliki nilai plus melebihi Shahih Muslim. Hal ini
bisa dirujuk dalam kitab Tahqiqur Raghbah yang ditulis oleh Dr. Abdul
Karim Khudhair, salah seorang anggota Haiah Kibaril Ulama Saudi
Arabia. Meski demikian, perlu kita catat baik-baik bahwa penilaian ini hanya
bersifat global dan tidak terperinci. Artinya penilaian ini tidak menunjukkan
bahwa setiap hadis yang tercantum dalam Shahih Bukhari lebih kuat dibanding
hadis-hadis yang ada dalam Shahih Muslim. Terkadang hadis dalam Shahih Muslim
bisa lebih kuat jika dibandingkan hadis-hadis Bukhari, hanya saja yang lebih
kuat dalam Shahih Bukhari jumlahnya lebih banyak sehingga Shahih Bukhari
diunggulkan atas Shahih Muslim. Wallahu A’lam.
______________
[1] Mu’an’an adalah sebuah
riwayat yang dalam sanadnya terdapat lafal ‘an (عن). Dalam lafal ini
ada indikasi ketidak-bersambungan sanad hadis (meski tidak selalu terbukti
demikian).
[2] Aliran atau haluan dalam hal teori
atau pemikiran.
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hadits
Universitas Islam Madinah, alumni PP. Al-Ishlah Lamongan, Jawa Timur.
Syubhat-syubhat yang menjadi ciri
khas watak penganut paham sesat Syi’ah ( taqiyaher/kamuflaser syiah) yang
senantiasa menentang/mengaburkan keshahihan hadits Bukhari dan Muslim:
- Syahwat paham sesat Syi’ah yang
cenderung meremehkan Imam Bukhari dan Muslim yang diakui otoritasnya oleh ummat
Islam di dunia sebagai perawi hadits shahih.
- Tidak mengakui eksistensi dan otoritas
Imam Bukhari dan Muslim dengan seolah-olah memposisikan keduanya sebagai bukan
termasuk ulama yang berhak menilai shahih tidaknya hadits, karena menurut
mereka Bukhari dan Muslim hanya mengumpulkan riwayat.
- Kerap membuat tasykik atau
membuat upaya keragu-raguan terhadap sunnah, dengan mengatakan bahwa sunnah
tidak bisa dipercaya 100% walau pun shahih sanadnya. Juga dikatakan, sunnah itu
harus diukur dulu dengan akal dan Al-Qur’an.
-Gemar mempublikasikan kalimat-kalimat
bias, bahwa yang menentukan shahih atau tidaknya hadits adalah ulama
rabbaniyyin berdasarkan Al-Qur’an dan akal. Mereduksi otoritas Imam Bukhari dan
Muslim hanya sebagai pengumpul riwayat (hadits). Manafikan ilmu hadits dalam
menentukan shahih tidaknya hadits. Hingga untuk menentukan shahih tidaknya
hadits, yang dianggap berhak adalah ulama rabbaniyyin berlandaskan Al-Qur’an
dan akal. Padahal kitab-kitab ulama hadits sendiri sering merujuk kepada
persyaratan dua syaikh (Syaikhani – Bukhari dan Muslim) ini dalam menentukan
shahihnya hadits.Dari pernyataan tersebut, kalau diikuti, berarti Imam Bukhari
dan Muslim pun tidak termasuk apa yang dia sebut ulama rabbaniyyin. Ketika
hadits shahih Bukhari dan Muslim ditolak dengan alasan seperti itu, berarti
Imam Bukhari dan Muslim dianggapnya tidak mengerti Al-Qur’an, dan akalnya juga
tidak bisa dipakai, makanya tolak..
- Ketika mereka meremehkan Imam
Bukhari dan Muslim,di tempat lain biasanya menghujat Abu Hurairah secara
terang-terangan. Padahal Abu Hurairah adalah salah satu perawi hadits
terkemuka. Bisa jadi, ujung-ujungnya yang diserang adalah sunnah, atau
lebih dari itu menyerang Islam. Abu Hurairah yang telah meriwayatkan ribuan
hadits, kenapa dihujat?”
- Karena pada masa Rasullah ada yang
menulis, bukan tidak ada yang menulis, seperti sahabat Abdullah bin Amru bin
Ash. “Pertanyaanya, mana yang lebih penting, tulisan atau sanad. Yang jelas,
sanad itu lebih penting daripada tulisan. Itulah sebabnya, para ulama meneliti
sanad satu persatu, bagaimana si fulan ihwal daya ingatnya maupun akhlaknya.”
- Gemar menyatakan Kebenaran yang pasti,
yang mutlak yang datang dari sisi Allah. Oleh karena itu tidak ada satu pun
jaminan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi buku-buku yang lain, bahwa
buku-buku tersebut terjamin kebenarannya, dan menyatakan Hadits-hadits Nabi
bukanlah wahyu dari Allah, bahwasanya kitab-kitab hadits yang ada tidak bisa
dipercaya karena berisi khurofat dan kebohongan serta kepalsuan.
Biasanya sipelaku menunjukan keanehan
jika Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim ditolak, akan tetapi hadits palsu
dijadikan dalil/di blow-up dalam ceramahnya ???
- Mencela kefanatikan Ahlus Sunnah
terhadap kitab-kitab hadits yang ada Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
Abu Dawud, dll.
- Jika diajukan pertanyaan : Jika
kita kembali kepada Al-Qur'an lantas versi pemahaman dan tafsir al-Qur'an
tersebut ikut versi yang mana? Apakah ikut versi ahlus sunnah? Ataukah versi
Syi'ah ? dia akan kebingungan ! Ini sebenarnya tafsiran yang sangat aneh dan
bertentangan dengan ayat-ayat yang lain dan juga hadits hadits yang shahih.
- Biasanya gemar memvonis Kerajaan Arab
Saudi yang mengurus dua kota suci Mekah dan Madinah sebagai orang-orang yang
telah menodai kehormatan Mekah, dan melakukan kerusakan di atas muka bumi.
- Biasanya ada aktivitas tersembunyi
dengan habitat syiahnya dalam berkonspirasi mendelegitimate Ahlus sunnah dan
mengunggulkan superioritas syiah !
( red lamurkha )
Artikel terkait :