Bhineka Tunggal Ika, kebhinekaan, pluralitas/pluralisme, dan toleransi adalah kata-kata popular yang muncul di berbagai media. Apalagi semenjak partai merah berkuasa – setelah (katanya) 10 tahun ‘puasa’[1] –, kata-kata tersebut menjadi jauh lebih sering dan nyaring. Apakah salah ?. Tidak sepenuhnya salah. Yang jadi salah (diantaranya) muncul kecondongan penafsiran kebhinekaan dalam bentuk pluralisme agama. Sebagaimana jamak diketahui, paham pluralisme sendiri sangat ditentang oleh Majelis Ulama Indonesia melaluifatwanya yang telah dirilis beberapa tahun silam.Alhamdulillah, banyak kaum muslimin Indonesia masih memegang fithrahnya menolak pluralisme agama. Banyak pula tokoh dan kiyai kita, terutama dari kalangan NU, yang memahami pluralisme hanya sekedar sikap sosial saling menghormati pemeluk agama lain tanpa meyakini eksistensi kebenaran majemuk semua agama. Hanya Islam agama yang benar. Sekali lagi, patut kita syukuri.