Sunday, April 5, 2015

Bukti nyata kepalsuan Madzhab Syi’ah

Ternyata sejarah menyimpan bukti-bukti bahwa madzhab Syi’ah –yang ada hari ini– bukanlah madzhab yang dianut oleh Nabi  dan Ahlul Bait. Apa saja bukti-bukti itu? Silahkan baca selengkapnya...
Ulama Syi’ah selalu membuat klaim bahwa madzhab mereka adalah warisan dari keluarga Nabi. Kita banyak mendengar klaim seperti ini di mana-mana, khususnya ditujukan bagi muslim yang awam. Awam di sini bukan sekedar awam dalam artian tidak berpendidikan atau tidak terpelajar, tetapi awam dalam pemahaman Islam, termasuk kalangan awam yang saya maksud adalah kalangan intelektual yang berpendidikan tinggi hingga menyelesaikan jenjang pasca sarjana, barangkali juga diberi gelar profesor. Tetapi dalam masalah pemahaman agama sangat awam, bahkan banyak dari pemilik gelar –satu gelar ataupun lebih– yang belum dapat membaca Al-Qur’an dengan benar.
Banyak orang awam terpesona oleh cerita-cerita yang enak didengar tentang madzhab Ahlul Bait, begitu juga cerita tentang penderitaan Ahlul Bait dan cerita-cerita lainnya. Mereka terpengaruh oleh cerita-cerita Syi’ah tanpa bisa melacak asal usul cerita-cerita itu, tanpa bisa memilah apakah cerita itu benar adanya atau hanya sekedar dongeng tanpa ada faktanya. Di satu sisi kita kasihan melihat orang-orang awam yang tertipu, tetapi di sisi lain kita bisa memaklumi bahwa orang awam tidak dapat melacak asal usul periwayatan sebuah cerita. Karena untuk melacak kebenaran sebuah cerita bukan hal yang mudah bagi orang awam, begitu juga memanipulasi cerita tidak mudah dilakukan oleh orang awam.


Tetapi jika kita melihat lagi sejarah dengan teliti, kita akan menemukan peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan banyak klaim yang dibuat oleh Syi’ah. Hingga akhirnya kita bertanya-tanya tentang kebenaran klaim Syi’ah. Dan yang lebih mengherankan lagi, Syi’ah tetap saja tidak bergeming dan tetap bersikeras memegang teguh klaimnya yang telah dibantah oleh sejarah. Yang disebut klaim bisa jadi hanya kesimpulan dari beberapa fakta yang bisa saja keliru, namun mestinya jika klaim itu bertabrakan dengan satu bukti nyata dan sejarah yang benar-benar terjadi, mestinya mereka yang mencari kebenaran akan meninjau kembali pemikiran sebelumnya yang keliru.
Tetapi berbeda bagi ulama Syi’ah, karena ada beberapa ulama Syi’ah berusaha menutupi peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan madzhab Syi’ah, atau seperti kata Abbas Al-Qummi: “Dapat melemahkan akidah orang banyak, yang bisa kita temukan dalam kitab Ma’rifatul Imam, karya Sayyid Muhammad Husein Al Huseini:
“Temanku –Ayatullah Sayyid Shadruddin Al-Jaza’iri– menceritakan; Pada suatu hari dia berada di rumah Ayatullah Sayyid Muhsin Al-Amin Al-Amili di Syam, kebetulan Tsiqatul Muhadditsin Abbas Al-Qummi juga ada di sana. Lalu terjadilah dialog antara Abbas Al-Qummi dan Muhsin Al-Amin. Abbas Al-Qummi bertanya kepada Muhsin Al-Amin: “Mengapa anda menyebutkan baiat imam Ali Zainal Abidin kepada Yazid bin Muawiyah, –semoga dia dan ayahnya dikutuk dan masuk neraka– dalam kitab A’yanu As-Syi’ah?” Muhsin Al-Amin menjawab: “Kitab A’yanu As-Syi’ah adalah kitab sejarah, karena telah terbukti dalam sejarah bahwa ketika Muslim bin Uqbah menyerang kota Madinah, membunuh dan merampok serta memperbolehkan kehormatan selama tiga hari atas perintah Yazid, melakukan kejahatan yang tidak mampu ditulis oleh pena, imam As-Sajjad telah berbaiat pada Yazid karena kepentingan mendesak, dan karenataqiyah untuk menjaga diri dan bani Hasyim. Baiat ini adalah seperti baiat Ali pada Abu Bakar setelah enam bulan dari wafatnya Nabi, setelah syahidnya Fatimah.”
Abbas Al-Qummi mengatakan: “Tidak boleh menyebutkan kejadian ini meskipun benar terjadi, karena dapat melemahkan akidah orang banyak, dan kita harus selalu menyebutkan kejadian yang tidak betentangan dengan akidah orang banyak.”
Muhsin Al-Amin menjawab: “Saya tidak tahu, mana kejadian sejarah yang ada manfaat di dalamnya dan mana yang tidak ada manfaatnya, hendaknya anda mengingatkan saya pada kejadian yang tidak ada manfaatnya, saya tidak akan menuliskannya.”
Selain berusaha “menghapus” peristiwa itu dari buku-buku Syi’ah, ulama Syi’ah juga menebarkan keraguan seputar peristiwa-peristiwa yang tidak sejalan dengan kepentingan Syi’ah dan “melemahkan akidah orang”, seperti Ali Al-Milani yang mencoba meragukan peristiwa Abu Bakar diperintahkan oleh Nabi untuk menjadi imam shalat. Dia mencoba menguji peristiwa itu melalui metode penelitian hadits ala Syi’ah. Namun itu tidak banyak berguna karena peristiwa itu tercantum dalam kitab Shahih Bukhari, yang dianggap shahih oleh kaum muslimin. Jika peristiwa itu diragukan, maka sudah semestinya peristiwa lainnya yang tercantum dalam Shahih Bukhari juga ikut diragukan, seperti peristiwa Saqifah, dan peristiwa Nabi yang menyerahkan bendera perang kepada Ali pada perang Khaibar. Juga hadits tentang kedudukan Nabi Muhammad dan Ali yang dinyatakan bagai Nabi Musa dan Nabi Harun.
Akhirnya orang awam banyak yang tidak mengetahui –atau meragukan– peristiwa-peristiwa penting yang bertentangan dengan kepentingan penyebaran Syi’ah, hingga akhirnya peristiwa-peristiwa itu tidak dijadikan data dalam proses menarik kesimpulan. Dan akhirnya kesimpulan itu bisa jadi benar secara urutan logika, tetapi karena ada data yang tidak diikutkan –atau premis yang tidak valid– maka kesimpulannya menjadi keliru.
Sejarah keluarga Nabi
Pada makalah singkat ini kami akan membuktikan kepada pembaca, seputar sejarah keluarga Nabi  yang disepakati oleh para sejarawan baik Sunni maupun Syi’ah, yang akan membuktikan bahwa para Ahlul Bait tidak pernah menganut ajaran yang dianut dan diyakini oleh kaum Syi’ah hari ini.
Seluruh sejarawan baik dari pihak Syi’ah maupun Sunni mengakui bahwa Ahlul Bait Nabi tinggal bermukim di kota Madinah, di tengah-tengah penganut madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagian Khalifah yang berkuasa menginginkan mereka agar pindah ke kota lain, tetapi mereka tetap ingin tinggal di kota Madinah.
Meskipun Musa Al-Kazhim akhirnya pindah ke Iraq atas permintaan Khalifah Harun Ar-Rasyid, tinggal sebagai tamu dinasti Abbasiyah hingga meninggal dunia di Baghdad pada tahun 183 hijriyah, dan dikubur di Baghdad, hari ini daerah di sekitar kuburnya disebut dengan Kazhimiyah, karena kuburannya ada di sana.
Begitu pula Ali Ar-Ridha dipanggil oleh Al-Ma’mun untuk dijadikan putra mahkota yang akan menggantikan jabatannya sebagai khalifah, akhirnya Ali pergi ke Khurasan dan meninggal dunia pada tahun 203 Hijriyah, dan dimakamkan di kota Masyhad.
Bagitu juga Ali Al-Hadi meninggalkan kota Madinah, tetapi tidak menuju kufah dan malah tinggal di Samarra’, karena memenuhi panggilan Khalifah Al-Mutawakkil, dan meninggal dunia pada tahun 254 hijriyah, meninggalkan dua orang anak yang bernama Hasan dan Ja’far. Hasan menjadi imam kesebelas bagi Syi’ah sementara Ja’far dijuluki oleh Syi’ah dengan julukan Ja’far Al-Kadzab (si pendusta) karena dia menyangkal keberadaan anak Hasan Al-Askari yang diyakini keberadaannya oleh Syi’ah, yang mana dengan itu dia membongkar kepalsuan ajaran Syi’ah. Dengan ini bisa dipahami bahwa keberadaan para imam Ahlul Bait di luar kota Madinah adalah dalam waktu yang sangat singkat, dan semua itu di luar keinginan mereka sendiri, karena memenuhi panggilan khalifah yang berkuasa saat itu.
Di sini muncul beberapa pertanyaan yang logis alias masuk akal tentang madzhab yang dianut oleh keluarga Nabi nan suci. Bukan hanya pertanyaan, tapi bukti-bukti nyata bagi mereka yang mempergunakan akal sehatnya untuk berpikir, yang tidak dapat dibantah oleh Syi’ah baik di masa lalu atau saat ini (jika ada pembaca yang dapat membantah saya persilahkan, tapi saya tidak menjanjikan imbalan):
Di antara bukti-bukti yang menunjukkan adanya pemalsuan sejarah bahwa para imam adalah bermadzhab Syi’ah:
Ali berada di bawah ketaatan para khulafa Rasyidin yang menjabat khalifah sebelumnya, jika memang madzhab Ali berbeda dengan para khalifah sebelumnya –seperti yang diklaim oleh Syi’ah– sudah pasti Ali akan keluar dari Madinah yang penduduknya tidak mau berbaiat kepadanya, dan pergi ke negeri Islam lainnya, apalagi negeri yang belum lama masuk dalam Islam seperti Iraq dan Persia, yang mana penduduk negeri itu baru masuk Islam dan haus akan kebenaran, jika memang Ali benar-benar dihalangi untuk menduduki jabatan yang menjadi haknya pasti mereka akan menolongnya, tetapi yang terjadi adalah Ali tidak keluar dari Madinah, baru keluar dari Madinah setelah dibaiat menjadi khalifah.
Begitu juga peristiwa perdamaian antara Hasan dan Muawiyah, sudah semestinya Hasan tidak menyerahkan jabatan imamah kepada Muawiyah, jika memang imamah adalah jabatan yang sama seperti kenabian –seperti yang diyakini Syi’ah, lihat dalam kitab Ashlu Syi’ah wa Ushuluha juga kitab Aqaidul Imamiyah–, sudah semestinya Hasan berjuang sampai tetes darah terakhir, apalagi ribuan tentara siap untuk mendukungnya dalam menumpas Muawiyah. Bukannya menumpas Muawiyah, Hasan malah menyerahkan jabatan yang menjadi amanat ilahi –sebagaimana kenabian– kepada musuh yang telah memerangi ayahnya.
Para imam setelah imam Ali tidak pernah memberontak kepada khalifah yang adil, kecuali imam Husein yang syahid di Karbala, meskipun demikian beliau memberontak karena kezhaliman Yazid, bukan karena Husein yang menginginkan untuk menjadi imam, meskipun dia adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah saat itu.
Maka kita simak saat Zaid bin Ali berdialog dengan Muhammad Al-Baqir mengenai apakah untuk menjadi seorang imam disyaratkan untuk memberontak, sedangkan Zaid meyakini hal itu, yaitu untuk menjadi imam seseorang harus memberontak pada khalifah. Muhammad Al-Baqir membantah hal itu dengan menyatakan jika syarat yang ditetapkan oleh Zaid benar maka ayah mereka berdua “Ali bin Husain” bukanlah imam karena dia tidak memberontak kepada Yazid dan tidak mengajak orang lain untuk memberontak. Peristiwa baiat Ali bin Husein terhadap Yazid disebutkan oleh Muhsin Al-Amin dalam A’yanus Syi’ah.
Juga bagaimana para keluarga Nabi tetap tinggal di tengah-tengah Ahlus Sunnah jika memang mereka bermadzhab Syi’ah –seperti klaim Syi’ah selama ini–, mengapa mereka tidak tinggal di wilayah yang banyak terdapat orang yang mencintai mereka dari golongan Rafidhah dan Ghulat seperti di Kufah maupun Khurasan, apalagi saat mereka tinggal di Madinah mereka tidak luput dari pengawasan Bani Abbasiyah yang saat itu menguasai pemerintahan. Berbeda ketika mereka menyebar di negeri lain.
Semua Ahlul Bait yang memberontak kepada khalifah tidak ada yang bermadzhab Syi’ah Rafidhah, mereka memberontak karena alasan politik, bukan karena alasan madzhab, sedangkan Ahlul Bait yang berhasil mendirikan negara tidak ada dari mereka yang menerapkan madzhab Syi’ah, seperti:
Ahlul Bait yang bermadzhab Sunni, dan berhasil mendirikan negara adalah:
Idris bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, pendiri dinasti Adarisah di Maghrib, bahkan Idris bin Hasan adalah penyebab utama dari menyebarnya madzhab maliki di Maroko, semua itu karena imam Malik tidak mengakui keabsahan baiat Abu Ja’far Al-Manshur yang telah berbaiat sebelumnya kepada Muhammad bin Abdullah bin Hasan yang dikenal dengan nama An-Nafsu Az-Zakiyyah, maka dia berpendapat bahwa Abu Ja’far masih terikat baiat dengan Muhammad bin Hasan, imam Malik disiksa karena pendapatnya itu, dan dia tidak menarik ucapannya.
Baiat kepada Muhammad dilakukan secara rahasia, di antara yang berbaiat adalah saudara-saudaranya, ayahnya, Abu Ja’far Al-Manshur, Abul Abbas dan Ja’far As-Shadiq yang dianggap oleh Syi’ah sebagai imam ke enam, juga banyak tokoh Ahlul Bait lainnya.
Asyraf Makkah yang merupakan keturunan Imam Husein, yang memerintah Makkah beberapa abad yang lalu.
Begitu juga Asyraf Madinah yang merupakan keturunan Hasan, yang memerintah kota Madinah. 
Begitu juga Ahlul Bait yang bermadzhab Zaidi, walaupun mereka bermadzhab Zaidi tapi mereka tidak terpengaruh oleh ajaran Rafidhah, mereka hanya menganggap Ali lebih utama dibanding Abu Bakar dan Umar, mereka juga mensyaratkan bahwa yang lebih mulia dan utama harus menjabat khalifah, namun mereka juga mencintai seluruh sahabat Nabi, yang dalam sejarah dikenal dengan istilah Syi’ah sebagai sikap politik, bukan sebagai madzhab.

Ahlul Bait penganut madzhab Zaidi yang berhasil mendirikan negara dan tidak terpengaruh madzhab Rafidhah:
Muhammad bin Yusuf Al-Ukhaidhir, dia adalah Muhammad bin Yusuf bin Ibrahim bin Musa Al-Jaun bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, pendiri pemerintahan Ukhaidhiri di wilayah Yamamah, begitu juga anak keturunannya, Muhammad adalah orang yang datang dari Hijaz ke Yamamah dan mendirikan negara di sana pada tahun 252 H/866 M.
Begitu juga Husein bin Qasim Ar-Rassi, pendiri pemerintahan Alawiyah di Sha’dah dan Shan’a, Yaman, pada tahun 280 H. Ayahnya yang bernama Qasim Ar-Rassi adalah penulis kitab “Bantahan terhadap kaum Rafidhah”, yang telah dicetak.
An-Nashir lil Haqq Al-Hasan yang dijuluki Al-Athrusy karena pendengarannya kurang baik, pendiri negara Alawiyyin di Dailam, yang mengajarkan Islam kepada penduduk Jil dan Dailam yang kekuasaannya mencapai Thabaristan, berhasil membebaskan Amil dan masuk ke kota Jalus pada tahun 301 H, tetap memimpin pemerintahan hingga wafat tahun 304 H. dia meninggalkan warisan ilmiyah yang banyak, yang tidak memuat ajaran Rafidhah sedikitpun, di antaranya adalah kitab Al-Bisat, yang ditahqiq oleh Abdul Karim Jadban, diterbitkan pertama kali pada tahun 1997 oleh Dar Turats di Sha’dah.
Sedangkan banyak dari Ahlul Bait sendiri yang termasuk ulama Ahlus Sunnah, di antaranya adalah kebanyakan dari 11 imam, –karena imam yang ke-12 sebenarnya tidak pernah ada– seperti Hasan dan Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far As-Shadiq, Musa Al-Kazhim dan Ahlul Bait lainnya. Begitu juga Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Sa’ib bin Abdullah bin Yazid bin Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushay Al-Muththalibi As-Syafi’i, beliau adalah imam salah satu dari empat madzhab dalam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang memiliki hubungan erat dengan keluarga Nabi, karena dia adalah keturunan Muthalib bin Abdi Manaf, sama seperti Nabi  Muhammad yang juga keturunan Abdi Manaf, sedangkan keluarga Muththalib juga termasuk Ahlul Bait yang tidak boleh menerima sedekah, seperti pendapat jumhur ulama.
Al-Qur’an memuat kisah Nabi Isa yang menolak klaim kaum Nasrani terhadap dirinya, menyatakan bahwa Nabi Isa bukanlah Tuhan yang layak disembah. Kita perlu meneliti lebih dalam sebelum meyakini sesuatu.
Jika madzhab Syi’ah bukanlah madzhab Ahlul Bait seperti diklaim oleh Syi'ah, lalu madzhab siapa?
Sumber : syiahindonesia
http://arrahmah.com/read/2011/03/21/11495-bukti-nyata-kepalsuan-madzhab-syiah.html


Rabithah Ulama Ingatkan Bahaya Konspirasi Global Syi’ah Shafawiyah. Gerakan Transnasional Syi’ah Kontemporer Di Timur Tengah


رابطة علماء المسلمين تحذر من المد الصفوي
Rabithah Ulama Ingatkan Bahaya Konspirasi Global Syi’ah Shafawiyah
Syi’ah Shafawiyah adalah Aliansi strategis pemerintah Iran, pemerintah Suriah, kelompok Hizbullah dan kelompok Syiah Irak yang ingin mengembalikan kejayaan dinasti (Syi’ah) Shafawiyah dan Fathimiyah dalam menguasai kekuasaan di semenanjung Arab dan Afrika. (DR Muhammad Bassam Yusuf penulis buku Menyingkap Konspirasi Besar Zionis-Salibis dan Neo Syiah Shafawis terhadap Ahlussunnah di Semenanjung Arabia)
***
Hidayatullah.com—Gejolak kawasan Timur Tengah akhir-akhir ini rupanya menjadi perhatian Rabithah Ulama Al-Muslimin (Muslim Scholars Association)/Ikatan Ulama MusliminDalam sebuah Muktamar terbarunya di Istanbul, Turki yang berlangsung dari tanggal 27-28 Rabi’ul Awwal 1432 H baru-baru ini, Rabithah Ulama Muslim mendukung langkah-langkah reformasi di Tunisia dan Mesir.
Acara bertema, “Ulama dan Kebangkitan Umat” yang yang dihadiri lebih dari seratus ulama dan du’at (dai) dari 35 negara itu membahas dan mendiskusikan berbagai topik aktual di Dunia Islam. Sejumlah keputusan dan seruan penting dari muktamar tersebut, antara  mendukung reformasi yang terjadi di Tunis dan Mesir serta negeri-negeri Islam lainnya.
Rabithah Ulama juga mengingatkan bahwa perubahan yang hakiki berawal dari taubat kepada Allah, berpegang teguh kepada agama-Nya serta dengan menunjukkan wibawa umat yang sebenarnya.
Rabithah juga ikut mendukung upaya masyarakat Libya untuk membebaskan diri pemerintahannya yang otoriter dan lalim.Meski demikian, Rabithah juga mengingatkan umat Islam dari bahaya konspirasi global Syi’ah Shafawiyah dengan propagandanya yang menipu; baik itu di Bahrain dan negara lainnya.
Selain itu, beberapa poin dari pertemuan itu adalah;  masalah kejayaan umat Islam yang pada dasarnya bertumpu pada optimalisasi peran ulama dan pemerintah.  Rabithah Ulama juga mengatakan,  para ulama yang shalih di setiap negeri adalah referensi utama bagi umat dalam menyelesaikan masalah-masalah aktual dan kontemporer. 
Karenanya, menurut Rabitah Ulama, revitalisasi peran agama dalam kehidupan, perwujudan pan-Islam, penanaman moral, penghormatan terhadap HAM, kebebasan yang sejalan dengan tuntutan syariat, serta kepemimpinan umat adalah tugas ulama rabbani. Tak lupa, Rabithah Ulama mengingatkan tantangan besar umat Islam di masa depan.
“Umat Islam sejatinya sadar terhadap tantangan besar yang dihadapinya; yang merupakan simpul yang menghambat kemajuan serta kebangkitannya. Dan jawaban terhadap tantangan itu adalah menghidupkan sunnah serta mengoptimalkan pemanfaatan ilmu dan teknologi,” demikian salah satu poin keputusannya.
Para tokoh dan ulama yang berkumpul untuk membicarakan masalah-masalah umat antara lain; Syeikh Al-Amin al-Haj hafidzahullah, salah seorang ulama yang berasal dari Sudan yang menjadi Ketua pada Rabithah tersebut. Juga Nampak hadir Syeikh Abdul Aziz bin Abdul Muhsin At-Turky, menjabat sebagai penanggung Jawab Rabithah, Syeikh Muhammad Sidia dari Moritania, Syeikh Dr. Muhammad Yusri dari Mesir, Dr. ‘Adnan Umamah, Syeikh Muhammad Abdul Karim, Syeikh Dr. Mahran Mahir, Syeikh Dr. Alauddin Az-Zaky, Dr. Nashir Al-Hunainy, Dr. Ahmad Farid dari Mesir, Dr. Said Abdul ‘Adzim, Dr. Ali As-Salus, Syeikh ‘Aqil Al-Maqtary dari Yaman, Syeikh Abdullah Al-Ahdal, Syeikh Abdul Majid Ar-Rimy, Dr. Muhammad Al ‘Abdah dari Suria, Dr. Abdullah bin Hamud At-Tuwaijri dari Saudi, Syeikh Dr. Sulaiman Al-‘Asyqar dari Yordania, Dr. Hikmat Al-Hariry dan masih banyak lagi.*/ AS Al-Munawiy/Ilham Jaya
Sumber : wi
Rep: Cholis Akbar
Red: Syaiful Irwan
Sumber: hidayatullah.com, Rabu, 09 Maret 2011
Untuk mengetahui apa itu Syi’ah Shafawiyah dan bahaya gerakannya, nahimunkar.com mengutip tulisan berikut ini:
GERAKAN TRANSNASIONAL SYI’AH KONTEMPORER DI TIMUR TENGAH
(Studi Kasus Antagonisme Iran dan Hizbullah terhadap Amerika Serikat dan Israel)
Oleh : Arie Alfikri*

Pengantar
Di balik hegemoni Amerika Serikat di dunia umumnya dan hegemoni Israel di Timur Tengah, ada 2 aktor dunia yang secara frontal melakukan perlawanan terhadap kedua negara tersebut. Aktor tersebut adalah Iran (state actor) dan Hizbullah (non state actor). Bisa dilihat bagaimana seorang Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad dengan lantang menyerukan agar Israel dihapus keberadaannya dari peta dunia. Selain itu sikapnya yang konsisten untuk melanjutkan proyek nuklir walaupun ditentang oleh Amerika Serikat dan PBB.
Antagonisme terhadap Amerika Serikat dan Israel juga ditunjukkan oleh gerakan Islam Syi’ah Lebanon yang dipimpin oleh Syekh Hassan Nasrallah yakni Hizbullah. Dunia dikejutkan oleh kemenangan Hizbullah dalam perang melawan Israel selama sebulan pada tahun 2006. Dimana kemenangan ini sangat memalukan Israel yang dikenal kuat dalam militer karena dibantu oleh Amerika Serikat. Sehingga bisa dikatakan bahwa Iran dan Hizbullah telah menjadi icon masyarakat dunia untuk menggugat imperialisme dan hegemoni Amerika-Israel.
Dalam dunia Islam, Iran dan Hizbullah dikenal sebagai gerakan Syi’ah. Syi’ah dalam terminologi syariat bermakna : mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm). Sedang dalam istilah syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak masa pemerintahan Utsman bin Affan yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari. Walaupun dikenal sebagai gerakan Syi’ah, Iran dan Hizbullah tetap dianggap sebagai lokomotif perjuangan Dunia Islam melawan hegemoni AS dan Israel. Iran dan Hizbullah dianggap telah banyak memberikan pelajaran bagaimana seharusnya umat Islam dunia harus bersikap terhadap kezaliman. Popularitas kedua gerakan Syi’ah ini terus naik dan menenggelamkan peran kalangan Sunni seperti presiden, raja, dan pemimpin negara Arab bahkan gerakan Hamas yang melakukan perlawanan bersenjata terhadap Israel.
Di balik antagonisme yang diperankan oleh Iran dan Hizbullah, penulis ingin memberikan penjelasan sisi lain dari gerakan Syi’ah ini. Apakah gerakan Syi’ah ini benar-benar memperjuangkan kejayaan Islam. Apakah tujuan gerakan ini sebenarnya. Adakah keterkaitan antara Iran dan Hizbullah serta gerakan Syi’ah lainnya di Timur Tengah. Apa saja yang telah dilakukan kedua gerakan ini dibalik antagonismenya terhadap Amerika Serikat dan Israel. Jawaban dan penjelasan dari pertanyaan-pertanyaan diatas diharapkan menjadi penilaian yang objektif terhadap “realitas permukaan” kedua gerakan Syiah ini.
Pembahasan
Selain kesamaan aliran pemikiran keagamaan, antara Iran dan Hizbullah memiliki keterkaitan dalam hal kerja sama dan aliansi strategis. Banyak kalangan yang mengatakan bahwa Hizbullah mendapatkan bantuan persenjataan dan amunisi dari Iran. Salah seorang pemimpin Hizbullah pernah ditanya wartawan di tahun 1987 “Apakah kalian merupakan bagian dari Iran?”. Pemimpin Hizbullah tersebut menjawab : “Bahkan kami adalah Iran di Lebanon dan Lebanon di Iran”. Selain itu secara simbolis seorang Hasan Nashrullah pun meletakkan foto Imam Khomeni (pemimpin spritual Iran) dalam ruang kerjanya di Lebanon.
Ternyata aliansi gerakan Syi’ah tidak hanya Iran dan Hizbullah. DR Muhammad Bassam Yusuf (penulis buku Menyingkap Konspirasi Besar Zionis-Salibis dan Neo Syiah Shafawis terhadap Ahlussunnah di Semenanjung Arabia), mensinyalir adanya aliansi strategis antara gerakan Syi’ah di Timur Tengah. Aliansi tersebut melibatkan Iran, Hizbullah, Suriah, dan kelompok Syi’ah di Irak. Kasus kemarahan pemimpin Suriah Basyar Al-Asad terhadap pemerintah Lebanon diikuti oleh mundurnya 5 menteri Syi’ah dari Hizbullah menunjukkan adanya keterkaitan antara Hizbullah dan Suriah. DR Bassam Yusuf menulis adanya pertemuan di Damaskus tahun 2007 antara Iran dan Suriah untuk membentuk aliansi strategis yang didalamnya turut pula bergabung kelompok Hizbullah. Aliansi strategis gerakan Syi’ah ini disebut dengan proyek kebangkitan Syi’ah Shafawis. Aliansi yang ingin mengembalikan kejayaan dinasti Shafawiyah dan Fathimiyah dalam menguasai kekuasaan di semenanjung Arab dan Afrika.
Berikut adalah beberapa fenomena Proyek Shafawistik ini:
1. Adanya gerakan dan upaya pembersihan etnis dan mazhab Sunni Arab di Irak seiring dengan upaya pengisoliran terhadap mereka di wilayah Selatan Irak. Ditambah lagi dengan seruan untuk membagi kawasan Irak berdasarkan kelompok aliran, serta mendorong pasukan Amerika Serikat untuk terus melakukan penangkapan, penawanan, pembunuhan, penghancuran dan pembersihan terhadap kaum Sunni, terhadap mesjid-mesjid, lembaga-lembaga, dan juga gerakan-gerakan Sunni.
2. Keterlibatan kaum Persia Shafawis di Irak dengan kerjasama yang sangat sempurna dengan pimpinan tertinggi kaum Syiah di Irak, khususnya yang memiliki ras Persia. Dan itu diwujudkan dalam bentuk kerjasama intelejen, militer, ekonomi, politik dan agama, dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat baik secara militer dan logistik.
3. Keterlibatan kaum Persia Shafawis di Suriah untuk mengerahkan gerakan Syi’ahisasi terhadap Muslim Sunni. Selain itu adanya pemberian kewarganegaraan Suriah kepada para keturunan Persia dan warga Syiah Irak oleh pemerintah Suriah. Dan jumlah mereka hingga saat ini telah melebihi 1.000.000 jiwa. Mayoritasnya bermukim di Propinsi al-Sayyidah Zainab dan sekitarnya di Damaskus.
4. Menonjolnya upaya-upaya pemalsuan yang sangat vulgar dalam perhitungan demografis terhadap rakyat Suriah. Dan bukti yang paling jelas atas itu adalah studi-studi fiktif yang dipublikasikan oleh Intelejen Suriah bahwa masyarakat Suriah adalah masyarakat minoritas, dan prosentase Sunni dari keseluruhan jumlah masyarakat Suriah itu hanya 48%. Padahal, rakyat Suriah secara mayoritas mutlak terdiri dari Sunni, dan ini adalah sebuah fakta yang terlalu jelas di Suriah.
5. Kesepakatan dan konspirasi bersama dengan kekuatan Amerika Serikat. Publikasi oleh pimpinan spiritual tertinggi Syiah di Irak, berupa fatwa-fatwa yang mengharamkan perlawanan terhadap Amerika Serikat dan melabeli kaum Sunni mereka label teroris. Dan semua itu dilakukan seiring dengan upaya-upaya dusta mereka yang seolah mendorong perlawanan terhadap Amerika hingga negara Irak merdeka.
6. Semakin meningkatnya upaya-upaya penangkapan yang dilakukan oleh Pemerintah Suriah terhadap warga Arab Iran (al-Ahwaz) yang mencari perlindungan ke Suriah sejak puluhan tahun yang lalu. Tidak hanya itu, sebagian tokoh perlawanan al-Ahwaz (Khalil ibn ‘Abd al-Rahman al-Tamimy dan Sa’id ‘Audah al-Saky) kemudian diserahkan kepada pihak Intelejen Iran.
Fenomena di atas menunjukkan sikap yang bertentangan dengan “politik pencitraan” Iran dan Hizbullah (bagian dari aliansi Syi’ah Shafawis) yang dikenal vokal terhadap Amerika Serikat dan Israel. Keterlibatan Iran dan Hizbullah dalam aliansi Syiah Shafawis merupakan sisi lain wajah Iran dan Hizbullah sebagai ikon perlawanan Dunia Islam. Sebuah kenyataan yang jarang diekspos dan hanya ada di “dunia balik layar”.
Untuk menarik simpati dunia dan agar diterima sebagai bagian dari Dunia Islam, gerakan Syiah Shafawis ini menjadikan isu Palestina sebagai komoditas politik. Isu palestina dimainkan agar ada keterlibatan emosional seluruh bangsa Muslim di dunia. Upaya untuk mempermainkan isu Palestina dilakukan dengan berbagai langkah berikut :
1. Lebih dari sekali, Presiden Iran meneriakkan slogan-slogan kosongnya untuk seruan menghapuskan Israel dari peta dunia
2. Mengumumkan aliansi Iran-Suriah dengan beberapa organisasi Palestina yang memiliki citra yang baik di mata dunia Arab dan Islam. Pemerintah Iran juga memberikan kesan akan memberikan bantuan finansial kepada pemerintahan Hamas. Namun faktanya bantuan itu tak pernah ada. Bantuan Iran itu tidak lebih dari sekedar slogan dan janji kosong, sebab kaum Shafawis-Persianis ini tak akan dapat digerakkan kecuali dengan motif ras dan kelompok, dan dalam hal ini organisasi Palestina adalah kaum Sunni.
3. Penyelenggaraan berbagai pertemuan mencurigakan antara pemerintah Suriah dengan pemerintah Israel yang diikuti oleh pernyataan bahwa pemerintah Suriah adalah pilihan mereka yang harus didukung. Sementara pihak Suriah juga menyatakan keinginannya untuk berdialog dengan Israel. Padahal pada saat yang sama, pihak Suriah gencar melakukan pembersihan etnis terhadap warga negaranya, melakukan konspirasi terhadap upaya pengajaran Islam Sunni, sembari memberikan dorongan bahkan bantuan moral dan materil terhadap pengajaran Syiah-Shafawis
4. Keterlibatan Mossad yang cukup dalam di Irak dengan dukungan pemerintah Irak buatan Amerika Serikat dibantu oleh milisi Syiah Shafawiyah di Irak untuk menangkap dan membunuh para ulama dan tokoh Sunni yang berpengaruh di Irak. Tindakan terror dilakukan berupa penculikan, penyiksaan hingga pembunuhan. Dan aliansi strategis ini bahkan telah siap melakukan langkah yang sama di tiga wilayah: Irak, Suriah dan Lebanon. Karena itu, tindakan apapun yang dilakukan oleh salah satu dari aliansi ini, sesungguhnya merupakan bagian dari global proyek Shafawis ini di sepanjang kawasan yang memanjang dari Iran hingga Lebanon, termasuk didalamnya Irak dan Suriah.
Proyek Syi’ah Shafawis ini setidaknya dibangun di atas 5 pijakan:
1. Bekerja sama dengan kekuatan Barat di bawah komando Amerika Serikat untuk menguasai negeri-negeri kaum Muslimin. Dan seluruh dunia mengetahui dengan baik, bahwa Iran memiliki peran yang sangat besar dalam bekerja sama bersama Amerika Serikat untuk menjatuhkan Afghanistan dan Irak. Para petinggi Iran sendiri mengakui hal itu. Muhammad Ali Abthahi, wakil presiden Iran yang lalu mengatakan: “Seandainya bukan karena Iran, Amerika tidak mungkin mampu menguasai Irak…Seandainya bukan karena Iran, Amerika tidak mungkin mampu menundukkan Afghanistan.”
2. Menyalakan api peperangan antar kelompok, melakukan upaya pembersihan etnis dan kelompok, bekerja keras untuk membagi-bagi wilayah. Mengusir warga Irak yang sunni dari propinsi-propinsi dimana mereka hidup bersama dengan kaum Sy’iah. Ditambah dengan peran-peran merusak (yang dilakukan oleh) para pemimpin spritual Syi’ah di Irak untuk menghancurkan kaum Sunni dan semua lembaga yang mereka miliki. Al-Syirazy menyerukan dalam khutbahnya untuk menghancurkan mesjid-mesjid Sunni di Irak. Dan kaum Syi’ah benar-benar menghancurkan ratusan mesjid Sunni, atau mengubahnya menjadi Husainiyat dan pusat-pusat Syi’ah Shafawis.
3. Membunuh tokoh-tokoh potensial Sunni baik dari kalangan ilmuwan, militer dan agama dan melakukan upaya untuk meneror, mengusir atau membalas dendam pada tokoh-tokoh Sunni.
4. Kamuflase demografis sebagaimana yang terjadi di Suriah secara khusus. Dan juga seperti yang terjadi di Lebanon, Yordania, dan Irak.
5. Menciptakan benturan-benturan fiktif dengan kaum Zionis Israel. Padahal itu hanyalah sebuah pancingan agar Israel mengamuk lalu menghancurkan negeri-negeri kaum Muslimin. Berharap kondisi negeri Muslim lainnya sama seperti Afghanistan dan Irak
Ada 4 wilayah yang dipilih oleh kaum Syiah Shafawi sebagai jejak awal merealisasikan tujuan dan rencana mereka adalah sebagai berikut :
1. Wilayah Iran
Di kawasan ini operasi pembersihan terhadap kaum Sunni sangat luas terjadi. Ini diikuti dengan penghalalan harta, kehormatan dan bahkan mesjid-mesjid mereka (perlu diingat, bahwa di seluruh Taheran tidak ada satupun mesjid kaum Sunni)
2. Wilayah Irak
Kerja sama dilakukan dengan Amerika Serikat untuk melakukan upaya-upaya seperti: penghancuran dan membagi-bagi wilayah Irak, mempersenjatai milisi-milisi Syiah untuk menyerang Sunni, pembersihan dan pengusiran kaum Sunni, dan memalsukan prosentase jumlah penduduk Irak dengan menyebarkan studi-studi palsu yang menyatakan kemayoritasan Syi’ah, padahal sebelumnya kaum Sunni menempati posisi 52% penduduk Irak.
3. Wilayah Suriah
Pemerintah Suriah –yang merupakan sekutu strategis Iran- telah melakukan berbagai upaya penangkapan dan pembersihan yang sangat luas terhadap rakyat Suriah sendiri. Mereka melakukan pembatasan terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan memberikan keleluasaan bagi lembaga-lembaga Syi’ah padahal Syi’ah di Suriah sama sekali tidak mempunyai wujud riil. Pemerintah Suriah juga melindungi upaya misionarisme Syiah di tengah kaum muslimin Suriah, memberikan kewarganegaraan pada kaum Syiah yang datang dari Iran dan Irak, serta mempersempit ruang gerak orang-orang al-Ahwaz yang mengungsi ke Damaskus. Suriah juga menyiapkan dirinya sebagai pangkalan penggempuran terhadap Lebanon dan Yordania, tentu dengan menggunakan masalah Palestina sebagai ‘senjata’ untuk kepentingan aliansi ini
4. Wilayah Lebanon
Hizbullah dan Gerakan Amal –keduanya jelas gerakan Syiah- memainkan peranan sebagai gerakan perlawanan palsu. Melakukan perlawanan terhadap Israel demi menjaga senjata tetap di tangan dan memainkan lobi politik di Lebanon demi kepentingan aliansi Shafawis-Persianis. Kedua gerakan ini jelas-jelas melancarkan misionarisme Syiah dan sengaja memancing Israel untuk menghantam Lebanon kapan saja aliansi Shafawistik itu membutuhkannya. Upaya menghancurkan keutuhan Lebanon, terus dilakukan untuk membentuk sebuah negara Syiah dalam Negara Lebanon
Penutup
Penjelasan sistematis di atas sudah jelas menunjukkan bagaimana usaha gerakan Syi’ah Shafawis (pemerintah Iran, pemerintah Suriah, kelompok Hizbullah dan kelompok Syiah Irak) untuk menguasai jazirah Arab khususnya daerah yang membentang anatara Iran dan Palestina. Penjelasan yang akan membantu untuk membaca realitas politik Internasional yang dimainkan Iran dan kaum Syiah shafawis lainnya.
Perlawanan terhadap zionis Israel tentu akan mendapatkan simpati dunia Islam. Namun gerakan yang menjadikan upaya perlawanannya sebagai bagian dari sebuah pewujudan tujuan yang tak jauh berbahaya dari proyek Zionisme di Timur Tengah adalah suatu tindakan di luar kemanusiaan. Pelaksana proyek hanya menjadikan masalah Palestina sebagai barang dagangan sementara pada saat yang sama gerakan Syiah membantai orang-orang Palestina, merampas harta dan kehormatan mereka.
Tidak bisa diterima jika kaum Syiah Shafawi melakukan pengacauan keamanan terhadap Suriah dan Lebanon demi mewujudkan tujuan-tujuan mereka. Tidak bisa diterima jika Lebanon dihancurkan dan rakyatnya dibunuh hanya karena ulah provokatif yang dilakukan oleh pendukung proyek Shafawis-Persianis yang bernama Hizbullah dan eksekusinya dijalankan oleh Israel. Tidak bisa diterima jika operasi-operasi militer gelap dijadikan sebagai ajang penguluran waktu untuk membangun proyek Senjata Nuklir Iran-Shafawis, yang kelak akan digunakan untuk menghancurkan bangsa Arab dan kaum muslimin.
Dalam lembaran sejarah tidak ditemukan sedikitpun bahwa Iran pernah terlibat dalam peperangan melawan Israel atau Amerika Serikat. Bahkan Iran justru pernah mengimpor senjata dari Israel dan Amerika saat berperang melawan Irak (Iran gate). Iran juga yang membujuk dan mendukung keberlangsungan pendudukan Amerika di Irak. Iran sendiri yang ikut campur dan memudahkan pemerintah Suriah untuk melenyapkan putra-putra terbaiknya. Iran sendiri yang menggunakan Hizbullah untuk memancing tindakan penghancuran Lebanon oleh Israel. Iran sendiri yang merebut tiga pulau milik Emirat Arab. Dan Iran yang berusaha mengubah gerakan perlawanan Palestina menjadi selembar kertas yang kelak dengan mudah ia mainkan, meski harus mengorbankan stabilitas keamanan seluruh kawasan Arab dan Islam.
` Perlawanan terhadap Israel tidak sungguh-sungguh dilakukan dan buktinya dataran tinggi Golan masih dalam keadaan tenang. Hizbullah menunutut adanya pembebasan tawanan Lebanon oleh Israel namun pada saat yang sama tidak menuntut warga lebanon yang ditahan Pemerintah Suriah.
Gerakan Syiah Shafawiyah hanya memainkan kampanye politik yang tidak berdasarkan kenyataan. Gerakan ini tidak jauh berbeda dengan gerakan Zionis. Sama-sama ingin menguasai Timur Tengah berdasarkan ideologi rasis. Pembantaian dan tindakan di luar kemanusiaan dilakukan untuk mencapai tujuan.
*Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta

Abu Bakar An-Nablusi: Teguh di Atas Sunnah Meski Dikuliti & Disalib Penguasa Syi'ah

                         
                                          
Sejarah telah mencatat kisah seorang ulama Ahlussunnah yang berani dan tabah dalam menyuarakan kebenaran dan menjulang bendera tauhid di hadapan golongan yang kufur terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Al-Imam Abu Bakar An-Nablusi hidup semasa pemerintahan kerajaan fathimiyah yang bermazhab Syi’ah, berikut ini adalah kisah beliau yang begitu berani mengatakan yang haq di hadapan pemerintah zhalim Syi’ah yang memerintah kala itu.
Adz-Dzhahabi menyebutkan di dalam Siyar A‘lamin Nubala’ mengenai An-Nablusi rahimahullah dengan mengatakan: “Beliau, seorang Imam panutan Asy-Syahid Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Sahl Ar-Romli dan terkenal dengan sebutan Ibnu An-Nablusi.
Abû Dzar Al-Hafidz berkata, “Ia dipenjara dan disalib oleh Bani Ubaid ketika beliau berpegang teguh di atas As-Sunnah. Aku mendengar Ad-Daruquthni mengisahkan beliau sembari menangis dan mengatakan: ‘Ketika dikuliti, beliau mengatakan: Semua itu telah tertulis di dalam kitab (lauhul mahfudh)”
Adz-Dzahabi juga bercerita bahwa Abu Bakar An-Nablusi lari berkali-kali dari kejaran penguasa Ubaidiyah, ia berkata: “Abul Faroj ibnul Jauzi berkata, ‘Jauhar Al-Qoid memanggil Abu Bakar An-Nablusi untuk menghadap Abu Tamim, penguasa Mesir. Sementara Abu Bakar An-Nablusi tinggal di gubuk-gubuk. Abu Tamim berkata kepadanya: Kami mendengar bahwasanya engkau mengatakan, apabila seseorang itu mempunyai sepuluh anak panah maka harus dipanahkan kepada bangsa Romawi satu buah dan dipanahkan kepada kami sembilan buah.
Abu Bakar An-Nablusi menjawab: Aku tidak mengatakan seperti itu, akan tetapi Aku mengatakan, jika seseorang mempunyai sepuluh anak panah maka harus dipanahkan kepada kalian sembilan buah dan yang satu lagi dipanahkan kepada kalian juga karena sesungguhnya kalian telah merubah ajaran Islam, membunuh orang-orang sholih dan kalian mengaku mempunyai cahaya ilahi.
Maka Abu Tamim mempertontonkan beliau kepada masyarakat kemudian memukulinya, kemudian Abu Tamim memerintahkan seorang Yahudi untuk mengulitinya.
Ibnul Akfani berkata: Seorang hamba yang shalih dan zuhud, Abu Bakar An-Nablusi telah wafat. Dahulu ia berpendapat wajib memerangi Al Maghoribah (penguasa maghrib, banu Ubaid,-pent.). Ia melarikan diri dari Ar Romalah ke Damaskus. Maka penguasa di sana, Abu Mahmud Al Kattami menangkapnya dan mengurungnya dalam sangkar kayu, lalu mengirimnya ke Mesir. Tatkala telah sampai, mereka bertanya: Apakah Engkau orang yang mengatakan, seandainya Aku memiliki sepuluh anak panah, dan beliau menuturkan kisah seterusnya. Lalu ia dikuliti, kemudian ditimbun dengan jerami, kemudian disalib.
Ma'mar bin Ahmad bin Ziyad Ash-Shufi berkata: Ada seseorang yang tsiqqoh(terpercaya) yang memberitakan kepadaku bahwasanya Abu Bakar An-Nablusi dikuliti dari ubun-ubunnya sampai wajahnya. Dan dia tetap bersabar dan berzikir kepada Allah, hingga dikuliti sampai dadanya, kemudian orang yang mengulitinya merasa kasihan terhadapnya sehingga ia hunjamkan ulu hatinya dengan pisau, sehingga beliau pun meninggal dunia. Dan orang yang tsiqah (terpercaya) tersebut memberitakan kepadaku bahwasanya Abu Bakar adalah seorang Imam di bidang hadits dan fikih. Beliau puasa sepanjang masa, orang yang berwibawa di hadapan orang-orang awam maupun di hadapan orang-orang terkemuka.
Dan tatkala ia dikuliti, terdengar bacaan Al Qur'an dari tubuhnya. Kemudian Al Maghribi (penguasa maghrib, penguasa bani Ubaid, red.) menguasai Syam, kemudian ia menyebarluaskan pemahaman yang jelek, meniadakan shalat tarawih dan shalat dhuha, memerintahkan qunut pada shalat zuhur dan membunuh An-Nablusi pada tahun tiga. Sedangkan Abu Bakar An-Nablusi adalah seorang yang mulia, pemimpin Ar Romlah, kemudian melarikan diri, lalu ditangkap di Damaskus.
Konon, seorang pemuka yang menentangnya mengatakan kepada beliau tatkala beliau datang ke Mesir: Segala puji bagi Allah atas keselamatanmu. Abu Bakar An-Nablusi menjawab: Segala puji bagi Alloh atas keselamatan agamaku dan atas keselamatan duniamu. Saya (Adz Dzahabi) katakan: Ajaran Islam yang diputarbalikkan oleh orang-orang Ubaidiyyah tidak dapat digambarkan. Mereka menguasai Maroko, kemudian Mesir dan Syam, dan mereka mencela sahabat.
Ibnus Sa'sa' Al Mishri menuturkan, bahwasanya ia bermimpi bahwa Abu Bakar bin An-Nablusi setelah disalib dalam kondisi yang sangat baik. Ia bertanya kepada Abu Bakar An-Nablusi: Apa yang Allah lakukan terhadap dirimu? Abu Bakar An-Nablusi menjawab:
Rajaku menganugerahkan kepadaku kemuliaan yang abadi…
Dan menjajikan kepadaku kemenangan yang tidak lama lagi …
Dan Ia mendekatkan diriku kapada-Nya …
Dan Ia berfirman: Berbahagialah hidup di sisi-Ku …
(Dikutip Dari Kitab Qishashun Tarikhiyyatun lil Mathlubiin karya Asy-Syaikh Al Mujahid Abu Jandal Azdi) [ahmed widad/voa-islam.com]

Siapa yang Bisa Tolong Ahlussunnah/Sunni Di Irak ?? Tikrit Alami Penjarahan Besar-Besaran ( Juga Pembantaian ! ),PM Iraq Minta Pelaku Ditangkap ( Syiah Anda Percaya ? )

Jangan Melongo aja/bilang kasihan ! Kemarin-kemarin kecam habis-habisan pejuang Sunni di Irak !
Anda senang wilayah Muslim/Ahlussunnah diduduki/dikuasai jahanam syiah ?
Anda senang syaikh-syaikh/ustadz-ustadz anda menghujat Mujahidin-mujahidin sunni Irak, yang berakibat pembantaian ahlussunnah ?
Anda senang bersama media-media/orang-orang kufar menghujat Mujahidin-mujahidin sunni Irak yang mengamankan/melindungi ahlussunnah Irak ?
Anda senang syaikh-syaikh anda mendukung amir-amirnya bersama tentara kufar menyerang Mujahidin-mujahidin sunni Irak dan memberi peluang jahanam syiah menduduki/membantai ahlussunnah Irak ?
Jadi anda membenarkan perbuatan-perbuatan jahanam syiah ?
Apa yang anda lakukan untuk menolong mereka ?
Wallahi adzab Allah tidak bisa anda eliminir dan anda siasati !!

Sabtu, 4 April 2015 - 09:33 WIB
Anggota parlemen Mutashar Al-Samarrai mengatakan bahwa 400 rumah dan 500 toko di Tikrit telah dibakar sejak hari Kamis ( mungkin pembantaian besar-besaran ).
Hidayatullah.com—Kota Tikrit mengalami penjarahan besar-besaran setelah tentara pemerintah Baghdad dan pasukan Syiah menguasai kota itu yang sebelumnya diduduki kelompok ISIS/ISIL.
Hari Jumat kemarin Perdana Menteri Haider Al-Abadi meminta pasukan keamanan agar menangkap siapa saja yang melakukan pelanggaran hukum (penjarahan) di Tikrit dan meminta agar aparat menjaga harta benda dan fasilitas yang ada di Provinsi Shalahuddin tersebut ( Wallahi, tidak mungkin syi'ah berbuat baik kepada Ahlussunnah )
Para pejabat Muslim (Sunni) setempat mengatakan bahwa elemen dari pasukan keamanan yang nakal dan anggota pasukan paramiliter Syiah membakar rumah-rumah dan mencuri barang-barang dalam hitungan jam, setelah pemerintah Iraq pada hari Rabu lalu menyatakan bahwa pasukan pemerintah telah mengambil alih kota yang berpenduduk Muslim Sunni itu dari tangan kelompok ISIS/ISIL yang menguasainya sejak Juni tahun lalu.
Pimpinan Dewan Provinsi Shalahuddin, Ahmad Al-Karim, mengatakan bahwa anggota paramiliter yang diidentifikasi berasal dari kelompok bersenjata Syiah telah membakar “ratusan rumah” dua hari lalu, lansir Aljazeera Sabtu (3/4/2015).
Kota kami dibakar di depan mata kami. Kami tidak dapat mengontrol apa yang terjadi,” kata Karim hari Jumat.
Seorang anggota Dewan Provinsi lainnya, Khalid Al-Jassam, mengatakan bahwa pemerintah setempat memintan militan Syiah meninggalkan kota itu dan meminta agar militer dan polisi setempat dan federal yang menjaga kota tersebut.
Anggota parlemen Mutashar Al-Samarrai mengatakan bahwa 400 rumah dan 500 toko telah dibakar sejak hari Kamis.
Kemampuan untuk melindungi daerah-daerah Muslim (Sunni) dari serangan balas dendam dan tindakan kriminal merupakan tantangan bagi pemerintahan PM Abadi, sebab dia yang meminta pasukan militan Syiah untuk membantu pasukan pemerintah melawan ISIS/ISIL di kota itu, tulis Aljazeera. 
Pemerintah Iraq menyatakan kemenangannya atas kelompok ISIS/ISIL di Tikrit setelah selama sebulan bertempur di sana bersama tentara dan polisi setempat.*
http://www.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2015/04/04/67810/tikrit-alami-penjarahan-besar-besaran-pm-iraq-minta-pelaku-ditangkap.html#.VSDUt_msUXc


Kuasai Tikrit, Milisi Syiah Irak Jarah Dan Bakar Rumah Penduduk Sunni

Baru saja Perdana Menteri Haider Al Abadi mengumumkan kota Tikrit telah direbut dari milisi Negara Islam pada hari Selasa 31 Maret lalu dalam sebuah siaran televisi pemerintah., namun kota tersebut kini harus menghadapi huru-hara setelah ditinggal milisi ISIS.
Seperti diberitakan koresponden kantor berita Sky News Arab menyatakan bahwa sudah 3 hari berturut-turut terjadi pembakaran dan penjarahan di seluruh kota setelah mundurnya milisi ISIS dari Tikrit.
Anggota parlemen Sunni Tikrit menyebut milisi Syiah pemerintah yang ikut bersama membebaskan kota bertanggung jawab penuh atas huru-hara yang telah terjadi sejak hari Rabu (01/04) kemarin.
“Kota dibakar di depan mata kami. Kami tidak bisa mengontrol apa yang terjadi,” kata Ahmed al-Kraim seperti dikutip kantor berita Sky News Arab.
Sementara itu anggota parlemen Irak, Mutashar al-Samarrai, menyatakan sudah ada sekitar 400 rumah dan 500 toko yang dibakar atau dirampok sejak hari Kamis (02/04) kemarin. Padahal pemerintah Irak baru saja mengklaim kemenangan atas milisi ISIS di Tikrit setelah bertempur selama sekitar satu bulan lamanya.
Pemerintah sendiri telah mengerahkan tentara mereka di kota Tikrit untuk mendirikan pos-pos pemeriksaan di pintu masuk dan keluar kota agar mencegah penjarahan dan pembakaran yang dilakukan milisi Syiah, sesuai dengan perintah yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi.
“Akan tetapi upaya tersebut gagal untuk menghentikan pembalasan yang dilakukan oleh milisi Syiah Iran,” ujar komando lapangan di kota Tikrit.
Pemerintah sendiri mulai menggelar operasi militer merebut kota Tikrit sejak 28 Februari 2015 lalu. Ssekitar 30 ribu pasukan pemerintah dan milisi Syiah ikut bergabung dalam operasi tersebut(Skynewsarabia/Ram)
                                 Eksekusi mati anak kecil oleh milisi Syiah di Irak. (aljazeera)
                                   Sadis, Milisi Syiah Iraq Mutilasi Hidup-Hidup Warga Sunni
                                  Foto Tentara Irak Bantai Militan ISIS Tersebar
                                  








Adakah Ayat Al-Qur'an yang Mencela Sahabat?

Serial ulasan ke-19 atas buku "Akhirnya Kutemukan Kebenaran" dan penulisnya, Dr. Muhammad At-Tijani. Silakan baca serial ulasannya secara lengkap di sini:Akhirnya Kutemukan Kebenaran
Penulis (At-Tijani) berkata pada hal. 111 (dalam bukunya, “Akhirnya Kutemukan Kebenaran”) dengan judul “Pendapat al-Qur’an mengenai para sahabat”.
Sebelumnya, saya harus mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah memuji para sahabat Rasulullah di banyak tempat dalam al-Qur’an, mereka yang mencintai dan mengikuti Rasulullah…., inilah pembagian dari para sahabat yang mana umat Muslim mengetahui kedudukan mereka dari sikap mereka, perbuatan mereka terhadap Rasulullah, umat Islam mencintai mereka, memuliakan, dan mengagungkan, serta meridhai mereka setiap nama mereka disebut.
Dan pembahasan saya tidak berkaitan dengan pembagian sahabat ini, yang mana mereka mendapatkehormatan dan kedudukan dari sunnah dan syi’ah. Begitu juga –pembahasan saya- tidak berkaitan dengan bagian sahabat yang terkenal kemunafikannya, yang dilaknat oleh kalangan sunnah dan syiah. Akan tetapi pembahasan saya di sini berkaitan dengan pembagian para sahabat, yang umat Muslim berbeda pendapat mengenai mereka. dan al-Qur’an turun mengenai kecaman dan ancaman terhadap mereka di beberapa tempat (dalam al-Qur’an), yang mana Rasulullah memberi peringatan kepada mereka di banyak kesempatan atau berhati-hati terhadap mereka.
Aku katakan (Prof. Ibrahim Ar-Ruhaili): perkataannya ini tidak lepas dari kedustaan dan tadlis/ penipuan, karena ahlussunnah meyakini keadilan para sahabat seluruhnya. Adapun orang-orang munafik bukanlah termasuk dari kalangan para sahabat. Sahabat secara istilah adalah mereka yang berjumpa dengan Rasulullah dan beriman kepadanya dan mati dalam keadaan beriman[1]. Jadi, orang-orang kafir dan munafik keluar dari batasan para sahabat karena mereka tidak beriman kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam meskipun orang-orang munafik pada zaman Nabi menampakkan keislaman mereka.
Pembagian yang dia sebutkan di atas tidak lain selain aqidah Rafidhah, bukan ahlussunnah. Orang-orang Rafidhah/syiah-lah yang membagi para sahabat kedalam dua kelompok: uduul (sahabat yang adil) dankelompok murtad. Menurut mereka, para sahabat semuanya murtad dari Islam kecuali sedikit, tidak mencapai empat atau tujuh orang seperti disebutkan secara gamblang dalam beberapa riwayat mereka (syiah) yang masyhur, yang telah dinukil didepan (pada awal buku ini) dalam hadits tentang aqidah mereka terhadap para sahabat.[2]
Para Sahabat yang diyakini keadilannya oleh kedua kelompok (Sunni-Syiah) adalah beberapa orang sahabat yang dkecualikan oleh Syiah dari kelompok sahabat yang murtad. Sedangkan sahabat yang kedudukan mereka diperselisihkan adalah kelompok sahabat yang diyakini oleh Syiah kekafiran dan kemurtadan mereka. Adapun ahlussunnah tidak menyetujui pembagian ini dan tidak meyakininya. Para sahabat di mata mereka semuanya adalah adil.
Dengan kerusakan pembagian yang dia sebutkan ini, adalah lebih baik jika dia jujur dengan apa yang dia tuduhkan dan berlaku inshaf, untuk berkata setelah ini: “sesungguhnya saya akan membahas di  sirah (sejarah) pembagian sahabat ini, dan saya menetapkan kebenaran di dalamnya”. Akan tetapi dia menyebutkan pembagian ini kemudian menghukumi secara langsung dan melaknat kemudian berkata: “akan tetapi pembahasan saya di sini berkaitan dengan pembagian para sahabat, yang umat Muslim berbeda pendapat mengenai mereka. dan al-Qur’an turun mengenai kecaman dan ancaman terhadap mereka di beberapa tempat (dalam al-Qur’an), yang mana Rasulullah memberi peringatan kepada mereka di banyak kesempatan atau berhati-hati terhadap mereka.”
Maka nampaklah bahwasanya penulis (at-tijani) hanya ingin menggiring pembaca kedalam sikap Syiah dalam membagi dan menghukumi para sahabat. Bertentangan dengan mereka yang bersikap adil, inshaf (pertengahan), dan objektif dalam menghukumi. Dengan ini, telah dikemukakan hukumnya sesuai anggapannya (tijani) dalam sirah dan ihwal para sahabat. Dan Ia menyebutkan nash-nash yang dia anggap bahwa nash tersebut sesuai dengan yang dia tetapkan.
Kemudian penulis -meneruskan- penyebutan ayat-ayat yang dianggapnya bahwa ayat tersebut menyingkap keadaan para sahabat dan ayat yang turun mengenai kecaman dan celaan terhadap mereka.
Oleh: Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili (Guru Besar Aqidah pada Islamic Interntional University of Medina) dari buku Al-Intishar Li Ash-Shahbi Wa Al-Aal Min Iftira'ati As- Samawi Adh-Dhaal. Hal 296-312  
(Mahardy/lppimakassar.com)

[1] Ibnu Hajar, al-Ishabah, 1/7