oleh Drs. Muhammad
Thalib
SYI'AH, sebuah orde agama yang tidak bisa
dipisahkan dari mut'ah (kawin kontrak). Benihnya mulai tumbuh pada akhir masa
kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq ra, tidak lama setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Ditanam dan dirawat oleh Abdullah bin Sabaí yang berasal dari keturunan Yahudi
dengan melemparkan dua isu. Pertama, setiap rasul memiliki pewaris kerasulan.
Sebagaimana Musa pewarisnya Harun, maka Muhammad pewarisnya Ali dan keturunan
tertentu dari Ali. Kedua, para imam dari keturunan tertentu tadi bersifat
maíshum. Karena itu, tiga orang khalifah sebelum Ali dianggap bukan pewaris
kerasulan Muhammad Saw. Maka, kekhalifahan mereka dianggap batal. (Hal. 5)
Mullah Fathullah Al Kasani, seorang ulama
Syiíah, dalam kitab tafsirnya Minhajus Shadiqin, hal 356, menyatakan :
'Menghalalkan nikah Mutíah, bahkan menurut doktrin Syiíah orang melakukan kawin
mutíah 4 kali derajatnya sama tingginya dengan nabi Muhammad Saw.' (Hal. 6)
Sebagaimana dikatakan ulama besar ahli
hadits Syiíah, Al Kulaini : 'Allah itu bersifat badaí yaitu baru mengetahui
sesuatu bila sudah terjadi. Akan tetapi, para imam Syiíah telah mengetahui
lebih dahulu hal yang belum terjadi.' (Ushulul Kaafi hal. 40). (Hal. 6)
Belum cukup dengan ucapan ini, mereka
menambahkan lagi kebohongan itu: 'Bahwa Rasulullah diciptakan dari cahaya
seluruh langit dan bumi dan beliau lebih afdhal dari semua (isi) langit dan
bumi, akan tetapi Ali diciptakan dari cahaya arasy dan SinggasanaNya, dan Ali
lebih agung dari 'Arasy dan SinggasanaNya. (Hal. 62)
Pertama
kali yang menyadari kejahatan Syi'ah adalah Ali bin Abi Thalib RA. Ia tak
pernah mundur setapakpun dari pendiriannya membeberkan perbuatan dan tingkah
laku para penyeleweng, pembangkang, yaitu kaum Syi'ah ini. (Hal. 136)
Sedangkan Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib
juga telah menyatakan: 'Demi Allah, setelah aku menyaksikan perilaku Mu'awiyah
ternyata jauh lebih baik dari mereka yang mengaku sebagai Syi'ahku. Mereka yang
mengaku sebagai pendukungku itu hendak membunuhku dan merampok harta bendaku.'
Ia berkata lagi: 'Aku mengenal kejahatan Rakyat Kuffah. Tak ada yang berguna
bagiku selama mereka menjadi perusak dan tidak bisa dipercaya. Mereka tidak
setia dalam kata dan perbuatannya, berjiwa munafik. Mereka menyatakan kesetiaan
tetapi juga menghunuskan pedangnya kepadaku.' (Hal. 139)
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam beberapa tahun
terakhir ini, aroma perseteruan antara aliran Ahlussunnah wal Jamaah (Sunni)
dan sekte Syiah kian memanas dan tidak terkendali. Banyak faktor yang menjadi
pemicunya, namun yang pasti peran Irakversus Amerika yang
menggulingkan Shaddam Husein dipastikan bagian dari konfrontasi fisik dan
psikis antara Sunni-Syiah, Iran menjadi sutradara dalam peran tersebut dan kini
bisa dilihat hasilnya, Syiah menjadi pemimpin di Irak yang notabenenya
negara Sunni. Puncaknya, pembantaian muslim-Sunni di Suriah oleh Syiah
Nushairiyah anutan Bashar Asad. Tak pelak lagi, negara Islam berpaham Sunni
bahu membahu untuk melepaskan mereka-mereka yang tertindas dan terzalimi oleh
Bashar dan antek-anteknya, pembantaian dengan ragam cara dan metode yang
semestinya hanya ada di zaman perunggu, kini tetap tersaji terus-menerus di
Suriah, dan dengan muda diketahui melalui informasi dan berbagai media
Internasional, baik cetak maupun elektronik.
