Sunday, June 19, 2016

Terbunuhnya Ustman Bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu

Hasil gambar untuk utsman bin affan

Abdullah bin Saba’ Bukan Tokoh Fiktif

Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi dari Shan’a, Yaman, yang berpura-pura masuk Islam dan menampakkan rasa cinta kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dialah yang menjadi penyebab utama terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.

Meskipun ada di antara kaum Syiah yang berusaha menutupi keberadaan Abdullah bin Saba’ dan mengopinikan bahwa dia hanyalah seorang tokoh fiktif yang tidak pernah ada, namun riwayat sejarah—bahkan yang diriwayatkan oleh kaum Syiah sendiri—menetapkan adanya Abdullah bin Saba’ ini.
Di antara bukti riwayat yang menetapkan adanya Abdullah bin Saba’ adalah riwayat Syiah dari Abu Ja’far bahwa Abdullah bin Saba’ mengaku sebagai nabi dan meyakini bahwa Amirul Mukminin Ali radhiyallahu ‘anhu adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berita itu sampai kepada Amirul Mukminin radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu memanggilnya dan bertanya kepadanya. Abdullah bin Saba mengakuinya dan berkata, “Ya, engkaulah Dia. Telah dibisikkan ke dalam sanubariku bahwa engkau adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan aku adalah seorang nabi.” Amirul Mukminin radhiyallahu ‘anhu berkata, “Celaka kamu, sungguh setan telah menguasaimu. Tarik ucapanmu ini dan bertobatlah.” Dia enggan bertobat sehingga Aliradhiyallahu ‘anhu menahannya selama tiga hari dan menyuruhnya bertobat. Namun, dia enggan bertobat sehingga beliau membakarnya dengan api dan berkata, “Sesungguhnya setan menguasainya, datang kepadanya, dan membisikkan hal itu ke dalam hatinya.” Diriwayatkan oleh Syiah dari Abu Abdillah bahwa ia berkata, “Semoga AllahSubhanahu wa Ta’ala melaknat Abdullah bin Saba. Sesungguhnya dia menganggap diri Amirul Mukminin radhiyallahu ‘anhu sebagai Rabb, padahal Amirul Mukminin adalah seorang hamba yang taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Celaka bagi orang yang dusta atas nama kami. Sesungguhnya ada sebagian kaum yang berkata tentang kami yang kami sendiri tidak mengucapkan hal itu tentang diri kami. Kami berlepas diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’aladari mereka; kami berlepas diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari mereka.” (Ma’rifat Akhbar ar-Rijal, karya al-Kisysyi, hlm. 70—71)
Al-Mamaqani berkata, “Abdullah bin Saba’ kembali kafir dan menampakkan sikap berlebih-lebihan.” Ia juga berkata, “Dia seorang yang ekstrem, terlaknat, dan dibakar oleh Amirul Mukminin dengan api. Dia menyangka bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu adalah ilah, sedangkan dirinya seorang nabi.” (Tanqihul Maqal fi Ma’rifat ar-Rijal, 2/183—184)
Dalam riwayat Syiah dari Ibnu Abil Hadid berkata, “Orang pertama yang menampakkan sikap ekstrem pada masa pemerintahannya (yaitu Ali radhiyallahu ‘anhu -pen.) adalah Abdullah bin Saba’. Sambil berdiri tatkala Ali radhiyallahu ‘anhu sedang berkhutbah, Ibnu Saba berkata, ‘Engkaulah, engkaulah…’ Dia terus mengulangnya. Ali radhiyallahu ‘anhu bertanya kepadanya, ‘Celaka kamu, siapa aku?’ Ibnu Saba’ menjawab, ‘Engkaulah Allah.’ Ali radhiyallahu ‘anhukemudian memerintahkan untuk menangkapnya, sedangkan sebagian kaum ada yang sejalan dengan pendapatnya .” (Syarah Nahjul Balaghah, 2/234)
Dari Ni’matullah al-Jazairi, Abdulah bin Saba berkata kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, “Engkaulah ilah yang sebenarnya.” Ali radhiyallahu ‘anhu kemudian mengucilkannya ke daerah Madain. Ada yang mengatakan bahwa dia adalah seorang Yahudi lalu masuk Islam. Di kalangan Yahudi ada yang berkata tentang Yusya’ bin Nun dan Musa seperti apa yang dia katakan tentang Ali radhiyallahu ‘anhu. (al-Anwar an-Nu’maniyah, 2/234)
Adapun dari kalangan Ahlus Sunnah, seluruh ulama sunnah menetapkan adanya Abdullah bin Saba’ sebagai salah satu tokoh fitnah dalam sejarah Islam. Di antara yang menetapkan adanya Ibnu Saba’ adalah Ibnu Jarir at-Thabari dalam Tarikhnya, Ibnu Abdi Rabbihi dalam al-‘Aqdul Farid, Ibnu Hibban dalam al-Majruhin, al-Baghdadi dalam al-Farqu Bainal Firaq, Ibnu Hazm al-Andalusi dalam al-Fashl fil Milal, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, as-Sam’ani dalam al-Ansab, dan yang lainnya.
Abdullah bin Saba’, Pencetus Pemikiran Rafidhah

Telah masyhur bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang yang mencetuskan pemikiran Rafidhah, dan asal pemikiran Rafidhah ialah dari Yahudi.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Para ulama telah menyebutkan bahwa asal mula pemikiran Rafidhah berasal dari seorang zindiq (Abdullah bin Saba’). Dia menampakkan diri sebagai muslim dan menyembunyikan pemikiran Yahudinya. Dia berkeinginan untuk merusak Islam seperti yang telah dilakukan oleh Paulus Si Nasrani yang sebelumnya adalah seorang Yahudi untuk merusak agama Nasrani.” (Majmu’ al-Fatawa, 28/483)
Beliau juga berkata, “Asal pemikiran Rafidhah dari kaum munafik zindiq yang dimunculkan oleh Ibnu Saba’ az-Zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrem terhadap Ali radhiyallahu ‘anhudengan alasan bahwa beliaulah yang berhak menjadi imam dan telah disebutkan nash tentang hal tersebut. Bahkan, ia menganggap Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai orang yang maksum. Karena asal mula pemikiran ini dari kemunafikan, sebagian salaf berkata, ‘Mencintai Abu Bakr dan Umar merupakan iman, sedangkan membenci keduanya merupakan kemunafikan. Cinta Bani Hasyim merupakan keimanan, sedangkan membenci mereka adalah kemunafikan’.” (Majmu’ Fatawa, 4/435)
Demikian pula yang diterangkan oleh Ibnu Abil ‘Izzi ‘rahimahullah, “Sesungguhnya asal Rafidhah dimunculkan oleh munafik zindiq yang bertujuan membatalkan agama Islam dan mencerca Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam; sebagaimana yang telah diterangkan oleh para ulama. Tatkala Abdullah bin Saba’ menampakkan keislaman, dia ingin merusak agama Islam dengan makar dan kejahatannya, sebagaimana halnya Paulus yang berpura-pura sebagai ahli ibadah dalam agama Nasrani. Dia menyebabkan munculnya fitnah terhadap Utsman radhiyallahu ‘anhu dan terbunuhnya beliau.” (Syarah al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 578)
Keterlibatan Abdullah bin Saba dalam Peristiwa Terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu

Abdullah bin Saba’ berpura-pura masuk Islam pada masa pemerintahan Utsman bin Affanradhiyallahu ‘anhu. Dia mengelilingi berbagai negeri untuk menyesatkan umat. Dimulai dari Hijaz, Kufah, lalu ke Syam.

