Monday, June 1, 2015

Kesepakatan Umat (Ulama) Kitab Shahih Al-Bukhari Dan Muslim, Kitab Yang Paling Shahih Setelah Al-Qur’an,Kecuali Golongan Syi’ah/Taqiyaher/Kamuflaser Yang Tidak Mengakui Keberadaan Keduanya.

Kenapa Hadist Harus Shahih Bukhari dan Muslim?

RASULULLAH SAW telah berwasiat bahwa beliau meninggalkan dua hal yang apabila keduanya dijadikan pegangan, maka manusia selama hidupnya tidak akan tersesat. Dua hal itu adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Jika Quran sudah tidak diragukan lagi soal kesuciannya, bagaimana dengan hadist?
Banyaknya hadis palsu yang beredar membuat para ahli hadis menyaringnya. Para ulama sepakat bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim mempunyai kadar shahih atau kebenaran yang tinggi.

Hal itu dikarenakan kedua imam tersebut telah melakukan penyaringan yang sangat ketat terhadap hadis-hadis yang beredar. Hadis yang diriwatkan oleh salah satu dari kedua imam itu saja sudah diakui oleh para ulama akan kebenarannya. Apalagi hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang juga diriwatkan oleh Muslim, tentu tingkat kebenarannya lebih tinggi. Sehingga para ulama sepakat bahwa Hadis yang diriwayatkan oleh kedua imam itu benar-benar berasal dari perkataan Nabi.
Adalah Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, dua orang ulama ahli hadits yang pertama kali menyusun kitab hadits yang hanya berisikan hadits-hadits shahih sesuai dengan syaratnya. Metode yang ditempuh dalam penyusunan kitab tersebut adalah dengan memilih periwayat-periwayat yang harus memenuhi persyaratan hadits shahih yaitu sanadnya bersambung sampai Rasulullah, dinukil dari periwayat yang takwa, kuat hafalannya, tidak mudah lupa, tidak ganjil (menyelisihi hadits shahih yang lebih kuat) dan tidak cacat.
Adapun Al-Imam Al-Bukhari dalam penyusunan kitabnya menentukan persyaratan lagi yang lebih ketat. Diantaranya periwayat-periwayat (rawi) haruslah sejaman dan mendengar langsung dari rawi yang diambil hadits darinya. Kelebihan kitab Shahih Al-Bukhari adalah terdapat pengambilan hukum fiqih, perawinya lebih terpercaya dan memuat beberapa hikmah dimana unsur-unsur ini tidak ada pada Shahih Muslim.
Jadi secara umum kitab Shahih Al-Bukhari lebih shahih dibanding kitab Shahih Muslim. Namun ada beberapa sanad dalam Shahih Muslim yang lebih kuat daripada sanad Shahih Al-Bukhari. Kiranya cukuplah kesepakatan umat (ulama) sesudah mereka akan keshahihan kedua kitab tersebut dan menilai keduanya kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an sebagai keistimewaan tersendiri. Kecuali golongan Syi’ah yang tidak mengakui keberadaan keduanya.
Meskipun demikian Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim tidaklah memuat semua hadits shahih sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Al-Bukhari. Beliau hanya memasukkan sekian ribu hadits karena khawatir kitabnya terlalu “besar” sehingga membosankan pembaca. Demikian juga Al-Imam Muslim, beliau menegaskan bahwa beliau hanya menyusun hadits-hadits yang disepakati keshahihannya.
Masih banyak hadits shahih yang tidak masuk ke dalam kedua kitab tersebut. Al-Imam Al-Bukhari mengatakan hadits-hadits shahih yang beliau tinggalkan lebih banyak karena beliau menghafal 100.000 hadits shahih dan 200.000 hadits lemah. Sementara kitab Shahih Al-Bukhari sendiri memuat 4000 hadits shahih tanpa pengulangan dan 7275 hadits shahih dengan pengulangan.
Sedangkan kitab Shahih Muslim memuat 4000 hadits shahih tanpa pengulangan dan 12.000 hadits shahih dengan pengulangan. Lalu dimanakah kita bisa melacak hadits-hadits shahih lainnya yang lolos dari saringan Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim?
Kita dapat melacaknya di kitab-kitab hadits yang terkenal seperti Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Kitab-kitab sunan yang empat, Mustadrak Al-Hakim, Sunan Al-Baihaqi, Sunan Ad-Daruquthni, dan lainnya. Meskipun demikian, para ulama setelah mereka terus meneliti akan keshahihan kitab-kitab ini terutama kitam Mustadrak Al-Hakim dan Sunan At-Tirmidzi yang -menurut para Ulama- penulisnya kurang ketat dalam menilai hadits (gampang menilai shahih sebuah hadits). Wallahu a’lam. [Quran dan Sunnah]

Apakah semua hadist Bukhari atau Muslim pasti shahih?

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu agar tidak rancu dalam memahami duduk permasalahannya.
Al-Imam Al-Bukhari adalah seorang muhaddits yang lahir tahun (810-896). Beliau banyak melakukan kritik hadits dan masterpiece beliau adalah kitab yang disebut dengan istilah Ash-Shahih. Orang biasa menyebutnya dengan shahih Bukhari. Judul lengkapnya adalah Jami’ Ash-Shahih Al-Musnad Al-Mukhtashar min Haditsi Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam wa sunanihi wa ayyamihi.

Kitab yang berisi 7.275 hadits secara terulang-ulang atau 4000 haditsbila tidak diulang-ulangini oleh semua ahli hadits diakui sebagai kitab yang sudah mengalami seleksi yang teramat ketat dan tidak main-main.

Agar sebuah hadits bisa lolos seleksi ketat Al-Imam Bukhari dan tertulis di dalamnya, maka proses yang dialaminya menjadi sangat panjang.
Misalnya, para perawi yang meriwayatkan hadits ini harus lolos seleksi yang teramat ketat. Karena Al-Bukhari menelusurinya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyaris tidak ada seorang pun yang pernah berdusta yang akan dipakai hadits oleh beliau.
Bahkan jangankah berdusta, sekedar berpakaian kurang sopan dan tidak selayaknya dalam pandangan masyarakat, sudah dinilai miring oleh beliau. Maka hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang tersebut pastilah mengalami diskualifikasi. Tidak masuk ke dalam jajaran hadits di dalam kitab beliau.
Maka keshahihan semua hadits yang ada di dalam kitab As-Shahih yang disusun oleh Al-Bukhari telah menjadi ijma’ ulama sedunia. Bahkan kitab ini mendapat julukan kitab tershahih kedua setelah Al-Quran Al-Kariem.

Kitab Karya Al-Bukhari Selain Ash-Shahih

Namun yang jarang diketahui adalah ternyata Al-Imam Al-Bukhari punya karya hadits yang lain selain kitab Ash-Shahihnya. Di mana karya-karya itu memang memuat hadits, namun beliau sendiri tidak menjamin apakah hadits yang ada di dalam karyanya itu shahih atau tidak.
Kalau beliau tidak menjamin, bukan berarti pasti tidak shahih. Tidak demikian cara kita memahaminya. Namun beliau tidak melakukan penyeleksian seperti ketika menyusun Ash-Shahih.
Di antara kitab yang pernah ditulis oleh beliau adalah duakitab kecil yang diberi judul Raf’ul Yadain(mengangkat kedua tangan) dan Ashshalatu khalfal imam (shalat di belakang imam). Kedua kitab ini cukup tipis, meski berisi hadits juga. Dan beliau tidak menjaminkan keshahihan hadits-hadits yang ada di dalamnya.
Selain itu juga ada kitab Adabul Mufrad yang berisi sekitar1000-an hadits, di mana beliau pun tidak memberikan jaminan keshahihannya.
Selain kitab hadits, ternyata Al-Imam Al-Bukhari juga seorang penulis sejarah. Dua kitab sejarah yang beliau susun adalah At-tarikh Al-Kabir dan At-Tarikh Ash-Shaghir. Keduanya sejak pertama kali ditulis, sama sekali tidak bicara tentang hadits nabawi. Kitab ini adalah kitab sejarah, jadi sama sekali bukan kitab hadits.
Maka jangan berharap untuk mendapatkan hadits-hadits yang shahih sebagaimana yang kita dapat dari kitab Ash-Shahih.
Kesimpulan
Jadi semua hadits yang terdapat di dalam kitab Ash-Shahih dipastikan atau dijamin keshahihannya. Sedangkan bila tidak terdapat di dalamnya, meski pun ditulis oleh Al-Bukhari, belum tentu hadits itu shahih.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Beberapa Faidah Mengenai Bukhari-Muslim
Siapa di antara kita yang tidak mengenal kedua nama besar tersebut? Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari dan Imam Muslim bin Hajjaj An Naisaburi, keduanya adalah imam dalam bidang hadits yang barangkali bisa dikatakan paling terkenal di antara yang lain. Berikut beberapa faidah mengenai kedua tokoh tersebut.
Perbandingan antara Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
Meskipun kedua kitab tersebut sama-sama telah disepakati keshahihannya, namun Shahih Bukhari tetap berada di tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Shahih Muslim. Hal ini karena kriteria yang diterapkan Al Bukhari lebih ketat daripada kriteria Muslim. Sedangkan dari sisi sistematika penyusunan, maka Shahih Muslim lebih unggul karena lebih terstruktur.
Selain itu perbedaan keduanya antara lain:
.Hadits-hadits di Shahih Muslim lebih banyak disebutkan
  secara lengkap daripada hadits-hadits di Shahih Bukhari
  yang kadang disajikan sebagiannya saja.
.Jumlah hadits mu’allaq (sanadnya dipotong) dalam Shahih
   Bukhari lebih banyak dibandingkan dalam Shahih Muslim.
Beda antara “HR Bukhari dan Muslim” dengan “Muttafaq ‘Alaih”
Jika hadits itu diriwayatkan oleh keduanya dari sahabat yang sama (misalnya Abu Hurairah), dengan makna yang sama walaupun lafazh-nya berbeda, maka dinamakan muttafaqun ‘alaih (disepakati keshahihannya oleh kedua imam tersebut). Sedangkan jika dari sahabat yang berbeda (misalnya salah satu Abu Hurairah, satu lagi Anas bin Malik), walaupun lafazh-nya sama, maka hanya dituliskan “HR Bukhari dan Muslim”. Demikian disampaikan oleh beberapa ulama.
Namun ada juga definisi lain, di antaranya oleh Abul Barakat ibn Taimiyyah (kakek dari Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah), bahwa yang disebut Muttafaq ‘Alaih adalah hadits yang disepakati oleh Al Bukhari, Muslim, dan Ahmad. Namun definisi ini khusus bagi beliau saja, tidak berlaku secara umum.
Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Al Bukhari dalam kitab Shahih beliau
Kedua imam di atas telah dikenal mempunyai hubungan guru-murid, namun kenapa tidak ada satupun hadits di Shahih Muslim yang diriwayatkan dari Imam Al Bukhari? Setidaknya ada lima alasan yang mungkin mendasari hal tersebut:
1.       Imam Muslim tidak bertemu dengan Imam Al Bukhari melainkan di masa akhir hayat beliau setelah menyusun kitab Shahih-nya. Gurunya itu mendatangi Naisabur (kota Imam Muslim) pada tahun 250 H sebagaimana diisyaratkan oleh Imam Al Hakim dalam Tarikh beliau. Sedangkan ketika itu, Imam Muslim telah cukup lama menyusun kitab Shahih beliau, yaitu selama 15 atau 16 tahun.
2.       Perselisihan yang terjadi antara Imam Al Bukhari dan Imam Adz Dzuhli mengenai fitnah lafazh Al Quran makhluq. Sebagaimana disebutkan Al Khathib Al Baghdadi bahwa pembelaan Imam Muslim terhadap Imam Al Bukhari menyebabkan Imam Adz Dzuhli marah, dan akhirnya Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari keduanya dalam kitab Shahih-nya.
3.       Imam Muslim mencari sanad yang lebih tinggi (pendek jalurnya). Sebagaimana diketahui bahwa thabaqat Imam Al Bukhari lebih tinggi dari Imam Muslim sehingga ada sebagian hadits yang tidak bisa diriwayatkan Imam Muslim kecuali dengan perantaraan Imam Al Bukhari. Di satu sisi, mereka berdua juga mempunyai beberapa guru yang sama, sehingga Imam Muslim bisa meriwayatkan hadits dengan sanad lebih pendek tanpa melalui Imam Al Bukhari.
4.       Keinginan Imam Muslim untuk menyeleksi dan mengumpulkan hadits yang shahih saja, yang mana dalam hal ini Imam Al Bukhari juga telah melakukan apa yang dilakukan oleh beliau. Sehingga Imam Muslim telah merasa cukup dengan apa yang telah dilakukan beliau sendiri tanpa harus mengulang riwayat dari Imam Al Bukhari.
5.       Karena perbedaan syarat yang diterapkan Muslim dan Al Bukhari mengenai keharusan rawi untuk diketahui saling bertemu (liqa) bukan sekedar mu’asharah (satu zaman dan memungkinkan bertemu) sebagaimana syarat Imam Muslim. Sehingga Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Al Bukhari karena ikhtilaf ini. Wallahu a’lam.
Meskipun demikian, menurut sebagian ulama, sebenarnya Imam Muslim meriwayatkan dari Al Bukhari dalam Shahih beliau, namun tidak disebutkan namanya secara langsung. Dalam bab “Dianjurkan Membebaskan Hutang”, Imam Muslim meriwayatkan dengan sighah “Telah menceritakan kepadaku, tidak hanya satu di antara sahabat kami, mereka berkata: telah menceritakan pada kami Isma’il bin Abi Uwais.. dst”. Para ulama menyebutkan bahwa maksud Imam Muslim “tidak hanya satu di antara sahabat kami” adalah Imam Abu ‘Abdillah Al Bukhari.
Madzhab Imam Al Bukhari dan Imam Muslim
Baik Imam Al Bukhari maupun Muslim, keduanya diklaim oleh sebagian ulama bermadzhab Syafi’i, dan juga diklaim sebagian yang lain bermadzhab Hanbali. Namun bukti-bukti yang menunjukkan akan hal tersebut tidak benar-benar bisa memastikan bahwa keduanya bermadzhab fiqih salah satu di antara empat madzhab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa keduanya tidak taqlid pada salah satu dari Imam yang empat. Imam Al Bukhari termasuk ahli fiqih dan ijtihad, dan Imam Muslim bermadzhab ahlul hadits sebagaimana para imam hadits yang lain.
Demikian sebagian faidah yang bisa kami bagikan, semoga bermanfaat untuk menambah wawasan kita semua.
Tasikmalaya, 24 Maret 2014
Ristiyan Ragil P
Referensi:
http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=43725
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/archive/index.php/t-39961.html
dan lain-lain.


Penghimpun dan penyusun hadits terbaik kedua setelah Imam Bukhari adl Imam Muslim. Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab As-Sahih . Ia salah seorang ulama terkemuka yg namanya tetap dikenal hingga kini. Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yg sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya ‘Ulama’ul-Amsar.
Kehidupan dan Lawatannya utk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini yaitu mulaii tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz Irak Syam Mesir dan negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan utk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar; di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya dan kepada ulama ahli hadits yg lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad utk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits dan kunjungannya yg terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari dating ke Naisabur Muslim sering dating kepadanya utk berguru sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli ia bergabung kepada Bukhari sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dgn Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yg diterima dari Az-Zihli padahal ia adl gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya yg diterimanya dari Bukhari padahal iapun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim yg lbh baik adl tidak memasukkan ke dalan Sahihnya hadits-hadits yg diterima dari kedua gurunya itu dgn tetap mengakui mereka sebagai guru.
Wafatnya
Imam Muslim wafat pada Minggu sore dan dikebumikan di kampung Nasr Abad salah satu daerah di luar Naisabur pada hari Senin 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.
Guru-gurunya
Selain yg telah disebutkan di atas Muslim masih mempunyai banyak ulama yg menjadi gurunya. Di antaranya Usman dan Abu Bakar keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh Abu Kamil al-Juri Zuhair bin Harb Amr an-Naqid Muhammad bin al-Musanna Muhammad bin Yassar Harun bin Sa’id al-Ayli Qutaibah bin Sa’id dan lain sebagainya.
Keahlian dalam Hadits
Apabila Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan seluk beluk hadits serta tajam kritiknya maka Imam Muslim adl orang kedua setelah Imam Bukhari baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi berketa “Muslim telah mengikuti jejak Bukhari memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yg dilaluinya.” Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab ia mempunyai cirri khas dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab serta etode baru yg belum pernah diperkenalkan orang sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yg benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adl Muslim . Maksud perkataan tersebut adl ahli-ahli hadits terkemuka yg hidup di masa Abu Quraisy sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yg tidak sedikit jumlahnya di antaranya
Al-Jami’ as-Sahih .
Al-Musnadul Kabir .
Kitabul-Asma’ wal-Kuna.
Kitab al-’Ilal.
Kitabul-Aqran.
Kitabu Su’alatihi Ahmad bin Hambal.
Kitabul-Intifa’ bi Uhubis-Siba’.
Kitabul-Muhadramin.
Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
Kitab Auladis-Sahabah.
Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Kitab Sahih Muslim
Di antara kitab-kitab di atas yg paling agung dan sangat bermanfat luas serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al-Jami’ as-Sahih terkenal dgn Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yg paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya utk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi menyaring hadits-hadits yg diriwayatkan membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yg sedeemikian rupa maka lahirlah kitab Sahihnya.
Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yg pernah didengarnya. Diceritakan bahwa ia pernah berkata “Aku susun kitab Sahih ini yg disaring dari 300.000 hadits.”
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah yg berkata “Aku menulis bersama Muslim utk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.
Dalam pada itu Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yg berulang-ulang penyebutannya sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yg tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya “Tidak tiap hadits yg sahih menurutku aku cantumkan di sini yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yg telah disepakati oleh para ulama hadits.”
Imam Muslim pernah berkata sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yg diterimanya “Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini.”
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yg diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut “Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini melainkan dgn alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dgn alas an pula.”
Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul tiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yg kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yg sudah dicetak sebenarnya dibuat oleh para pengulas yg datang kemudian. Di antara pengulas yg paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adl Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Sumber Kitab Hadis Sahih yg Enam Muhammad Muhammad Abu Syuhbah Al-Islam Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm

Kalangan Syi’ah ekstrim pada masa dulu adalah kalangan yang memperbincangkan dan mencela Utsman, Zubair, Thalhah, Mu’awiyah serta (mencela) kalangan yang berseteru dengan Ali radhiallahu ‘anhu. Adapun Syi’ah ekstrim pada masa kini adalah kalangan yang mengkafirkan para sahabat tersebut dan menolak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar. Maka ini merupakan murni kesesatan”. (Mizan al I’tidal; 1/5-6). Dengan demikian para ulama terlebih khusus Imam Bukhari masih meriwayatkan dari ulama yang tasyayyu’ (kesyi’ah-syi’ahan) tentunya selama mereka jujur, hafal, wara’ dan amanah. Hal ini mencerminkan sikap para ulama kita yang mau mengambil kebenaran dari mana saja datangnya selama sesuai dengan kaidah-kaidah kebenaran.

Pakar Syi’ah: Melegitimasi Syi’ah dengan Perowi Bukhari, Ciri Syi’ah

Ada pertanyaan yang cukup menarik perhatian peserta kajian, “Kenapa Syi’ah Bukan Islam?” yang diadakan di gedung al-Irsyad Surakarta kemarin ahad (2/2). Dalam pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada Habib Zain al-Kaff, pakar Syi’ah dari Jawa Timur. Seorang peserta menanyakan, “Jika Syi’ah sesat, kenapa imam Bukhari meriwayatkan dari perowi Syi’ah.”?
Pertanyaan yang dibacakan langsung oleh Habib Zain ini, tentu membuat hadirin terhenyak. Sebab, pertanyaan dan isu perowi Syi’ah di hadits Bukhori sudah sering disebut-sebut oleh beberapa orang yang tertuduh Syi’ah. Terutama di Solo, yang sempat heboh dengan isu klarifikasi seorang tokoh yang dituduh Syi’ah.
Selain itu, peserta ingin tahu bagaimana jawaban kalangan Habib yang diwakili oleh Habib Zain al-Kaff. Setelah membaca pertanyaan ini, Habib Zain tersenyum, seraya melihat ke arah hadirin. “Ini pertanyaan bersumber dari orang Syi’ah.” Jawab Habib Zain dengan suara yang jelas.
Tentu saja jawaban beliau ini disambut dengan antusias oleh para peserta kajian. Bahkan sebagian peserta tertawa dan yang laiinya tersenyum cerah.
Petinggi NU Jawa Timur ini menjelaskan lebih lanjut. “Perlu dipahami apa yang dimaksud oleh ulama dahulu tentang tasyayyu’. Mustahil imam Bukhari meriwayatkan dari orang yang beliau sendiri menganggap kafir  madzhabnya. Yaitu orang Syi’ah Rofidhah. Rofidhah oleh imam Bukhari dianggap telah keluar dari Islam. Mana mungkin musuh meriwayatkan dari musuh.”
Pada sesi lain, saat menjelaskan sekte Zaidiyah, yang dianggap paling ringan kebid’ahannya, Habib menegaskan, seringan-ringannya penyimpangan Zaidiyah, para ulama telah memasukkannya dalam jajaran aliran sesat.
Sebenarnya, beberapa pengamat aliran sesat di Indonesia telah menjelaskan syubhat perowi Bukhari ini. Ustadz Anung al-Hamat, peneliti aliran sesat dari Ma’had Ali Al-Islam Bekasi telah menulis bantahan atas syubhat ini. Lihat link ini ! * (Akrom) Publikasi: Senin, 2 Rabiul Akhir 1435 H / 3 Februari 2014 13:29
***
Pada tanggal 1 September 2013 ketika penulis menjadi salah satu narasumber dalam acara bedah buku di Masjid Baitul Makmur Solo Baru Jateng, ada salah satu peserta bedah buku yang mengajukan pertanyaan; Apakah Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari kalangan Syi’ah? Dan beberapa hari kemudian penulis mendapat SMS mengajukan pertanyaan yang hampir sama permasalahannya yaitu benarkah di antara para perawi Imam Bukhari ada kalangan Syi’ah? Rupanya permasalahan ini perlu mendapat tanggapan dan inilah latar belakang perlunya permasalahan ini diangkat sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh khalayak pembaca.
Jika yang dimaksud dengan perawi syi’ah di sini adalah perawi yang mencela, membenci dan mengkafirkan Abu Bakar dan Umar sebagaimana yang ada dalam statemen-statemen mereka dalam buku-bukunya, maka perawi tersebut harus ditolak dan perawi tersebut tidak akan didapatkan baik dalam Shahih Bukhari maupun Shahih Muslim.
Ibn Hajar berkata; “(perawi) yang kesyi’ah-syi’ahan menurut pemahaman ulama terdahulu adalah meyakini Ali bin Abi Thalib lebih utama dibandingkan dengan Utsman bin Affan, dalam peperangannya Ali adalah yang benar dan lawannya yang keliru dengan tetap meyakini kekhilafahan Abu bakar dan Umar. Atau dari mereka ada yang meyakini bahwa Ali adalah sosok yang terbaik sesudah Rasulullah saw. Jika keyakinan tersebut berangkat dari sikap seorang perawi yang wara’, agamis, jujur dan mujtahid maka riwayatnya tidak ditolak. Terlebih perawi tersebut tidak mengajak kepada bid’ahnya. Adapun definisi tasyayyu’ (kesyi’ah-syi’ahan) dalam versi ulama generasi akhir adalah murni penolakan terhadap para khalifah; Abu Bakar, Umar dan Utsman. Maka periwayatannya tidak bisa diterima’. (Tahdzib at Tahdzib 1/18).
Imam Dzahabi berkata; “Bid’ah itu ada dua jenis; bid’ah kecil seperti ekstrimnya tasyayyu’ (kesyi’ah-syi’ahan) atau bisa juga kesyi’ah-syi’ahan yang tidak ekstrim.   Maka hal ini banyak terjadi pada kalangan tabi’in dan tabi’ tabi’in, akan tetapi mereka tetap merupakan sosok yang agamis, wara’ dan jujur. Jika hadits mereka ditolak maka akan banyak yang hilang dari hadits-hadits nabi saw dan tentunya ini merupakan kerusakan yang besar.
Kemudian yang kedua adalah bid’ah yang besar seperti menolak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar secara total, bersikap ekstrim dan melaknat keduanya. Maka periwayatannya tidak bisa menjadi hujjah dan tidak ada kemuliaan bagi mereka. Kalangan ini menjadikan dusta sebagai syi’arnya dan taqiyah serta kemunafikan sebagai selimutnya. Bagaimana bisa keadaan mereka yang seperti ini bisa diterima. Jelas tidak bisa. Kalangan Syi’ah ekstrim pada masa dulu adalah kalangan yang memperbincangkan dan mencela Utsman, Zubair, Thalhah, Mu’awiyah serta (mencela) kalangan yang berseteru dengan Ali radhiallahu ‘anhu.
Adapun Syi’ah ekstrim pada masa kini adalah kalangan yang mengkafirkan para sahabat tersebut dan menolak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar. Maka ini merupakan murni kesesatan”. (Mizan al I’tidal; 1/5-6). Selain menyebutkannya dalam Mizan al I’tidal, Imam Dzahabi menyebutkannya agak panjang lebar dalam bukunya yang lain yaitu Siyar A’lam an Nubala.
Jika yang dimaksud perawi syi’ah itu adalah kalangan yang mengutamakan Ali atas Utsman atau atas Abu Bakar dan Umar –radhiallahu ‘anhu- sekalipun tanpa mencela serta tetap menerima kekhilafan mereka dan tidak mengkafirkan mereka, maka akan ditemukan hadits mereka dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Periwayatan mereka diterima selama mereka dikenal dengan sosok yang jujur, hafal dan amanah. Ibn Hajar sendiri sudah menyusun dan menyebutkan nama-nama perawi Bukhari yang tertuduh Syi’ah dalam kitabnya ‘al Hadyu as Sari Muqaddimah Fath al Baari’. Sebuah buku sebagai pengantar dalam memahami Syarh Shahih Bukhari.
Begitu juga dengan para penulis kontemporer yang telah menulis buku tentang konsep Bukhari dan Muslim dalam berinteraksi dengan para perawi syi’ah.   Di antara judul buku yang bisa dijadikan referensi adalah;
a. Konsep Imam Bukhari Dalam Periwayatannya Dari Ahli Bid’ah Dalam Bukunya Al Jami’ as Shahih; Syi’ah Sebagai Sampel. Karya Karimah Sudani. Diterbitkan oleh Maktabah ar Rusyd Riyad.
b. Konsep Bukhari-Muslim Dalam Periwayatannya Dari Kalangan Syi’ah, Universitas Alu al Bait, 2000.
c. Konsep Mengkritik Menurut Ahli Hadits karya Muhammad al Umari, Dar an Nafais, Amman, 2000. Judul buku yang sama bisa juga dilihat dalam buku karya Akram al Umari.
Dengan demikian para ulama terlebih khusus Imam Bukhari masih meriwayatkan dari ulama yang tasyayyu’ tentunya selama mereka jujur, hafal, wara’ dan amanah. Hal ini mencerminkan sikap para ulama kita yang mau mengambil kebenaran dari mana saja datangnya selama sesuai dengan kaidah-kaidah kebenaran.
Untuk memperkuat pernyataan ini bisa dilihat sosok yang bernama Ubaidullah bin Musa bin Badzam (w 219H). Dalam mengomentari kondisi beliau, Imam Dzahabi berkata; Beliau Tsiqah, salah seorang tokoh meskipun di atas tasyayyu’ dan kebid’ahanya”. Ibn Hajar berkata; Beliau tsiqah dan sosok yang tasyayyu’ (kesyi’ah-syi’ahan). Dalam pernyataan lainnya; Termasuk pembesar di antara guru-guru Bukhari. Beliau mendengar dari sebagian ulama yang belum dikeluarkan oleh Bukhari. Abu Hafs Umar bin Syahin dikenal dengan sosok yang sangat ketat dan teliti dalam memberikan penilaian, beliau menyatakan; “(Ubaidullah bin Musa) adalah sosok yang tsiqah”.
Ibn mandah sendiri memasukan Ubaidullah dalam jajaran perawi Bukhari dalam bukunya Tasmiyatul Masyayikh Rawa ‘Anhum al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari Fi Kitabihi al Jami’ as Shahih.  Hal ini bisa dilihat dalam manuskrip Idaarah al Makhthuthaat wal maktabaat di kementrian wakaf Kuwait dengan no 1530. Demikian juga al Kalabadzi menyebutkannya dalam bukunya Rijal Shahih al Bukhari dan Ibn Thahir dalam bukunya al Jam’u Baina Rijaal as Shahiihain. (ul)
Ketua MIUMI DKI dan Mahasiswa Program Doktor Universitas Ibn Khaldun Bogor
Sum,ber: bumisyam.com

Keunggulan Shahih Bukhari Dibandingkan Dengan Shahih Muslim

Oleh: Muhammad Iqbal Abdul Ghoffar*
Abad ketiga hijriah merupakan era keemasan dalam dunia keilmuan Islam secara umum dan dalam dunia periwayatan hadis secara khusus. Pada abad ini, hidup pakar-pakar hadis terkemuka setaraf Imam Ahmad, Ishaq bin Rohuwiyah, Ali bin al-Madini, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Muslim bin al-Hajjaj, Abu Zur’ah ar-Razi, Abu Hatim ar-Razi dan masih banyak lagi. Pada abad ini pulalah, terlahir karya-karya fenomenal dalam bidang hadis semisalkutubus sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Jami’ Tirmidzi, Sunan Nasai dan Sunan Ibnu Majah. 

Salah satu sumbangsih terbesar yang diberikan oleh abad ini bagi dunia keilmuan Islam adalah kitab Shahih Bukhari, sebagaimana yang sudah sedikit disinggung di atas. Kitab yang ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari ini adalah kitab hadis pertama dalam sejarah Islam, yang secara khusus memuat riwayat-riwayat shahih dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, tanpa ada campuran hadis-hadis lemah di dalamnya. 

Beberapa lama setelah kemunculan Shahih Bukhari, muncul pula kitab shahih yang tidak kalah fenomenal dari kitab sebelumnya. Kitab itu adalah kitab Shahih Muslim yang penulisnya tidak lain adalah murid dari Imam Bukhari sendiri, yang bernama Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi.

Kedua kitab tersebut tentunya sudah tidak asing lagi di kalangan umat ini. Keduanya memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Kedua kitab ini merupakan salah satu referensi utama dalam segala bidang keilmuan Islam baik itu tafsir, fiqih, aqidah, sejarah dan bidang-bidang lainnya. Begitu pentingnya kedua kitab ini hingga para ulama dari zaman ke zaman pun berlomba-lomba untuk mengkaji, men-syarah, hingga membuat ringkasan dari dua kitab yang penuh berkah ini. 

Selama ini, kebanyakan orang tentu sudah memahami bahwa kedua kitab yang sedang kita bicarakan ini adalah ashahhul kutub ba’dal quran (kitab paling shahih/paling benar setelah Al-Quran). Kebanyakan orang juga sudah mengetahui bahwa kedudukan Shahih Bukhari lebih tinggi jika dibandingkan dengan Shahih Muslim. Hanya saja ada satu hal yang mungkin belum banyak diketahui oleh khalayak umum, “Mengapa Shahih Bukhari lebih unggul ketimbang Shahih Muslim?”. Hal inilah yang ingin kita paparkan dalam artikel yang singkat ini.

Tentu saja kedudukan Imam Bukhari sebagai guru Imam Muslim tidak serta-merta menjadikan karya Imam Bukhari lebih unggul dibanding karya Imam Muslim. Mungkin hal itu memang turut mempengaruhi penilaian para ulama terhadap Shahih Bukhari. Namun bukan itu yang menjadi barometer utama dalam perkara ini. Ada beberapa aspek yang menjadikan Shahih Bukhari lebih unggul jika dibandingkan dengan Shahih Muslim. Aspek-aspek tersebut antara lain:

Pertama: Di dalam Shahih Muslim terdapat 620 orang perawi yang riwayatnya tidak disebutkan dalam Shahih Bukhari. Dari 620 orang tersebut, terdapat 160 orang yang kredibilitasnya dipersilisihkan oleh para ulama. Adapun dalam Shahih Bukhari, terdapat 435 perawi yang riwayatnya tidak disebutkan dalam Shahih Muslim. Dari jumlah 435 tersebut, hanya 80 orang yang kredibilitasnya diperselisihkan oleh para ulama. Di sini tampak jelas bahwa perawi kontroversial yang ada dalam Shahih Bukhari jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan jumlah yang ada dalam  Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa Imam Bukhari lebih selektif dalam memilih jalur periwayatan.

Kedua: Imam Bukhari tidak banyak meriwayatkan hadis melalui jalur para perawi kontroversial yang ada dalam kitabnya. Berbeda dengan Imam Muslim. Dari 160 perawi kontroversial yang ada dalam kitabnya, Imam Muslim banyak menukil hadis-hadis yang datang melalui jalur mereka.

Ketiga: Kebanyakan perawi kontroversial yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari adalah guru-gurunya sendiri, yang pernah ia temui dan ia ketahui sendiri tingkat kredibilitas mereka. Berbeda halnya dengan para perawi kontroversial yang ada dalam Shahih Muslim, yang kebanyakan tidak sezaman dengan Imam Muslim.

Keempat: Dalam Shahih Bukhari, hadis-hadis yang diriwayatkan dari jalur para perawi kontroversial tersebut hanya dijadikan sebagai riwayat penguat, bukan sebagai riwayat utama. Sedangkan dalam Shahih Muslim, hadis-hadis yang datang dari jalur para perawi kontroversial diposisikan sebagai riwayat utama.

Kelima: Dalam hal ketersambungan sanad, Imam Muslim berpendapat bahwa riwayat mu’an’an [1]dianggap bersambung selama kedua perawinya sezaman dan ada kemungkinan untuk saling bertemu. Sedangkan Imam Bukhari tidak mau menerima riwayat mu’an’an tanpa ada bukti yang menunjukkan bahwa kedua perawinya pernah saling bertemu. Dalam perkara ini madzhab [2] Imam Bukhari sangat ketat jika dibandingkan dengan madzhab Imam Muslim. 

Setidaknya kelima poin di ataslah yang menjadikan Shahih Bukhari memiliki nilai plus melebihi Shahih Muslim. Hal ini bisa dirujuk dalam kitab Tahqiqur Raghbah yang ditulis oleh Dr. Abdul Karim Khudhair, salah seorang anggota Haiah Kibaril Ulama Saudi Arabia. Meski demikian, perlu kita catat baik-baik bahwa penilaian ini hanya bersifat global dan tidak terperinci. Artinya penilaian ini tidak menunjukkan bahwa setiap hadis yang tercantum dalam Shahih Bukhari lebih kuat dibanding hadis-hadis yang ada dalam Shahih Muslim. Terkadang hadis dalam Shahih Muslim bisa lebih kuat jika dibandingkan hadis-hadis Bukhari, hanya saja yang lebih kuat dalam Shahih Bukhari jumlahnya lebih banyak sehingga Shahih Bukhari diunggulkan atas Shahih Muslim. Wallahu A’lam.
______________
[1] Mu’an’an adalah sebuah riwayat yang dalam sanadnya terdapat lafal ‘an (عن). Dalam lafal ini ada indikasi ketidak-bersambungan sanad hadis (meski tidak selalu terbukti demikian). 
[2] Aliran atau haluan dalam hal teori atau pemikiran.
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah, alumni PP. Al-Ishlah Lamongan, Jawa Timur.

Syubhat-syubhat yang menjadi ciri khas watak penganut paham sesat Syi’ah ( taqiyaher/kamuflaser syiah) yang senantiasa menentang/mengaburkan  keshahihan hadits Bukhari dan Muslim:

- Syahwat paham sesat Syi’ah yang cenderung meremehkan Imam Bukhari dan Muslim yang diakui otoritasnya oleh ummat Islam di dunia sebagai perawi hadits shahih.
- Tidak mengakui eksistensi dan otoritas Imam Bukhari dan Muslim dengan seolah-olah memposisikan keduanya sebagai bukan termasuk ulama yang berhak menilai shahih tidaknya hadits, karena menurut mereka  Bukhari dan Muslim hanya mengumpulkan riwayat.
- Kerap membuat tasykik atau membuat upaya keragu-raguan terhadap sunnah, dengan mengatakan bahwa sunnah tidak bisa dipercaya 100% walau pun shahih sanadnya. Juga dikatakan, sunnah itu harus diukur dulu dengan akal dan Al-Qur’an.
-Gemar mempublikasikan kalimat-kalimat bias, bahwa  yang menentukan shahih atau tidaknya hadits adalah ulama rabbaniyyin berdasarkan Al-Qur’an dan akal. Mereduksi otoritas Imam Bukhari dan Muslim hanya sebagai pengumpul riwayat (hadits). Manafikan ilmu hadits dalam menentukan shahih tidaknya hadits. Hingga untuk menentukan shahih tidaknya hadits, yang dianggap berhak adalah ulama rabbaniyyin berlandaskan Al-Qur’an dan akal. Padahal kitab-kitab ulama hadits sendiri sering merujuk kepada persyaratan dua syaikh (Syaikhani – Bukhari dan Muslim) ini dalam menentukan shahihnya hadits.Dari pernyataan tersebut, kalau diikuti, berarti Imam Bukhari dan Muslim pun tidak termasuk apa yang dia sebut ulama rabbaniyyin. Ketika hadits shahih Bukhari dan Muslim ditolak dengan alasan seperti itu, berarti Imam Bukhari dan Muslim dianggapnya tidak mengerti Al-Qur’an, dan akalnya juga tidak bisa dipakai, makanya tolak..
- Ketika mereka meremehkan Imam Bukhari dan Muslim,di tempat lain biasanya  menghujat Abu Hurairah secara terang-terangan. Padahal Abu Hurairah adalah salah satu perawi hadits terkemuka. Bisa jadi, ujung-ujungnya yang diserang adalah sunnah, atau lebih dari itu menyerang Islam. Abu Hurairah yang telah meriwayatkan ribuan hadits, kenapa dihujat?”
- Karena pada masa Rasullah ada yang menulis, bukan tidak ada yang menulis, seperti sahabat Abdullah bin Amru bin Ash. “Pertanyaanya, mana yang lebih penting, tulisan atau sanad. Yang jelas, sanad itu lebih penting daripada tulisan. Itulah sebabnya, para ulama meneliti sanad satu persatu, bagaimana si fulan ihwal daya ingatnya maupun akhlaknya.”
- Gemar menyatakan Kebenaran yang pasti, yang mutlak yang datang dari sisi Allah. Oleh karena itu tidak ada satu pun jaminan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi buku-buku yang lain, bahwa buku-buku tersebut terjamin kebenarannya, dan menyatakan Hadits-hadits Nabi bukanlah wahyu dari Allah, bahwasanya kitab-kitab hadits yang ada tidak bisa dipercaya karena berisi khurofat dan kebohongan serta kepalsuan.
Biasanya sipelaku menunjukan keanehan jika Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim ditolak, akan tetapi hadits palsu dijadikan dalil/di blow-up dalam ceramahnya  ???
- Mencela kefanatikan Ahlus Sunnah terhadap kitab-kitab hadits yang ada Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, dll.
- Jika diajukan pertanyaan : Jika kita kembali kepada Al-Qur'an lantas versi pemahaman dan tafsir al-Qur'an tersebut ikut versi yang mana? Apakah ikut versi ahlus sunnah? Ataukah versi Syi'ah ? dia akan kebingungan ! Ini sebenarnya tafsiran yang sangat aneh dan bertentangan dengan ayat-ayat yang lain dan juga hadits hadits yang shahih.
- Biasanya gemar memvonis Kerajaan Arab Saudi yang mengurus dua kota suci Mekah dan Madinah sebagai orang-orang yang telah menodai kehormatan Mekah, dan melakukan kerusakan di atas muka bumi.
- Biasanya ada aktivitas tersembunyi dengan habitat syiahnya dalam berkonspirasi mendelegitimate Ahlus sunnah dan mengunggulkan superioritas syiah !
( red lamurkha )

Artikel terkait :