Friday, December 19, 2014

Bantahan tambahan terhadap Quraish Shihab ( syi'i) dan Ulil Abshar Abdalla (sepilis) yang membolehkan ucapan selamat natal

Membantu Salim A. Fillah Mentarjih dan Menjawab Ulil Abshar Abdalla tentang Natal [Bag. 1]
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Setelah menyebutkan adanya perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya mengucapkan selama Natal, Saudara Salim A. Fillah menutup kultwit-nya dengan ucapan,
“Demikian bincang Natal. Semoga tak kecewa karena jawabnya tak satu. Sebab Salim, terlalu bodoh untuk lancang mentarjih ikhtilaf Ulama.”
Adapun Ulil Abshar Abdalla dengan tegas menyatakan dalam tweet-nya,
“Sekali lg tak ada larangan mengucapkan Selamat Natal di Quran atau hadis. Yg mengharamkannya, menurut saya, keliru.”
“Sama dengan umat Kristen yg mengucapkan Selamat Idul Fitri bukan berarti langsung mengakui doktrin tauhid ala Islam.”
“Mengucapkan Selamat Natal bukan berarti menyetujui doktrin agama Kristen.”
“Islam adalah agama “salam”, damai. Sudah selayaknya umat Islam menyelamati umat agama lain. Selamat berasal dari bhs Arab: damai.”
[Sekian nukilan]
Tanggapan:
Pertama: Peryataan Ulil bahwa, “Tak ada larangan mengucapkan Selamat Natal di Quran atau hadis”, sepintas dapat dipahami bahwa seorang muslim memang harus berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, apa yang diperintahkan oleh keduanya hendaklah diamalkan dan apa yang dilarang hendaklah ditinggalkan, apa yang dikabarkan hendaklah diimani dan apa yang diingkari hendaklah juga diingkari, tentunya saya berharap inilah maksud Ulil, karena tidak diragukan lagi bahwa setiap muslim hendaklah berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat.
Maka dari itu saya ingin memanfaatkan pernyataan ini untuk mengingatkan kepada diri saya dan semua pembaca yang budiman, bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah telah mengajarkan kepada kita beberapa hal tentang orang-orang kafir yang harus kita imani dan amalkan, baik Yahudi, Nasrani atau kaum musyrikin secara umum, sebagaimana akan kami sebutkan diantara penegasan dan pernyataan Al-Qur’an dan Al-Hadits tersebut pada poin kedua.
Kedua: Benarkah Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak melarang untuk mengucapkan Selamat Natal?
Jawabannya perlu dirinci:
1) Jika yang dimaksudkan adalah teks khusus seperti, “Janganlah kalian mengucapkan Selamat Natal”memang tidak ada, dan ini sama saja dengan teks khusus, “Jangan menkonsumsi narkoba”“Jangan merokok”, tidak ada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, apakah berarti hukum narkoba dan rokok tidak terlarang atau bahkan tidak ada dalam Islam?!
2) Jika yang dimaksudkan tidak ada satu pun dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits yang mengandung larangan mengucapkan Selamat Natal maka jelas keliru, karena hal itu sangat banyak. Sebelum saya sebutkan dalil-dalilnya insya Allah dan penjelasan ringkas sisi pendalilannya, terlebih dahulu perlu dipahami apa hakikat perayaan Natal, disebutkan dalam Wikipedia:
“Natal (dari bahasa Portugis yang berarti “kelahiran”) adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember.”
Maka jelaslah, Natal adalah hari perayaan atas kelahiran Yesus Kristus, pertanyaannya apakah perayaan tersebut atas dasar beliau sebagai seorang Nabi atau “Tuhan”?
Apabila atas dasar beliau sebagai seorang Nabi maka sama dengan perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, termasuk kategori bid’ah, mengada-ada dalam agama yang tidak beliau contohkan dan telah beliau larang, serta mengandung tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan berbagai kemungkaran lainnya.
Tidak diragukan lagi, mereka merayakannya atas dasar beliau sebagai “Tuhan” mereka bukan sebagai Nabi, dengan kata lain atas dasar kesyirikan dan kekufuran.
Berikur dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits yang mengandung larangan mengucapkan Selamat Natal:
Mereka adalah mahkluk terjelek dan kekal di neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik AKAN MASUK NERAKA JAHANNAM, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah SEBURUK-BURUK MAKHLUQ.” [Al-Bayyinah: 6]
Sisi pendalilan: Mereka adalah makhluk yang hina dan dimurkai Allah, apakah patut seorang yang beriman kepada-Nya memuliakan dan menghormati yang Dia hinakan dan murkai dengan mengucapkan Selamat Natal?!
Mereka lebih sesat dari hewan ternak. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti BINATANG TERNAK, bahkan mereka LEBIH SESAT jalannya (dari binatang ternak itu).”[Al-Furqon: 44]
Sisi pendalilan: Mereka lebih sesat dari binatang ternak karena menganggap Nabi yang manusia biasa sebagai “Tuhan”, bahkan mereka merayakan kelahirannya, mereka tahu dia lahir sama seperti manusia yang lainnya juga lahir dari rahim seorang ibu, apakah kita mengucapkan Selamat atas kesesatan mereka?!
Dosa yang mereka lakukan termasuk sebab terbesar malapetaka yang menimpa umat manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا
“Dan mereka (orang-orang Kristen) berkata, “(Allah) Yang Maha Penyayang mempunyai anak.”Sesungguhnya (dengan perkataan itu) kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, serta gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Penyayang mempunyai anak.” [Maryam: 88-91]
Sisi pendalilan: Mereka berkata bahwa Yesus adalah anak Allah yang kelahirannya mereka rayakan, dengan sebab itu Allah murka kepada mereka, apakah patut setelah itu kita mengucapkan Selamat atas kemurkaan Allah atas mereka?!
Pernyataan tegas tentang kafirnya Nasrani. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
“Sungguh telah kafir orang-orang (Kristen) yang mengatakan bahwa Allah adalah ‘Isa Al-Masih bin Maryam.” [Al-Maidah: 17] 
Sisi pendalilan: Mereka kafir karena menganggap Yesus sebagai sesembahan mereka, bukankah yang mereka rayakan hari lahirnya?! Patutkah kita mengatakan Selamat atas kekafiran Anda?!
Penegasan tentang batilnya aqidah Trinitas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِين قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ
“Sungguh telah kafir orang orang (Kristen) yang mengatakan bahwa Allah adalah satu dari yang tiga, dan tidaklah sesembahan itu kecuali sesembahan yang satu (Allah subhaanahu wa ta’ala).” [Al-Maidah: 73] 
Sisi pendalilan: Mereka kafir karena meyakini Trinitas, salah satu oknum Trinitas itulah dasar perayaan Natal mereka, Patutkah kita mengatakan Selamat atas perayaan kekafiran ini?!
Penegasan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang mereka, sesuai dengan ayat-ayat di atas, beliau bersabda,
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَد مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun dari umat ini yang pernah mendengarkan tentang aku, apakah ia seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian ia mati sebelum beriman dengan ajaran yang aku bawa, kecuali termasuk penghuni neraka.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallaahu’anhu
Sisi pendalilan: Mereka dipastikan sebagai penghuni neraka dikarenakan menyekutukan Allah dengan Yesus yang mereka peringati hari lahirnya. Jika ayat-ayat dan hadits yang telah sangat jelas akan kekafiran dan kejelakan mereka, kemudian kita masih mengucapkan Selamat Natal dan mencari-cari alasan pembenarannya, sungguh sangat layak kita bertanya kepada diri kita, masihkah tersisa iman dalam diri kita?!
Harapan: Semoga ayat-ayat dan hadits di atas menjadi renungan untuk mereka yang memiliki keyakinan kufur dan syirik liberal dan pluralisme: “Semua agama sama”, atau membenarkan agama selain Islam, atau tidak mengkafirkan non muslim. Karena hakikatnya meyakini hal itu sama saja dengan kekafiran; mendustakan ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Insya Allah ta’ala bersambung.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Membantu Salim A. Fillah Mentarjih dan Menjawab Ulil Abshar Abdalla tentang Natal [Bag. 2]
Posted by: Admin 2 in Aqidah 4 days ago 0 162 Views
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kewajiban Berlepada Diri dari Kekafiran dan Orang Kafir

       Ketiga: Seluruh kaum muslimin sepakat, jika seorang muslim sekali pun, apabila ia melakukan dosa, maka tidak patut kita ucapkan selamat atasnya karena telah melakukan dosa itu. Jika seseorang minum khamar atau melakukan korupsi misalkan, maka tidaklah patut kita katakan kepadanya, “Selamat Minum Khamar” atau “Selamat Korupsi.” Padahal dosa merayakan natal yang mengandung kesyirikan dan kekafiran jauh lebih besar dibanding minum khamar dan korupsi.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki.” [An-Nisa’:  48, 116]
Rasulullah shallallahhu’alaihi wa sallam bersabda,
ألا أنبئكم بأكبر الكبائر ثلاثاً قلنا بلى يا رسول الله قال الإشراك بالله وعقوق الوالدين
“Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa yang paling besar? Kami (sahabat) berkata, “Tentu wahai Rasulullah”, lalu beliau bersabda: (Dosa yang paling besar) adalah menyekutukan Allah dan durhaka pada kedua orang tua.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah radhiyallahu’anhu]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
اجتنبوا السبع الموبقات قالوا يا رسول الله وما هن قال الشرك بالله والسحر وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق وأكل الربا وأكل مال اليتيم والتولي يوم الزحف وقذف المحصنات المؤمنات الغافلات
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Mereka (sahabat) berkata: Wahai Rasulullah apakah tujuh perkara yang membinasakan itu? Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba’, lari dari medan perang (jihad), menuduh berzina wanita baik-baik lagi beriman serta tidak tahu menahu (dengan zina tersebut).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Pertanyaanya apakah Perayaan Natal mengandung kesyirikan dan kekafiran atau tidak? Hanya orang yang buta atau sengaja menutup mata atau menutup akal sehatnya yang mengatakan tidak ada. Kesyirikan dan kekafirannya terdapat pada dua sisi:
1)      Sisi yang paling mendasar, yaitu merayakan kelahiran “Tuhan”, yang sebetulnya manusia yang mereka anggap sesembahan mereka selain Allah, bahkan juga mereka anggap sebagai “anak” Allah. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan.
2)      Ritual-ritual yang mereka adakan untuk merayakannya, seperti disebutkan dalam Wikipedia:“Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember.” Perhatikan kata kebaktian dalam keterangan tersebut, tidak lain adalah ritual kesyirikan dan kekafiran mereka, yaitu menyembah seorang manusia.
Terserah Anda mengatakan bahwa, “Mengucapkan Selamat Natal bukan berarti menyetujui doktrin agama Kristen.” Tapi apakah patut seorang muslim yang beriman kepada Allah mengucapkan selamat atas perbuatan yang paling Allah murkai?! Bukankah akal sehat Anda tidak bisa menerima untuk mengucapkan Selamat Korupsi?! Dan kalau benar Anda tidak setuju dengan korupsi mengapa Anda mengucapkan Selamat Korupsi?!
Al-Imam Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
وَهُوَ بِمَنْزِلَةِ أَنْ يُهَنِّئَهُ بِسُجُودِهِ لِلصَّلِيبِ، بَلْ ذَلِكَ أَعْظَمُ إِثْمًا عِنْدَ اللَّهِ وَأَشَدُّ مَقْتًا مِنَ التَّهْنِئَةِ بِشُرْبِ الْخَمْرِ وَقَتْلِ النَّفْسِ وَارْتِكَابِ الْفَرْجِ الْحَرَامِ وَنَحْوِهِ.وَكَثِيرٌ مِمَّنْ لَا قَدْرَ لِلدِّينِ عِنْدَهُ يَقَعُ فِي ذَلِكَ، وَلَا يَدْرِي قُبْحَ مَا فَعَلَ، فَمَنْ هَنَّأَ عَبْدًا بِمَعْصِيَةٍ أَوْ بِدْعَةٍ أَوْ كُفْرٍ فَقَدْ تَعَرَّضَ لِمَقْتِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ
“Mengucapkan Selamat terhadap perayaan orang kafir sama saja dengan mengucapkan Selamat kepadanya atas sujudnya kepada salib, maka itu lebih besar dosanya dan kemurkaannya di sisi Allah daripada mengucapkan Selamat Minum Khamar, Membunuh Jiwa, Berzina dan yang semisalnya. Dan banyak orang yang tidak memiliki pemuliaan terhadap agama (Islam) melakukan hal tersebut, sedang ia tidak mengetahui kejelekan perbuatannya itu, padahal siapa yang mengucapkan Selamat terhadap seseorang karena satu kemaksiatan, kebid’ahan atau kekafiran maka sungguh ia telah mengantarkan dirinya kepada kemurkaan dan kemarahan Allah.” [Ahkaam Ahli Dzimmah, 3/441]
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
وإنما كانت تهنئة الكفار بأعيادهم الدينية حراما، وبهذه المثابة التي ذكرها ابن القيم؛ لأن فيها إقرارا لما هم عليه من شعائر الكفر، ورضا به لهم، وإن كان هو لا يرضى بهذا الكفر لنفسه، لكن يحرم على المسلم أن يرضى بشعائر الكفر، أو يهنئ بها غيره؛ لأن الله تعالى لا يرضى بذلك، كما قال الله تعالى: إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Hanyalah mengucapkan Selamat terhadap perayaan-perayaan orang-orang kafir itu diharamkan –sebagaimana yang disebutkan Ibnul Qoyyim- karena padanya terkandung persetujuan dan keridhoaan terhadap simbol-simbol kekafiran mereka, meski ia tidak ridho dirinya melakukan kekafiran ini, akan tetapi tetap diharamkan atas seorang muslim meridhoi atau mengucapkan Selamat kepada orang lain dengan simbol-simbol kekafiran tersebut, karena Allah tidak meridhoinya, sebagaimana firman Allah,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (Az-Zumar: 7)[Majmu’ Al-Fatawa war Rosaail, 3/45]
Keempat: Benarkah ada perbedaan pendapat dalam masalah ini?
Jawabannya: Ulama yang lebih luas ilmunya dan tidak diselisihi oleh ulama di masanya, telah lama menukil adanya ijma’; kesepakatan ulama atas haramnya membantu, turut hadir dan mengucapkan Selamat atas perayaan orang-orang kafir, tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, tidak ada ulama yang membolehkan sebelumnya.
Al-Imam Al-‘Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah telah menukil ijma’ ulama tersebut,
وَكَمَا أَنَّهُمْ لَا يَجُوزُ لَهُمْ إِظْهَارُهُ فَلَا يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِينَ مُمَالَاتُهُمْ عَلَيْهِ وَلَا مُسَاعَدَتُهُمْ وَلَا الْحُضُورُ مَعَهُمْ بِاتِّفَاقِ أَهْلِ الْعِلْمِ الَّذِينَ هُمْ أَهْلُهُ
“Sebagaimana tidak boleh bagi kaum musrikin untuk menampakkan perayaan mereka, demikian pula tidak boleh bagi kaum muslimin untuk membantu, menolong dan ikut hadir dalam perayaan mereka berdasarkan kesepakatan ahlul ‘ilmi (ulama) yang benar-benar ahli.” [Ahkaam Ahli Dzimmah, 3/1245]
Tidak diragukan lagi, mengucapkan selamat apalagi ikut hadir termasuk dalam ketegori ta’awun,membantu mereka dalam kebatilan, maka sepakat ulama melarangnya.
Al-Imam Al-‘Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah juga menukil ijma’ ulama,
وَأَمَّا التَّهْنِئَةُ بِشَعَائِرِ الْكُفْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ فَحَرَامٌ بِالِاتِّفَاقِ مِثْلَ أَنْ يُهَنِّئَهُمْ بِأَعْيَادِهِمْ وَصَوْمِهِمْ، فَيَقُولَ: عِيدٌ مُبَارَكٌ عَلَيْكَ، أَوْ تَهْنَأُ بِهَذَا الْعِيدِ، وَنَحْوَهُ، فَهَذَا إِنْ سَلِمَ قَائِلُهُ مِنَ الْكُفْرِ فَهُوَ مِنَ الْمُحَرَّمَاتِ
“Adapun mengucapkan Selamat terhadap simbol-simbol kekafiran yang merupakan ciri khususnya, maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan (ulama), seperti seseorang mengucapkan Selamat terhadap hari raya orang-orang kafir dan puasa mereka, contohnya ia mengatakan: Semoga Hari Raya ini menjadi berkah bagimu, atau Semoga engkau bahagia dengan Hari Raya ini, dan yang semisalnya. Maka dengan sebab ucapannya ini, andai ia selamat dari kekafiran maka ia tidak akan lepas dari perbuatan yang haram.” [Ahkaam Ahli Dzimmah, 1/441]
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
تهنئة الكفار بعيد الكريسمس أو غيره من أعيادهم الدينية حرام بالاتفاق
“Memberi Selamat kepada orang-orang kafir dalam Perayaan Natal atau perayaan agama mereka yang lainnya adalah haram menurut kesepakatan (ulama).” [Majmu’ Al-Fatawa war Rosaail, 3/45]
Maka apabila ada ulama setelahnya kemudian menyelisihi ijma’ tersebut, tidak boleh bagi kita mengikuti penyelisihan itu, karena ijma’ adalah hujjah dalam agama, telah pasti kebenarannya, sebagaimana yang menyelisihinya pasti keliru. Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa: 115]
Asy-Syaikh Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
وقد استدل بهذه الآية الكريمة على أن إجماع هذه الأمة حجة وأنها معصومة من الخطأ.
ووجه ذلك: أن الله توعد من خالف سبيل المؤمنين بالخذلان والنار، و {سبيل المؤمنين} مفرد مضاف يشمل سائر ما المؤمنون عليه من العقائد والأعمال. فإذا اتفقوا على إيجاب شيء أو استحبابه، أو تحريمه أو كراهته، أو إباحته – فهذا سبيلهم، فمن خالفهم في شيء من ذلك بعد انعقاد إجماعهم عليه، فقد اتبع غير سبيلهم.
“Dalam ayat yang mulia ini terdapat pendalilan bahwa ijma’ umat ini adalah hujjah, dan bahwa ia maksum (terjaga) dari kesalahan.
Sisi pendalilannya: Bahwa Allah telah mengancam siapa yang menyelisihi jalan kaum mukminin dengan kehinaan dan neraka, dan jalan kaum mukminin dalam ayat ini dalam bentuk mufrod mudhof (satu kata yang disandarkan) sehingga maknanya mencakup seluruh keyakinan dan amalan kaum mukminin, apabila mereka telah sepakat untuk mewajibkan sesuatu, atau mensunnahkannya, atau mengharamkannya, atau memakruhkannya, atau membolehkannya maka itulah jalan mereka, barangsiapa menyelisihi satu perkara saja setelah terjadinya ijma’ maka ia telah mengikuti selain jalannya kaum mukminin.” [Taisirul Kaarimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan, hal. 202]
Andai kita terima bahwa memang dalam masalah ini ada khilaf yang mu’tabar sekali pun, maka dalil-dalil atas keharamannya lebih jelas sisi pendalilannya daripada yang membolehkan, sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya.
Kelima: Saudara Salim A. Fillah juga mengawali Kultwitnya tersebut dengan berkata, “Natal ini, terkenang ujaran Allahu yarham KH Abdullah Wasi’an (kristolog Jogja -red); “Saudara-saudaraku Nashara terkasih…”
Nasihat kami: Wahai Akhi semoga Allah memberikan hidayah kepadaku dan kepadamu, mengatakan orang-orang Kristen sebagai saudara sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Hanyalah orang-orang mukmin itu bersaudara.” [Al-Hujurat: 10]
Allah ta’ala juga befirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali-wali(mu); sebahagian mereka adalah wali bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” [Al-Maidah: 51]
Allah ta’ala juga berfirman,
لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كانُوا آباءَهُمْ أَوْ أَبْناءَهُمْ أَوْ إِخْوانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ خالِدِينَ فِيها رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” [Al-Mujadilah: 22]
Dan setiap orang kafir adalah penentang Allah dan Rasul-Nya. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
يقول تعالى مخبرًا عن الكفار المعاندين المحادين لله ورسوله
“Allah ta’ala berfirman (dalam ayat ini) seraya mengabarkan tentang orang-orang kafir yang memusuhi lagi menentang Allah dan Rasul-Nya.” [Tafsir Ibnu Katsir, 8/53]
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
لا يحل للمسلم أن يصف الكافر أيا كان نوع كفره؛ سواء كان نصرانيا، أم يهوديا، أم مجوسيا، أم ملحدا لا يجوز له أن يصفه بالأخ أبدا، فاحذر يا أخي مثل هذا التعبير، فإنه لا أخوة بين المسلمين وبين الكفار أبدا، الأخوة هي الأخوة الإيمانية كما قال الله عز وجل إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyebut orang kafir dengan ‘saudara’. Orang kafir apa pun sama saja, apakah ia seorang Nasrani, Yahudi, Majusi atau Ateis, tidak boleh baginya untuk menyebut orang kafir itu sebagai ‘saudara’ selama-lamanya. Berhati-hatilah wahai saudaraku dengan ungkapan seperti ini, karena sesungguhnya tidak ada persaudaraan antara kaum muslimin dan orang-orang kafir (non muslim) selama-lamanya. Ukhuwah adalah persaudaraan iman, sebagaimana firman Allah ta’ala, “Hanyalah orang-orang beriman itu bersaudara.” (Al-Hujurat: 10)” [Majmu’ Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 3/43, no. 402]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم