Wednesday, October 29, 2014

Cuplikan berita dari Umat Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam di berbagai Negara


BUMISYAM | Malang – Tokoh NU Jawa Timur yang juga pimpinan Yayasan Al-Bayyinah, Habib Zein Al-Kaff mendesak agar Jalaluddin Rahmat diusir dari Bandung karena dianggap meresahkan umat dengan ajaran sesat Syiahnya.
“Harusnya Jalaluddin Rahmat itu diusir dari Bandung, baru warga Bandung bisa dianggap cinta kepada Rasulullah. Usir Jalal dari Bandung!” tegas Habib Zein Al-Kaff kepada wartawan ketika ditanya peran Jalal yang menyebarkan ajaran Syiah sejak dahulu di Bandung, usai deklarasi nasional tolak aliran sesat dan bangkitnya komunis di mahad Al-Firqotun An-Najiyah Karang Ploso, Malang hari Minggu kemarin (26/10).
Terkait terpilihnya tokoh Syiah asal Bandung ini di parlemen, Habib Zein mengkritisi internal umat Islam yang terlalu membiarkan Jalal bergerak dan berbicara.
“Ini yang salah kita umat Islam membiarkan dia bergerak dan berbicara harusnya jangan diberi kesempatan kepada dia di media. Harusnya kita memilih pemimpin Islam, tapi umat malah memimpin tokoh seperti Jalal yang Syiah itu,” ujar ulama sepuh yang sangat gencar membentengi umat dari ajaran sesat syiah tersebut.
Habib Zein Al-Kaff juga menyatakan bahwa dirinya tidak sudi bertemu untuk berdialog dengan Jalaluddin Rahmat karena menurutnya tidak ada gunanya berdialog dengan Jalal.
“Saya tidak sudi bertemu dengan Jalal, kalau dia ketemu saya ngajak bicara bisa-bisa dia saya gaplok. Kalau mau suruh dia datangin gurunya dari Iran baru saya mau dialog,” tandas tokoh NU Jawa Timur ini.[kbs01/bumisyam]

Salafi Mesir Menolak Nyatakan Islamic State sebagai Organisasi Teroris [?]
Senin, 4 Muharram 1436 H / 27 Oktober 2014 09:41 WIB
Partai National Salafi  Mesir melalui  Yousry Hammad, wakil presiden partai, baru-baru ini menolak untuk menyatakan  Negara Islam sebagai organisasi  “teroris”.
“Saya berharap bahwa  para  ulama [ulama Islam dan ahli hukum] merespon keyakinan dan metodologi Negara Islam yang banyak menyita perhatian banyak pemuda  Islam. “
Dia menambahkan bahwa ia tidak percaya sepenuhnya  dengan laporan  berita berita buruk mengenai Negara Islam , ia mengatakan , “Kaum sekuler  tidak pernah gagal untuk mendistorsi segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam.”
Pemimpin Salafi Mesir itu mengatakan, “Jika mereka [Negara Islam] adalah benar, saya meminta agar Allah memuliakan Islam di tangan mereka; dan jika mereka salah, Allah akan mendatangkan ketidakadilan melawan ketidakadilan, membawa mereka melawan ketidakadilan Syiah Irak dan sekutu-sekutunya, dan Bashar dan sekutu-sekutunya … ”
http://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/salafi-mesir-menolak-islamic-state-sebagai-organisasi-teroris.htm

 Abu Mohammad Al-Maqdisi: Menentang Perang Salib di Timur Tengah
 [ hati-hati terhadap pemikiran dan tulisannya. tanyakan kepada ahlinya ]
AMMAN - Pemerintah Jordania mengambil langkah sangat hati-hati dengan menahan seorang tokoh jihadis, Abu Mohammad al-Maqdisi. Al-Maqdisi ulama jihadis yang sangat berpengaruh, dan sikapnya sangat menentang hegemoni Amerika di Timur Tengah.
Penahanan terhadap al-Maqdisi ini sebagai langkah pemerintah Jordania, mengantisipasi semakin membanjirnya dukungan kepada kelompok jihadis, terutama ISIS melalui internet.
Tindakan pasukan keamanan Jordania menangkap tokoh jihadis yang sangat berpengaruh ini, Abu Mohammad al Maqdisi, karena dituduh melakukan kampanye 'terorisme' melalui internet, dan mendapatkan dukungan yang sangat luas, kata sumber keamanan di ibukota Jordan, Amman.
Para pejabat keamanan Jordan, mengatakan Maqdisi diperintahkan untuk ditahan selama 15 hari, dan Al-Maqdisi dipanggil untuk diinterogasi oleh jaksa keamanan negara. Al-Maqdisi didakwa dengan tuduhan telah menggunakan internet untuk mengkampanyekan dan menghasut mendukung organisasi-organisasi teroris dan kelompok jihad.
Ulama yang sangat terpandang di Jordania, dipandang sebagai mursyid (pembimbing) spiritual dari pemimpin kelompok Al-Qaidah di Irak, Abu Musab Al-Zarqawi, dan kalangan think tank di akademi militer West Point (AS), menilai, Al-Maqdisi sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia Arab, saat ini.
"Al-Maqdisi tak lama ditangkap, dan kemudian muncul di kantor kejaksaan dan diinterogasi," kata seorang sumber keamanan kepada Reuters. Al-Madisi dalam beberapa bulan terakhir telah mengkritik ISIS. Namun, Al-Maqdisi berubah sikap dan bersimpati kepada ISIS, bersamaan dengan serangan udara AS terhadap kelompok ISIS di Irak dan Suriah.
Meskipun Al-Maqdisi tidak secara terbuka mengkritik pemerintah Jordania dan beberapa negara Teluk dipimpin oleh Arab Saudi yang bergabung dalam koalisi AS yang memerangi ISIS. Al-Maqdisi menggambarkannya sebagai Perang Salib melawan Islam. Kritikan terhadap pemerintah Jordania dan Arab serta sejumlah negara Teluk, yang ikut memerangi ISIS, membuat pemerintah Jordania terganggu.
"Jangan bersukacita ketika salah satu saudara kita menderita akibat agresi tentara Salib," kata Maqdisi dalamnya suratnya terakhir.
Betapapun Al-Maqdisi sangat marah dengan dunia Arab yang sekarang ini membantu AS memerangi ISIS, dan bahkan membiarkan Muslim Sunni dihancurkan oleh tangan AS dan Arab, dan memberi kemenangan kepada Syi'ah, seperti yang terjadi di Yaman.
Al-Maqdisi menghabiskan masa lima tahun di sebuah penjara di Jordania karena dituduh mendukung kelompok jihadis di berbagai negara, dan baru dibebaskan pada Juni lalu. Beberapa pejabat Jordania menyarankan agar pihak berwenang, yang sangat takut terhadap kelompok jihadis, membiarkan para jihadis melintasi perbatasan Jordania menuju Suriah, dan membebaskan Al-Maqdisi demi kepentingan keamanan Jordania.
Al-Maqdisi mengkritik proklamasi ISIS yang mendirikan Khilafah, dan mengatakan itu hanya memperdalam pertikaian diantara kelompok-kelompok jihad. Meskipun sekarang sesudah serangan udara AS dan koalisi Arab terhadap ISIS, al-Maqdisi berubah pendirian, dan berbalik menyerang negara-negara Arab yang berkoalisi dengan AS.
Namun, fihak keamanan pemerintah Jordania mulai mengkhawatirkan, ketika al-Maqdisi dan para ulama lainnya di seluruh wilayah Timur Tengah, berjuang  menengahi konflik diantara kelompok jihadis, dan mencoba menghentikan konflik, sejak  awal bulan lalu. Ini dipandang akan menguntungkan kelompok jihadis.
Pemerintah Arab, sangat mengkawatirkan langkah al-Maqdisi berserta ulama lainnya, yang mencoba dengan sungguh-sunggun ingin mengakhiri konflik di antara para kelompok jihadis, ungkap sebuah sumber yang dekat dengan keamanan Jordania.
Para pemimpin Arab yang sudah ikut dalam koalisi dengan AS, tidak ingin melihat adanya persatuan diantara kelompok mujahidin. Usaha-usaha melemahkan mereka terus dijalankan. Dengan cara mengadu-domba, sampai terjadi perang diantara kelompok jihadis.
Pemerintah Jordania bukan hanya menahan Al-Maqdisi, tapi juga melakukan penangkapan besar-besaran terhadap sejumlah ulama dan aktifis di Jordania yang cenderung simpati kepada ISIS. Meskipun dukungan mereka baru sebatas melalui internet. 
Seorang diplomat dan pejabat di Jordania mengatakan, dalam dua bulan terakhir, dinas intelijen Jordania telah memperketat keamanan di sekitar zona sensitif pemerintah dan meningkatkan pengawasan terhadap kelompok-kelompok yang dituduh sebagai 'fundamentalis'.
Sejak Raja Husien berkuasa, Jordania menjadi sekutu utama AS. Hubungan bilateral dengan Zionis-Israel pun dibuka. Sekarang Jordania, dipimpin Raja Abdullah, anak dari Raja Husien, dan meneruskan kebijakan pemerintahannya yang pro-AS.
Jordania yang separuh penduduknya warga Palestina sangat berhati-hati dan selalu mengambil langkah keras, terutama menghadapi kelompok-kelompok Islam yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah Jordania, termasuk Jamaah Ikhwanul Muslimin.
Tapi, bersamaan dengan perkembangan regional, dan munculnya gerakan jihad yang bermula dari invasi AS di Irak, lahir kelompok-kelompok jihadis di Timur Tengah. Sekarang ribuan warga Jordania yang ikut terjun ke medan jihad di Suriah dan Irak.
Ini tidak telepas dari peran tokoh jihadis, di antaranya Al-Maqdisi. Inilah konsekuensi dari tindakah invasi AS di Irak, yakni melahirkan kelompok jihad. Sejak AS meninggalkan Baghdad, maka berikutnya terjadi perang antara kelompok Sunni dan Syi'ah.
AS sudah mencoba membuat skenario dengan melengserkan Perdana Menteri Irak, Nuri Al-Maliki, yang sangat fanatik, dan digantikan Haedar Al-Abadi dan mengakomodasi kelompok Sunni dalam pemerintahannya. Tapi ini tidak menghentikan perang yang sudah berkecamuk antara Sunni-Syiah di Irak dan Suriah. Karena akar konflik sudah sangat dalam.
Sekarang, justru negara-negara Arab Sunni berkolaborasi dengan AS dan Syiah, ikut menghancurkan Muslim Sunni. Karena para pemimpin Arab melihat kelompok-kelompok Sunni, yang sekarang membentuk kelompok-kelompok jihad yang bertujuan membebaskan negara-negara Arab Islam dari ancaman perang Salib, mengancam kekuasaan mereka.
Raja, Pangeran, dan Perdana Menteri, semua mereka takut kehilangan kekuasaan, sehingga bergabung dengan koalisi pimpinan AS. Mereka menjadi alat AS, dan memerangi saudara mereka sendiri Muslim. Wallahu'alam.



Saturday, October 25, 2014

Berita terkait Yaman

October 24, 2014   
Video – Mengapa Namer al Namir divonis mati ?!
gensyiah:
video ini adalah bukti dari pada dosa-dosa tokoh syiah saudi ini, sehingga dia dijatuhi hukuman mati.
diantara dosa-dosanya:
1. menghina para sahabat Nabi
mengkafirkan Abu Bakar dan Umar karena dianggap merampok khilafah dari Ali
Muawiyyah memerangi Ali
menuduh umar menyeret Ali, mematahkan tulang rusuk sayyidah fatimah
meyakini abu bakar, umar, usman, aisyah, muawiyah di neraka
2. menuntut diberlakukan pemerintah Syiah (wilayatul Faqih) di saudi bahkan di seluruh negara islam
3. menghina amir Naif , menghujat pemerintah
4. membuat kekacauan di Qathif

qabanji dari Irak mengancam Saudi karena vonis mati al-Namir
GenSyiah: syaikh syiah Irak Shadruddin al-Qabanji dalam khutbah jumat lalu di Najaf mengatakan : pemerintah saudi telah melakukan kesalahan besar. vonis mati atas syaikh namir ibarat saudi menggali kuburannya sendiri dengan tangannya. lalu dia mengancam dengan mengatakan: saudi dan antek-anteknya, jangan kalian merasa aman!
dia menyebut vonis mati atas namir adalah zhalim.dia mengingatkan bahwa Hijaz akan digoncang dengan kebangkitan baru, serta gempa!
perlu diketahui bahwa Namir adalah provokator untuk memisahkan diri dari saudi yang mengakibatkan terbunuhnya puluhan petugas keamanan di kota al-awamiyyah dan qathif, namun Saudi arabia memperlakukan keluarga Namir dengan baik.

Iran dan Hizbullat mengancam saudi bila menvonis mati tokoh Syiah Namir al-Namir
16 oktober 2014
GenSyiah: Teheran meminta Riyadh agar tidak menvonis mati ulama Syiah Saudi Namir al-Namir (55 tahun) yang ditangkap dengan tuduhan menyulut fitnah dan perberontakan kepada kerajaan saudi arabiya.
Rabo 15 Oktober  Pengadilan Riyadh menvonis mati al-Namir dengan tuduhan menyulut api sektarian dan pemberontakan kepada kerajaan.
tahun 2009 al-Namir menyerukan pemisahan wilayah Qathif dan Ahasa` dari saudi dan bergabung dengan Bahrain seperti zaman dulu. lalu tertangkap pada juli 2012.
wakil menlu Iran Husain Amir allahyan mengatakan: jika benar vonis mati untuk Syaikh Namir maka akan ada reaksi umat islam dan penolakan dunia.” dia minta agar dikaji ulang agar tidak menambah ketegangan.”
sementara Hizbullata menanggapi dengan mengatakan: itu hukum zhalim, tidak legal. langkah yang sangat membahayakan.” dia meminta pemerintah saudi mencabut, dan lembaga HAM internasional agar menekan Saudi.”
October 21, 2014   
 gensyiah: vonis mati Namir al-Namir membawa korban.
Syaikh Syiah Hasan Farhan al-Maliki, memprotes pemerintah saudi atas vonis mati tersebut.
sementara sebelumnya telah diketahui, bahwa hasan almaliki mengucapkan selamat atas keberhasilan yaman membuat onar di yaman, dan al-maliki telah terkenal kebencian dan permusuhannya kepada Sahabat Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-, maka pemerintah saudi menangkap hasan farhan almaliki.
Syaikh Dr. Abdurrahman al-Dimisyqiyyah menyebutkan bahwa protes almaliki atas putusan pengadilan saudi dan ucapan selamat atas kejahatan milisi al-Khutsiyyin yaman, kedua hal ini menjadi sebab ditangkapnya almaliki.
September 8, 2014   
SYIAH: ISIS TDK BISA DIBASMI SEBELUM ABU BAKAR DAN UMAR RADHIYALLAHU ANHUMA DIBASMI!
para pengunjung coba anda perhatikan dan anda pikir logika orangs syiah imamiyyah rafidhah ini, yang diindonesia menyamar menjadi madzhab ahlulbait, dia mengatakan bahwa isis yang teroris itu tidak bisa dihancurkan jika biangnya tidak dihancurkan. Yang dimaksud dengan biang teroris oleh syiah adalah khalifah abu bakar alshiddiq dan khalifah umar radhiyallahu anhuma.
Yasir alkhabits ini mengajak untuk merubah masyarakat pengikut Abu Bakar menjadi rafidhah abrar!!!
Kaum rafidhah yag meyakini mushhaf usmani yg ada ini tidak asli, dan meyakini sayyidah aisyah istri nabi shalallahu alaihi wasalam sebagai pezina ahli neraka, dan meyakini yg mencintai abu bakar dqn umar kafir, dijuluki oleh yasir khabits dengan abror (shalih) sementara abu bakar dan umar radhiyallahu anhuma disebut biang penjahat?
Ya allah perlakukan dia dengan keadilanMu, tunjukan kepada kami adzabMu kepadanya.
Wahai orang muslim sadarlah. Musuh sebenarnya adalah syiah rafidhah.
www.gensyiah.com



Hubungan Pernikahan Antara Ahlu Bait dan Keluarga Umar bin Khattab

Keluarga Ahlu bait Nabi shalallahu 'alaihi wasallam memiliki hubungan yang sangat dekat dengan keluarga Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, bahkan terjadi perkawinan diantara dua keluarga tersebut yang mana hal ini menunjukkan bahwa Umar beserta keturunannya termasuk orang yang mulia.
Kitab-kitab biografi para tokoh dan kitab-kitab nasab menunjukkan kepada kita adanya beberapa  hubungan perkawinan antara keluarga Nabi dengan keluarga Umar bin Khattab, yang paling menonjol adalah pernikahan antara Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam sendiri dengan Hafsah putri Umar.
Pernikahan yang penuh berkah ini terjadi pada tahun 3 Hijriyah, setelah suami Hafsah mati syahid di perang Badar, dan pernikahan tersebut berlangsung hingga Rasulullah wafat.
Adapun pernikahan kedua adalah pernikahan Umar bin Al-Khattab dengan putri Ali dengan Fatimah binti Rasulillah yang Ummu Kultsum cucu Nabi shalallahu 'alaihi salam.
Ummu Kultsum ini lahir tatkala Nabi masih hidup tepatnya tahun 6 Hijriyah dan dinikahi oleh Umar sebelum tahun 20 Hijriyah.
Ketika Ali bin Abi Thalib (ayahnya) terbunuh, Ummu Kultsum berkata : "Mengapa aku dengan shalat subuh !!", maksudnya suaminya Umar bin Khatab yang terlebih dahulu menjadi Khalifah juga terbunuh ketika shalat subuh oleh seorang majusi bernama Abu Lu'lu'ah. Sedangkan ayahnya dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam juga dalam shalat subuh. Dan Allah pun berkehendak bahwa anaknya yang bernama Zaid bin Umar bin Khattab juga meninggal tatkala waktu subuh. Bahkan dia juga meninggal dunia bersama putranya di saat yang sama hingga orang-orang tidak mengetahui mana yang lebih dahulu meninggal.
Ummu kultsum juga dinikahi oleh Auf bin Ja'far bin Abi Thalib setelah Umar mati syahid, kemudian Auf meninggal dunia, dan Ummu Kultsum dinikahi oleh saudara Auf yang bernama Muhammad. Kemudian Muhammad meninggal dan Ummu Kultsum dinikahi saudaranya yang lain yang bernama Abdullah bin Ja'far hingga akhirnya Ummu Kultsum meninggal di sisinya.
Dulunya Ummu Kultsum berkata: "Saya malu kepada Asma' binti Umais karena dua anaknya sudah meninggal di sisiku, aku mengkhawatirkan anaknya yang ketiga." Kemudian Ummu Kultsum meninggal dan tidak melahirkan satu anak pun untuk mereka.
Adapun pernikahan ketiga antara keluarga Umar dan Ahlu bait Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam terjadi pada generasi kelima, yaitu antara Al-Husain bin Ali bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib dengan Juwairiyyah binti Khalid bin Abu Bakar bin Abdillah bin Umar, sebagai bentuk pengukuhan atas kasih sayang dan kecintaan para pendahulunya.

Dinukil dari majalah Al-Umm edisi 10 vol.II oleh Ust. Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag.


Sunday, October 19, 2014

Amnesti Internasional: Milisi Syiah Lebih Kejam dari ISIS

http://www.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2014/10/18/31560/lakukan-pembantaian-amnesti-internasional-milisi-syiah-lebih-kejam-dari-isis.html

Di saat seluruh dunia berfokus menyerang gerakan Daulah Islamiyah Iraq wa Syam (DAIS) atau sering disingkat ISIS atau ISIL, lembaga hak asasi manusia (HAM) Internasional menemukan banyak korban warga Sunni jadi korban pembantaian milisi Syiah.
Dalam satu laporan bertajuk “Absolute Impunity: Militia Rule in Iraq” yang diterbitkan hari Selasa 14 Oktober 2014, lembaga HAM internasional berbasis di London, Amnesti Internasional (AI) menemukan banyak korban diculik dari rumah mereka, tempat kerja atau pos-pos pemeriksaan.
Mereka kemudian ditemukan tewas, kebanyakan dengan tangan terborgol dan ditembak di belakang kepala.
Laporan AI diperoleh dari keluarga korban dan saksi yang telah dikuatkan oleh Departemen Kesehatan, di mana ditemukan dalam beberapa terakhir mereka telah menerima puluhan mayat laki-laki tak dikenal dengan luka tembak di kepala dan sering dengan kondisi tangan mereka diikat dengan logam, tali plastik, atau kain.
Menurut AI, pola pembunuhan dilakukan secara disengaja, sebagaimana gaya eksekusi. Beberapa korban tewas bahkan setelah pihak keluarga telah membayar uang tebusan.
Beberapa keluarga mengatakan kepada AI bagaimana mereka telah menerima panggilan dan ditakuti dan ancaman pihak penculik dengan meminta uang tebusan puluhan ribu dolar AS, tapi akhirnya tetap saja dibunuh.
“Aku memohon teman-teman dan kenalan untuk meminjam uang tebusan guna menyelamatkan anak saya, tapi setelah saya bayar mereka justru membunuhnya dan sekarang saya tidak punya cara untuk membayar kembali uang yang saya pinjam,” ujar seorang ibu sebagaimana dikutip AI dalam laporannya.
Menurut AI, puluhan korban lainnya kini masih dinyatakan hilang. Pihak amnesti juga telah mendokumentasikan puluhan kasus penculikan dan pembunuhan di luar hukum oleh milisi Syiah di wilayah Baghdad, Samarra dan Kirkuk.
Mayoritas korban ditemukan tewas tertembak di belakang kepala dengan tangan terborgol
mengutip anggota milisi Syiah Asa’ib Ahl al-Haq, salah satu milisi terbesar di Iraq, bertugas di pos pemeriksaan di utara Baghdad, mengatakan, “Jika kita berhasil menangkap “anjing itu” (Sunni) turun dari Tikrit kita mengeksekusi mereka; di daerah-daerah mereka semua bekerja dengan DAIS/ISIS.Mereka datang ke Baghdad untuk melakukan kejahatan teroris. Jadi kita harus menghentikan mereka,” ujarnya dikutip laman www.independent.co.uk.
Amnesti juga menuduh milisi Syiah Iraq sengaja memanfaatkan perang melawan ISIS justru untuk membantai warga sipil Muslim Sunni di seluruh Iraq.
Menurut AI, milisi Syiah –di antaranya Brigade Badr dan Mehdi—di mana mereka justru mendapat dukungan pemerintah Iraq (terutama saat Iraq diperintah PM Nuri al-Maliki), termasuk menyediakan senjata, melawan ISIS.
Namun kenyataan milisi Syiah dinilai lebih suka membunuh warga sipil Muslim Sunni yang tak bersenjata. Mereka beroperasi di luar kerangka hukum dan tanpa pengawasan resmi. Mereka menyebabkan peningkatan pelanggaran hukum serius di Iraq.
“Mereka kejam. Mereka memicu konflik sektarian dengan kedok memerangi terorisme,” ujar Donatella Rovera, panasehat senior AI.
“Mereka lebih suka menghukum Muslim Sunni atas kebangkitan ISIS,” lanjut Rovera.
Menurut AI, milisi Syiah terus beroperasi dengan berbagai tingkat kerjasama dengan pasukan pemerintah, mulai persetujuan secara diam-diam, terkoordinasi, bahkan operasi bersama.
Meski demikian, PM Haidar al-Abbadi tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah kekejian yang diperlihatkan milisi Syiah saat ini. (hidayatullah.com)

Apakah Setiap Orang yang Keluar dari Ketaatan Penguasa Disebut Khawarij?

http://www.kiblat.net/2013/05/22/apakah-setiap-orang-yang-keluar-dari-ketaatan-penguasa-disebut-khawarij/
KIBLAT.NET – Khuruj atau keluar dari ketaatan terhadap penguasa Islam menjadi topik menarik dalam wacana Siyasah Syar’iyyah(Politik Islam). Ia merupakan bentuk protes dan perlawanan terhadap penguasa. Perwujudannya bisa beragam, mulai dari menolak baiat (janji setia) terhadap Imam, melepas baiat yang telah diikrarkan, hingga pemberontakan. Meski demikian para ulama lebih sering menyebut istilah Khuruj sebagai sebuah pemberontakan.[1]
Latar belakang dan motivasinya juga beragam, karenanya, Abdullah bin Umar Sulaiman Ad-Dumaiji termasuk yang tidak setuju menghukumi kelompok penentang (al-khaarijun) secara mutlak dengan hukum tertentu (khos), tanpa terlebih dahulu dilihat apa latar belakang dan motivasi sebuah pemberontakan dilakukan. Hingga menurutnya perlu dikembalikan pada lima dasar hukum dalam Islam, yakni haram, makruh, mubah, sunnah, dan wajib. [2]
Karenanya, untuk mencapai kesimpulan lima dasar hukum di atas diperlukan kajian secara teliti dan obyektif. Untuk itu diperlukan pendefinisian secara tepat tiga unsur utama, Al-Khaarijun (kelompok yang khuruj), Al Makhruj Alaih (Penguasa), dan Wasilatul Khuruj (sarana khuruj). Ketepatan mendefinisikan tiga unsur di atas tentu sangat urgen untuk beroleh sebuah konklusi hukum yang tepat pula.
Unsur penguasa misalnya, ia tidak akan lepas dari tiga kategori: Imam adil, Imam Ja’ir/zalim (maksiat) dan Imam Murtad (kufran bawwahan). Penegasan status kategori di atas menjadi penting karena akan memengaruhi status hukum Al-Khaarijun (kelompok penentang). Khuruj terhadap Imam Adil misalnya, tentu tidak bisa disamakan dengan Khuruj terhadap Imam Murtad (kufran bawwahan).
Kelompok penentang dan sikap terhadap mereka
Dua amal yang secara lahiriah tampak identik atau bahkan sama persis tidak menjamin kesamaan niat, motivasi, dasar pijakan dan juga muara akhir. Dalam konteks perlawanan terhadap penguasa misalnya, tidak bisa disamakan antara perlawanan Husein bin Ali terhadap Yazid dengan perlawanan Khawarij terhadap Ali bin Abi Thalib. Ulama mengklasifikasikan kelompok penentang penguasa Islam sekurang-kurangnya menjadi empat kategori, yakni Khawarij, Al Muharabun, Bughat dan Ahlul Adl.
Pertama, Khawarij. Sebagaimana diketahui, khawarij merupakan sekelompok orang yang melakukan pemberontakan terhadap Imam Adil Ali bin Abi Thalib. Pemberontakan dipicu oleh penolakan mereka terhadap Tahkim antara kubu Ali bin Abi Thalib dan kubu Mua’wiyah.
Mereka digambarkan sebagai kelompok yang bersahaja namun tidak berilmu. Akibatnya, mereka terlalu gegabah dalam menuduh selain kelompoknya sebagai kafir. Hal ini berangkat dari logika sederhana mereka bahwa orang muslim tidak mungkin maksiat. Barang siapa maksiat berarti bukan muslim. Konyolnya, maksiat itu sendiri diukur atas persepsi (ra’yu) mereka, hingga apa yang dilakukan oleh Ali bin Thalib dan sahabat lain dipandang sebagai maksiat karenanya telah keluar dari Islam. Berikutnya, kelompok ini berkembang menjadi kelompok ideologi yang memiliki prinsip-prinsip (mabadi’) Aqidah menyimpang. Yang paling menonjol adalah sikap pengkafiran terhadap pelaku maksiat dan pandangan wajib memberontak kepada Imam Ja’ir.
Terhadap kelompok semacam ini Rasulullah bersabda:
“Seorang di antara kamu akan menganggap remeh (amat sedikit) shalatnya ketika membandingkan dengan shalat mereka, akan menganggap remeh (amat sedikit) shaumnya ketika membandingkan dengan shaum mereka dan akan menganggap remeh bacaan Al-Qur’annya ketika membandingkan dengan bacaan Al-Qur’an mereka. Mereka membaca Al-Qur’an tidak sampai melampaui tenggorokannya. Dan mereka melesat lepas dari Islam sebagaimana melesatnya batang anak panah dari busurnya. Di mana kamu jumpai mereka, maka bunuhlah mereka. Sesungguhnya pembunuhan terhadap mereka akan mendapat pahala di hari Kiamat bagi yang membunuhnya” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Para sahabat pun menyikapi secara tegas. Mereka turut memerangi bersama Ali bin Abi Thalib.
Kedua, Al Muhaaribun. Sekelompok pembuat onar yang sering mengganggu stabilitas keamanan, meresahkan penduduk dengan melakukan aksi teror, perampokan pencurian dan sejenisnya. Kewajiban Imam adalah menegakkan hukum (hadd) seperti tertera dalam Al Maidah: 33:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”.
Untuk menjelaskan ayat di atas, Imam Syafi’i meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Jika mereka—al-muharibun—membunuh sekaligus merampas harta, maka hukuman mereka dibunuh dan disalib, jika mereka membunuh tanpa merampas harta maka hukumannya dibunuh tanpa disalib, jika mereka merampas harta tanpa membunuh maka dipotong tangan dan kaki mereka secara bertimbal balik, dan jika mereka menakut-nakuti di jalanan (teror) tanpa merampas harta maka hukumannya diusir dari negeri…”.[3]
Ketiga, Bughat.
Sekelompok yang melawan Imam Adil. Motivasinya bisa karena menuntut hak, ambisi jabatan, ambisi dunia, kepentingan kelompok, kesalahpahaman atas sebuah persoalan, dan lain-lain.[4]
Kelompok semacam ini tidak boleh langsung diperangi, melainkan diperlukan pola pendekatan persuasif (islah) dengan mencoba melacak lebih jauh apa motivasi perlawanannya. Jika ada kesalahpahaman (syubhat) maka perlu diberi penjelasan, jika ada hak yang terampas maka perlu dikembalikan. Jika pola Islah tidak membuahkan hasil, baru dilakukan cara represif.[5]   Seperti firman Allah dalam Al Hujurat: 5.
“Dan jika dua golongan orang beriman saling berperang, maka islahlah antara keduanya, Jika salah satu dari keduanya melampaui batas (bughot), maka perangilah kelompok yang melampaui batas sampai kembali kepada urusan Allah”
Keempat, Ahlul Haq (Pembela Kebenaran). Sekelompok penegak keadilan yang melawan Imam Ja’ir. Seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar: “Sekelompok yang khuruj terhadap penguasa dalam keadaan marah atas dasar dien, karena melihat penguasa yang ja’ir (zalim) dan meninggalkan sunnah (tuntunan) Nabi. Mereka adalah Ahlul Haq, termasuk di dalamnya, Husein bin Ali, Penduduk Madinah dalam perang Harrah, dan mereka yang melawan Hajjaj bin Yusuf”. [6]
Seperti disebut dalam sejarah, Husein bin Ali, Ibnu Zubair dan Penduduk Madinah, pernah menentang penguasa pada masanya.
Pertikaian itu terjadi, di samping karena prosedur pengangkatannya yang dipersoalkan, juga menyangkut kelayakan. [7]
Al Waqidi meriwayatkan dari jalan Adullah bin Hanzhalah Al-Ghasiil, “Demi Allah, kami tidak khuruj; terhadap Yazid kecuali karena kami takut dihujani batu dari langit. Karena sesungguhnya ia orang yang menggauli ummahatul aulad—budak-budak yang telah melahirkan dan tidak sah digauli, gadis-gadis, akhwat, suka meminum khamer, dan meninggalkan shalat. [8]
Ketidaklayakan itulah yang menjadikan Husein bin Ali Abdullah bin Zubair enggan berbaiat. Husein yang semula menolak ajakan khuruj penduduk Kufah pada masa Mu’awiyah, menjadi berpikir lain ketika Yazid tampil. Didukung penyataan tertulis penduduk Irak yang menyatakan akan mendukungnya, ia akhirnya pergi ke Kufah beserta kerabat dan beberapa pendukungnya dari Hijaz. Beberapa sahabat senior seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan yang lain berusaha mencegah kepergiannya karena khawatir mereka akan dibunuh. Para sahabat juga sangsi atas kesetiaan penduduk Irak. Namun, nasihat tersebut tidak dihiraukan, dan akhirnya apa yang dikhawatirkan menjadi kenyataan. Husein beserta keluarga dan pendukungnya dibantai di Karbala. [9]
Tahun 63 Hijriah, giliran penduduk Madinah melepaskan baiat terhadap Yazid, atau yang lebih dikenal dengan tragedi Harrah. Imam Suyuthi berkata, “Sebab penduduk Madinah melepaskan bai’ah adalah karena Yazid berlebih-lebihan dalam maksiat”. [10] Ibnu Katsir menjelaskan, tragedi Harrah bermula saat utusan penduduk Madinah menghadap Yazid bin Mu’awiyah di Damaskus di bawah pimpinan Abdullah bin Handhalah bin Abi Amir. Mereka disambut dengan baik.
Sepulang dari Damaskus, para utusan bercerita kepada penduduk Madinah perihal perilaku menyimpang Yazid, seperti meminum khamer yang berdampak munculkan kemungkaran-kemungkaran lain, termasuk kesalahan yang dinilai paling besar adalah meninggalkan shalat karena mabuk. Penduduk Madinah kemudian bersepakat melepaskan ketaatan. Hal ini mereka lakukan di mimbar Nabi. Mendengar hal ini, Yazid mengutus pasukan di bawah pimpinan Muslim bin Uqbah—para Salaf memelesetkan menjadi Musrif (melampaui batas) bin Uqbah. Sesampainya di Madinah, mereka menghalalkan Madinah selama tiga hari. Ribuan penduduk dibunuh. Dari kalangan Ahli Qur’an saja, menurut Imam Malik, tidak kurang dari 700 orang. [11]
Pasukan mengarah ke Makkah untuk mengepung kelompok Ibnu Zubair yang tengah berlindung di Ka’bah. Di tengah perjalanan, komandan pasukan mati, kemudian digantikan oleh yang lain. Mereka mengepung dan memerangi kelompok Ibnu Zubair dengan menggunakan manjaniq—pelontar batu—hingga merusak Ka’bah. Ini terjadi bulan Shafar tahun 64 Hijriah. Pada tahun itu juga Yazid meninggal dunia, penduduk Syam mengangkat Mu’awiyah bin Yazid atas wasiat Amir sebelumnya, dan kepemimpinannya hanya berlangsung 20 hari—dalam riwayat lain 40 hari—karena keburu meninggal dunia. Sementara Abdullah bin Zubair menyeru penduduk untuk membaiat (mengangkat) dirinya menjadi imam. Ia resmi menjadi Amirul Mukminin dan diakui oleh penduduk Hijaz, Iraq dan Khurasan. Semenjak itu terjadi dualisme kepemimpinan.
Sepeninggal Mu’awiyah bin Yazid, penduduk Syam mengangkat Marwan bin Hakam. Dalam kasus ini Adz-Dzahabi menyatakan—dan pernyataan ini dibenarkan As-Suyuthi—bahwa Marwan bin Hakam tidak sah sebagai Amirul Mukminin karena menurut riwayat yang benar, tidak ada pengangkatan dirinya oleh Amir sebelumnya. Karenanya ia berstatus Bughat terhadap Amir yang sah, Ibnu Zubair.
Ibnu Zubair terus mengendalikan pemerintahannya dari Makkah hingga akhirnya ia berhasil digulingkan oleh Abdul Malik bin Marwan yang mengutus Hajjaj beserta pasukannya mengepung Makkah selama berbulan-bulan. Seperti pasukan sebelumnya, Hajjaj juga menggunakan pelontar batu hingga berhasil membunuh Ibnu Zubair beserta pendukungnya pada Jumadil Ula tahun 73 Hijriah. Sejak itu ahli sejarah semacam Suyuthi, baru menyatakan sah atas kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan. [12]
Meski singkat, penggalan sejarah di atas cukup memberikan gambaran tentang motivasi penentangan yang dilakukan Hussein bin Ali, Penduduk Madinah dan Ibnu Zubair terhadap penguasa masa itu. Tak lain, adalah semangat pembelaan terhadap dien. Karenanya, para Ulama memasukkan mereka pada kategori Ahlul Haq, bukan Khawarij, bukan bughat dan bukan yang lainnya.
Terhadap kelompok semacam ini Al Hafidz berpendapat, “Adapun barang siapa yang keluar dari ketaatan terhadap Imam Ja’ir untuk membela hak harta, jiwa dan keluarganya maka ia ma’dhur (mendapat udhur) dan tidak halal memeranginya, dan baginya hendaklah membela jiwa, harta dan keluarganya sesuai kemampuannya”.
Pendapat tersebut sesuai dengan perkataan Ali bin Thalib a yang diriwayatkan Thabari, “Jika mereka menyelisihi Imam Adil, maka perangilah mereka, namun jika mereka memerangi Imam Ja’ir, maka jangan perangi mereka karena bagi mereka maqal (tempat)”. [13]
Demikianlah, empat tipe kelompok penentang. Status masing-masing kelompok berikut cara menghadapinya berbeda-beda, tidak bisa dipukul rata, baik sebutan maupun cara menyikapi mereka. Karenanya Ibnu Taimiyyah mengkritik beberapa Fuqaha’ yang mencantumkan sikap Abu Bakar memerangi mumtani’uz zakat, sikap Ali memerangi Khawarij, dan sikap Ali memerangi pasukan Jamal ke dalam sebuah bab, “Memerangi Ahlul Baghyi”. Selanjutnya, Ibnu Taimiyyah mentarjih, “Adapun Jumhur ahlul ilmi maka mereka membedakan antara Kelompok Khawarij, Pasukan Jamal, dan Shiffin, dan selain Pasukan Jamal dan Siffin dari kelompok Bughat yang muta’awwil. Ini pendapat yang dikenal di kalangan sahabat, juga pendapat kebanyakan Ahlul Hadits, Fuqaha’ dan Ahli Kalam.” [14]
Penutup
Seluruh kaum muslimin, terutama para anggota gerakan Islam, harus mempelajari persoalan-persoalan hukum, menyebarkan keharusan mengingkari thaghut, wajibnya memberontak dan melengserkan pemerintahan murtad ketika memiliki kemampuan, serta wajibnya beri’dad ketika dalam keadaan lemah. Sebab, menyebarkan pemahaman di atas membuat musuh Allah marah, menyadarkan umat dari tidurnya, dan menjelaskan penyebab keterpurukan mereka selama ini.
Dengan membahas wajibnya memberontak, kami tak bermaksud menganjurkan pembaca melakukan perbuatan-perbuatan yang tak bertanggung jawab yang mengakibatkan timbulnya kerusakan yang lebih besar daripada maslahat yang diinginkan. Akan tetapi, maksud kami ialah menyadarkan umat akan pentingnya persiapan yang matang, planning yang bagus terhadap segala perencanaan, kesungguhan, keikhlasan, dan tidak bergantungnya hati pada faktor-faktor penyebab ini.
Kaum muslimin harus meyakini bahwa pertolongan hanyalah bersumber dari Allah semata. Allah berfirman, “Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Ali-Imran: 126).
Namun demikian, kaum muslimin juga tidak boleh tergesa-gesa. Perjuangan memerlukan persiapan yang panjang. Jika kaum muslimin telah berhasil mempersiapkan kekuatan hingga dianggap cukup oleh para pakar di bidangnya serta di atas kertas telah terbukti musuh bisa dikalahkan, saat itulah kaum muslimin boleh memberontak melawan pemerintahan kafir.
————————-
[1] Abdullah bin Umar Sulaiman Ad Dumaiji. Al Imamah Al Udzma ‘Inda Ahlis Sunnah wal-Jama’ah. Sebuah desertasi untuk memperoleh gelar Magister bidang Aqidah pada Fakultas Syari’ah wad Dirasat Islamiyah Universitas Ummul Quro Makkah. Desertasi ini mendapat predikat Mumtaz (cumlaude). Hal. 491
[2] ibid. 491
[3] Ibnu Taimiyyah. Siyasah Syar’iyyah. Bab Uqubatul Muharibin. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa ini merupakan pendapat mayoritas Ulama, ada juga yang berpendapat bahwa hukumannya ditentukan kebijakan penguasa.
[4] Baca juga At Tasyri’ Al Jina’i. Abdul Qadir Audah. II/673. Muassasah Risalah.
[5]  Abdul Qadir berkata: Seluruh Mazhab bersepakat bahwa memerangi kelompok penentang tidak boleh dilakukan sebelum menanyakan sebab mereka melakukan pertentangan. Jika alasan mereka karena menuntut hak atau memprotes kezaliman sedangkan mereka berada dijalan yang benar, maka kewajiban penguasa mengembalikan hak dan menghapuskan kezaliman seperti yang mereka tuntut, kemudian mengajak kepada mereka untuk kembali taat, sebaliknya, pihak penentang juga harus siap taat…. Ibid. II/679.
[6]  Fathul Baari: XII/286
[7]  Adalah, merupakan syarat kriteria yang harus dimiliki pemimpin Islam, menyangkut sikap adil, amanah, akhlak dan kepribadian yang terpuji, Lihat, Al Imamah Al Udzma. 251.
[8] Imam Suyuthi. Tarikhul Khulafa’. 195. Namun, riwayat Al-Waqidi ini perlu diverifikasi ulang.
[9] Periksa Tarikhul Khulafa’. Imam Suyuthi. 191-195 Darul Fikr
[10] Ibid. 195
[11] Periksa, Al Bidayah Wan Nihayah. Ibnu Katsir VI/619. Darul Ma’rifah
[12] Lihat. Ibid. 200
[13] Lihat. Ibid. 200
[14]  Lihat. Ibid. 200
Editor: Agus Abdullah


Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
 “Kami melaksanakan dalam rangka menaati dan mengikuti ulil amri!”
Ini adalah perkataan yang sangat batil yang telah menjadikan ulil amri sebagai tuhan-tuhan selain Allah yang telah menetapkan kepada mereka sebuah syari’at walaupun menyalahi Syari’at Rabbul ‘alamin. Oleh karena itu tidak ada seorangpun Ulama yang mengatakan secara mutlak ketaatan kepada ulil amri seperti perekataan yang sangat batil di atas. Akan tetapi mereka selalu mengkaitkan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila perkataan atau ketetapan ulil amri menyalahi ketetapan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka tidak boleh didengar dan tidak boleh ditaati, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Rabbul ‘alamin sebagaimana telah di jelaskan dalam hadits-hadits yang shahih dalam masalah ini. Selain perkataan dan perbuatan mereka diatas menyerupai manhaj Khawarij secara khusus dan manhaj ahli bid’ah secara umum, yaitu berdalil dengan dalil-dalil umum atau mutlak dengan meninggalkan dalil-dalil yang tidak bersifat umum atau mutlak. Maka ikutilah penjelasan tafsirnya berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (-Nya), dan ulil amri diantara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. An-Nisaa': 59)
Dalam ayat yang mulia iniAllah telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya secara mutlak. Oleh karena itu Allah mengulang fi’il (kata kerja) ” athi’u ” (أَطِيعُواketika memerintahkan untuk menaati-Nya dan menaati Rasul-Nya. Adapun ketaatan kepada ulil amri tidak secara mutlak, tetapi terkait dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu Allah tidak mengulang kata kerja (fi’il) athi’u ketika memerintahkan untuk menaati ulil amri. Karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila ulil amri memerintahkan kepada kita untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya atau perintahnya menyalahi Al-Kitab dan Sunnah, maka tidak boleh didengar dan ditaati sebagaimana telah di jelaskan di dalam Al-Kitab dan Sunnah dari hadits-hadits shahih. Karena kalau kita taati perintah ulil amri yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka kita telah menjadikan ulil amri tersebut sebagai tuhan-tuhan selain dari Allah yang ditaati perintah dan larangannya secara mutlak sebagaimana perbuatan Ahli Kitab dari orang-orang Yahudi dan Nashara. Tetapi sangat penting kita ketahui, bahwa larangan tidak boleh mendengar dan mentaati perintah ulil amri yang menyalahi Al-Kitab dan Sunnah, tidaklah mewajibkan kepada kita untuk memberontak yang kemudian menjatuhkannya atau yang semakna dengannya sebagaimana perbuatan ahli bid’ah dan firqoh-firqoh sesat seperti khawarij dan mu’tazilah dan yang sepaham dengan mereka. Tetapi ada cara yang diajarkan oleh islam dalam menasehati dan memperingati ulil amri yang zhalim atau yang memerintahkan maksiat atau yang perintahnya menyalahi keputusan Allah dan Rasul-Nya.
Sedangkan yang dimaksud dengan ketaatan kepada Allah ialah dengan berpegang dan mengikuti kitab-Nya Al-Qur’an. Dan ketaatan kepada Rasul dengan berpegang dan mengikuti Sunnahnya. Ayat yang mulia ini (Qs.An-Nisaa': 59, admin) menjadi sebesar-besar dalil dan hujjah akan kedudukan dan ketinggian serta kemuliaan Sunnah, bahwa menaati Rasul yakni dengan mengikuti Sunnahnya secara mutlak, baik terdapat di dalam Al-Qur’an atau tidak, sama saja, kewajiban kita mentaati dan mengikutinya. Jelas sekali dari ayat yang muliakita mengetahui, bahwa orang yang meninggalkan Sunnah dengan sendirinya dia telah meninggalkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak menaati Allah secara mutlak. Dari sini pun kita mengetahui, bahwa orang yang menjadikan dalil aqli (yang diputuskan oleh akal) sebagai asas, kemudian dalil naqli(yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah) mengikutinya, yang pada hakekatnya mereka telah menjadikan akal-akal mereka sebagai raja yang memerintahkan` dua wahyu yang mulia (Al-Kitab dan Sunnah). Mereka inilah orang-orang yang tidak mentaati Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan tingkat kesesatan mereka.
Kemudian , pada bagian kedua dari ayat yang mulia ini, Allah Tabaaraka wa Ta’ala telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk mengembalikan segala sesuatu yang mereka perselisihkan dari urusan dunia dan akherat kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni kepada Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya. Karena didalam Al-Kitab dan Sunnah itulah mereka akan mendapati penjelasan danpenyelesaian tentang hukum yang mereka perselisihkan. Sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi ketika Allah memerintahkan untuk mengembalikan segalaperselisihan kepada Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya kemudian mereka benar-benar mengembalikan kepada keduanya. Dengan syarat, tentunya mengembalikan kepada keduanya itu dengan cara yang benar, yaitu dengan ilmu dan keadilan bukan dengan kebodohan dan hawa. Dan hal ini menjadi bukti bahwa kita memang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Kemudian buah yang akan dihasilkan dari mengembalikan segala urusan perselisihan kepada Al-Kitab dan Sunnah ialah penyelesaiannya akan berakhir dengan kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat kamu.
Disalin dari Kitab Al-Masaa-il Jilid 5 (Masalah 110) hal. 88-92 oleh guru kami Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat~semoga Allah menjaganya~. (Pustaka Darus Sunnah – Jakarta, Cetakan 1, November 2005)



Mana yang Lebih Berbahaya, Syi’ah atau Khawarij?

http://www.kiblat.net/2014/10/18/mana-yang-lebih-berbahaya-syiah-atau-khawarij
KIBLAT.NET – Syiah dan Khawarij merupakan dua sekte yang muncul secara bersamaan dalam satu waktu bahkan dari sumber yang sama. Meski demikian di antara keduanya ada kesamaan dalam sebagian perkara dan ada perbedaan dalam beberapa perkara lainnya.
Seorang pemerhati dunia Syiah yang berasal dari Mesir, Abdul Malik bin Abdurrahman as Syafi’i dalam bukunya al Fikr at Takfiri ‘Inda as Syi’ah Haqiqah am Iftira’ (Pemikiran Mudah Mengkafirkan Dalam Syiah: Nyata atau Mengada-ada?) menyatakan,  “Syiah dan Khawarij berkolaborasi dalam menebarkan ide-ide takfir dan dalam memusuhi kaum muslimin. Hanya saja kalangan Khawarij melakukan takfir secara terang-terangan dan terbuka. Seperti mereka menyatakan inilah akidah kami. Lain halnya dengan kalangan Syiah yang menyembunyikan pemikiran takfirnya dan tidak memunculkannya di hadapan kaum muslimin. Padahal buku-buku otoritatif mereka penuh dengan riwayat yang begitu mudah mengkafirkan kaum muslimin.”
Meski demikian, ada beberapa poin kesamaan antara Khawarij dan Syiah. Di antaranya, mereka sama-sama berpandangan ekstrem, pola pikir yang pendek, dangkal dalam pemahaman agamanya, mudah mengkafirkan kaum muslimin yang berseberangan dengan mereka, menolak hadits yang shahih meskipun mutawatir, taklid kepada para tokoh dan lain-lain.
Kemudian muncul pertanyaan, manakah yang paling berbahaya antara Syiah dan Khawarij? Jika ditelusuri lebih lanjut kesamaan dan perbedaan antara kedua sekte tersebut maka dapat dipastikan bahwa Syiah jauh lebih berbahaya dari pada kalangan Khawarij.
Di antara karakteristik kalangan Khawarij adalah memerangi kaum muslimin dan membiarkan kaum paganisme. Sementara kalangan Syiah senantiasa membantu kaum kafir dalam memerangi kaum muslimin, mereka tunduk kepada kaum kafir dan mereka menjadi mitra kaum kafir. Sikap kalangan Syiah ini sebagaimana yang bisa kita lihat baik di Iran, Iraq, Lebanon, Yaman, Indonesia dan negara-negara lainnya. Kalangan Syiah begitu mesra berdampingan dengan kaum kafir dari kalangan Yahudi, Nashara, dan sekte-sekte sesat.
Kalangan Khawarij generasi awal mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin ‘Ash. Sementara kalangan Syi’ah mengkafirkan seluruh sahabat kecuali hanya segelintir. Kalangan Syiah mengkafirkan para sahabat yang mulia seperti Abu Bakar, Umar bin Khathtab, Utsman bin Affan dan istri-istri Nabi.
Pengkafiran terhadap sosok-sosok yang mulia bisa dilihat dalam ritual Idul Ghadir yang telah lalu dan bisa ditemukan juga nanti dalam ritual Asyura mereka di bulan Muharram.
Dengan demikian, Syiah lebih berbahaya dari pada Khawarij, penyimpangan mereka lebih banyak dari pada penyimpangan Khawarij. Kelompok Syiah dipenuhi dengan kemunafikan dan ini tidak ditemukan dalam Khawarij dan pengkafiran yang mereka lakukan pun jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan vonis kafir yang dilakukan kalangan Khawarij.
Yang jelas, kita berlindung dari dua sekte yang menyimpang ini, dan tidak bisa berharap banyak dari mereka dalam meninggikan kalimat Allah di muka bumi.
Penulis : Dr. (cand) Anung Al-Hamat, Wakil Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Wilayah DKI dan Ketua Forum Studi Sekte-sekte Islam (FS3I).


Kang Jalal Tulis Disertasi Terkait Kegagalan Nabi SAW Menunjuk Pemimpin

http://www.kiblat.net/2014/10/16/kang-jalal-tulis-disertasi-terkait-kegagalan-nabi-saw-menunjuk-pemimpin/
KIBLAT.NET, Jakarta – Tokoh Syiah Indonesia, Jalaludin Rakhmat, sedang menulis disertasi yang menyebabkan dia diancam akan dihukum mati. Pasalnya, dalam disertasi yang masih dalam tahap penulisan ini Jalal menulis bahwa Nabi Muhammad SAW gagal mengorganisasikan masyarakat sesudahnya.
“Saya sedang menulis sebuah disertasi yang kedua, dan ini mungkin disertasi yang paling lama yang saya kerjakan,” ungkap Jalal, yang mengaku sedang menulis disertasi di UIN Alauddin, Makassar.
“Ini jadi sekian lama karena mungkin satu-satunya disertasi yang mendapat tekanan dari penduduk di sekitarnya. Sudah pernah didemo beberapa kali dan saya mau diancam mau dihukum mati. Kemudian dilaporkan ke polisi karena disertasi itu, yang belum terbit, baru dalam tahap proses pembuatan,” katanya.
Pasalnya, dalam disertasi itu pemimpin organisasi Syiah IJABI ini menulis bahwa Nabi Muhammad SAW gagal mengorganisasikan masyarakat sepeninggalnya. Dia mengaku mengutip tulisan tersebut dari sejarawan Barat, Arnold Joseph Toynbee.
“Ajaib, Muhammad adalah seorang yang cerdas dan seorang manajer yang brilian (sebelumnya ditulis penyihir, red). Ternyata dia tidak berhasil mengorganisasikan masyarakat sesudahnya, karena dia tidak meninggalkan siapa pemimpin masyarakat sesudahnya. Dia pergi begitu saja, tanpa meninggalkan siapa yang dia amanati untuk meneruskan memimpin masyarakat,” demikian ujar Jalal, mengutip pernyataan Arnold Toynbee dalam disertasinya.
Jalal juga mengutip sejarawan Italia, Leone Caetani yang menyatakan, Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan pengganti yang meneruskan kepemimpinannya karena dia tidak sempat melakukannya.
“Dia (SAW) tidak mengira bahwa kematiannya datang terlalu cepat. Jadi kematiannya begitu cepat sehingga beliau belum sempat karena beliau lupa menunjuk penerusnya,” pungkas Jalal.
Reporter: Imam S.
Editor: Fajar Shadiq
4 Responses to “Kang Jalal Tulis Disertasi Terkait Kegagalan Nabi SAW Menunjuk Pemimpin”
amin says:
Kalau mengutip pendapat ahli sejarah yang bener donk, yang kredibel dan yang tidak punya kebencian.
dan kalau anda mengutip pendapat tersebut, itu artinya anda sama dengan mereka, tanpa pengetahuan dan pemahaman yang benar.
Kalau anda sama dengan mereka, apakah anda masih bisa disebaut orang Islam atau anda sudah menjadi musuh Islam dan musuh Allah.
Jangan berkedok “pendapat orang lain” kalau diri anda juga setuju, pada hakekatnya diri anda lah yang ikut tersesat, semoga Allah SWT memberikan hidayah untuk anda
abu+iffah says:
Innalillahi, Bahkan Allah Al Aziz dalam Alquran sdh menegaskan bahwa ajaran agama ini sdh sempurna dan dengan himkah yang tinggi, rasulullah diwafatkan di waktu yang tepat, tdk ada keraguan sedikitpun bagi kami terhadap masalah ini.
Allah Maha Sempurna dalam ketentuan dan taqdirNya
Bagi jalal, satu hal yang perlu anda tahu, bahwa kisah ummat2 terdahulu yang dibinasakan karena menentang dan mencela NabiNya sangat bisa terulang pada diri anda.
Wallahu’alam,
Hasbiyallaah says:
Jalal, jalal… alangkah beraninya nt menantang Neraka Jahannam !!!… ‘selamat’ untuk ye !!!!
lavon says:
Subhanalloh …keji sekali orang ini.. dia menyebut nama Nabi shollallohu alaihi wassalam tanpa penghormatan … dan dia menuduh Nabi shollahu ‘alaihi wassalam lupa menunjuk pengganti… padahal Nabi shollahu ‘alaihi wassalam sudah tahu ajal beliau sudah dekat, bahkan Abu Bakar pun tahu, juga sahabat yang lain rodhiyallohu ‘anhum. Betapa syaithan sudah menyesatkan orang ini ..
Semoga Alloh memberi kita petunjuk-Nya.


Saturday, October 18, 2014

Isyarat Rasulullah SAW Abu Bakar Sebagai Khalifah

Pada edisi kali ini, akan kami sajikan adanya isyarat dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tentang penunjukan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu 'anhu sebagai khalifah sepeninggal beliau shalallahu 'alaihi wasallam. Hal ini merupakan bukti dan penguat akan keabsahan beliau sebagai khalifah sebagaimana telah kami sebutkan pada edisi 36. Isyarat ini sekaligus meruntuhkan syubhat dan kesesatan yang dilontarkan oleh Syi'ah Rafidhah yang meragukan keabsahan kekhalifahan beliau.
Para ulama telah berbeda pendapat tentang bagaimana pengangkatan Abu Bakar ash-Shidiq sebagai khalifah. Apakah pengangkatan tersebut ditentukan dengan nash secara langsung dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam atau dilakukan dengan musyawarah antara kaum muslimin. Sebagian ulama berpendapat bahwa pengangkatan beliau sebagai khalifah ada lah hasil dari musyawarah dari kaum muslimin ketika itu.
Sedangkan Hasan al-Bashri dan sebagian para ulama dari kalangan ahlul hadits berpendapat bahwa terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah adalah dengan nash yang samar dan isyarat dari rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. (Lihat Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 471)
Dalil-dalil yang menunjukkan akan adanya isyarat secara tidak langsung (bukan wasiat) dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang mengisyaratkan bahwa Abu Bakarlah yang lebih pantas menjadi khalifah sangat banyak. Isyarat-isyarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Abu Bakar radhiallahu 'anhu dipilih sebagai imam Shalat pengganti Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Hadits-hadits yang menunjukkan diperintahkannya Abu Bakar untuk memimpin shalat menggantikan Rasulullah, shalallahu 'alaihi wasallam sangat masyhur. Salah satu di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Musa radhiallahu 'anhu berikut:
مَرِضَ رَسُولُ اللَّهِ فَاشْتَدَّ مَرَضُهُ فَقَال مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ مَتَى يَقُمْ مَقَامَكَ لاَ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَقَالَ مُرِي أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ فَإِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ قَالَ فَصَلَّى بِهِمْ أَبُو بَكْرٍ حَيَاةَ رَسُولِ اللَّهِ. (متفق عليه)
Ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sakit parah beliau berkata: "Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami manusia". Maka berkatalah Aisyah: "Ya Rasulullah sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat perasa (mudah menangis). Bagaimana dia akan menggantikan kedudukanmu, dia tidak akan mampu untuk memimpin manusia". Rasulullah berkata lagi: "Perintahkanlah Abu Bakar untuk mengimami manusia! Sesungguhnya kalian itu seperti saudara-saudaranya nabi Yusuf". Abu Musa berkata: maka Abu Bakar pun mengimami shalat dalam keadaan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam masih hidup. (HR. Bukhari Muslim)
2. Perintah untuk meneladani Abu Bakar radhiallahu 'anhu.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
اقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ (رواه الترمذي والحاكم وصححه الألباني في الصحيحة: 1233)
Teladanilah dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar. (HR. Tirmidzi dan Hakim, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1233)
Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan dari beberapa shahabat, seperti Abdullah bin Mas'ud, Hudzaifah Ibnul Yaman, Anas bin Malik dan Abdullah bin Umar. Hadits ini juga dikeluarkan oleh banyak pakar-pakar ahlul hadits seperti Tirmidzi, Hakim, Ahmad, Ibnu Hibban, ath-Thahawi, al-Humaidi, Ibnu Sa'ad, Ibnu Abi 'Ashim, Abu Nu'aim, Ibnu Asakir dan lain-lain. (Lihat Silsilah Ahadits ash-Shahihah, juz 3 hal. 234, hadits no. 1233)
3. Abu Bakar adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
Disebutkan dalam suatu riwayat dari 'Amr bin 'Ash:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالا ( رواه البخاري ومسلم)
Bahwasanya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah mengutus Abu Bakar memimpin pasukan dalam perang dzatu tsalatsil. Aku mendatangi Rasulullah dan bertanya kepada beliau: "Siapakah orang yang paling engkau cintai?" Beliau shalallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Aisyah." Aku berkata: "Dari kalangan laki-laki wahai Rasululah?" Beliau menjawab: "Ayahnya". Aku berkata: "Kemudian siapa?" Beliau menjawab: "Umar". Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang. (HR. Bukhari dalam Fadhailil A'mal, fathul Bari juz ke 7, hal. 18 dan Muslim dalam Fadhailus Shahabah juz ke-4 hal. 1856 no. 2384)
4. Abu Bakar dijadikan wakil menggantikan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
Diriwayatkan dari Jubair bin Muth'im, dia berkata:
أَتَتِ امْرَأَةُ النَّبِيَّ فَأَمَرَهَا أَنَ تَرْجِعَ إِلَيْهِ قَالَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنَّهَا تَقُوْلُ الْمَوْتَ قَالَ إِنْ لَمْ تَجِدِيْنِيْ فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ. (رواه البخاري)
Datang seorang wanita kepada Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, maka Rasulullah menyuruhnya untuk datang kembali. Maka wanita itu mengatakan: "Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?" - seakan-akan wanita itu memaksudkan jika telah meninggalnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Beliau menjawab: "Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar". (HR. Bukhari 2/419; Muslim, 7/110; lihat ظلال الجنة hal. 541-542, no. 1151)
Hadits ini merupakan isyarat yang jelas dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bahwa yang akan menggantikan dirinya sepeninggal beliau adalah Abu Bakar ash-Shidiq radhiallahu 'anhu.
5. Rencana Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam untuk menuliskan wasiat kepada Abu Bakar radhiallahu 'anhu
Lebih tegas lagi ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sakit, beliau shalallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada 'Aisyah untuk memanggil ayahnya, Abu Bakar, untuk diberikan wasiat kepadanya. Tetapi kemudian beliau mengatakan: "Allah dan kaum mukminin tidak akan ridla, kecuali Abu Bakar". Lihatlah riwayat lengkapnya sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ: ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ أَبَاَكِ وَأَخَاكِ، حَتَّى أَكْتُبُ كِتَابًا، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ، وَيَقُوْلُ قَائِلُ: أَنَا أَوْلَى، وَيَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ.
Dari 'Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata; berkata kepadaku Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam: "Panggillah Abu Bakar Bakar, Ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan - pent.), kemudian berkata: "Aku lebih utama". Kemudian beliau bersabda: "Allah dan orang-orang beriman tidak meridlai, kecuali Abu Bakar". (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144); Lihat Ash-Sha-hihah, juz 2, hal. 304, hadits 690)
Dalam riwayat ini jelas, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menghendaki dengan isyaratnya beliau bahwasanya Abu Bakar radhiallahu 'anhu lah yang lebih layak menjadi khalifah sepeninggalnya. Tetapi beliau tidak jadi menulis wasiatnya, karena beliau yakin kaum mukminin tidak akan berselisih terhadap penunjukkan Abu Bakar radhiallahu 'anhu sebagai khalifah. Dan hal ini terbukti, setelah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam wafat, kaum muslimin sepakat untuk menunjuk Abu Bakar radhiallahu 'anhu sebagai khalifah.
6. Abu Bakar adalah orang terdekat dan kekasih Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ عَبْدٌ خَيَّرَهُ اللَّهُ بَيْنَ أَنْ يُؤْتِيَهُ زَهْرَةَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَهُ فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ وَبَكَى فَقَالَ فَدَيْنَاكَ بِآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا قَالَ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ هُوَ الْمُخَيَّرُ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ أَعْلَمَنَا بِهِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي مَالِهِ وَصُحْبَتِهِ أَبُو بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً وَلَكِنْ أُخُوَّةُ اْْلإِ سْلاَمِ لاَ تُبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ خَوْخَةٌ إِلاَّ خَوْخَةَ أَبِي بَكْرٍ. (متفق عليه)
Dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sedang duduk di atas mimbar, beliau bersabda: "Allah memberikan pilihan kepada seorang hamba antara diberi keindahan dunia atau apa yang ada di sisi-Nya. Maka hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi-Nya. Maka Abu Bakar pun menangis seraya berkata: bapak-bapak dan ibu-ibu kami sebagai tebusan wahai Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Abu Sa'id berkata: Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam itulah hamba yang diberi pilihan tersebut dan ternyata Abu Bakar adalah orang yang paling tahu di antara kami. Maka bersabdalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam: "Sesungguhnya manusia yang paling berjasa kepadaku dengan harta dan jiwanya adalah Abu Bakar. Kalau aku mengambil seorang kekasih, niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai khalil (kekasih), tetapi persaudaraan Islam lebih baik. Tidak tersisa masjid satu pintu pun, kecuali pintunya Abu Bakar. (HR. Bukhari dengan Fathul Bary, juz 7, hal. 359, hadits 3654; Muslim dengan Syarh Nawawi, juz 15 hal. 146, hadits 6120)
Al-Khullah adalah kecintaan yang paling tinggi. Para ulama menyatakan bahwa derajat khullah lebih tinggi dari tingkatan mahabbah. Oleh karena itu seorang yang disebut sebagai khalil, lebih tinggi kedudukannya daripada habib. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah bahwa Allah hanya mengambil dua orang manusia sebagai khalil, yaitu nabi Ibrahim dan Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Sedangkan masalah mahabbah Allah sering menyebutkan dalam al-Qur'an, Allah mencintai orang-orang yang beriman, sabar, berjihad di jalan-Nya dan lain-lain.
Oleh karena itu Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menyatakan kalau saja beliau menjadikankhalil, maka niscaya Abu Bakarlah orangnya. Hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah orang yang terdekat dan paling dicintai oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Hanya saja beliau shalallahu 'alaihi wasallam tidak mengambil khalil dari kalangan manusia.
Dengan disebutkannya beberapa isyarat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam di atas cukuplah kiranya menjadi hujjah yang tegas bahwa Abubakar adalah seorang yang paling layak menjadi khalifah. Dan kekhalifahannya adalah sah, tidak ada yang menyelisihi kecuali orang-orang yang dalam hatinya adanya penyakit.
Namun perlu diketahui bahwa pendapat ahlus sunnah ini adalah pernyataan yang keluar dari hujjah yang terdapat dalam al-Qur'an dan sunnah secara ijma', hal ini sama sekali tidak keluar dari kebencian kepada ahlul bait. Adapun tentang keutamaan ahlul bait, insya Allah akan kami bahas pada edisi mendatang.
Wallahu a'lam
Ust. Muhammad Umar As-Sewed
Dinukil dari: Buletin Manhaj Salaf Cirebon
haulasyiah.wordpress.com