Akan tetapi, dia tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Dia pun menuju Mesir dan menanamkan beberapa keyakinan Saba’iyah kepada penduduk Mesir. Di antaranya adalah keyakinan al-washiyah. Ia berkata, “Sesungguhnya, dahulu ada seribu nabi dan setiap nabi memiliki washi (yang diserahi wasiat). Ali radhiyallahu ‘anhu adalah penerima wasiat NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu dia berkata bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah penutup para nabi, sedangkan Ali radhiyallahu ‘anhu adalah penutup para penerima wasiat. Siapakah yang paling zalim dari orang yang tidak menjalankan wasiat RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam, melangkahi Ali radhiyallahu ‘anhu yang diangkat sebagai penerima wasiat, dan mengambil alih kekuasaan?Selanjutnya dia berkata, “Sesungguhnya Utsmanradhiyallahu ‘anhu telah mengambil kekuasaan tanpa hak, sementara Ali radhiyallahu ‘anhuadalah penerima wasiat Nabi. Bangkitlah kalian, lakukanlah gerakan, dan mulailah celaan terhadap penguasa kalian. Tampakkan diri sebagai orang yang menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar agar kalian dapat menarik hati manusia. Ajaklah mereka melakukan hal ini.”
Akhirnya, dia berhasil menyebarkan berita ini di tengah-tengah umat Islam. Sekelompok orang yang berasal dari Basrah, Kufah, dan Mesir terhasut. Mereka berangkat menuju Madinah pada 35 H, seolah-olah pergi untuk menunaikan ibadah haji. Mereka merahasiakan tujuan sebenarnya untuk memberontak terhadap Utsman radhiyallahu ‘anhu. Jumlah mereka diperselisihkan. Ada yang mengatakan 2.000 orang dari Basrah, 2.000 orang dari Kufah, dan 2.000 orang dari Mesir. Adapula yang mengatakan bahwa seluruhnya berjumlah 2.000 orang. Mereka memasuki Madinah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mengepung rumah Utsman radhiyallahu ‘anhu pada akhir Dzulqa’dah dan memerintahkan agar Utsmanradhiyallahu ‘anhu lengser dari jabatan khalifah. Pengepungan tersebut dimulai dari akhir Dzulqa’dah hingga hari Jum’at 18 Dzulhijjah yang merupakan hari terbunuhnya Utsman.
Sebagian ahli sejarah menyebutkan bahwa pengepungan itu berlangsung selama empat puluh hari, sementara Utsman radhiyallahu ‘anhu hanya berada di rumahnya, bahkan dilarang untuk mengambil air. Sementara itu, yang memimpin shalat jamaah adalah seseorang yang terlibat dalam fitnah.
Ubaidullah bin Adi bin al-Khiyar kemudian mendatangi Utsman radhiyallahu ‘anhu dan bertanya, “Yang memimpin shalat kami adalah seorang imam fitnah. Apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Utsman radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Shalat adalah amalan terbaik yang diamalkan oleh manusia. Jika manusia berbuat baik, berbuat baiklah bersama mereka. Jika mereka berbuat keburukan, jauhilah kejelekan mereka.”
Sebagian sahabat ridwanullah ‘alaihi ajmain mengutarakan keinginan mereka kepada Utsmanradhiyallahu ‘anhu untuk membela beliau. Di antara mereka adalah Abu Hurairah, al-Hasan bin Ali, al-Husain bin Ali, Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsabit, dan Abdullah bin Zubair, ridwanullah ‘alaihi ajmain. Namun, Utsman radhiyallahu ‘anhu memerintah mereka agar tidak melakukan perlawanan yang menyebabkan terjadinya pertumpahan darah. Sebab lainnya, beliau bermimpi yang menunjukkan telah dekatnya ajal beliau. Beliau radhiyallahu ‘anhu berserah diri menerima keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhumendatangi Utsman radhiyallahu ‘anhu dan berkata, “Para penolongmu telah ada di dekat pintu ini. Mereka berkata, ‘Jika engkau mau, kami akan menjadi ansharullah sebagaimana kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami akan melakukan perlawanan bersamamu’.” Utsman radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Jika (yang dimaksud -pen.) peperangan, tidak.” Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum mendatangi Utsman radhiyallahu ‘anhu. Lalu Utsmanradhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Ibnu Umar, perhatikanlah apa yang mereka ucapkan. Mereka berkata, ‘Tinggalkan kekuasaan itu dan jangan engkau membunuh dirimu’.” Ibnu Umar berkata, “Jika engkau melepaskannya, apakah engkau akan dikekalkan hidup di dunia?” Utsman menjawab, “Tidak.” Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum berkata, “Aku sarankan agar engkau tidak melepaskan sebuah pakaian yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala pakaikan kepadamu sehingga nantinya akan menjadi contoh. Setiap kali ada kaum yang membenci khalifah atau imamnya, mereka segera mencopot penguasanya dari jabatannya.”
Setelah sekian lama mengepung rumah Utsman radhiyallahu ‘anhu, mereka masuk dan membunuh Utsman radhiyallahu ‘anhu dalam keadaan beliau meletakkan mushaf di hadapannya. Tetesan darah Utsman radhiyallahu ‘anhu tepat mengenai firman AllahSubhanahu wa Ta’ala, “Jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan . Maka dari itu, Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 137)
Mereka yang diketahui sebagai tokoh pergerakan yang menyebabkan terbunuhnya Utsmanradhiyallahu ‘anhu adalah Ruman al-Yamani, Kinanah bin Bisyr, Sudan bin Hamran, dan Malik bin al-Asytar an-Nakha’i. Adapun yang terlibat langsung dalam pembunuhan Utsmanradhiyallahu ‘anhu adalah seseorang yang berasal dari Mesir yang bernama Jabalah.
Demikianlah akhir dari makar dan tipu daya Yahudi ini: terbunuhnya Utsman radhiyallahu ‘anhu, khalifah rasyid yang ketiga, dengan cara yang zalim melalui tangan seorang Yahudi. Pembuat makar yang masuk Islam dalam rangka melakukan tipu daya terhadap kaum muslimin dan menghancurkan persatuan mereka. (Kitab al-Bidayah wa an-Nihayah, Ibnu Katsir, 10/ 277—344)
(Majalah Asy Syariah 101, hlm. 15-18)
Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari