Musa Kazhim al Habsyi
: Syiah dan Ilmu Hadis
Anaknya Hussein Al-Habsyi Bangil (Tokoh
Syi’ah Pertama yang Membaiat Khomeini, Pengkader Agama Syiah Rafidhah terbesar
di Indonesia)
Apakah
Syi'ah Memiliki Kitab Shahih?
Apakah
Syi'ah Memiliki Kitab Shahih? [2]
Akidah
Syiah Imamiyah : Tanya Jawab Mengenai Rusak dan Bahaya Akidah Syi’ah [edited
version]
Benarkah
Ajaran Syi'ah Putus Sanad ? Masihkah Mahluk Syiah Khumainiyyah Berani
Mengaku-Ngaku Sebagai Pewaris Ajaran Ahlul bait?
Konsep
Batil (Validitas) Hadits Syiah, dari Cacat Ruwat hingga Cacat Sanad. Kaum
Syiah, Golongan Pemalsu Hadits Terdepan. Syi'ah Percaya Al-Qur'an ?
Menyoal Validitas Hadits Syi’ah
Metodologi
Kritik Hadits Dalam Pandangan Syiah Imamiyah
(Pelengkap)
Kaum
Syiah, Golongan Pemalsu Hadits Terdepan
Konsep
Batil Hadits Syiah, dari Cacat Ruwat hingga Cacat Sanad
Riwayat
Hadits Nabi Saw Dari Kitab Sunni Dan Syi'ah
Sanad
Hadits, Pentingkah?
Pandangan
syi'ah terhadap kesucian Al-Qur'an dan Hadits Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam
Bagaimana
Mengikuti Keluarga Nabi ?
Bukti
nyata kepalsuan Madzhab Syi’ah
Banyak
Perawi Syiah Pemabuk Dan Dilaknat
Mengenal
Perawi Syi'ah
Syiah
Menodai Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
Syi’ah,
Jika Menerapkan Ilmu Al Jarh Wat Ta`Dil Sebagaimana Ahlus Sunnah, Maka Tidak
Tersisa Sedikitpun Dari Hadits Mereka (Sampah). Mereka Banyak Berdusta Atas
Ja`far Ash Shadiq, Menasabkan Dari Riwayat-Riwayat Yang Dibuat-Buat, Menukil
Tanpa Sanad Atau Sanad Maudhu` (Dipalsukan) Atau Dhaif Atau Maqthu` (Terputus),
Agama Masyayikh.
Akidah
Syiah Imamiyah : Tanya Jawab Mengenai Rusak dan Bahaya Akidah Syi’ah [edited
version]
Sumber
ajaran syiah seri (satu)
Sumber
ajaran syiah seri (dua)
Syi’ah
Tidak Pantas Disebut Mazhab
Kitab
Shahih Mazhab Syi'ah
Lima
strategi asas Syi‘ah dalam berhujah dan Jawapan Ahl al-Sunnah ke atasnya :
Keempat (Malaysia)
Mana
Riwayat Jabir Al Ju'fi?
Membongkar
Argumentasi Syi'ah
Sekilas
tentang Perawi Utama Syi’ah : Jaabir Al-Ju’fiy, Zuraarah, dan Muhammad bin
Muslim
Syi’ah
dan Riwayat Hadits dalam Kitab Mereka [bagian 2]
Sekilas
Tentang Pemikiran ‘Klenik’ Al-Kulainiy Dalam Kitab Al-Kaafiy
Abu
Hurairah Vs Jabir Al Ju'fi
Hapalan
Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu
Jarh
Perawi Syi'ah
Mengenal
Syi’ah dari Kitab-Kitab Syi’ah
Syi’ah
dan Riwayat Hadits dalam Kitab Mereka [ bagian 2 ]
Syiah
Berdusta: Bilakah Sayyidina Hasan Dilahirkan
Cara
Mudah Kenali Ajaran Syiah
Keujudan
Abdullah Ibn Saba’ Dari Sumber Syiah
Siapa
Penggagas Agama Syiah?
Ahlul
Bait Ahlus Sunnah Beda dengan Ahlul Bait Syiah
Adakah
Ayat Al-Qur'an yang Mencela Sahabat?
Sikap
Imam-imam Ahlul Bait terhadap Penghina Sahabat Rasulullah
Syiah dan
Kitab-Kitab Perusak Kehormatan Rasulullah
Syi'ah
termasuk dalam klasifikasi /golongan Kafir Harbi (Klasifikasi Kafir http://www.habibrizieq.com/2015/01/klasifikasi-kafir.html)
Syiah
adalah bagian dari madzhab dalam islam? Yang bener saja, ini lho fatwa-fatwa
agama syiah, bagi yang belum pernah membacanya..
12 Orang
yg diklaim Syiah Imamiyah sbg Imam Ahlu Bait mereka adlh..
Hubungan
12 Imam Syiah Dengan ImamMazhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Apakah
Ajaran Imamah Ala Syi’ah Terdapat Dalam Al-Qur’an?
Syiah
Dari Konsep Imamahnya
Konsep
Imamah: Sumber Petaka Takfiri Syiah
Bahaya
Besar Wilayatul Faqih
Kritikan
Syiah Zaidiah Terhadap Konsep ‘Ishmah Syiah Itsna’asyariah dan Syiah Isma’iliah
Habib
Salim Al-Muhdor: Mazhab Ahlul Bait Itu Bohong! Sekte Syiah, Mengaku Cinta Rasul
Tapi Membenci Ahlul Bait
Syiah
Sang Pendusta
Syi'ah di
Indonesia Sering Lakukan Kebohongan Publik
Memahami
Kelainan Syiah, Sebuah Nota Kesepahaman
Definisi
Rafidhah dan Pencetusnya
Dendam
Syi’ah kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa
Keturunan
Ali bin Abi Thalib radhiAllahu 'anhu Banyak Bernama “ 'Aisyah ( Radhiyallahu
'anha ) “, Kenapa Sekarang Menghujatnya/Menghindari Nama Aisyah ?
Analisa
Terhadap Klaim Syi’ah Atas Hadits Ghadir Khum (Bagian 1/3 )
Analisa
Terhadap Klaim Syi’ah Atas Hadits Ghadir Khum (Bagian 2/3 )
Analisa
Terhadap Klaim Syi’ah Atas Hadits Ghadir Khum (Bagian 3/3 )
Ahlul-Bait
Tidak Mengakui Wasiat Estafet Imamah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam –
‘Aliy – Al-Hasan – Al-Husain – ‘Aliy bin Al-Husain – Muhammad bin ‘Aliy
‘Aliy bin
Abi Thaalib : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Tidak Pernah Berwasiat
tentang Kepemimpinan Kepada Dirinya
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam Tidak Berwasiat tentang Kepemimpinan kepada ‘Ali
radliyallaahu ‘anhu [2]
Hadits
Tsaqalain : Ahlul-Bait Jaminan Keselamatan Dunia dan Akhirat
Bantahan Hadits Tsaqalain; Runtuhnya Ajaran Ghadir Khum Syiah
Menghujat Abu Hurairah, Syiah Menghujat Kitabnya Sendiri,
Abu Hurairah Meriwayatkan Hadits Tsaqalain
Tsaqalain secondprince beserta bantahannya.
Penjelasan Hadist Dua Belas Khalifah Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam
Kritik
Tafsir Hadits ‘Ithrah Versi Syiah; Runtuhnya Ajaran Ghadir Khum
Abu Bakar
Tidak Sah Jadi Khalifah? Paparan Dibawah Ini " Menjungkirbalikkan "
Fitnah-fitnah Keji Syi'ah dan Antek-anteknya !
Ahlul-Bait
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam
‘Aliy
Berbaiat dan Ridlaa terhadap Kekhalifahan Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu
‘anhum
Aliy bin
Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu Mengakui ‘Umar bin Al-Khaththaab sebagai
Pemimpin bagi Kaum Mukminiin (Amiirul-Mukminiin)
Aliy bin
Abi Thaalib Berbaiat kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhumaa [2]
Keutamaan
Abu Bakr dan ‘Umar yang Disebutkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Depan
‘Aliy radliyallaahu ‘anhum
Ahlul-Bait
Menyepakati Keputusan Abu Bakr Ash-Shiddiiq radliyallaahu ‘anhu dalam Masalah
Tanah Fadak
173 File
Video ( Data & Fakta Langsung Dari Sumbernya ) Membongkar Bahaya Ajaran
Syiah
Apa Kata
Ulama Tentang SYIAH? Meraka Mengatakan, SYIAH BUKAN ISLAM..
Inilah
Paham Takfir Syiah
Fatwa
Ulama Dan Habaib Hadhramaut : Syiah kekafiran diatas kekafiran !
Masih Ada
Yang Bilang Syiah Tidak Sesat, Ngaji Dimana? Hindari Penyebutan Islam Sunni Dan
Islam Syiah. Jangan Duduk-Duduk Dengan Syiah,Syiah Indonesia Menganggap Abu
Bakar, Umar, Dan Utsman Bukan Pemimpin Yang Sah !
Perayaan
Tahunan Haul “Kesyahidan” Sayyidah Fathimah Az-Zahra Dimana Syiah Mendoktrin
Radikalisme Bara Api Kebencian Bahwa Shahabat Nabi, Umar Bin Khathab Dibantu
Para Shahabat Lain Adalah Pembunuh Fathimah Az-Zahra Binti Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam !!
Almajlisi,
Potret Ulama Senior Syi’ah
Memandang
Perang Shiffin Bukan dari Mata Pendengki
Muawiyah
Dan Keutamaannya, Beliau Adalah Juru Tulis Rasulullah, Bahkan Dijanjikan Masuk
Surga
Perkataan
Ajaib Rasulullah Tentang Syi’ah Yang Terbukti Hari Ini
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Sejarah
Penulisan hadits Masa Rasulullah Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam dan
Shahabat Radhiyallahu'Anhu
Sunnah/Hadits
Itu Dibuat Setelah Rasulullah Wafat?? Ini Adalah Anggapan Yang Keliru Dan
Konyol, Hadits Shahih Dari Rasul Adalah Wahyu Dari Allah
Menangkis
Propaganda Anti Hadis (Tulisan Lain)
Bantahan
Terhadap Syi’ah Dan Ingkar Sunnah: Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an. Fungsi-Fungsi
As-Sunnah (Hadits) Dalam Kaitannya Dengan Al-Qur’an
Kritik
Hadits Menurut Tinjauan Ali Musthofa Ya’kub
Bentuk-Bentuk
Perendahan Sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam - Golongan Al Qur’aniun (
Inkar Sunnah )
Telaah
atas kritik Orientalis terhadap Hadits (Hadith Criticism) oleh 3 orientalis:
Ignaz Goldziher, Joseph Schacht dan G.H.A Juynboll
Bantahan
Terhadap Syi’ah Dan Ingkar Sunnah: Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an. Fungsi-Fungsi
As-Sunnah (Hadits) Dalam Kaitannya Dengan Al-Qur’an
Apakah
Imam Madzhab Itu Lebih Tahu Seluruh Hadits Daripada Ulama Setelahnya? Akidah
Imam Yang Empat Itu Adalah Satu… Yaitu Akidah Yang Benar..!
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Kepalsuan
Madzhab Ja’fari
Adakah
Fiqh Madzhab Ja'fari ? Sikap Syi'ah Dalam Permasalan Fiqh
Sesatkah
Syi’ah Ja’fariyah dan Pantaskah Syi'ah Disebut Mazhab ?
Manuskrip
Perdebatan Imam Ja’far Ash Shadiq Dengan Orang Syiah
Imam
Ja’far Bin Muhammad Ash-Shadiq Menyebut Orang (Hatinya) Tidak Cinta Kepada Abu
Bakar RA Dan Umar RA Adalah Ahli Neraka !
Mengenal
Ahlus Sunnah,Imam Ja'far Ash-Shadiq Rahimahullah
Penodaan
Syiah Terhadap Mazhab Fikih Ja’fari
Siapakah
Al Imam Ja'Far Ash Shadiq
Imam
Ja’far Ash-Shadiq Rahimahullah, Imam Ahli Sunnah, Bukan Milik Syi’ah
Bukti-bukti
Pengkhianatan Kaum Syiah terhadap Ahlul Bait
Takfiri
Syiah (ABI) Jadi Bunglon Di Kantor Deputi VI Kemenko Polhukam, Dengan Memutar
Balikan Dan Menyembunyikan Kejahatan Takfirinya Terhadap Al-Qur'an, Istri Dan
Sahabat Nabi Serta Ahlus Sunnah !
Menguak
Tabir Kesesatan Syiah
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Al Qur'an
Di Mata Syi'ah [1]
Al Qur'an
Di Mata Syi'ah [2]
Al Qur'an
Di Mata Syi'ah [3]
Penulisan
Alqur’an & Pengumpulannya
Sejarah
Tafsir dan Perkembangannya
Syiah
Meminjam Qur’an Sunni
Syi'ah
Percaya Al-Qur'an ? (Tanggapan untuk Kebohongan Haidar Bagir dalam Harian
Republika 27 Januari 2012)
Pengakuan
Haidar Bagir Tentang Sesatnya Syiah
Haidar
Bagir dan Tuduhan Tahrif Al Qur’an
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
jika
Syi’ah dikafirkan, sama artinya akan banyak sekali hadis Shahih Bukhari-Muslim
yang mesti ditolak adalah perkataan yang batil
Benarkah
Imam Bukhari Mengambil Riwayat Dari Kaum Syiah?
Benarkah
Imam Bukhari & Ahli Hadits Sunni Mengambil Periwayatan Dari Kaum Syiah ???
(Bagian Ketiga)
Imam
Ja'far Ash Shadiq, Imam Ahli Sunnah, Bukan Milik Syi'ah. Al Bukhari Tidak
Meriwayatkan Satu Hadits Pun Dari Imam Ahlul Bait?
Diantara
Dusta Syi’ah Atas Nama Al-Imam Al-Bukhariy
Kesepakatan
Umat (Ulama) Kitab Shahih Al-Bukhari Dan Muslim, Kitab Yang Paling Shahih
Setelah Al-Qur’an,Kecuali Golongan Syi’ah/Taqiyaher/Kamuflaser Yang Tidak
Mengakui Keberadaan Keduanya.
Benarkah
Imam Bukhari Mengambil Riwayat Dari Kaum Syiah?
Riwayat
Syi’ah dlm Shahihain (Bagian Pertama)
(tanggapan
atas Habib Rizieq Shihab)
Riwayat
Syi’ah dlm Shahihain (updated !!) (Bagian Kedua)
(tanggapan
atas Habib Rizieq Shihab)
Mengapa
Imam Al-Bukhari Menulis Kitab Shahihnya? Mengenal Sisi Lain Shahih Al-Bukhari
Bantahan
Ustadz Firanda : Habib Husain Al-Atas (Pengasuh Radio RASIL), antara Syi'ah,
Sunnah, atau Liberal ?!
Kedudukan
Shahih Bukhari Muslim [bagian I]
Tanggapan
Habib Husein bin Hamid Alatas ( Radio Rasil ) Terhadap Tulisan Ustadz Abu Abdil
Muhsin Firanda Andirja
100
Perawi Syiah Di Bukhari?
Siapa
Sahabat yang Murtad di Hadits Bukhari No. 3.100?
Guru-Guru
Terpenting Al-Imam Al-Bukhariy
Syi’ah
Itu Sesat Juragan (Sebuah Masukan untuk Bapak Profesor Umar Syihab dan Bapak
Profesor Din Syamsuddin)
Apa
perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah ?
Banyak sekali perbedaannya
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/03/apa-perbedaan-antara-ahlussunnah.html
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/03/apa-perbedaan-antara-ahlussunnah.html
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Hakekat
Imam Khomeini
Hinaan
Al-Khomainiy terhadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
Iran
bukanlah negara Islam tapi negara Syiah!!
Iran:
"Pahlawan" dunia Islam atau penjahat kemanusiaan?
Iran
Adalah Negara Islam Titik! ( Kata Orang Buta, Tuli, Kurang Waras Alias Gila Dan
Kurang Akal )
Iran
Adalah Negara Syiah Dengan Memakai Embel - Embel Islam
Khomainiy
= Nasr Hamid Abu Zaid = Nasaruddin Umar, Al-Qur'an Tidak Sempurna ( Belum
Tuntas ) !
Kamuflase
Syiah di Gaza Dan al-Quds ( Palestina ) !
Bisakah
ummat Islam mengandalkan Syi'ah untuk bebaskan al-Quds ?
Habib
Abdullah Al-Haddad: Awas ada aliran sesat di hari Asyuro’!
Imam
Syafi’i Menggugat Syi’ah Rofidhoh
Kaum
Syi’ah (Lucu) Tidak Senang Dengan Julukan Rafidhah !
Musuh
Utama Syi’ah
Menguak
kesesatan syiah
Menguak
Kesesatan Syiah
Mukmin
itu Pasti Sunni, Tapi Muslim Bisa Saja Syi’i
Mendiamkan
Syiah Sama dengan Menyembunyikan Al-Qur'an!
NU Garis
Lurus : Rasulullah Saw Memerintahkan Membunuh Rofidhoh
Pendeta
Syiah Ingin Merendahkan Imam Bukhari Dan Muslim, Akhirnya Justru Dia Yang
Direndahkan ( Rupanya Taqiyaher Syiah Di Indonesia Meniru Mereka ! )
Pandangan
Imam Khomeini Dalam Kitab Al-Hukumah Al-Islamiah Dan Kasyfu Al-Asrar
Penghianatan
Syiah di Baghdad ( Kejadian Terulang Saat Ini )
Para
shahabat adalah hujjah
Revolusi
iran Bukan Revolusi Islam
Rekayasa
Sistematis Khomeini Dalam Menyatukan Sekte Syi'ah Dan Mengelabui Umat Islam
Rafidhah
dan Syiah Lebih Berbahaya Daripada Yahudi dan Nashrani
Shalahuddin
Al-Ayyubi Pahlawan Besar Islam, Penumpas Syi’ah Penakluk Jerusalem
Syaikh Al
Qaradhawi: Iran adalah Kuffar, Musuh Seluruh Umat Islam
Siapa
Bilang Perdebatan Sunni-Syiah Sudah Usang
Sikap
Kita Terhadap Syiah
Syaikhul
Azhar Sayyid Dr. Muhammad Thanthawi ( Dan Lainnya ) : Penghina Istri Dan
Sahabat Nabi Keluar dari Islam
Sekilas
Tentang Pemikiran Khumaini
Syiah
Persia Majusi Bangkit Balas Dendam ( Bagian Pertama )
Syiah
Persia Majusi Bangkit Balas Dendam ( Bagian Kedua )
Ustadz
Farid Achmad Okbah: Syiah lebih jahat dari Israel
Wow! Imam
Bukhari Menyamakan Syiah dengan Yahudi
Bukti
Syi’ah = Yahudi ( Bahkan Lebih Keji ) ! Bantu Rusia di Suriah, Menlu Israel
Juga Serukan Kerjasama dengan Iran dan Hizbullah
Syiah
Musuh Yahudi? Jawab 10 Pertanyaan Ini Dulu, Bro! Kontradiksi Syiah, Berasal
dari Yahudi Tapi Berkoar Lawan Yahudi
Kenapa
Syiah Doyan Berkhianat?
Kebohongan
Terbesar Dalam Sejarah Islam
Belajar
dari Abbasiyah: Syiah Berkuasa Saat Muslim Sunni Melemah
5
strategi dan taktik penyebaran aliran Syi'ah di Indonesia, waspadalah!
tokoh-tokoh
Ahlul Bait di Indonesia bersuara lantang menentang Syi’ah.
Ibnu
Abbas, Ahlus Sunnah dan Syiah
Jangan
Lawan Syiah Dengan Memaki Cukup Tunjukkan Kesesatan Mereka
Fatwa Al-Imam Al-Albani Rahimahullah Tentang Pengkafiran
Khumaini (Rujukan Taqlid Agung Pemerintah Iran)
Resensi Buku: Membongkar Kerapuhan Pondasi Agama Syiah
Pertanyaan Besar Mengapa Syiah Husein ?
Imam Hasan, Imam Maksum Yang Dibenci Syiah, Mengapa Dia
Membai'ah Muawiyah?
Gerakan Tawwabin, Ketika Syiah Menyesali Pengkhiantan
Mereka di Karbala
Ternyata
Marja' Syiah Khamenei Alumnus Universitas Komunis Di Rusia
Aqidah
Syaba’iyya Dan Sejarah Benih Perpecahan Umat?
Syiah
Mencela Aisyah, Abu Hurairah, Wahabi, Salafi
Web Dungu
Syi'ah Recehan (syiahali.wp) Meng-KAFIR-kan Ulamanya Sendiri
Dialog
Sunnah Syiah Syarafuddin As-Musawi
Beda
‘Rukun’, Tapi Bisa Rukun (Tanggapan untuk Haidar Bagir)
Asyura,
Ekspresi Darah Kaum Syi'ah - AGAMA SESAT MENYESATKAN !
Syiahisasi
dan Stigma Wahabi.Politisasi Isu Wahabi Sebagai Pemecah Belah Umat !
Syiah
Majusi Merayakan Nowruz Nairuz Majusi
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/04/syiah-majusi-merayakan-nowruz-nairuz.html
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/04/syiah-majusi-merayakan-nowruz-nairuz.html
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Muawiyah Bin Abi Sufyan Raja Terbaik Dalam Islam
(Ust.Abd.Hakim Abdat) Dan Khalifah Yang Haq (Syaikh Adnan Al Ar'ur). (Datar
Artikel terkait Keutamaan Muawiyah RA).
Sesungguhnya Mu'awiyyah Radhiyallaahu 'Anhu Lebih Baik
Bagiku Daripada Mereka Yang Mengaku-Ngaku Sebagai Syi'ahku!!!!
Surat kepada Abu Hasan ( Penggugat ) : Muawiyah r.a – 1
Tanggapan Atas Artikel “Distorsi Sejarah dalam Serial
Muawiyah, Hasan dan Husein”
Al Isra’ Ayat 33: Muawiyah Menuntut Hukum Qisas Ke Atas
Pembunuh Khalifah Usman.
‘Aliy bin Abi Thaalib : Mu’aawiyyah adalah Saudara Seiman,
Sama dengan Dirinya
http://lamurkha.blogspot.co.id/2014/08/aliy-bin-abi-thaalib-muaawiyyah-adalah.html?m=0
http://lamurkha.blogspot.co.id/2014/08/aliy-bin-abi-thaalib-muaawiyyah-adalah.html?m=0
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Syiah dan Ilmu Hadis
Musa Kazhim al Habsyi
Sebenarnya saya agak malas dan sedih saat
diminta oleh Bang Haidar Bagir untuk menanggapi perbincangan soal Sunnah-Syiah
di sebuah milis Islam ketika dunia masih fokus mengecam
agresi Israel atas misi kemanusiaan ke Gaza. Tapi, apa boleh
buat, saya juga cemas melihat kesempitan pandangan dan kemiskinan data sebagian
saudara Muslim saya terhadap isu-isu seperti ini. Jadi, saya berusaha
menanggapi diskusi ini dengan perasaan nano-nano, campur baur tak karuan. Saya
mohon maaf bila tulisan saya akhirnya juga terasa aneh: campuran dari beragam
rasa yang tak jelas.
Sebelum terlalu jauh, mari kita ingat
beberapa fakta ini:
1. Syiah adalah mazhab Islam terbesar
kedua setelah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
2. Syiah adalah mazhab yang dianut oleh
jumlah sangat signifikan penduduk negara-negara Timur Tengah (untuk
tidak mengatakan mayoritas penduduk Teluk), tempat asal Islam.
3. Syiah adalah mazhab yang dianut oleh
mayoritas dua bangsa pemilik tradisi keilmuan paling kuat dan paling kaya di
dunia Islam: Iran (90%) dan Irak (68%).
Kedua bangsa yang kemudian menjadi Muslim
Syiah ini bisa dibilang adalah pemilik dua khazanah kultural pra Islam (Persia
dan Akkadia, Asyuria & Babilonia di wilayah Mesopotamia) yang
berkontribusi paling besar terhadap kemajuan umat
manusia. Intinya, Persia + Babilonia memiliki “tradisi ilmiah”
di atas kebanyakan penduduk Muslim lain–tanpa mengurangi rasa hormat kepada
bangsa lain, karena saya sendiri bukan tergolong dari kedua bangsa tersebut.
Ada baiknya kita bertanya:
Mungkinkah kedua bangsa pemilik tradisi ilmiah hebat dan kaya itu telah sampai
pada tafsir agama yang lebih baik dari kita?
4. Mari kita lihat kembali data populasi
Syiah berikut ini: Iran (90%), Iraq (65%–menurut sensus
rezim Saddam yang berat sebelah dan tak menunjukkan fakta
sebenarnya), Azerbaijan (85%), Lebanon (35-40%), Kuwait (35%–menurut
sensus rezim Wahabi yang menyesatkan Syiah), Turkey (25%), Saudi
Arabia (10-15%–menurut sensus rezim Wahabi yang mengkafirkan Syiah), Yaman
(40%), Uni Emirat Arab (15-20 % –menurut sensus rezim tribal Al-Nahiyan
yang anti Iran) dan Bahrain (80%–menurut sensus rezim Wahabi yang
menyesatkan Syiah).
Nah, setelah melihat beberapa fakta di
atas, marilah kita kembali ke topik hadis Syiah. Berikut saya berikan beberapa
tanggapan umum—tanpa merujuk pada poin-poin yang ditulis sebelumnya karena saya
takkan terlibat perdebatan:
1. Apa yang disebut Sunnah atau Hadis
oleh Syiah bukan hanya berupa ucapan, perilaku, sikap, kebiasaan Nabi, tapi
juga seluruh ma’shum yang berjumlah 14. Dengan demikian, era wurud Sunnah tidak
berhenti dengan wafatnya Nabi Besar Muhammad–seperti kepercayaan Ahlus
Sunnah–melainkan berlanjut terus hingga masa kegaiban besar Imam Muhammad bin
Hasan Al-Askari pada 941 M atau 329 H. Karena faktor itulah kita-kitab hadis
Syiah ditulis dan dikodifikasikan dalam beberapa periode yang berbeda. Tapi itu
tidak berarti bahwa kitab hadis Syiah baru ada di abad ke7 seperti diklaim
sebagian orang. Jumlah hadis Syiah juga lebih banyak daripada hadis Sunni. Saya
tak pernah hitung berapa persis jumlah surplusnya, tapi yg jelas ada defisit
hadis dalam mazhab Sunni
Dilema justru muncul di kalangan mazhab
Ahlus Sunnah yang mengakhiri periode Sunnah pada masa Nabi Muhammad tapi
penulisannya terjadi jauh setelah beliau wafat. Ada periode kevakuman yang
panjang. Banyak peneliti yg mencurigai bahwa dalam periode ini telah terjadi
produksi hadis palsu besar-besaran. Kecurigaan ini didukung berbagai fakta.
Tapi saya lagi2 tak tertarik untuk lari2an ke topik lain.
Kekayaan Sunnah dalam mazhab Syiah ini
beberapa ratus tahun lalu memunculkan dampak negatif berupa fenomena pola pikir
Akhbari. Kaum Akhbari percaya bahwa sunnah 14 Ma’shum sudah mencakupi semua
sisi kehidupan manusia, sehingga tak perlu ada ijtihad dan sebagainya. Tapi itu
juga isu lain lagi.
2. Setiap mujtahid dalam Syiah
tidak menyandarkan keabsahan hadis pada si pengumpul hadis, namun mereka harus
melakukan verifikasi, investigasi dan riset hadis sendiri untuk menilai
kredibilitas perawi dan kebasahan matan hadis yang diriwayatkannya. Untuk
itulah, mujtahid dalam mazhab Syiah harus menguasai metode verifikasi hadis
dengan handal. Bahkan, banyak di antara mujtahid yang juga sekaligus adalah
muhaddits. Misalnya, Ayatullah Khoei yang beberapa saat sebelum meninggal dunia
sempat mengarang buku rijal sebanyak 24 jilid besar. Kalo ada yang mau lihat
buku itu, bisa download di sini: http://www.shiatc.com/Lib_List/t5.xml
3. Karena poin 2 di atas, kalangan Syiah
tak mengenal adanya kitab shahih. Pengumpul hadis tak pernah mengklaim
hadisnya shahih. Dia hanya mengumpulkan dan menyerahkan penilaian
pada masing-masing pakar, terutama yang ingin
berijtihad. Allamah Majlisi sampai berhasil menuliskan hadis Syiah
dalam 120 jilid.
Di bawah, saya copas satu bab penuh dari
karya Allamah Hasan Shadr berkenaan dengan kepeloporan Syiah dalam bidang Hadis.
Bab Kedua
Kepeloporan Syi’ah
dalam Ilmu-ilmu Hadis
Sebelum memasuki serangkaian pasal dari
bab ini, kami akan mengajak pembaca untuk mengenal alasan kepeloporan kaum
Syi’ah dalam ilmu-ilmu hadis. Di sini, saya hendak menyatakan bahwa di antara
para sahabat dan para tabi’in terdapat perselisihan besar tentang penulisan
ilmu. Banyak dari mereka enggan melakukan penulisan dan penyusunan ilmu, meski
ada sebagian dari mereka yang melakukannya, di antaranya ialah Ali ibn Abi
Thalib a.s. dan putra beliau yang pertama; Hasan Al-Mujtaba a.s .
Sebagaimana yang dikatakan oleh
As-Suyuthi di dalam Tadribur Rawi, bahwa Nabi saw. telah mendiktekan kepada Ali
bin Abi Thalib seluruh yang terkumpul di dalam sebuah kitab besar, dan Al-Hakam
ibn ‘Uyainah telah melihat kitab tersebut berada di tangan Imam Muhammad
Al-Baqir, yaitu ketika di antara mereka berdua terjadi perselisihan pen-dapat
tentang suatu masalah, lalu Imam Al-Baqir a.s. mengeluarkan kitab itu dan
menjelaskannya lalu menga-takan kepada Al-Hakam: “Ini adalah tulisan tangan Ali
ibn Abi Thalib yang didiktekan oleh Rasulullah, dan inilah kitab pertama yang
menghimpun ilmu-ilmu pada masa hidup Rasulullah saw.” Maka, kaum Syi’ah
mengetahui bagai-mana penyusunan ilmu itu sebegitu rapihnya. Lalu, mereka
segera menapaki langkah imam pertama mereka.
Sementara itu, terdapat sekelompok dari
selain Syi’ah yang justru melarang penyusunan ilmu ke dalam sebuah kitab,
sehingga mereka tertinggal. Al-Jahidz As-Suyuthi di dalam Tadribur Rawi
mengatakan: “Karya-karya yang mun-cul pada jaman sahabat dan kaum tabi’in belum
tersusun secara rapih, mengingat hafalan mereka yang kuat, selain juga sebelum
itu mereka melarang upaya penulisan ilmu-ilmu, sebagaimana yang disinyalir di
dalam Shahih Muslim, lantaran kekuatiran mereka terhadap pencampuradukan hadis
dengan ayat-ayat Al-Quran. Di samping itu juga karena sebagian besar dari
mereka tidak mampu menulis.”
Saya katakan bahwa hal ini terjadi pada
selain sahabat dan tabi’in besar Syi’ah. Adapun sahabat dan tabi’in dari
Syi’ah, mereka sudah merumuskan ilmu dan menyusunnya, sebagaimana usaha ini
telah dimulai oleh Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s.
Pasal Pertama
Tentang Orang Pertama yang Mengumpulkan
Hadis
dan Menyusunnya ke dalam Bab-bab
Di antara orang Syi’ah yang pertama kali
melakukan proses pengumpulan dan penyusunan itu ialah Abu Rafi’e; budak
Rasulullah saw. An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannifisy Syi’ah, mengatakan: “Dan
Abu Rafi’e budak Rasulullah saw. mempunyai kitab As-Sunan wal Ahkam
wal-Qodhoya”. Lalu ia menyebutkan sanad-sanadnya sampai periwayatan kitab
secara bab per bab; mulai dari bab shalat, puasa, haji, zakat dan
tema-tema muamalah. Kemudian dia menyatakan bahwa Abu Rafi’e telah menjadi
Muslim secara lebih dahulu di Mekkah lalu hijrah ke Madinah dan ikut serta bersama
Nabi saw. dalam banyak peperangan, dan setelah wafat beliau, ia menjadi
pengikut setia Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s.
Abu Rafi’e tergolong sebagai orang Syi’ah
yang saleh, dan turut terjun di dalam peperangan bersama Ali ibn Abi Thalib
a.s. Ia juga dipercayai sebagai pemegang kunci Baitul Mal di masa kekhalifahan
Ali ibn Abi Thalib di Kufah.
Abu Rafi’e meninggal pada tahun 35 H.,
sesuai dengan kesaksian Ibnu Hajar di dalam At-Taqrib, di mana ia telah
membenarkan tahun wafatnya di awal kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib a.s. Atas
dasar ini, menurut ijma’ para ulama, tidak ada orang yang lebih dahulu dari Abu
Rafi’e dalam upaya mengumpulkan hadis dan menyusunnya secara bab perbab.
Karena, nama-nama yang disebutkan mengenai penghimpun hadis, semuanya muncul di
pertengahan abad kedua.
Sebagaimana yang dicatat di dalam
At-Tadrib oleh As-Suyuthi dan dinukil oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari,
bahwa orang pertama yang mengumpulkan dan menyusun hadis-hadis berdasarkan
perintah Umar ibn Abdul Aziz adalah Ibnu Syahab Az-Zuhri. Segera Ibnu Syahab
memulai tugasnya di awal abad kedua Hijriyah, lantaran Umar ibn Abdul Aziz
menjadi khalifah pada tahun 98 H. atau 99 H., dan meninggal pada tahun 101 H.
Di dalam kitab Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam, kami secara khusus memberikan
catatan-catatan kritis terhadap apa yang diterangkan oleh Ibnu Hajar Asqolani.
Pasal Kedua
Tentang Orang Pertama dari Kaum Sahabat
yang
Syi’ah yang Mengumpulkan Hadis dalam
Satu Bab dan Satu Judul
Mereka adalah Abu Abdillah Salman
Al-Farisi dan Abu Dzar Al-Ghifari. Rasyiduddin ibn Syarhasub di dalam kitab
Ma’alim Ulamau Syi’ah, telah memberikan kesaksiannya atas hal ini. Begitu pula
Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi, guru besar Syi’ah, dan Syeikh Abu Abbas An-Najasyi
di dalam kitab-kitab mereka, yaitu Asma Mushannifis Syi’ah, ketika mengulas
ihwal Abu Abdillah Salman Al-Farisi dan Abu Dzar Al-Gifari. Mereka melacak dan
mampu menemukan sanad-sanadnya sampai periwayatan kitab Salman dan kitab Abu
Dzar. Kitab Salman adalah kitab hadis Al-Jatsliq dan kitab Abu Dzar adalah
sebuah surat khotbah yang di dalamnya menjelaskan pelbagai perkara dan
peristiwa yang terjadi setelah wafat Rasulullah saw.
Sayyid Al-Khunsari di dalam kitab
Ar-Raudhah fi Ahwalil ‘Ulama’ wa As-Sadat, menerangkan sebuah kitab yang dinukil
dari kitab Az-Zinah karya Abu Hatim di juz ketiga; bahwa kata ‘syi’ah’ pada
masa Rasulullah saw. adalah nama untuk empat sahabat, yaitu Salman Al-Farisi,
Abu Dzar Al-Ghifari, Miqdad Ibnul Aswad Al-Kindi dan Ammar ibn Yasir. Demikian
ini telah disebutkan juga di dalam kitab Kasyful Dzunun dan kitab Az-Zinah
karya Abu Hatim Sahal ibn Muhammad As-Sajastani yang wafat pada tahun 205 H.
Pasal Ketiga
Tentang Orang Pertama yang Menyusun
Kata-kata
Hikmah dari Para Tokoh Tabi’in Syi’ah
Para tokoh tabi’in Syi’ah itu melakukan
penyusunan di satu masa, hanya saja saya tidak tahu mana di antara mereka yang
melakukan hal ini lebih dahulu. Di antara mereka ialah Ali ibn Abi Rafi’e;
sahabat Ali ibn Abi Thalib a.s sekaligus sebagai sekretaris dan pemegang kunci
Baitul Mal.
An-Najasyi di dalam Asma Mushannifisy
Syi’ah, pada bab nama-nama generasi pertama Syi’ah yang mengarang kitab,
mengatakan: “Ali ibn Abu Rafi’e adalah seorang tabi’in dari Syi’ah yang soleh
yang bersahabat dekat dengan Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s. Ia
juga sekretaris beliau dan menghafal banyak hal dan menyusun sebuah kitab yang
menghimpun pelbagai bab Fiqih, seperti Wudhu, Shalat, dan bab-bab hukum
lainnya. Lalu ia menyambungkan sanadnya sampai ke Ali ibn Abi Thalib a.s.
Dan saudara Ali ibn Abu Rafi’e bernama
Ubaidillah ibn Abu Radfi’e adalah sekretaris Ali ibn Abi Thalib a.s. Ia
mengarang kitab Kitabul Qodho Amiril Mu’minin dan kitab Tasmiyatu Man Syahida
ma’a Amiril Mu’minin Al-Jamala wash Shiffin wan Nahrawan minal Shohabah (kitab
yang mencatat nama-nama para sahabat yang ikut bertempur bersama Imam Ali a.s.
di perang Jamal, Shiffin dan Nahrawan, pent.). Sebagaimana disebutkan di dalam
kitab Al-Fehrest Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi dan di At-Taqrib karya Ibnu Hajar,
bahwa Ubaidillah adalah sekretaris Ali ibn Abi Thalib dan perawi yang
terpercaya.
Selain dua bersaudara di atas, adalah
Ashbagh ibn Nubatah Al-Majasyi’ie. Ia sahabat khusus Amiril Mukminin Ali ibn
Abi Thalib a.s. dan berumur panjang hingga masih hidup setelah wafatnya Ali ibn
Abi Thalib. Ashbagh telah meriwayatkan surat Ali ibn Abi Thalib tentang
pelantikan Malik Al-Asytar sebagai gubernur Mesir. An-Najasyi berkata: “Surat
itu adalah surat yang amat masyhur, juga sebagai wasiat Imam Ali ibn Abi Thalib
kepada putranya yang bernama Muhammad ibn Hanafiyah.” Syeikh Abu Ja’far
Ath-Thusi menambahkan dalam Al-Fehrest, bahwa Ashbagh ibn Nubatah juga
mempunyai kitab Maqtalul Husein ibn Ali, yang darinya Ad-Dauri telah
meriwayatkan.
Lalu di antara mereka ialah Sulaim ibn
Qois Al-Hilali Abu Shadiq, sahabat dekat Ali ibn Abi Thalib. Ia menulis kitab
yang sangat bagus. Di dalamnya ia meriwayatkan hadis-hadis dari Imam Ali ibn
Abi Thalib, Salman Al-Farisi, Abu Dzar Al-Ghifari, Miqdad, Ammar ibn Yasir, dan
sekelompok dari sahabat besar Nabi saw.
Syeikh Imam Abu Abdillah An-Nu’mani, yang
perihal dirinya telah diulas pada pasal tokoh-tokoh tafsir terdahulu, di dalam
kitab Al-Ghaibah, tepatnya setelah menukil sebuah hadis dari kitab Sulaim ibn
Qois, mengatakan: “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dan perawi
kaum Syi’ah tentang bahwa kitab Sulaim ibn Qois adalah salah satu kitab induk
yang banyak dinukil hadis dan riwayatnya oleh para ulama dan perawi hadis Ahlul
Bait. Dan kitab itu merupakan kitab rujukan kaum Syi’ah.” Sulaim ibn Qois wafat
di awal pemerintahan Hajjaj ibn Yusuf di kota Kufah.
Lalu di antara mereka ialah Maitsam ibn
Yahya Abu Soleh At-Tammar. Ia adalah salah satu sahabat dekat Amiril Mukminin
Ali ibn Abi Thalib a.s. dan pemegang rahasia-rahasia beliau. Maitsam menulis
kitab yang bagus mengenai hadis. Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi, Syeikh Abu Amr
Al-Kisyi dan Ath-Thabari di dalam Bisyarotul Musthafa, banyak menukil hadis
dari kitab Maitsam ini. Maitsam wafat di Kufah karena dibunuh oleh Ubaidillah
ibn Ziyad lantaran kesyi’ahannya.
Lalu di antara mereka ialah Muhammad ibn
Qois Al-Bajali. Ia mengarang sebuah kitab yang diriwayatkan dari Amiril
Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s. Para tokoh tabi’in Syi’ah telah menyebutkan
kitab tersebut. Mereka juga banyak meriwayatkan hadis-hadis darinya. Adapun
Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi di dalam Al-Fehrest dari Ubaid ibn Muhammad ibn
Qois mengatakan: “Saya mengajukan kitab ini kepada Abu Ja’far Imam Muhammad
Al-Baqir a.s., lalu beliau berkata: ‘Kitab ini adalah perkataan Ali ibn Abi
Thalib a.s.’. Dan di awal-awal kitab itu, diriwayatkan bahwa jika seseorang
hendak melakukan shalat, katakanlah di awal shalatnya… Begitu selanjutnya
hingga akhir kitab.”
Ya’la ibn Murroh mempunyai satu naskah
kitab itu yang diriwayat-kannya dari Ali ibn Abi Thalib a.s. An-Najasyi di
dalam Al-Fehrest telah membawakan sanad kesaksian atas keberadaan naskah
tersebut dari Ya’la.
Lalu di antara mereka ialah Ibnul Hurr
Al-Ja’fi. Ia seorang tabi’in Kufah dan penyair Persia. Ia memiliki sebuah
naskah hadis yang diriwayatkan dari Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s.
Al-Ja’fi wafat di masa kekuasaan Al-Mukhtar. An-Najasyi telah menempatkannya
dalam jajaran pertama dari tokoh-tokoh pengarang Syi’ah.
Lalu di antara mereka ialah Tabi’ah ibn
Sami’ie. Ia menulis sebuah kitab tentang bab zakat. An-Najasyi menyebutkan nama
ini di generasi pertama dari tokoh-tokoh pengarang Syi’ah. Ia termasuk dari
kaum tabi’in.
Lalu Harts ibn Abdillah Al-A’war, dari
kota Hamadan. Ia termasuk sahabat Ali ibn Abi Thalib a.s. Harts meri-wayatkan
pelbagai permasalahan yang disampaikan oleh Imam Ali a.s. kepada seorang
Yahudi, kemudian Ammar ibn Abil Miqdad meriwayatkannya dari Abi Ishaq
As-Sami’ie yang ia sendiri meriwayatkannya dari Harts Al-A’war, dan yang
terakhir ini meriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib a.s., sebagaimana yang
termaktub di dalam Al-Fehrest karya Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi. Harts wafat
pada masa kekuasaan Ibnu Zubeir.
Namun, Syeikh Rasyiduddin Ibn Syahrasyub
di awal kitabnya, Ma’alimul ‘Ulama’, membawakan sebuah daftar kitab mengenai
jawaban yang disampaikan oleh Al-Ghazzali, bahwa kitab pertama yang dikarang di
dalam Islam ialah kitab Ibnu Juraij tentang hadis dan tafsir huruf-huruf dari
Mujahid dan ‘Atha’ di Mekkah, lalu kitab Mu’ammar ibn Rafi’e Ash-Shan’ani di
Yaman, lalu kitab Al-Muwaththa’ karya Malik ibn Anas, lalu kitab Al-Jami’e
karya Sufyan Ats-Tsauri.
Kemudian Ibnu Syahrasyub mengatakan:
“Namun yang benar ialah bahwa orang pertama yang mengarang kitab di bidang ini
dalam Islam ialah Amiril Mukiminin Ali ibn Abi Thalib lalu Salman Al-Farisi,
lalu Abu Dzar Al-Ghifari, lalu Ashbagh ibn Nubatah, lalu Ubaidillah ibn Abu
Ra’fi’e, lalu Shohifah Kamilah Sajjadiyyah dari Imam Ali Zainal Abidin a.s.”
Syeikh An-Najasyi menyatakan bahwa
generasi pertama adalah para pengarang, sebagaimana telah disebutkan, tanpa
menerangkan siapa yang lebih dahulu, juga tidak menjelaskan urutan-urutan
mereka. Begitu pula Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi menyebutkan nama-nama mereka
tanpa menerangkan urutan yang tegas. Mungkin Ibnu Syahrasyub telah menemukan
sesuatu yang tidak mereka temukan.
Sebuah catatan di akhir pasal ini ialah
bahwa Al-Jahidz Adz-Dzahabi tatkala menyinggung riwayat hidup Aban ibn Taghlab,
memberikan kesaksian bahwa mazhab Syi’ah di kalangan tabi’in dan generasi
setelah tabi’in amat berkembang dan dikenal dengan ketaatan, warak dan
kejujuran. Lalu mengatakan: “Jika ucapan-ucapan mereka itu ditolak, maka akan
banyak hadis-hadis Nabi saw. yang tercampakkan. Ini sebuah konsekuensi yang
jelas keliru dan merugikan.”
Saya katakan, renungkanlah kesaksian Al-Jahidz
ini, dan ketahuilah kemuliaan pada kepeloporan nama-nama mereka yang telah kami
bawakan di sini dan nama-nama yang akan kami sebutkan setelah ini, yaitu dari
kaum tabi’in Syi’ah dan generasi Syi’ah setelah mereka.
Pasal Keempat
Tentang Orang Pertama Penghimpun Hadis
di Pertengahan Abad Kedua
Dari kaum Syi’ah yang menyusun
kitab-kitab, pokok-pokok akidah dan perincian hukum-hukum yang diriwayatkan
dari jalur Ahlul Bait adalah mereka yang hidup di masa-masa orang yang
disebutkan berkenaan dengan orang pertama yang mengumpulkan riwayat dari
kalangan Ahli Sunnah. Mereka meriwayatkan hadis-hadis dari Imam Ali Zainal
Abidin a.s. dan dari putranya; Imam Muhammad Al-Baqir a.s. Di antara mereka
adalah Aban bin Taghlab. Ia telah meriwayatkan tiga puluh ribu hadis dari Imam
Ja’far Ash-Shadiq a.s.
Ada pula Jabir ibn Yazid Al-Ja’fi yang
meriwayatkan tujuh puluh ribu hadis dari Imam Muhammad Al-Baqir a.s., dari
ayah-ayah beliau hingga Nabi saw. Jabir mengatakan: “Aku memiliki lima puluh
ribu hadis yang belum aku sampaikan. Semuanya dari Nabi saw. dari jalur Ahlul
Bait a.s.”
Terdapat nama-mana lain yang melakukan
penghimpunan dan periwayatan hadis sebanyak di atas tadi, seperti Abu Hamzah,
Zurarah ibn A’yan, Muhammad ibn Muslim Ath-Thaifi, Abu Bashir Yahya ibn Al-Qosim
Al-Asadi, Abdul Mu’min ibn Al-Qosim ibn Qois ibn Muhammad Al-Anshari, Bassam
ibn Abdullah Ash-Shairafi, Abu Ubaidah Al-Hidzaie Ziyad ibn Isa Abu Raja’
Al-Kufi, Zakaria ibn Abdullah Al-Fayyad Abu Yahya, Jahdar ibn Al-Mughirah
Ath-Thaie, Hajar ibn Zaidah Al-Hadhrami Abu Abdillah, Muawiyah ibn Ammar ibn
Abi Muawiyah, Khabbab ibn Abdillah, Al-Mutthalib Az-Zuhri Al-Qurasyi Al-Madani,
dan Ab-dullah ibn Maimun ibn Al-Aswad Al-Qoddah. Saya telah singgung kitab dan
riwayat hidup mereka masing-masing di dalam Ta’sisusy Sy’ah li Fununil Islam.
Sementara itu, Tsaur ibn Abu Fakhitah Abu
Jaham telah meriwayatkan hadis-hadis dari sekelompok sahabat Nabi saw. Dan ia
memiliki sebuah kitab yang masih utuh dari Imam Muhammad Al-Baqir a.s.
Pasal Kelima
Tentang Orang Pertama dari Kaum
Syi’ah yang Menyusun Kitab Hadis Setelah
Pertengahan Abad Kedua
Terdapat sekelompok sahabat Imam Ja’far
Ash-Shadiq a.s. yang meriwayatkan hadis dari beliau dan menghimpunnya ke dalam
empat ratus kitab dengan judul Al-Ushul. Syeikh Imam Abu Ali Al-Fadhl ibn
Al-Hasan Ath-Thabarsi dalam kitabnya, A’lamul Wara’, mengatakan: “Dinukil
secara hampir mutawatir oleh banyak kalangan, bahwa orang-orang yang
meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. adalah mereka yang
tergolong dari tokoh-tokoh besar yang jumlah mereka mencapai empat ribu. Lalu,
mereka menyusun hadis-hadis tersebut ke dalam empat ratus kitab yang dikenal di
tengah kaum Syi’ah dengan nama Al-Ushul. Kemudian, kitab ini diriwayatkan oleh
sabahat-sahabat Imam Ash-Shadiq a.s. dan oleh para sahabat putra beliau; Imam
Al-Kadzim a.s.”
Abul Abbas Ahmad ibn ‘Uqdah telah menulis
sebuah buku terpisah dengan judul Kitabu Rijali Man Rowa ‘an Abi Abdillah
Ash-Shadiq. Kitab ini secara khusus menghimpun nama-nama mereka yang
meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. Bahkan, Syeikh Abu Ja’far
Ath-Thusi menyebutkan dan menghitung karangan-karangan mereka masing-masing
dalam bab ‘Ashabu Abi Abdillah Ash-Shadiq’ dari kitabnya; Ar-Rijal, yaitu
kitab yang disusun menurut nama-nama sahabat setiap dua belas imam a.s.
Pasal Keenam
Tentang Jumlah Kitab yang Dikarang oleh
Orang Syi’ah tentang Hadis dari
Jalur Ahlul Bait,
Sejak Masa Imam Ali bin Abi Thalib Sampai
Masa
Imam Hasan Al-Askari a.s.
Ketahuilah bahwa jumlah kitab-kitab itu
melampaui angka 6600, sebagaimana yang dicatat oleh Syeikh Al-Jahidz Muhammad
ibn Al-Hasan Al-Hurr, penulis Al-Wasail, dan ia menyatakan jumlah tersebut
secara tegas pada bab keempat dari kitabnya yang besar tentang hadis, yaitu
Wasailusy Syi’ah ila Ahkamisy Syari’ah. Tentang semua ini, saya juga telah
membawakan data-data yang menguatkan jumlah di atas tadi dalam kitab saya yang
berjudul Nihayatud Dirayah fi Ushuli Ilmil Hadis.
Pasal Ketujuh
Tentang Generasi Berikut yang Menjadi
Tokoh Ilmu Hadis dan Penyusun Kitab-kitab Induk yang Hingga Kini Merupakan
Rujukan Hukum-hukum Syar’ie Kaum Syi’ah
Ketahuilah bahwa tiga Muhammad pertama
adalah tokoh terdepan dalam penyusunan empat kitab induk hadis.
Yang pertama ialah Muhammad ibn Ya’qub Al-Kulaini, penyusun kitab
Al-Kafi. Ia wafat pada 328 H. Di dalam kitab tersebut, Al-Kulaini telah
mencatat sebanyak 16099 hadis beserta sanad-sanadnya.
Kedua ialah Muhammad ibn Ali ibn
Al-Husein ibn Musa ibn Babaweih Al-Qummi yang wafat pada tahun 381 H. Ia
dikenal juga dengan panggilan nasab Abu Ja’far Ash-Shaduq. Ia telah menyusun
1400 kitab tentang ilmu hadis. Yang terbesar di antara kitab-kitab Ash-Shaduq
adalah kitab Man La Yahdhuruhul Faqih yang memuat 9044 hadis menge-nai
hukum-hukum syariat dan sunah-sunah.
Ketiga adalah Muhammad ibn Al-Hasan
Ath-Thusi yang terkenal dengan gelar Syeikh Ath-Thoifah. Ia telah menulis kitab
Tahdzibul Ahkam, dan menyusunnya ke dalam 393 bab, dan mencatat hadis sebanyak
13590. Kitab Ath-Thusi lainnya adalah Al-Istibshor yang memuat 920 bab sehingga
mencakup 5511 hadis. Inilah empat kitab induk yang menjadi rujukan utama kaum
Syi’ah.
Kemudian tibalah peran tiga Muhammad
terakhir yang juga tergolong sebagai tokoh kitab induk hadis. Pertama ialah
Imam Muhammad Al-Baqir ibn Muhammad At-Taqie. Ia terkenal dengan nama
Al-Majlisi. Kitab besar yang ditulis Al-Majlisi adalah kitab Biharul Anwar; fil
Ahaditsil Marwiyyah ‘anin Nabi wal Aimmah min Alihil Ath-har. Kitab ini disusun
sebanyak 26 jilid tebal. Dapat dikatakan bahwa kitab ini telah menjadi pegangan
kaum Syi’ah. Sebab, tidak ada kitab induk hadis yang paling lengkap selain
kitab Biharul Anwar. Sehingga Tsiqotul Islam Allamah An-Nurie menulis sebuah
kitab yang berjudul Al-Faidhul Qudsi fi Ahwalil Al-Majelisi dan dicetak di
Iran, yakni sebuah kitab yang secara khusus mengulas ihwal kehidupan
Al-Majlisi.
Kedua ialah Muhammad ibn Murtadha ibn
Mahmud, seorang tokoh besar ilmu hadis dan guru utama di dua bidang ilmu aqli
dan naqli. Ia lebih dikenal dengan nama Muhsin Al-Kasyani dan julukan
‘Al-Faydh’. Kitab hadis yang ditulis olehnya berjudul Al-Wafi fi Ilmil Hadis,
yang ketebalannya mencapai 14 jilid, dan setiap jilidnya merupa-kan kitab
tersendiri. Kitab Al-Wafi menghimpun hadis-hadis yang tercatat di dalam empat
kitab induk terdahulu berke-naan dengan akidah, hukum syariat, akhlak dan
sunah-sunah. Usia Muhsin Al-Kasyani mencapai 84 tahun dan wafat pada tahun 1091
H. Dalam usainya yang panjang itu, ia telah mengarang kurang lebih dua ratus
kitab dari pelbagai bidang ilmu.
Ketiga ialah Muhammad ibn Al-Hasan
Al-Hurr Asy-Syami Al-‘Amili Al-Masyghari, seorang ulama hadis yang mayshur di
kalangan ahli hadis dengan gelar Syeikhusy Syuyukh (guru para guru). Ia menulis
kitab Tafshil Wasailsy Syi’ah ila Tahshil Ahadits Asy-Syari’ah, dan
penyusunannya mengacu pada kitab-kitab Fiqih.
Di antara kitab-kitab induk hadis, kitab
hadis Al-‘Amili ini tergolong sebagai kitab yang paling banyak diakses
oleh ulama. Di dalamnya telah tercatat hadis-hadis yang dinukil dari 80 kitab
induk hadis, 70 dari jumlah itu dinukil dengan perantara, dan dicetak
berkali-kali di Iran. Bisa dikatakan bahwa kaum Syi’ah sekarang lebih berkutat
pada kitab ini. Muhammad Al-‘Amili dilahirkan pada bulan Rajab 1033 dan wafat
pada tahun 1204 H. di Thus-Khurasan (sebuah propinsi di bagian barat Iran)
Dan Syeikh Allamah Tsiqotul Islam
Al-Husein ibn Allamah An-Nurie telah menghimpun hadis-hadis yang tidak dicatat
oleh penulis Wasailusy Syi’ah, dan menyu-sunnya di dalam sebuah kitab berjilid
berdasarkan susunan bab-bab kitab Wasailusy Syi’ah, dan meletakkan judul Mustadrokul
Wasail wa Mustanbatul Masail padanya. Secara umum, kitab ini bentuk lain dari
kitab Wasailusy Syi’ah. Dan dapat dikatakan bahwa kitab Syeikh An-Nurie ini
meru-pakan kitab hadis Syi’ah yang paling besar, di mana Syeikh telah
menyelesaikannya pada tahun 1319 H. Ia wafat pada 28 Jumadil Akhir 1320 H.
Dan masih banyak kitab-kitab induk hadis
yang disusun oleh ulam-ulama besar hadis Syi’ah. Di antaranya ialah kitab
Al-‘Awalim sebanyak 100 jilid, karya seorang ahli hadis yang tersohor bernama
Syeikh Abdullah ibn Nurullah Al-Bahrani. Ia hidup semasa dengan Allamah
Al-Majlisi, pengarang kitab Biharul Anwar yang telah kami singgung di atas
tadi.
Selain Al-‘Awalim adalah kitab Syarhul
Istabshor fi Ahaditsul Aimmatil Athhar yang disusun Syeikh Qosim ibn Muham-mad
ibn Jawad ke dalam beberapa jilid besar, mirip dengan kitab Biharul Anwar.
Syeikh Qosim dikenal dengan panggilan Ibnu Al-Wandi dan panggilan Faqih
Al-Kadzimi. Ia hidup semasa dengan Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr;
pengarang kitab Wasailusy Syi’ah sebagaimana telah dising-gung. Syeikh Qosim
adalah salah seorang murid utama datuk saya, Allamah Sayyid Nuruddin;
saudara Sayyid Muhammad pengarang kitab Al-Madarik.
Selain itu adalah kitab Jami’ul Akhbar fi
Idhohil Istibshor. Kitab ini tergolong kitab hadis yang besar yang disusun ke
dalam banyak jilid oleh Syeikh Allamah Abdullatif ibn Ali ibn Ahmad ibn Abu
Jami’ Al-Haritsi Al-Hamadani Asy-Syami Al-‘Amili. Ia menimba ilmu dari Syeikh
Al-Hasan ibn Abu Mansur ibn Asy-Syahid Syeikh Zainuddin Al-‘Amili, penulis kitab
Al-Ma’alim dan Al-Muntaqo, dan salah seorang ulama abad keepuluh Hijriyah.
Selain itu adalah kitab induk besar yang
berjudul Asy-Syifa fi Hadis Alil Mushtafa. Kitab ini mencakup beberapa jilid
tebal, disusun oleh seorang ulama peneliti hadis yang ulung, yaitu Syeikh
Muhammad Ar-Ridha, putra seorang ahli fiqih; Syeikh Abdullatif At-Tabrizi. Ia
telah menuntaskan penulisan kitab tersebut pada tahun 1158 H.
Selain itu adalah kitab Jami’ul Ahkam
yang tercetak hingga mencapai 25 jilid besar, disusun oleh Allamah Abdullah ibn
Sayyid Muhammad Ar-Ridha Asy-Syubbari Al-Kadzimi. Pada masa itu, ia dikenal
sebagai guru besar kaum Syi’ah dan penulis unggul. Dapat dikatakan bahwa
setelah era Allamah Al-Majlisi, tidak ada ulama yang mengarang kitab lebih
banyak daripada karya-karyanya. Sayyid Muhammad Ar-Ridha wafat di Kadzimain
pada tahun 1242 H.
Pasal Kedelapan
Kepeloporan Kaum Syi’ah dalam Menggagas
Ilmu Dirayah dan Membaginya ke Beberapa Cabang Utama
Orang pertama yang memulai perintisan dan
penggagasan ilmu ini ialah Abu Abdillah Al-Hakim yang lahir di Naysabur
(Khurasan-Iran). Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abdullah. Ia wafat pada
405 H. Semasa hidupnya, Al-Hakim telah mengarang sebuah kitab yang berjudul
Ma’rifatu Ulumil Hadis setebal lima jilid, lalu membagi ilmu-ilmu hadis ke lima
puluh cabang.
Kitab Kasyful Dzunun telah menyatakan
kesaksiannya atas kepeloporannya dalam penggagasan ilmu Dirayah, dan
mengatakan: “Orang pertama yang memulai penggagasan dan pembagian ilmu Hadis
ialah Muhammad ibn Abdullah dari Naysabur, kemudian diikuti oleh Ibnu
Ash-Shalah.”
Sementara itu, Al-Jahidz As-Suyuthi
menyebutkan dalam kitab Al-Wasail fil Awail, bahwa orang pertama yang menyu-sun
macam-macam ilmu Hadis dan membaginya menjadi beberapa cabang yang masih
dikenal sampai sekarang ialah Ibnu Ash-Shalah. Ia wafat pada tahun 643 H.
Data ini tidaklah bertentangan dengan apa
yang baru saja kami bawakan. Sebab, Al-Jahidz hendak menyebutkan orang pertama
yang mengerjakan hal itu dari kaum Ahli Sunnah, sedangkan Abu Abdillah Al-Hakim
adalah seorang Syi’ah berdasarkan kesepakatan para ulama Ahli Sunnah dan
Syi’ah. Syeikh As-Sam’ani di dalam Al-Ansab, Syeikh Ahmad ibn Taimiyah dan
Al-Jahidz Adz-Dzahabi di dalam Tadzkirotul Huffadz telah menyatakan secara
tegas kesyi’ahan Al-Hakim.
Bahkan dalam Tadzkirotul Huffadz,
misalnya, Adz-Dzahabi menuturkan kesaksian Ibnu Thahir yang mengatakan: “Aku
bertanya kepada Abu Ismail Al-Anshari perihal Al-Hakim. Ia berkata: ‘Ia adalah
perawi yang terpercaya di bidang hadis dan seorang Syi’ah yang penyimpang’”.
Lalu Adz-Dzahabi mengatakan: “Lalu Ibnu Thahir berkata: ‘Abu Abdillah Al-Hakim
adalah seorang syi’ah yang fanatik dalam taqiyah-nya, namun ia menampakkan
kesunniannya dalam permasalahan khilafah dan khalifah pertama setelah Nabi saw.
Ia berseberangan dengan Muawiyah dan sanak keluarganya seraya menampakkan
pengakuannya pada mereka; suatu hal yang tidak bisa diterima pendiriannya
ini.’”
Pada hemat saya, ulama-ulama kami,
Syi’ah, juga telah menyatakan kesaksian mereka atas kesyi’ahan Abu Abdillah
Al-Hakim, seperti Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr di akhir-akhir kitab
Wasailusy Syi’ah. Di dalam Ma’alimul Ulama di bab ‘Al-Kuna’, ia menukil dari
Ibnu Syarasyub yang menilai Al-Hakim sebagai salah seorang pengarang Syi’ah,
dan ia memiliki kitab tentang keutamaan-keutamaan Ahlul Bait serta sebuah kitab
khusus tentang keutamaan-keutamaan Imam Ar-Ridha a.s. Mereka juga menyebutkan
sebuah kitabnya khusus berkenaan dengan keutamaan-keutamaan Fatimah Az-Zahra
a.s.
Bahkan, Abdullah Afandi telah menerangkan
riwayat hidup Al-Hakim secara rinci dalam kitabnya; Riyadul ‘Ulama, di bagian
pertama yang secara khusus membahas Syi’ah Imamiyah. Begitu juga, Afandi
menyebutkan nama-nya dan memberikan kesaksian atas kesyi’ahannya di bab
‘Al-Alqob’ dan di bab ‘Al-Kuna’. Di dalam kitab itu, ia menyebutkan dua kitab
Al-Hakim yang berjudul Ushul Ilmil Hadis dan Al-Makhal ila Ilmish Shohih.
Afandi mengatakan: “Dan Al-Hakim telah mencatat hadis-hadis tentang Ahlul Bait
yang tidak termaktub di dalam Shahih Al-Bukhari, seperti hadis ‘Ath-Thoirul
Masywi’ dan hadis ‘Man Kuntu Maulahu.’”
Setelah Abu Abillah Al-Hakim, terdapat
sekelompok tokoh ilmu Hadis dari kaum Syi’ah yang mengarang di bidang Dirayah.
Di antara mereka ialah Sayyid Jamaluddin Ahmad ibn Thawus Abul Fadhail. Dialah
peletak istilah-istilah hadis Syi’ah Imamiyah berkenaan dengan pembagian hadis
kepada empat macam; shahih, hasan, muwatssaq dan dzaif. Ibnu Tawus wafat pada
tahun 673 H.
Dan di antara mereka ialah Sayyid Allamah
Ali ibn Abdul Hamid Al-Hasani. Ia mengarang kitab Syarh Ushul Dirayatul Hadis.
Ia juga melaporkan dari Syeikh Allamah Al-Hilli ibn Al-Muthahhar dan Syeikh
Zainuddin yang masyhur dengan gelar Syahid Tsani (sang syahid kedua), sebuah
kitab bernama Ad-Dirayah fi Ilmid Dirayah dan syarahnya yang berjudul Ad-Dirayah.
Dan di antara mereka ialah Syeikh
Al-Husein ibn Abdul Shomad Al-Haritsi Al-Hamadani; pengarang kitab Wushulul
Akhyar ila Ushulil Akhbar, Syeikh Abu Mansur Al-Hasan ibn Zainudin Al-‘Amili;
pengarang kitab Muqod-dimatul Muntaqo dan Ushul Ilmil Hadis, dan Syeikh
Bahauddin Al-‘Amili pengarang kitab Al-Wajizah fi Ilmi Diroyahtul Hadis. Saya
telah menyarahi kitab terakhir ini dalam sebuah kitab yang saya namai dengan
judul Syarah Nihayatud Dirayah, dan dicetak di India sampai menjadi kurikulum
di sekolah-sekolah pen-didikan agama.
Pasal Kesembilan
Tentang Orang Pertama yang Menyusun Ilmu
Rijal
dan Riwayat Hidup Para Perawi
Ketahuilah bahwa Abu Abdillah Muhammad
ibn Khalid Al-Barqi Al-Qummi adalah seorang sahabat Imam Musa ibn Ja’far
Al-Kadzim a.s., sebagaimana Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi mencatat hal ini di
dalam kitab Ar-Rijal. Dan Abul Faraj Ibnu Nadim di dalam Al-Fehrest, di awal
bagian kelima pasal keenam mengenai riwayat tokoh-tokoh fiqih Syi’ah
menyebutkan karya Al-Barqi di bidang ilmu Rijal. Di sana ia mengatakan: “Dan di
antara karya-karya Al-Barqi adalah Al-‘Awidh, At-Tabshiroh dan Ar-Rijal. Di
dalam kitab terakhir ini, ia menyebutkan nama-nama yang meriwayatkan
hadis-hadis dari Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s.”
Setelah Al-Barqi ialah Abu Muhammad
Abdullah ibn Jablah ibn Hayyan ibn Abhar Al-Kinani. Ia mengarang kitab
Ar-Rijal. Abdullah Al-Kinani berusia panjang dan wafat pada tahun 219 H.
As-Suyuthi dalam Al-Awail mengatakan:
“Orang pertama yang membahas ilmu Rijal ialah Syu’bah.” Jelas, bahwa Syu’bah
datang setelah Abdullah ibn Jablah, karena yang pertama wafat pada tahun 260 H.
Bahkan setelah Abdullah ibn Jablah dan sebelum Syu’bah, terdapat sahabat Imam
Al-Jawad a.s. yang bernama Abu Ja’far Al-Yaqthini. Ia menulis Kitabur Rijal,
sebagaimana yang dicatat oleh An-Najasyi di dalam Al-Fehrest dan Ibnu Nadim di
dalam Al-Fehrest.
Saya bubuhkan di sini, bahwa Abu Abdillah
Muhammad ibn Khalid Al-Barqi juga seorang sahabat imam Ahlul Bait, yaitu Imam
Musa Al-Kadzim a.s. dan Imam Ali Ar-Ridha a.s. Bahkan, ia juga sempat menjumpai
Imam Muhammad Al-Jawad a.s. Kitab Al-Barqi masih terjaga utuh dan tersedia
sampai sekarang. Di dalamnya disebutkan nama perawi-perawi yang meriwayatkan
hadis dari Ali bin Abi Thalib a.s. dan perawi-perawi setelah mereka. Kitab itu
juga memuat tema penting Rijal mengenai Al-Jarah wat Ta’dil (penilaian kritis
atas ihwal kehidupan para perawi), sebagaimana yang juga dibahas oleh semua
kitab Rijal.
Lalu, Abu Ja’far Ahmad ibn Muhammad ibn
Khalid Al-Barqi yang mengarang kitab Ar-Rijal dan kitab Ath-Thabaqot. Abu
Ja’far wafat pada tahun 274 H.
Lalu, Syeikh Abul Hasan Muhammad ibn
Ahmad ibn Dawud ibn Ali Al-Qummi yang dikenal juga dengan Ibnu Dawud; seorang
ulama terkemuka Syi’ah. Ia mengarang kitab Al-Mamduhin wal Madzmumin minar
Ruwat, dan wafat pada tahun 368 H.
Lalu, Syeikh Abu Ja’far Muhammad ibn
Babaweih Ash-Shoduq yang mengarang kitab Ma’rifatur Rijal dan Kitabur Rijalil
Mukhtarin min Ashabin Nabi saw. Ia wafat pada tahun 381 H.
Lalu, Syeikh Abu Bakar Al-Ji’ani yang
dinyatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ia merupakan salah seorang ulama besar Syi’ah.
Al-Ji’ani mengarang kitab Asy-Syi’ah min Ashabil Hadits wa Thabaqotuhum.
Tentang kitab ini, An-Najasyi mengatakan bahwa kitab itu dikarang dalam ukuran
besar.
Lalu, Syeikh Muhammad ibn Baththah yang
mengarang kitab Asma’ Mushannifisy Syi’ah, dan wafat pada tahun 274 H.
Lalu, Syeikh Nashr ibn Ash-Shabah Abul
Qosim Al-Balkhi; guru Syeikh Abu Amr Al-Kasyi. Ia mengarang kitab Ma’ri-fatun
Naqilin min Ahlil Miah Tsalitsah. Ia wafat pada tahun pada abad ketiga
Hijriyah.
Lalu, Ali ibn Al-Hasan ibn Fidhal;
pengarang kitab Ar-Rijal. Ia berada di generasi sebelum Syeikh Nashr Al-Balkhi.
Lalu, Sayyid Abu Ya’la Hamzah ibn
Al-Qosim ibn Ali ibn Hamzah ibn Al-Hasan ibn Ubaidilah ibn Al-Abbas ibn Ali ibn
Abu Thalib a.s., yang mengarang kitab Man Rowa ‘an Ja’far ibn Muhammad minar
Rijal. An-Najasyi mengatakan: “Kitab ini bagus, dan At-Tal’akbari meriwayatkan
sertifikat pengakuan dan pengesahan darinya”. Hamzah ibn Qosim adalah ulama
Syi’ah abad ketiga Hijriyah.
Lalu, Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan ibn
Ali Abu Abdillah Al-Maharibi yang menyusun kitab bagus yang berjudul Ar-Rijal
min Ulama Tsalitsah.
Lalu, Al-Musta’thof Isa ibn Mehran;
pengarang Kitabul Muhadditsin. Isa termasuk ulama terdahulu Syi’ah, demikian
dicatat oleh Syeikh Ath-Thusi di dalam Al-Fehrest.
Berikutnya, di dalam kitab Ta’sisusy
Syi’ah li Fununil Islam, saya telah mengulas karangan-karangan Syeikh
Ath-Thusi, An-Najasyi, Al-Kasyi, Allamah ibn Al-Muthahhar Al-Hilli, Ibnu Dawud
dan generasi-generasi yang mengarang kitab tentang ilmu Rijal. Dan hingga kini,
semua karya mereka masih menjadi rujukan dalam upaya menilai kualitas pribadi
para perawi (Al-jarah wa Ta’dil).
Perlu dibubuhkan di sini, bahwa Abul
Faraj Al-Qannani Al-Kufi; guru An-Najasyi, mempunyai karangan di bidang ini,
berjudul Kitab Mu’jam Rijalil Mufadhal, dan menyusunnya sesuai dengan urutan
huruf Hijaiyah.
Advertisements
Related articles :
Musa Kazhim Al Habsyi (Militan Syi’ah,
Pendengki Arab Saudi) : Kesamaan Israel Dan Arab Saudi ? Bantahan Ilmiyah Dan
Comprehensive.
Musa Kazhim Al Habsyi (Militan Syi’ah,
Pendengki Arab Saudi), Kar-Bala (Haram Al-Husein) : AL-HUSEIN tak pernah MATI!
Tak mungkin MATI! A-SYU-RA dan AR-BA-‘IN adalah setiap hari ! Labbayka YA
HUSEIN ??!! Pembunuh Keji Husein Bin Ali RA Dan Ali Bin Abu Thalib RA Adalah
Syi’ah Kufah (Keturunan Majusi-Persia, Tempat Keberadaan Abdullah Bin Saba’)
Syiah
dan Ilmu Hadis
Musa Kazhim al Habsyi
1. Apa yang disebut Sunnah atau Hadis oleh
Syiah bukan hanya berupa ucapan, perilaku, sikap, kebiasaan Nabi, tapi juga
seluruh ma’shum yang berjumlah 14. Dengan demikian, era wurud Sunnah tidak
berhenti dengan wafatnya Nabi Besar Muhammad–seperti kepercayaan Ahlus
Sunnah–melainkan berlanjut terus hingga masa kegaiban besar Imam Muhammad bin
Hasan Al-Askari pada 941 M atau 329 H. Karena faktor itulah kita-kitab hadis
Syiah ditulis dan dikodifikasikan dalam beberapa periode yang berbeda. Tapi itu
tidak berarti bahwa kitab hadis Syiah baru ada di abad ke7 seperti diklaim
sebagian orang. Jumlah hadis Syiah juga lebih banyak daripada hadis Sunni. Saya
tak pernah hitung berapa persis jumlah surplusnya, tapi yg jelas ada deficit hadis
dalam mazhab Sunni.yg jelas ada defisit hadis dalam mazhab Sunni.
Dilema justru muncul di kalangan mazhab Ahlus
Sunnah yang mengakhiri periode Sunnah pada masa Nabi Muhammad tapi penulisannya
terjadi jauh setelah beliau wafat. Ada periode kevakuman yang panjang. Banyak
peneliti yg mencurigai bahwa dalam periode ini telah terjadi produksi hadis
palsu besar-besaran. Kecurigaan ini didukung berbagai fakta. Tapi saya lagi2
tak tertarik untuk lari2an ke topik lain.
Kekayaan Sunnah dalam mazhab Syiah ini beberapa
ratus tahun lalu memunculkan dampak negatif berupa fenomena pola pikir Akhbari.
Kaum Akhbari percaya bahwa sunnah 14 Ma’shum sudah mencakupi semua sisi
kehidupan manusia, sehingga tak perlu ada ijtihad dan sebagainya. Tapi itu juga
isu lain lagi.
2. Setiap mujtahid dalam Syiah tidak
menyandarkan keabsahan hadis pada si pengumpul hadis, namun mereka harus
melakukan verifikasi, investigasi dan riset hadis sendiri untuk menilai
kredibilitas perawi dan kebasahan matan hadis yang diriwayatkannya. Untuk itulah,
mujtahid dalam mazhab Syiah harus menguasai metode verifikasi hadis dengan
handal. Bahkan, banyak di antara mujtahid yang juga sekaligus adalah muhaddits.
Misalnya, Ayatullah Khoei yang beberapa saat sebelum meninggal dunia sempat
mengarang buku rijal sebanyak 24 jilid besar. Kalo ada yang mau lihat buku itu,
bisa download di sini: http://www.shiatc.com/Lib_List/t5.xml
3. Karena poin 2 di atas, kalangan Syiah tak
mengenal adanya kitab shahih. Pengumpul hadis tak pernah mengklaim
hadisnya shahih. Dia hanya mengumpulkan dan menyerahkan penilaian
pada masing-masing pakar, terutama yang ingin
berijtihad. Allamah Majlisi sampai berhasil menuliskan hadis Syiah
dalam 120 jilid.
Di bawah, saya copas satu bab penuh dari karya
Allamah Hasan Shadr berkenaan dengan kepeloporan Syiah dalam bidang Hadis.
Bab Kedua
Kepeloporan Syi’ah dalam Ilmu-ilmu Hadis
Sebelum memasuki serangkaian pasal dari bab
ini, kami akan mengajak pembaca untuk mengenal alasan kepeloporan kaum Syi’ah
dalam ilmu-ilmu hadis. Di sini, saya hendak menyatakan bahwa di antara para
sahabat dan para tabi’in terdapat perselisihan besar tentang penulisan ilmu.
Banyak dari mereka enggan melakukan penulisan dan penyusunan ilmu, meski ada
sebagian dari mereka yang melakukannya, di antaranya ialah Ali ibn Abi Thalib
a.s. dan putra beliau yang pertama; Hasan Al-Mujtaba a.s . (silahkan baca artikel lamurkha diatas)
Sebagaimana yang dikatakan oleh
As-Suyuthi di dalam Tadribur Rawi, bahwa Nabi saw. telah mendiktekan kepada Ali
bin Abi Thalib seluruh yang terkumpul di dalam sebuah kitab besar, dan Al-Hakam
ibn ‘Uyainah telah melihat kitab tersebut berada di tangan Imam Muhammad
Al-Baqir, yaitu ketika di antara mereka berdua terjadi perselisihan pen-dapat
tentang suatu masalah, lalu Imam Al-Baqir a.s. mengeluarkan kitab itu dan
menjelaskannya lalu menga-takan kepada Al-Hakam: “Ini adalah tulisan tangan Ali
ibn Abi Thalib yang didiktekan oleh Rasulullah, dan inilah kitab pertama yang menghimpun
ilmu-ilmu pada masa hidup Rasulullah saw.” Maka, kaum Syi’ah mengetahui
bagai-mana penyusunan ilmu itu sebegitu rapihnya. Lalu, mereka segera menapaki
langkah imam pertama mereka.
Sementara itu, terdapat sekelompok dari
selain Syi’ah yang justru melarang penyusunan ilmu ke dalam sebuah kitab,
sehingga mereka tertinggal. Al-Jahidz As-Suyuthi di dalam Tadribur Rawi
mengatakan: “Karya-karya yang mun-cul pada jaman sahabat dan kaum tabi’in belum
tersusun secara rapih, mengingat hafalan mereka yang kuat, selain juga sebelum
itu mereka melarang upaya penulisan ilmu-ilmu, sebagaimana yang disinyalir di
dalam Shahih Muslim, lantaran kekuatiran mereka terhadap pencampuradukan hadis
dengan ayat-ayat Al-Quran. Di samping itu juga karena sebagian besar dari mereka
tidak mampu menulis.”
Saya katakan bahwa hal ini terjadi pada
selain sahabat dan tabi’in besar Syi’ah. Adapun sahabat dan tabi’in dari
Syi’ah, mereka sudah merumuskan ilmu dan menyusunnya, sebagaimana usaha ini
telah dimulai oleh Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s.
Pasal Pertama
Tentang Orang Pertama yang
Mengumpulkan Hadis
dan Menyusunnya ke dalam
Bab-bab
Di antara orang Syi’ah yang pertama kali
melakukan proses pengumpulan dan penyusunan itu ialah Abu Rafi’e; budak
Rasulullah saw. An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannifisy Syi’ah, mengatakan: “Dan
Abu Rafi’e budak Rasulullah saw. mempunyai kitab As-Sunan wal Ahkam
wal-Qodhoya”. Lalu ia menyebutkan sanad-sanadnya sampai periwayatan kitab
secara bab per bab; mulai dari bab shalat, puasa, haji, zakat dan
tema-tema muamalah. Kemudian dia menyatakan bahwa Abu Rafi’e telah menjadi
Muslim secara lebih dahulu di Mekkah lalu hijrah ke Madinah dan ikut serta
bersama Nabi saw. dalam banyak peperangan, dan setelah wafat beliau, ia menjadi
pengikut setia Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s.
Abu Rafi’e tergolong sebagai orang Syi’ah yang
saleh, dan turut terjun di dalam peperangan bersama Ali ibn Abi Thalib a.s. Ia
juga dipercayai sebagai pemegang kunci Baitul Mal di masa kekhalifahan Ali ibn
Abi Thalib di Kufah.
Abu Rafi’e meninggal pada tahun 35 H., sesuai
dengan kesaksian Ibnu Hajar di dalam At-Taqrib, di mana ia telah membenarkan
tahun wafatnya di awal kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib a.s. Atas dasar ini,
menurut ijma’ para ulama, tidak ada orang yang lebih dahulu dari Abu Rafi’e
dalam upaya mengumpulkan hadis dan menyusunnya secara bab perbab. Karena,
nama-nama yang disebutkan mengenai penghimpun hadis, semuanya muncul di
pertengahan abad kedua.
Sebagaimana yang dicatat di dalam At-Tadrib
oleh As-Suyuthi dan dinukil oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari, bahwa orang
pertama yang mengumpulkan dan menyusun hadis-hadis berdasarkan perintah Umar
ibn Abdul Aziz adalah Ibnu Syahab Az-Zuhri. Segera Ibnu Syahab memulai tugasnya
di awal abad kedua Hijriyah, lantaran Umar ibn Abdul Aziz menjadi khalifah pada
tahun 98 H. atau 99 H., dan meninggal pada tahun 101 H. Di dalam kitab
Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam, kami secara khusus memberikan
catatan-catatan kritis terhadap apa yang diterangkan oleh Ibnu Hajar Asqolani.
Pasal Kedua
Tentang Orang Pertama dari Kaum Sahabat
yang
Syi’ah yang Mengumpulkan Hadis dalam
Satu Bab dan Satu Judul
Mereka adalah Abu Abdillah Salman
Al-Farisi dan Abu Dzar Al-Ghifari. Rasyiduddin ibn Syarhasub di dalam kitab
Ma’alim Ulamau Syi’ah, telah memberikan kesaksiannya atas hal ini. Begitu pula
Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi, guru besar Syi’ah, dan Syeikh Abu Abbas An-Najasyi
di dalam kitab-kitab mereka, yaitu Asma Mushannifis Syi’ah, ketika mengulas
ihwal Abu Abdillah Salman Al-Farisi dan Abu Dzar Al-Gifari. Mereka melacak dan
mampu menemukan sanad-sanadnya sampai periwayatan kitab Salman dan kitab Abu
Dzar. Kitab Salman adalah kitab hadis Al-Jatsliq dan kitab Abu Dzar adalah
sebuah surat khotbah yang di dalamnya menjelaskan pelbagai perkara dan peristiwa
yang terjadi setelah wafat Rasulullah saw.
Sayyid Al-Khunsari di dalam kitab
Ar-Raudhah fi Ahwalil ‘Ulama’ wa As-Sadat, menerangkan sebuah kitab yang
dinukil dari kitab Az-Zinah karya Abu Hatim di juz ketiga; bahwa kata ‘syi’ah’
pada masa Rasulullah saw. adalah nama untuk empat sahabat, yaitu Salman
Al-Farisi, Abu Dzar Al-Ghifari, Miqdad Ibnul Aswad Al-Kindi dan Ammar ibn
Yasir. Demikian ini telah disebutkan juga di dalam kitab Kasyful Dzunun dan
kitab Az-Zinah karya Abu Hatim Sahal ibn Muhammad As-Sajastani yang wafat pada
tahun 205 H.
Pasal Ketiga
Tentang Orang Pertama yang Menyusun
Kata-kata
Hikmah dari Para Tokoh Tabi’in Syi’ah
Para tokoh tabi’in Syi’ah itu melakukan
penyusunan di satu masa, hanya saja saya tidak tahu mana di antara mereka yang
melakukan hal ini lebih dahulu. Di antara mereka ialah Ali ibn Abi Rafi’e;
sahabat Ali ibn Abi Thalib a.s sekaligus sebagai sekretaris dan pemegang kunci
Baitul Mal.
An-Najasyi di dalam Asma Mushannifisy
Syi’ah, pada bab nama-nama generasi pertama Syi’ah yang mengarang kitab,
mengatakan: “Ali ibn Abu Rafi’e adalah seorang tabi’in dari Syi’ah yang soleh
yang bersahabat dekat dengan Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s. Ia
juga sekretaris beliau dan menghafal banyak hal dan menyusun sebuah kitab yang
menghimpun pelbagai bab Fiqih, seperti Wudhu, Shalat, dan bab-bab hukum
lainnya. Lalu ia menyambungkan sanadnya sampai ke Ali ibn Abi Thalib a.s.
Dan saudara Ali ibn Abu Rafi’e bernama
Ubaidillah ibn Abu Radfi’e adalah sekretaris Ali ibn Abi Thalib a.s. Ia
mengarang kitab Kitabul Qodho Amiril Mu’minin dan kitab Tasmiyatu Man Syahida
ma’a Amiril Mu’minin Al-Jamala wash Shiffin wan Nahrawan minal Shohabah (kitab
yang mencatat nama-nama para sahabat yang ikut bertempur bersama Imam Ali a.s.
di perang Jamal, Shiffin dan Nahrawan, pent.). Sebagaimana disebutkan di dalam
kitab Al-Fehrest Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi dan di At-Taqrib karya Ibnu Hajar,
bahwa Ubaidillah adalah sekretaris Ali ibn Abi Thalib dan perawi yang
terpercaya.
Selain dua bersaudara di atas, adalah
Ashbagh ibn Nubatah Al-Majasyi’ie. Ia sahabat khusus Amiril Mukminin Ali ibn
Abi Thalib a.s. dan berumur panjang hingga masih hidup setelah wafatnya Ali ibn
Abi Thalib. Ashbagh telah meriwayatkan surat Ali ibn Abi Thalib tentang
pelantikan Malik Al-Asytar sebagai gubernur Mesir. An-Najasyi berkata: “Surat
itu adalah surat yang amat masyhur, juga sebagai wasiat Imam Ali ibn Abi Thalib
kepada putranya yang bernama Muhammad ibn Hanafiyah.” Syeikh Abu Ja’far
Ath-Thusi menambahkan dalam Al-Fehrest, bahwa Ashbagh ibn Nubatah juga
mempunyai kitab Maqtalul Husein ibn Ali, yang darinya Ad-Dauri telah
meriwayatkan.
Lalu di antara mereka ialah Sulaim ibn
Qois Al-Hilali Abu Shadiq, sahabat dekat Ali ibn Abi Thalib. Ia menulis kitab
yang sangat bagus. Di dalamnya ia meriwayatkan hadis-hadis dari Imam Ali ibn
Abi Thalib, Salman Al-Farisi, Abu Dzar Al-Ghifari, Miqdad, Ammar ibn Yasir, dan
sekelompok dari sahabat besar Nabi saw.
Syeikh Imam Abu Abdillah An-Nu’mani, yang
perihal dirinya telah diulas pada pasal tokoh-tokoh tafsir terdahulu, di dalam
kitab Al-Ghaibah, tepatnya setelah menukil sebuah hadis dari kitab Sulaim ibn
Qois, mengatakan: “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dan perawi
kaum Syi’ah tentang bahwa kitab Sulaim ibn Qois adalah salah satu kitab induk
yang banyak dinukil hadis dan riwayatnya oleh para ulama dan perawi hadis Ahlul
Bait. Dan kitab itu merupakan kitab rujukan kaum Syi’ah.” Sulaim ibn Qois wafat
di awal pemerintahan Hajjaj ibn Yusuf di kota Kufah.
Lalu di antara mereka ialah Maitsam ibn
Yahya Abu Soleh At-Tammar. Ia adalah salah satu sahabat dekat Amiril Mukminin
Ali ibn Abi Thalib a.s. dan pemegang rahasia-rahasia beliau. Maitsam menulis
kitab yang bagus mengenai hadis. Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi, Syeikh Abu Amr
Al-Kisyi dan Ath-Thabari di dalam Bisyarotul Musthafa, banyak menukil hadis
dari kitab Maitsam ini. Maitsam wafat di Kufah karena dibunuh oleh Ubaidillah
ibn Ziyad lantaran kesyi’ahannya.
Lalu di antara mereka ialah Muhammad ibn
Qois Al-Bajali. Ia mengarang sebuah kitab yang diriwayatkan dari Amiril
Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s. Para tokoh tabi’in Syi’ah telah menyebutkan
kitab tersebut. Mereka juga banyak meriwayatkan hadis-hadis darinya. Adapun
Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi di dalam Al-Fehrest dari Ubaid ibn Muhammad ibn
Qois mengatakan: “Saya mengajukan kitab ini kepada Abu Ja’far Imam Muhammad
Al-Baqir a.s., lalu beliau berkata: ‘Kitab ini adalah perkataan Ali ibn Abi
Thalib a.s.’. Dan di awal-awal kitab itu, diriwayatkan bahwa jika seseorang
hendak melakukan shalat, katakanlah di awal shalatnya… Begitu selanjutnya
hingga akhir kitab.”
Ya’la ibn Murroh mempunyai satu naskah
kitab itu yang diriwayat-kannya dari Ali ibn Abi Thalib a.s. An-Najasyi di
dalam Al-Fehrest telah membawakan sanad kesaksian atas keberadaan naskah
tersebut dari Ya’la.
Lalu di antara mereka ialah Ibnul Hurr
Al-Ja’fi. Ia seorang tabi’in Kufah dan penyair Persia. Ia memiliki sebuah
naskah hadis yang diriwayatkan dari Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s.
Al-Ja’fi wafat di masa kekuasaan Al-Mukhtar. An-Najasyi telah menempatkannya
dalam jajaran pertama dari tokoh-tokoh pengarang Syi’ah.
Lalu di antara mereka ialah Tabi’ah ibn
Sami’ie. Ia menulis sebuah kitab tentang bab zakat. An-Najasyi menyebutkan nama
ini di generasi pertama dari tokoh-tokoh pengarang Syi’ah. Ia termasuk dari
kaum tabi’in.
Lalu Harts ibn Abdillah Al-A’war, dari
kota Hamadan. Ia termasuk sahabat Ali ibn Abi Thalib a.s. Harts meri-wayatkan
pelbagai permasalahan yang disampaikan oleh Imam Ali a.s. kepada seorang
Yahudi, kemudian Ammar ibn Abil Miqdad meriwayatkannya dari Abi Ishaq
As-Sami’ie yang ia sendiri meriwayatkannya dari Harts Al-A’war, dan yang
terakhir ini meriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib a.s., sebagaimana yang
termaktub di dalam Al-Fehrest karya Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi. Harts wafat
pada masa kekuasaan Ibnu Zubeir.
Namun, Syeikh Rasyiduddin Ibn Syahrasyub
di awal kitabnya, Ma’alimul ‘Ulama’, membawakan sebuah daftar kitab mengenai
jawaban yang disampaikan oleh Al-Ghazzali, bahwa kitab pertama yang dikarang di
dalam Islam ialah kitab Ibnu Juraij tentang hadis dan tafsir huruf-huruf dari
Mujahid dan ‘Atha’ di Mekkah, lalu kitab Mu’ammar ibn Rafi’e Ash-Shan’ani di
Yaman, lalu kitab Al-Muwaththa’ karya Malik ibn Anas, lalu kitab Al-Jami’e
karya Sufyan Ats-Tsauri.
Kemudian Ibnu Syahrasyub mengatakan:
“Namun yang benar ialah bahwa orang pertama yang mengarang kitab di bidang ini
dalam Islam ialah Amiril Mukiminin Ali ibn Abi Thalib lalu Salman Al-Farisi,
lalu Abu Dzar Al-Ghifari, lalu Ashbagh ibn Nubatah, lalu Ubaidillah ibn Abu
Ra’fi’e, lalu Shohifah Kamilah Sajjadiyyah dari Imam Ali Zainal Abidin a.s.”
Syeikh An-Najasyi menyatakan bahwa generasi
pertama adalah para pengarang, sebagaimana telah disebutkan, tanpa menerangkan
siapa yang lebih dahulu, juga tidak menjelaskan urutan-urutan mereka. Begitu
pula Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi menyebutkan nama-nama mereka tanpa menerangkan
urutan yang tegas. Mungkin Ibnu Syahrasyub telah menemukan sesuatu yang tidak
mereka temukan.
Sebuah catatan di akhir pasal ini ialah
bahwa Al-Jahidz Adz-Dzahabi tatkala menyinggung riwayat hidup Aban ibn Taghlab,
memberikan kesaksian bahwa mazhab Syi’ah di kalangan tabi’in dan generasi
setelah tabi’in amat berkembang dan dikenal dengan ketaatan, warak dan
kejujuran. Lalu mengatakan: “Jika ucapan-ucapan mereka itu ditolak, maka akan
banyak hadis-hadis Nabi saw. yang tercampakkan. Ini sebuah konsekuensi yang
jelas keliru dan merugikan.”
Saya katakan, renungkanlah kesaksian
Al-Jahidz ini, dan ketahuilah kemuliaan pada kepeloporan nama-nama mereka yang
telah kami bawakan di sini dan nama-nama yang akan kami sebutkan setelah ini,
yaitu dari kaum tabi’in Syi’ah dan generasi Syi’ah setelah mereka.
Pasal Keempat
Tentang Orang Pertama Penghimpun Hadis
di Pertengahan Abad Kedua
Dari kaum Syi’ah yang menyusun
kitab-kitab, pokok-pokok akidah dan perincian hukum-hukum yang diriwayatkan
dari jalur Ahlul Bait adalah mereka yang hidup di masa-masa orang yang
disebutkan berkenaan dengan orang pertama yang mengumpulkan riwayat dari
kalangan Ahli Sunnah. Mereka meriwayatkan hadis-hadis dari Imam Ali Zainal
Abidin a.s. dan dari putranya; Imam Muhammad Al-Baqir a.s. Di antara mereka
adalah Aban bin Taghlab. Ia telah meriwayatkan tiga puluh ribu hadis dari Imam
Ja’far Ash-Shadiq a.s.
Ada pula Jabir ibn Yazid Al-Ja’fi yang
meriwayatkan tujuh puluh ribu hadis dari Imam Muhammad Al-Baqir a.s., dari
ayah-ayah beliau hingga Nabi saw. Jabir mengatakan: “Aku memiliki lima puluh
ribu hadis yang belum aku sampaikan. Semuanya dari Nabi saw. dari jalur Ahlul
Bait a.s.”
Terdapat nama-mana lain yang melakukan
penghimpunan dan periwayatan hadis sebanyak di atas tadi, seperti Abu Hamzah,
Zurarah ibn A’yan, Muhammad ibn Muslim Ath-Thaifi, Abu Bashir Yahya ibn
Al-Qosim Al-Asadi, Abdul Mu’min ibn Al-Qosim ibn Qois ibn Muhammad Al-Anshari,
Bassam ibn Abdullah Ash-Shairafi, Abu Ubaidah Al-Hidzaie Ziyad ibn Isa Abu
Raja’ Al-Kufi, Zakaria ibn Abdullah Al-Fayyad Abu Yahya, Jahdar ibn Al-Mughirah
Ath-Thaie, Hajar ibn Zaidah Al-Hadhrami Abu Abdillah, Muawiyah ibn Ammar ibn
Abi Muawiyah, Khabbab ibn Abdillah, Al-Mutthalib Az-Zuhri Al-Qurasyi Al-Madani,
dan Ab-dullah ibn Maimun ibn Al-Aswad Al-Qoddah. Saya telah singgung kitab dan
riwayat hidup mereka masing-masing di dalam Ta’sisusy Sy’ah li Fununil Islam.
Sementara itu, Tsaur ibn Abu Fakhitah Abu
Jaham telah meriwayatkan hadis-hadis dari sekelompok sahabat Nabi saw. Dan ia
memiliki sebuah kitab yang masih utuh dari Imam Muhammad Al-Baqir a.s.
Pasal Kelima
Tentang Orang Pertama dari Kaum
Syi’ah yang Menyusun Kitab Hadis Setelah
Pertengahan Abad Kedua
Terdapat sekelompok sahabat Imam Ja’far
Ash-Shadiq a.s. yang meriwayatkan hadis dari beliau dan menghimpunnya ke dalam
empat ratus kitab dengan judul Al-Ushul. Syeikh Imam Abu Ali Al-Fadhl ibn
Al-Hasan Ath-Thabarsi dalam kitabnya, A’lamul Wara’, mengatakan: “Dinukil
secara hampir mutawatir oleh banyak kalangan, bahwa orang-orang yang
meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. adalah mereka yang
tergolong dari tokoh-tokoh besar yang jumlah mereka mencapai empat ribu. Lalu,
mereka menyusun hadis-hadis tersebut ke dalam empat ratus kitab yang dikenal di
tengah kaum Syi’ah dengan nama Al-Ushul. Kemudian, kitab ini diriwayatkan oleh
sabahat-sahabat Imam Ash-Shadiq a.s. dan oleh para sahabat putra beliau; Imam
Al-Kadzim a.s.”
Abul Abbas Ahmad ibn ‘Uqdah telah menulis
sebuah buku terpisah dengan judul Kitabu Rijali Man Rowa ‘an Abi Abdillah
Ash-Shadiq. Kitab ini secara khusus menghimpun nama-nama mereka yang
meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. Bahkan, Syeikh Abu Ja’far
Ath-Thusi menyebutkan dan menghitung karangan-karangan mereka masing-masing
dalam bab ‘Ashabu Abi Abdillah Ash-Shadiq’ dari kitabnya; Ar-Rijal, yaitu
kitab yang disusun menurut nama-nama sahabat setiap dua belas imam a.s.
Pasal Keenam
Tentang Jumlah Kitab yang Dikarang oleh
Orang Syi’ah tentang Hadis dari
Jalur Ahlul Bait,
Sejak Masa Imam Ali bin Abi Thalib Sampai
Masa
Imam Hasan Al-Askari a.s.
Ketahuilah bahwa jumlah kitab-kitab itu
melampaui angka 6600, sebagaimana yang dicatat oleh Syeikh Al-Jahidz Muhammad
ibn Al-Hasan Al-Hurr, penulis Al-Wasail, dan ia menyatakan jumlah tersebut
secara tegas pada bab keempat dari kitabnya yang besar tentang hadis, yaitu
Wasailusy Syi’ah ila Ahkamisy Syari’ah. Tentang semua ini, saya juga telah
membawakan data-data yang menguatkan jumlah di atas tadi dalam kitab saya yang
berjudul Nihayatud Dirayah fi Ushuli Ilmil Hadis.
Pasal Ketujuh
Tentang Generasi Berikut yang Menjadi
Tokoh Ilmu Hadis dan Penyusun Kitab-kitab Induk yang Hingga Kini Merupakan
Rujukan Hukum-hukum Syar’ie Kaum Syi’ah
Ketahuilah bahwa tiga Muhammad pertama
adalah tokoh terdepan dalam penyusunan empat kitab induk hadis.
Yang pertama ialah Muhammad ibn Ya’qub Al-Kulaini, penyusun kitab
Al-Kafi. Ia wafat pada 328 H. Di dalam kitab tersebut, Al-Kulaini telah
mencatat sebanyak 16099 hadis beserta sanad-sanadnya.
Kedua ialah Muhammad ibn Ali ibn
Al-Husein ibn Musa ibn Babaweih Al-Qummi yang wafat pada tahun 381 H. Ia
dikenal juga dengan panggilan nasab Abu Ja’far Ash-Shaduq. Ia telah menyusun
1400 kitab tentang ilmu hadis. Yang terbesar di antara kitab-kitab Ash-Shaduq
adalah kitab Man La Yahdhuruhul Faqih yang memuat 9044 hadis menge-nai
hukum-hukum syariat dan sunah-sunah.
Ketiga adalah Muhammad ibn Al-Hasan
Ath-Thusi yang terkenal dengan gelar Syeikh Ath-Thoifah. Ia telah menulis kitab
Tahdzibul Ahkam, dan menyusunnya ke dalam 393 bab, dan mencatat hadis sebanyak
13590. Kitab Ath-Thusi lainnya adalah Al-Istibshor yang memuat 920 bab sehingga
mencakup 5511 hadis. Inilah empat kitab induk yang menjadi rujukan utama kaum
Syi’ah.
Kemudian tibalah peran tiga Muhammad
terakhir yang juga tergolong sebagai tokoh kitab induk hadis. Pertama ialah
Imam Muhammad Al-Baqir ibn Muhammad At-Taqie. Ia terkenal dengan nama
Al-Majlisi. Kitab besar yang ditulis Al-Majlisi adalah kitab Biharul Anwar; fil
Ahaditsil Marwiyyah ‘anin Nabi wal Aimmah min Alihil Ath-har. Kitab ini disusun
sebanyak 26 jilid tebal. Dapat dikatakan bahwa kitab ini telah menjadi pegangan
kaum Syi’ah. Sebab, tidak ada kitab induk hadis yang paling lengkap selain
kitab Biharul Anwar. Sehingga Tsiqotul Islam Allamah An-Nurie menulis sebuah
kitab yang berjudul Al-Faidhul Qudsi fi Ahwalil Al-Majelisi dan dicetak di
Iran, yakni sebuah kitab yang secara khusus mengulas ihwal kehidupan
Al-Majlisi.
Kedua ialah Muhammad ibn Murtadha ibn
Mahmud, seorang tokoh besar ilmu hadis dan guru utama di dua bidang ilmu aqli
dan naqli. Ia lebih dikenal dengan nama Muhsin Al-Kasyani dan julukan
‘Al-Faydh’. Kitab hadis yang ditulis olehnya berjudul Al-Wafi fi Ilmil Hadis,
yang ketebalannya mencapai 14 jilid, dan setiap jilidnya merupa-kan kitab
tersendiri. Kitab Al-Wafi menghimpun hadis-hadis yang tercatat di dalam empat
kitab induk terdahulu berke-naan dengan akidah, hukum syariat, akhlak dan
sunah-sunah. Usia Muhsin Al-Kasyani mencapai 84 tahun dan wafat pada tahun 1091
H. Dalam usainya yang panjang itu, ia telah mengarang kurang lebih dua ratus
kitab dari pelbagai bidang ilmu.
Ketiga ialah Muhammad ibn Al-Hasan
Al-Hurr Asy-Syami Al-‘Amili Al-Masyghari, seorang ulama hadis yang mayshur di
kalangan ahli hadis dengan gelar Syeikhusy Syuyukh (guru para guru). Ia menulis
kitab Tafshil Wasailsy Syi’ah ila Tahshil Ahadits Asy-Syari’ah, dan
penyusunannya mengacu pada kitab-kitab Fiqih.
Di antara kitab-kitab induk hadis, kitab
hadis Al-‘Amili ini tergolong sebagai kitab yang paling banyak diakses
oleh ulama. Di dalamnya telah tercatat hadis-hadis yang dinukil dari 80 kitab
induk hadis, 70 dari jumlah itu dinukil dengan perantara, dan dicetak
berkali-kali di Iran. Bisa dikatakan bahwa kaum Syi’ah sekarang lebih berkutat
pada kitab ini. Muhammad Al-‘Amili dilahirkan pada bulan Rajab 1033 dan wafat
pada tahun 1204 H. di Thus-Khurasan (sebuah propinsi di bagian barat Iran)
Dan Syeikh Allamah Tsiqotul Islam
Al-Husein ibn Allamah An-Nurie telah menghimpun hadis-hadis yang tidak dicatat
oleh penulis Wasailusy Syi’ah, dan menyu-sunnya di dalam sebuah kitab berjilid
berdasarkan susunan bab-bab kitab Wasailusy Syi’ah, dan meletakkan judul
Mustadrokul Wasail wa Mustanbatul Masail padanya. Secara umum, kitab ini bentuk
lain dari kitab Wasailusy Syi’ah. Dan dapat dikatakan bahwa kitab Syeikh
An-Nurie ini meru-pakan kitab hadis Syi’ah yang paling besar, di mana Syeikh
telah menyelesaikannya pada tahun 1319 H. Ia wafat pada 28 Jumadil Akhir 1320
H.
Dan masih banyak kitab-kitab induk hadis
yang disusun oleh ulam-ulama besar hadis Syi’ah. Di antaranya ialah kitab
Al-‘Awalim sebanyak 100 jilid, karya seorang ahli hadis yang tersohor bernama
Syeikh Abdullah ibn Nurullah Al-Bahrani. Ia hidup semasa dengan Allamah
Al-Majlisi, pengarang kitab Biharul Anwar yang telah kami singgung di atas
tadi.
Selain Al-‘Awalim adalah kitab Syarhul
Istabshor fi Ahaditsul Aimmatil Athhar yang disusun Syeikh Qosim ibn Muham-mad
ibn Jawad ke dalam beberapa jilid besar, mirip dengan kitab Biharul Anwar.
Syeikh Qosim dikenal dengan panggilan Ibnu Al-Wandi dan panggilan Faqih
Al-Kadzimi. Ia hidup semasa dengan Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr;
pengarang kitab Wasailusy Syi’ah sebagaimana telah dising-gung. Syeikh Qosim
adalah salah seorang murid utama datuk saya, Allamah Sayyid Nuruddin;
saudara Sayyid Muhammad pengarang kitab Al-Madarik.
Selain itu adalah kitab Jami’ul Akhbar fi
Idhohil Istibshor. Kitab ini tergolong kitab hadis yang besar yang disusun ke
dalam banyak jilid oleh Syeikh Allamah Abdullatif ibn Ali ibn Ahmad ibn Abu
Jami’ Al-Haritsi Al-Hamadani Asy-Syami Al-‘Amili. Ia menimba ilmu dari Syeikh
Al-Hasan ibn Abu Mansur ibn Asy-Syahid Syeikh Zainuddin Al-‘Amili, penulis
kitab Al-Ma’alim dan Al-Muntaqo, dan salah seorang ulama abad keepuluh
Hijriyah.
Selain itu adalah kitab induk besar yang
berjudul Asy-Syifa fi Hadis Alil Mushtafa. Kitab ini mencakup beberapa jilid
tebal, disusun oleh seorang ulama peneliti hadis yang ulung, yaitu Syeikh
Muhammad Ar-Ridha, putra seorang ahli fiqih; Syeikh Abdullatif At-Tabrizi. Ia
telah menuntaskan penulisan kitab tersebut pada tahun 1158 H.
Selain itu adalah kitab Jami’ul Ahkam
yang tercetak hingga mencapai 25 jilid besar, disusun oleh Allamah Abdullah ibn
Sayyid Muhammad Ar-Ridha Asy-Syubbari Al-Kadzimi. Pada masa itu, ia dikenal
sebagai guru besar kaum Syi’ah dan penulis unggul. Dapat dikatakan bahwa
setelah era Allamah Al-Majlisi, tidak ada ulama yang mengarang kitab lebih
banyak daripada karya-karyanya. Sayyid Muhammad Ar-Ridha wafat di Kadzimain
pada tahun 1242 H.
Pasal Kedelapan
Kepeloporan Kaum Syi’ah dalam Menggagas
Ilmu Dirayah dan Membaginya ke Beberapa Cabang Utama
Orang pertama yang memulai perintisan dan
penggagasan ilmu ini ialah Abu Abdillah Al-Hakim yang lahir di Naysabur
(Khurasan-Iran). Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abdullah. Ia wafat pada
405 H. Semasa hidupnya, Al-Hakim telah mengarang sebuah kitab yang berjudul Ma’rifatu
Ulumil Hadis setebal lima jilid, lalu membagi ilmu-ilmu hadis ke lima puluh
cabang.
Kitab Kasyful Dzunun telah menyatakan
kesaksiannya atas kepeloporannya dalam penggagasan ilmu Dirayah, dan
mengatakan: “Orang pertama yang memulai penggagasan dan pembagian ilmu Hadis
ialah Muhammad ibn Abdullah dari Naysabur, kemudian diikuti oleh Ibnu
Ash-Shalah.”
Sementara itu, Al-Jahidz As-Suyuthi
menyebutkan dalam kitab Al-Wasail fil Awail, bahwa orang pertama yang menyu-sun
macam-macam ilmu Hadis dan membaginya menjadi beberapa cabang yang masih
dikenal sampai sekarang ialah Ibnu Ash-Shalah. Ia wafat pada tahun 643 H.
Data ini tidaklah bertentangan dengan apa
yang baru saja kami bawakan. Sebab, Al-Jahidz hendak menyebutkan orang pertama
yang mengerjakan hal itu dari kaum Ahli Sunnah, sedangkan Abu Abdillah Al-Hakim
adalah seorang Syi’ah berdasarkan kesepakatan para ulama Ahli Sunnah dan
Syi’ah. Syeikh As-Sam’ani di dalam Al-Ansab, Syeikh Ahmad ibn Taimiyah dan
Al-Jahidz Adz-Dzahabi di dalam Tadzkirotul Huffadz telah menyatakan secara
tegas kesyi’ahan Al-Hakim.
Bahkan dalam Tadzkirotul Huffadz,
misalnya, Adz-Dzahabi menuturkan kesaksian Ibnu Thahir yang mengatakan: “Aku
bertanya kepada Abu Ismail Al-Anshari perihal Al-Hakim. Ia berkata: ‘Ia adalah
perawi yang terpercaya di bidang hadis dan seorang Syi’ah yang penyimpang’”.
Lalu Adz-Dzahabi mengatakan: “Lalu Ibnu Thahir berkata: ‘Abu Abdillah Al-Hakim
adalah seorang syi’ah yang fanatik dalam taqiyah-nya, namun ia menampakkan
kesunniannya dalam permasalahan khilafah dan khalifah pertama setelah Nabi saw.
Ia berseberangan dengan Muawiyah dan sanak keluarganya seraya menampakkan
pengakuannya pada mereka; suatu hal yang tidak bisa diterima pendiriannya
ini.’”
Pada hemat saya, ulama-ulama kami,
Syi’ah, juga telah menyatakan kesaksian mereka atas kesyi’ahan Abu Abdillah
Al-Hakim, seperti Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr di akhir-akhir kitab
Wasailusy Syi’ah. Di dalam Ma’alimul Ulama di bab ‘Al-Kuna’, ia menukil dari
Ibnu Syarasyub yang menilai Al-Hakim sebagai salah seorang pengarang Syi’ah,
dan ia memiliki kitab tentang keutamaan-keutamaan Ahlul Bait serta sebuah kitab
khusus tentang keutamaan-keutamaan Imam Ar-Ridha a.s. Mereka juga menyebutkan
sebuah kitabnya khusus berkenaan dengan keutamaan-keutamaan Fatimah Az-Zahra a.s.
Bahkan, Abdullah Afandi telah menerangkan
riwayat hidup Al-Hakim secara rinci dalam kitabnya; Riyadul ‘Ulama, di bagian
pertama yang secara khusus membahas Syi’ah Imamiyah. Begitu juga, Afandi
menyebutkan nama-nya dan memberikan kesaksian atas kesyi’ahannya di bab
‘Al-Alqob’ dan di bab ‘Al-Kuna’. Di dalam kitab itu, ia menyebutkan dua kitab
Al-Hakim yang berjudul Ushul Ilmil Hadis dan Al-Makhal ila Ilmish Shohih.
Afandi mengatakan: “Dan Al-Hakim telah mencatat hadis-hadis tentang Ahlul Bait
yang tidak termaktub di dalam Shahih Al-Bukhari, seperti hadis ‘Ath-Thoirul
Masywi’ dan hadis ‘Man Kuntu Maulahu.’”
Setelah Abu Abillah Al-Hakim, terdapat
sekelompok tokoh ilmu Hadis dari kaum Syi’ah yang mengarang di bidang Dirayah.
Di antara mereka ialah Sayyid Jamaluddin Ahmad ibn Thawus Abul Fadhail. Dialah
peletak istilah-istilah hadis Syi’ah Imamiyah berkenaan dengan pembagian hadis
kepada empat macam; shahih, hasan, muwatssaq dan dzaif. Ibnu Tawus wafat pada
tahun 673 H.
Dan di antara mereka ialah Sayyid Allamah
Ali ibn Abdul Hamid Al-Hasani. Ia mengarang kitab Syarh Ushul Dirayatul Hadis.
Ia juga melaporkan dari Syeikh Allamah Al-Hilli ibn Al-Muthahhar dan Syeikh
Zainuddin yang masyhur dengan gelar Syahid Tsani (sang syahid kedua), sebuah
kitab bernama Ad-Dirayah fi Ilmid Dirayah dan syarahnya yang berjudul
Ad-Dirayah.
Dan di antara mereka ialah Syeikh
Al-Husein ibn Abdul Shomad Al-Haritsi Al-Hamadani; pengarang kitab Wushulul
Akhyar ila Ushulil Akhbar, Syeikh Abu Mansur Al-Hasan ibn Zainudin Al-‘Amili;
pengarang kitab Muqod-dimatul Muntaqo dan Ushul Ilmil Hadis, dan Syeikh
Bahauddin Al-‘Amili pengarang kitab Al-Wajizah fi Ilmi Diroyahtul Hadis. Saya
telah menyarahi kitab terakhir ini dalam sebuah kitab yang saya namai dengan
judul Syarah Nihayatud Dirayah, dan dicetak di India sampai menjadi kurikulum
di sekolah-sekolah pen-didikan agama.
Pasal Kesembilan
Tentang Orang Pertama yang Menyusun Ilmu
Rijal
dan Riwayat Hidup Para Perawi
Ketahuilah bahwa Abu Abdillah Muhammad
ibn Khalid Al-Barqi Al-Qummi adalah seorang sahabat Imam Musa ibn Ja’far
Al-Kadzim a.s., sebagaimana Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi mencatat hal ini di
dalam kitab Ar-Rijal. Dan Abul Faraj Ibnu Nadim di dalam Al-Fehrest, di awal
bagian kelima pasal keenam mengenai riwayat tokoh-tokoh fiqih Syi’ah menyebutkan
karya Al-Barqi di bidang ilmu Rijal. Di sana ia mengatakan: “Dan di antara
karya-karya Al-Barqi adalah Al-‘Awidh, At-Tabshiroh dan Ar-Rijal. Di dalam
kitab terakhir ini, ia menyebutkan nama-nama yang meriwayatkan hadis-hadis dari
Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s.”
Setelah Al-Barqi ialah Abu Muhammad
Abdullah ibn Jablah ibn Hayyan ibn Abhar Al-Kinani. Ia mengarang kitab
Ar-Rijal. Abdullah Al-Kinani berusia panjang dan wafat pada tahun 219 H.
As-Suyuthi dalam Al-Awail mengatakan:
“Orang pertama yang membahas ilmu Rijal ialah Syu’bah.” Jelas, bahwa Syu’bah
datang setelah Abdullah ibn Jablah, karena yang pertama wafat pada tahun 260 H.
Bahkan setelah Abdullah ibn Jablah dan sebelum Syu’bah, terdapat sahabat Imam
Al-Jawad a.s. yang bernama Abu Ja’far Al-Yaqthini. Ia menulis Kitabur Rijal,
sebagaimana yang dicatat oleh An-Najasyi di dalam Al-Fehrest dan Ibnu Nadim di
dalam Al-Fehrest.
Saya bubuhkan di sini, bahwa Abu Abdillah
Muhammad ibn Khalid Al-Barqi juga seorang sahabat imam Ahlul Bait, yaitu Imam
Musa Al-Kadzim a.s. dan Imam Ali Ar-Ridha a.s. Bahkan, ia juga sempat menjumpai
Imam Muhammad Al-Jawad a.s. Kitab Al-Barqi masih terjaga utuh dan tersedia
sampai sekarang. Di dalamnya disebutkan nama perawi-perawi yang meriwayatkan
hadis dari Ali bin Abi Thalib a.s. dan perawi-perawi setelah mereka. Kitab itu
juga memuat tema penting Rijal mengenai Al-Jarah wat Ta’dil (penilaian kritis
atas ihwal kehidupan para perawi), sebagaimana yang juga dibahas oleh semua
kitab Rijal.
Lalu, Abu Ja’far Ahmad ibn Muhammad ibn
Khalid Al-Barqi yang mengarang kitab Ar-Rijal dan kitab Ath-Thabaqot. Abu
Ja’far wafat pada tahun 274 H.
Lalu, Syeikh Abul Hasan Muhammad ibn
Ahmad ibn Dawud ibn Ali Al-Qummi yang dikenal juga dengan Ibnu Dawud; seorang
ulama terkemuka Syi’ah. Ia mengarang kitab Al-Mamduhin wal Madzmumin minar
Ruwat, dan wafat pada tahun 368 H.
Lalu, Syeikh Abu Ja’far Muhammad ibn
Babaweih Ash-Shoduq yang mengarang kitab Ma’rifatur Rijal dan Kitabur Rijalil
Mukhtarin min Ashabin Nabi saw. Ia wafat pada tahun 381 H.
Lalu, Syeikh Abu Bakar Al-Ji’ani yang
dinyatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ia merupakan salah seorang ulama besar Syi’ah.
Al-Ji’ani mengarang kitab Asy-Syi’ah min Ashabil Hadits wa Thabaqotuhum.
Tentang kitab ini, An-Najasyi mengatakan bahwa kitab itu dikarang dalam ukuran
besar.
Lalu, Syeikh Muhammad ibn Baththah yang
mengarang kitab Asma’ Mushannifisy Syi’ah, dan wafat pada tahun 274 H.
Lalu, Syeikh Nashr ibn Ash-Shabah Abul
Qosim Al-Balkhi; guru Syeikh Abu Amr Al-Kasyi. Ia mengarang kitab Ma’ri-fatun
Naqilin min Ahlil Miah Tsalitsah. Ia wafat pada tahun pada abad ketiga
Hijriyah.
Lalu, Ali ibn Al-Hasan ibn Fidhal;
pengarang kitab Ar-Rijal. Ia berada di generasi sebelum Syeikh Nashr Al-Balkhi.
Lalu, Sayyid Abu Ya’la Hamzah ibn
Al-Qosim ibn Ali ibn Hamzah ibn Al-Hasan ibn Ubaidilah ibn Al-Abbas ibn Ali ibn
Abu Thalib a.s., yang mengarang kitab Man Rowa ‘an Ja’far ibn Muhammad minar
Rijal. An-Najasyi mengatakan: “Kitab ini bagus, dan At-Tal’akbari meriwayatkan
sertifikat pengakuan dan pengesahan darinya”. Hamzah ibn Qosim adalah ulama
Syi’ah abad ketiga Hijriyah.
Lalu, Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan ibn
Ali Abu Abdillah Al-Maharibi yang menyusun kitab bagus yang berjudul Ar-Rijal
min Ulama Tsalitsah.
Lalu, Al-Musta’thof Isa ibn Mehran;
pengarang Kitabul Muhadditsin. Isa termasuk ulama terdahulu Syi’ah, demikian
dicatat oleh Syeikh Ath-Thusi di dalam Al-Fehrest.
Berikutnya, di dalam kitab Ta’sisusy
Syi’ah li Fununil Islam, saya telah mengulas karangan-karangan Syeikh
Ath-Thusi, An-Najasyi, Al-Kasyi, Allamah ibn Al-Muthahhar Al-Hilli, Ibnu Dawud
dan generasi-generasi yang mengarang kitab tentang ilmu Rijal. Dan hingga kini,
semua karya mereka masih menjadi rujukan dalam upaya menilai kualitas pribadi
para perawi (Al-jarah wa Ta’dil).
Perlu dibubuhkan di sini, bahwa Abul
Faraj Al-Qannani Al-Kufi; guru An-Najasyi, mempunyai karangan di bidang ini,
berjudul Kitab Mu’jam Rijalil Mufadhal, dan menyusunnya sesuai dengan urutan
huruf Hijaiyah.
Advertisements
https://musakazhim.wordpress.com/2010/06/04/syiah-dan-ilmu-hadis/