Tanpa kecuali di Indonesia, sejak terjadinya revolusi
Iran tahun 1979, ideologi Syiah menyusup masuk ke kantong-kantong mahasiswa,
dan kini hasilnya terlihat dengan jelas, yang dulu mahasiswa, kini telah
menjadi intelektual dan pemikir serta penggagas sekte Syiah, Jalaluddin Rakhmat
dan Haidar Bagir hanyalasah dua di antara sekian banyak golongan intelektual
yang menjadi pelopor ajaran Syiah. Jika dulu para penganut sekte-Syiah masih
sembunyi dan malu-malu kucing, kini mereka dengan berani tampil ke hadapan
dengan bangganya, aneka ritual sesat mereka lakukan secara berjamaah dan
terbuka di berbagai tempat, seperti Hari Raya Syiah yang disebut Idul Ghadir,
atau ritual Asyura.
Oleh karena itu, penting untuk terus-menerus
membeberkan perbedaan mendasar antara ajaran Sunni dibandingkan dengan Syiah.
Slogan-slogan yang menyatakan bahwa Syiah dan Sunni sama-sama berada pada jalan
yang benar dan memiliki tujuan yang sama serta hanya berlainan kendaraan jelas
salah dan menyesatkan. Ahlussunnah alias Sunni memiliki jalan keselamatan yang
disebut Ash-Shirath al-Mustaqim, jalan yang lurus sedangkan Syiah
menyempal dari jalan itu. Karena menyempal, sudah pasti memiliki jalur,
kendaraan, dan tujuan yang berbeda.
Untuk menelanjangi akidah Syiah, kali ini saya
berpatokan kepada salah satu buku yang sangat layak dijadikan rujukan, ditulis
oleh seorang ulama muktabar Indonesia zaman ini, Drs Muhammad Thalib, judul
bukunya “Syiah Menguak Tabir Kesesatan dan Penghinaan terhadap Islam,
Cetakan: Yogyakarta, 2007”. Penulisnya sangat layak dikatakan ulama muktabar
karena keilmuan dan kepakarannya sudah terbukti. Yusuf Al-Qardhawi menyebut
bahwa syarat utama menjadi ulama adalah memiliki ilmu alat yang baik, bahkan
tidak hanya sekadar tau tentang bahasa Arab dan segala perangkapnya, melainkan
memiliki ‘dzauq’ yang dalam terkait bahasa Al-Qur’an itu, ditambah
ilmu-ilmu penunjang lainnya, seperti ilmu tentang Al-Qur’an, Hadis, Fikih,
hingga Sejarah, dan itu semua telah dimiliki oleh Muhammad Thalib.
Mari kita buktikan. Setau saya, sampai detik ini,
satu-satunya kamus tentang Al-Qur’an berbahasa Indonesia yang paling lengkap
dan mudah dipahami adalah “Kamus Kosa-Kata Al-Qur’an, Cara Praktis untuk
Mengetahui dan Memahami Kata-Kata dalam Al-Qur’an, Cetakan: Yogyakarta,
2008” karya Drs Muhammad Thalib. Jujur, kamus ini telah banyak membantu saya,
bukan hanya sebatas memahami ragama kosa kata dalam Al-Qur’an tetapi juga
berfungsi semacam ensiklopedi mini. Walaupun saya pernah menghafal Al-Qur’an
sampai khatam 30 juz sebanyak dua kali, tapi tetap saja saya kadang lupa
mengetahui tempat ayat-ayat tertentu. Misalnya, ayat yang berbunyi “Hunna
libasun lakum wa antum libasun lahunna”. Maka dengan muda didapat ketika
menggunakan Kamus Al-Qur’an di atas, cukup mencari kata berawalan huruf “Lam”—tapi
tetap saja pengetahuan tentang akar kata harus dimiliki, disebut Ilmu
Sharf—lalu cari kosa-kata “Labisa-libasan” maka ayat di atas pun
langsung dijumpai pada Surah Al-Baqarah [2]: 187. Lalu didapati bahwa makna
kata yang berakar dari “Labisa” bermacam-macam seperti, campur (QS. 2:
42; 6: 82), penenteram (QS. 2: 187), penenang (QS. 25:47; 78:10), pakaian (QS.
7:26; 44: 53), dan amal shalih (QS. 7:26). Tidak hanya itu, banyak ayat-ayat
terjemahan resmi Departemen Agama dianggap keliru oleh Muhammad Thalib, dan
kabar terakhir, mantan bimbingan Prof HAMKA dalam bidang penulisan dan
jurnaslistik itu sedang menyusun terjemahan Al-Qur’an bekerjasama dengan Depag.
Dipandang dari sudut mana pun, Muhammad Thalib adalah seorang ulama mujtahid
dan muktabar.
Tabir
Kesesatan Syiah
Sebenarnya, tidak susah membongkar kesesatan Syiah,
bagaimana pun sekte ini lahir setelah wafatnya Rasulullah sebagai nabi penutup
dari rangkaian nabi dan rasul-rasul sebelumnya. Itu artinya ajaran ini jika
ditilik dari segi logika pun bagi mereka yang punya akal dan dapat berfungsi
dengan baik akan mengambil kesimpulan bahwa ajaran dan aliran apa pun yang
tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah lalu dinisbahkan kepadanya merupakan
bagian dari bid’ah alias mengada-ada dalam agama, dan para
pelakunya hanya layak mendapatkan dua julukan: kafir atau sesat. Kafir, secara
sederhana bermakna keluar dari Islam sedang sesat, masih dalam Islam tapi beda
jenis laksana minyak dan air. Keduanya memiliki zat yang tak akan bersatu padu,
selamanya akan berpisah sebagaimana Sunni dan Syiah.
Untuk itulah tulisan-tulisan yang saya suguhkan
terkait kesesatan Syiah sangat sederhana dan dapat dipahami oleh segenap
golongan karena memang tujuan utamanya agar menjadi daya tangkal dari serangan
virus yang terus-menerus menyerang para muslim-Sunni dari berbagai lini.
Sederhananya, tulisan ini dapat menjadi penguatkan metabolisme tubuh dari
penyakit Syiah: resistensi. Sasarannya, jelas para Ahlussunnah,
kendati sangat bermanfaat bagi mereka yang telah terkena kangker ganas akibat
terlanjut kerasukan virus ganas Syiah agar kembali ke jalan benar Ash-Shirat
al-Mustaqim.
Nah, inilah yang membedakan dengan buku “Syiah
Menguak Tabir Kesesatan dan Penghinaan terhadap Islam” hasil goresan tinta
sang ulama muktabar. Betapa tidak, buku setebal 248 halaman ini benar-benar
menelanjangi Syiah dengan bersandar pada kitab-kitab para ulama
muktabar—menurut mereka. Metodologi penulisannya sangat bagus, penulisnya
memulai dengan menukil tulisan-tulisan para ulama Syiah lalu diulas kesesatannya
secara gamblang. Sekali lagi, keunggulan mantan murid Prof. H.M. Rasjidi ini
adalah kemampuannya dalam memahami bahasa Arab yang sangat bagus dibarengi
dengan segudang rujukan, bahkan majalah dan koran berbahasa Arab sekalipun tak
luput dari pantauannya.
Secara keseluruhan buku ini terbagi menjadi enam
bagian. Bagian pertama hanya terdiri dari satu bab, yaitu Syiah dan Zionisme
yang akan saya uraikan dalam satu artikel. Bagian kedua adalah ‘akidah Imamah
Syiah dalam tinjauan Islam’ yang berisi empat bab, meliputi perbedaan Imamah
dalam Islam sebagaimana yang dimaksud dalam Al-Qur’an, Hadis, dan
pendapat-pendapat para ulama dan ilmuan muslim seperti Ibnu Khaldun. Lalu
dipaparkan apa arti Imamah bagi sekte Syiah dengan mengutif dari
perkataan-perkataan para imam dan ulama mereka sendiri, lalu diakhiri dengan
uraian posisi Syiah menurut para ulama muktabar Ahlussunnah. Bagian ketiga,
berisi tentang penghinaan-penghinaan Syiah terhadap Islam. Bagian ini merupakan
yang terpanjang dalam buku ini, bermula dari halaman 67-130, dan berisi dua
belas bab. Dimulai dengan penghinaan Syiah terhadap Rasulullah, peran para
nabi, Ahlul Bait, putra-putri Nabi, Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husein,
dst. Paparan ini menyadarkan para pembaca bahwa sekte Syiah benar-benar biadab
karena mejadikan caci dan makian sebagai amalan wajib bagi mereka, hingga
manusia-manusia mulia sekalipun termasuk Nabi dan Ahlul Baitnya—yang
konon—dibela oleh mereka ternyata tak luput dari hinanaan, sebuah ajaran yang
kejahatannya melebihi iblis laknatullah sekalipun. Bagian keempat mengurai
provokasi Khomeini terhadap Islam yang berisi enam bab, sedangkan bagian
selanjunya mengungkap protes Dr. Ali Syariati terhaap Rasulullah yang selama
ini kita nilai sebagai intelektual yang mencerahkan, nyatanya menyesatkan,
bagian terkahir terdiri dari dua bab, yaitu menguak tabir strategi propaganda
Syiah, dan kiat mematahkan retorika Syiah. Buku ini ditutup dengan beberapa
lampiran penting, sang penulis yang pernah ikut khalaqah di Masjidil Haram ini
melampirkan beberapa tulisan-tulisan dari kitab Syiah yang diyakini mereka
sebagai bagian dari Al-Qur’an.
Di antara cara Syiah menghina Nabi Muhammad adalah
dengan cara mengecilkan peran beliau dibandingkan dengan Imam Ali ra, sebagai
contoh. Konon Ali pernah berkata—sebagaimana dikutif dari kitab Al-Usul
Minal Kafi, Kitabul Hujjah, halaman 196-197. “Aku diserahi
Allah untuk menentukan surga dan neraka bagi setiap orang. Aku adalah al-Farouq al-Akbar, pemilik
tongkat dan Maisam. Seluruh malaikat dan rasul telah berikrar kepadaku seperti
yang mereka ikrarkan kepada Rasulullah. Aku telah mengangkat beban seperti yang
dilakukan Tuhan, kalau Rasulullah berdakwah dan memberi pakaian, maka aku pun
demikian.” (hlm. 68). Berikut perkataan Imam Khomeini sebagaimana yang dikutif
dari Harian Ar-Ra’yul’am terbitan Kuwait edisi 30 Juni 1980
dan Majalah Al-Mujtama’ juga terbitan Kuwait edisi 8 Juli 1980.
Pernyataan Khomeini disampaikan pada Peringatan Hari Kelahiran
Al-Mahdi, 15 Sya’ban 1400 H. Katanya, “Semua Nabi diutus untuk menanamkan
dasar-dasar keadilan di dunia ini, tetapi mereka tidak berhasil. Nabi Muhammad
sendiri sebagai penutup para nabi yang datang untuk memperbaiki tatanan hidup
umat manusia dan menegakkan keadilan, juga tidak berhasil.” Pernyataan sang
diktator di atas merupakan penjabaran dari pernyataan sebelumnya, dalam kitab Al-Hukuma
Al-Islamiyah, Khomeini berfatwa, katanya, Adalah merupakan hal yang pasti
dalam mazhab kami, bahwa imam-imam kami mempunyai kedudukan yang tidak bisa
dicapai baik oleh malaikat yang terdekat kepada Allah [muqarrabin]
maupun oleh seorang nabi yang diutus Tuhan. (hlm. 133).
Menelaah pernyataan di atas, maka dengan muda
kita dapat mengambil kesimpulan, Imam Syiah berjumlah dua belas itu yang
diakhiri oleh Imam Mahdi Al-Muntadzar memiliki kedudukan lebih tinggi yang
tidak dapat dicapai oleh malaikat dan para nabi; semua nabi yang pernah diutus
hanya mengalami kegagalan, tak terkecuali Rasulullah dan, orang yang akan
berhasil meratakan keadilan di seluruh dunia ini dan membereskan tugas para
nabi adalah Imam Mahdi Al-Muntadzar alias imam sekte Syiah yang
dinanti-nantikan itu, konon ia telah mati-ghaib (in absential) dan akan
kembali hidup.
Demikianlah di antara sekelumit kekonyolan sekte Syiah
yang terdapat dalam buku “Syiah Menguak Tabir Kesesatan dan
Penghinaan terhadap Islam”. Untuk lebih komplitnya, silahkan rujuk pada
bukunya. Sekali lagi, sekte Syiah sangat mudah dimentalkan argumen dan
alibinya, bukan saja karena aliran ini tidak masuk akal, tetapi segala bentuk
kesesatan telah menyatu dalam ajarannya. Maka tidak salah jika Menteri Agama,
Dr. Suryadarma Ali menegaskan bahwa Syiah adalah sesat dan menyesatkan karena
bertentangan dengan ajaran Islam yang hakiki. Ketua Umum PPP itu
berpedoman pada hasil Rakernas MUI pada 7 Maret 1984 di Jakarta yang
merekomendasikan umat Islam Indonesia agar waspada terhadap menyusupnya paham
syiah dengan perbedaan pokok dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah serta Kementerian
Agama RI yang pernah mengeluarkan surat edaran no D/BA.01/4865/1983 pada 5
Desember 1983 tentang golongan Syiah dan menyatakan bahwa Syiah tidak sesuai
dan bahkan bertentang dengan ajaran Islam. Bagi saya, sekte Syiah
dipandang dari sudut mana pun yang terpancar hanyalah mata Dajjal yang memberi
cahaya sesaat namun menyesatkan untuk selamanya. Wallahu A’lam!(Ilham
Kadir/lppimakassar.com)
Telah
Terbit Buku Khilafah & Imamah
Alhamdulillah,
kembali kami menghadirkan satu buku yang bermutu dari buku-buku para ulama
ahlusunnah. Kali ini adalah buku karya tulis Syaikh Mohammad Salem Al-Khider
dari Kuwait.
Buku
ini sangat penting untuk memahamkan masyarakat dan pejabat tentang kebatilan
ajaran Syiah, menetapan bahwa pokok ajaran Syiah bukanlah dari Islam. Khulafah
dan Imamah yang merupakan ajaran inti Syiah ternyata hanyalah khurafat yang
dikait-kaitkan dengan al-Quran dan al-Sunnah.
Banyak
ayat Kitab Suci al-Quran dan Hadist-hadist Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-
dijadikan oleh Syiah sebagai pembenar bagi ajaran mereka, padahal setelah
diteliti ternyata itu semua tipuan dan syubhat, kerancuan berfikir setelah
kekacauan akidah.
Maka
Syaikh Mohammad Salem al-Khidher membongkar permainan Syiah dan meluruskan
kembali ayat-ayat al-Quran dan Hadist-hadist Nabi SAW sesuai dengan jalurnya
yang benar.
Buku
ini akan menjadi lengkap jika digabung dengan buku “Al-Qur’an dan Ahlulbait,
Syarah Hadist Tasaqalain Mendudukkan Posisi Ahusunnah dan Syiah” Karya guru
kami al-Ustadz Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag.