KOMENTAR MANIS
TERHADAP TANGGAPAN MUHAMMAD ANIS
Pembelaan terhadap buku Gen Syiah
ABU HAMZAH IBN QOMARI
ABDUL GHANI
Mukaddimah
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, selawat dan salam semoga tercurah untuk rasulillah, keluarganya;
istri dan keturunannya, para sahabat dan pengikutnya hingga hari kiamat. Amma
ba’d:
Salah satu nikmat Allah atas umat Islam
Indonesia adalah terbitnya buku Gen Syiah sejarah konspirasi Yahudi dan Syiah,
yang ditulis oleh Syaikh Mamduh al-Buhairi pada tahun 2001, setelah adanya
Seminar Nasional di Istiqlal pada tahun 1997, dan kumpulan makalahnya
diterbitkan pada tahun 1998, dengan 11 sambutan dan 7 makalah, melibatkan
unsur: NU, DDI, Persis, MUI, Muhammadiyah, ICMI, Al-Khairat, al-Bayyinat,
al-Haramain, Panji Masyarakat. Buku Gen Syiah terbilang sangat bagus,
unik, berani dan tajam. Buku ini populer di kalangan umat Islam Indonesia.
Meskipun penulisnya melayangkan tantangan, namun ternyata sampai sekarang tak
terbantahkan. Ada beberapa orang yang mencoba menanggapi dan mengomentari
melalui internet, bukan melalui buku yang sepadan, itupun isinya menurut saya
sangat tidak memadai. Diantara yang mencoba menanggapi adalah bapak Muhammad
Anis dari Bogor (tahun 2003) yang tulisannya dimuat di salah satu situs syiah
dan disebarluaskan melalui email.
Komentar Manis ini sebenarnya tidak banyak
dibutuhkan, sebab buku Gen Syiah masih tetap belum terbantahkan. Artinya buku
Gen Syiah itu sendiri – untuk beberapa masalah- sudah cukup membantah
tulisan-tulisan yang menanggapinya. Tanggapan-tanggapan mereka itu tidak lebih
dari sekedar “mengulang-ulang kebatilan dan kedustaan”. Namun karena manusia
itu memeliki kecendrungan kepada yang baru, maka kitapun perlu mengulang-ulang
kebenaran dan kejujuran.
Semoga komentar manis ini bermanfaat dalam
membela kebenaran dan meluruskan aqidah, sejarah dan pemahaman yang diacak-acak
oleh orang-orang yang merusak dengan mengatasnamakan sebagai pecinta ahlul
bait.
Semoga Shalawat dan salam senantiasa
dicurahkan kepada Nabi –Shalalallahu alaihi wasalam-, keluarga, Istri dan
keturunannya, serta sahabatnya yang setia terutama Khulafaur Rasyidun; Abu
Bakar, Umar, Usman, dan Ali –Radiallahuanhum ajam’in-.
Malang, J. Ula 1430/ 22 Mei 2009
KATA PENGANTAR
Pada kata pengantar,
penulis (bapak Muhammad Anis) mengutarakan banyak hal, yang perlu diketahui
adalah sebagai berikut (warna merah dari kami):
·
Pada awalnya saya tidak begitu perhatian dengan buku tersebut, karena saya yakin isinya
sama dengan buku-buku fitnah atas syi’ah lainnya.
·
Namun, ternyata buku itu mulai populer di antara mereka yang
anti-syi’ah, dan secara tidak langsung dikatakan bahwa buku itu tak
terbantahkan karena merujuk dari sumber-sumber syi’ah
sendiri.
·
Ternyata banyak sekali referensi syi’ah yang dimanipulasi
kalimatnya dan ditafsirkan secara sepihak.
·
Saya sama sekali tidak bermaksud memperlebar pertentangan,
melainkan hanya berusahamemberikan argumentasi dalam wacana diskusi ilmiah, dengan segala keterbatasan yang ada pada diri
saya
·
Bahasa yang digunakan ustadz Mamduh sangat kasar, hal ini bisa dilihat
pada pengantar penerjemah buku tersebut, dimana beliau menyebut syi’ah sebagai
“baqarun bila qurun” (sapi tanpa tanduk), yang maksudnya adalah
mereka (syi’ah) berkepala manusia tetapi berotak sapi. Namun, dalam buku
tanggapan ini, saya tidak akan menggunakan bahasa-bahasa seperti itu, karena
hal tersebut bukanlah teladan Rasul -Shalallahu alaihi wasalam-
dan Ahlul Bait beliau.
KOMENTAR MANIS
1. Bahasa Kasar ” sebagai contoh “baqarun
bila qurun”
(sapi tanpa tanduk)
Menurut saya, ungkapan
tersebut memang kasar dan zhalim bila dilontarkan untuk orang yang baik-baik.
Namun untuk orang yang lancang dan kurang ajar kepada ummul mukminin Aisyah
as-Shiddiqah binti as-Shiddiq –Radiallahuanha- maka ucapan itu tidaklah kasar.
Sebab Allah berfirman:
4 فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا
اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ
الْمُتَّقِينَ (١٩٤)
“Oleh sebab itu
Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 194)
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ
سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
“Dan Balasan suatu
kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” (QS. As-Sura: 40)
Tahukan anda wahai
bapak Muhammad Anis, apa yang dilakukan oleh orang syiah? Menurut kesaksian
para ulama Ahlu sunnah yang terpercaya seperti al-Imam al-Lughawi Abu Muhammad
Ibn Qutaibah al-Dinawari (276 H) dalam Ta`wil
Mukhtalafil Hadits (h. 67), Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah (728 H) dalam Minhaj
as-Sunnah,
jilid 3, Syaikh Muqbil Ibn Hadi al-Wadi’I dalam kitabnya Sha’qah
al-Zilzal Li Nasf Ahl ar-Rafdh wal-I’tizal, syaikh Jibrin, syaikh Hamid al-Ali, syaikh
al-Khumais dan lain-lain. bahwa orang syiah[1] menta`wil kata baqarah dalam surat al-Baqarah
ayat 67 dengan “Sayyidah Aisyah Ummil Mukminin -Radiallahu anha-“. Jadi mereka
menyebut isteri Nabi di dunia dan di surga itu sebagai baqarah (sapi betina).
Kekasih Rasulullah dan ibunda kita disapi-sapi?!!!
وَإِذْ قَالَ مُوسَى
لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا
أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
(٦٧)
“Dan (ingatlah),
ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan
Kami buah ejekan?”Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. (QS. Al-Baqarah: 67)
Apa masuk akal Nabi
Musa waktu itu memerintahkan Bani Israil untuk menyembelih Aisyah –Radiallahu
anha-?!!! Andai saja mereka berfikir atau berakal tentu tidak akan melontarkan
kekejian dan kebodohan seperti itu. Jika demikian siapa sebenarnya yang kasar?
Siapa yang tidak berteladan dengan Rasulullah -Shalallahu alaihi wasalam dan
ahlul bait? Saya yakin bapak Muhammad Anis sepakat dengan saya bahwa orang
syiah lebih kasar berlipat-lipat, zhalim dan menyimpang dari keteladanan
Rasulullah -Shalallahu alaihi wasalam dan ahlul bait.
Jadi yang dimaksud
oleh syaikh Mamduh sebagai baqarun bila qurun adalah orang yang
mengkafirkan Abu Bakar dan Umar –Radiallahuanhuma- serta melaknat Aisyah dan
Hafshah –Radiallahuanhuma-; yaitu orang yang membuat doa Shanamay
Quraisy (dua berhala Quraisy), yang mengikutinya dan yang membelanya.
Do’a shanamay Quraisy ini mustahil dibuat
dan diikuti oleh orang beriman, yang pantas ia dibuat oleh orang munafik atau
orang zindiq keturunan Yahudi dan Majusi. Doa yang menyakitkan hati seluruh
orang beriman dan yang menyakiti Rasulullah -Shalallahu alaihi wasalam- serta
ahlulbait adalah seperti yang termaktub dalam kitab Mereka Miftahul
Jinan [2]:
اللهم صل على محمد وآل
محمد والعن صَنَمَيْ قُرَيْشٍ وَجِبْتَيْهَا وَطَاغُوْتَيْهَا
وَابْنَتَيْهَا
Yang artinya: “Ya
Allah beri shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, serta laknatlah dua
berhala Quraisy dan dua setannya, dua thaghutnya dan dua putrinya.”
Maksud mereka adalah
Abu Bakar dan Umar serta kedua putri mereka yang sekaligus dua istri Rasulullah
-Shalallahu alaihi wasalam, yaitu ibunda kaum mukminin Aisyah dan Hafshah
–Radiallahuanha-.
Apakah orang yang berakal akan bisa berucap seperti itu?!!
Ayatullah Mujtaba Syirazi, salah seorang pemuka
syi’ah dalam ceramahnya mengatakan:
((من جملة أفعال عائشة جريمات جنسية …………))
“Diantara kejahatan Aisyah adalah kejahatan-kejahatan seksual
(zina)…..” Dia juga mengatakan:
((عائشة صحيح كافر صحيح ناصبية صحيح مجرمة ماتقول في حقها فهو صحيح
))
“Aisyah benar-benar kafir, benar-benar memusuhi ahlul bait,
benar-benar penjahat. Apa saja yang kamu katakan tentangnya maka itu benar.”
((سبحان الله هذا بهتان عظيم))!!
Maha suci Allah. Ini sungguh kedustaan yang nyata!!
Lebih dari itu mereka
melampiaskan kebencian dan mendidik anak-anak mereka untuk membenci para
sahabat yang mulia dan para istri Nabi yang suci itu. Yaitu, pada hari Asyura
mereka mendatangkan seekor anjing dengan diberi nama Umar lalu mereka
beramai-rami memukulinya dengan tongkat dan melemparinya dengan batu hingga
mati. Kemudian mereka menghadirkan seekor anak kambing (mereka beri warna
merah, karena gelar Aisyah adalah Humaira`; yang kemerah-merahan pipinya[3]) dan mereka beri nama Aisyah, lalu
beramai-ramai mereka mencabuti bulunya dan memukulinya dengan sepatu hingga
mati.[4] Apakah ini perilaku manusia? Siapakah
sebenarnya yang tidak memiliki etika, hati, akal dan iman?!! Siapakah
sebenarnya yang tidak berteladan dengan Rasulullah dan ahlul bait?!!
Ahad 24 Mei 2009
[1] Banyak pihak yang
menyebutkan bahwa diantara tokoh syiah yang mengatakan ini adalah Muhammad ibn
Mas’ud al-Iyasyi (hidup pada abad 3 H, ada yang mengatakan meninggal tahun 320
H) dalam tafsirnya, juga al-Qummi dalam tafsirnya, namun sayang kita tidak bisa
melihatnya sendiri karena tidak punya tersebut.
[2]ِAbbas al-Qummi, Miftahul
Jinan, 114; Abdullah ibn
Muhammad as-Salafi, Min Aqaid as-Syiah, 67-70 doa shanamai
Quraisy di akhir kitab
[3] Abu Abdirrahman Ali
ibn Shalih al-Gharbi, Munazharah baina Dr. Muhammad
Taqiyyuddin al-Hilali al-Husaini li Rafidhiy syi’I, di foot note nomor
20, http://www.muslm.net/vb/showthread.php?t=288523
[4] Ibrahim al-Jabhan, Tabdid
al-Zhalam wa Tanbih al-Niyam, 27.
KOMENTAR
MANIS
bagian
2
Pada komentar manis pertama telah kita tanggapi penilaian bapak
Muhammad Anis tentang kasarnya bahasa syaikh Mamduh. Maka kini kita lanjutkan
dengan poin kedua:
Di kata Pengantar itu bapak Abdullah Anis berkata: “Saya sama
sekali tidak bermaksud memperlebar pertentangan, melainkan hanya berusaha
memberikan argumentasi dalam wacana diskusi ilmiah, dengan segala keterbatasan
yang ada pada diri saya.”
Maka saya katakan: Dengan tulus ikhlas karena Allah, saya
nasihatkan kepada bapak Muhammad Anis, janganlah bapak menggunakan nikmat Allah
yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada bapak untuk membela orang-orang yang
sudah jelas memusuhi Allah, menyakiti rasul-Nya, melaknat istri-istrinya yang
suci, mengkhianati ahlul baitnya yang mulia, dan mengkafirkan para sahabatnya
yang setia. Jika bapak tujuannya ingin masuk surga maka bapak telah salah arah
dan salah lagkah. Kembalilah sebelum terlambat dan jauh tersesat jalan. Allah
berfirman:
!إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ
بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا (١٠٥)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.” (An-Nisa`: 105)
وَلا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ
أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا (١٠٧)
“dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang
mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu
berkhianat lagi bergelimang dosa,” (Al-Nisa`: 107)
هَا أَنْتُمْ هَؤُلاءِ جَادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَمَنْ يُجَادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكِيلا (١٠٩)
“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat
untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan
mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? atau siapakah yang
menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah).” ? (Al-Nisa`: 109)
*****
1. SYIAH
Pada bab ini bapak Muhammad Anis menulis ingin mendudukkan
istilah syiah, bahwa Syiah adalah sebutan khas untuk “syi’ah Ali bin Abi
Tholib” atau “syi’ah Dua Belas Imam” selain itu tidak sah disebut syiah. Untuk
itu dia kemudian mengemukakan beberapa bukti. Poin yang perlu saya tanggapi
adalah ucapannya sebagai berikut (Pembagian kepada poin a, b, c dst adalah dari
saya):
a. ((Kemudian saya mencoba untuk melihat referensi-referensi
lain, maka saya temukan sebuah buku menarik dari Ayatullah Ibrahim Al-Musawi.
Beliau mengatakan pada kitab beliau bahwa munculnya “syi’ah” yaitu pada “yaumul
indzar”. Setelah turun ayat [Q.S. Asy-Syuro’ 214] : “Berikanlah peringatan kepada
keluarga dekatmu”, maka Rasul saww mengajak keluarga dekat beliau ke rumah
pamannya, Abu Tholib as. Setelah jamuan makan selesai, lalu Rasul -Shalallahu
alaihi wasalam- berkata :
“Adakah dari kalian yang mau mengokohkanku,
maka ia akan menjadi saudaraku, pewarisku, wazirku, penerima wasiatku, dan
kholifahku sepeninggalku“. Namun tidak ada yang menjawabnya kecuali Ali bin Abi Tholib.
Lalu Rasul saw berkata pada mereka : “Inilah Ali saudaraku,
pewarisku, penerima wasiatku, dan kholifahku sepeninggalku”. Hadits tersebut juga
banyak diriwayatkan dalam kitab ahlusunnah, seperti :1. Tarikh Thabari, jilid
2, hal. 319; 2. Tarikh Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 62; 3. Muttaqi Al-Hindi, dalam
“Kanzul Ummal”, jilid 15, hal. 15; 4. Haikal, dalam “Hayat Muhammad”; dan lain-lain.))
KOMENTAR MANIS:
Pertama: Jika yang dimaksud oleh bapak Muhammad Anis dengan
ucapannya “Kitab ahlus sunnah” dan “dan lain-lain” adalah kitab ulama ahli
hadits dalam kitab-kitab yang menjadi hujjah seperti Bukhari, Muslim dan
sejenisnya dan mereka mengatakan ini hadits shahih maka ini adalah dusta dan
tidak pernah ada. Jika yang dimaksud adalah kitab yang dia sebut tadi kemudian
kitab sebangsa al-Fadhail milik Abu Nuaim, juga kitab tulisan al-Maghazili,
Khathib Khawarizm, atau kitab-kitab fadhail, atau kitab tarikh maka sekedar
adanya riwayat itu di sana bukanlah hujjah menurut kesepakatan ahli ilmu., Ini
dalam masalah furu’ lalu bagaimana kalau dalam masalah imamah seperti ini?
Kedua: Hadits ini maudhu’ alias dipalsukan oleh orang menurut
kesepakatan ahli ilmu tentang hadits. Hal ini dikatakan oleh Ibn Hazam, Ibnul
Jauzi dalam al-Maudhu’at, Ibn Taimiyah (dalam Minhajus sunnah jilid 7/353),
al-Albani dalam silsilah al-Dhaifah, dll. Lihat misalnya al-Fawaid al-Majmu’ah
karya al-Syaukani hal 346; Tanzih al-Syari’ah 1/363.
Sesungguhnya hadits seperti itu dimuat dalam kitab-kitab yang
menghimpun semua berita, yang telah diketahui oleh para ulama bahwa di dalamnya
ada yang dusta seperti tafsir al-Tsa’labi, al-Wahidi dan sejenisnya. Juga
kitab-kitab fadhail yang memuat riwayat yang baik dan yang buruk seperti kitab
Khathib Khawarizm juga al-Maghazili.
Ketiga: Sesungguhnya riwayat-riwayat semacam itu (yang
mengatakan “Ali ini saudaraku, mentriku, penerima wasiatku, khalifahku
sesudahku”) kalau diteliti sanadnya mesti ada perawi syiah atau kadzdab
(pendusta). Oleh karena itulah bapak Muhammad Anis tidak menyebutkan sanadnya
kepada kita karena takut ketahuan kepalsuannya. Maka menurut saya ucapan bapak
Muhammad Anis di depan yang mengatakan: “melainkan hanya berusaha memberikan
argumentasi dalam wacana diskusi ilmiah” belum tercermin dalam tulisannya ini.
Sepertinya bapak Anis tidak mengerti tentang hadits yang shahih dan yang palsu,
sehingga seolah perhatiannya yang penting adalah ada rujukan atau info yang
sesuai dengan selera. Ini jauh dari unsur ilmiah. Bahkan kalau boleh saya
katakan, sikap ini mirip dengan sikap kafir Quraisy dulu,yang artinya : ”
Tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian
mereka dapat melenyap kan yang hak.” (QS. Al-Kahfi, 56). Wallahul Muwaffiq.
Keempat: Riwayat hadits tentang yaumul indzar yang shahih dan
dipakai oleh Ahlu sunnah tidak ada tambahan (yang mengatakan “Ali ini mentriku,
penerima wasiatku, khalifahku sesudahku”) seperti hadits Ibn Abbas yang ada
pada hadits Imam Bukhari, dan Imam Muslim, hadits Abu Hurairah dalam Shahih
Muslim, dan hadits-hadits lain dalam sunan Nasa`i. Turmudzi, Baihaqi dll. Lihat
misalnya Misykatul Mashabih : 5372; 5373; Shahih Sirah an-Nabawiyyah, Al-Albani
1/135; Fiqh al-Sirah an-Nabawiyyah, Munir Ghadhban, 142. Untuk lengkapnya ada
baiknya anda merujuk Minhaj al-Sunnah an-Nabawiyyah, 7/299-306 (M. Syamilah 1);
juga kitab al-Imamah fi Dhau` al-Kitab was-Sunnah lisyaikhil Islam Ibn
Taimiyah, yang dihimpun, dikomentari dan diberi prolog oleh Muhammad Malullah.
Untuk lebih jelasnya ahsan ana cantumkan langsung dari kitab
al-Imamah fi Dhau` al-Kitab was-Sunnah sebagai berikut:
الثامن: أن الذي في الصحاح من
نزول هذه الآية غير هذا. ففي الصحيحين عن ابن عمر وأبي هريرة – واللفظ له – عن
النبي صلَّى الله عليه وسلَّم لما نزلت: { وَأَنذِرْ
عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ } [الشعراء: 214] دعا رسول الله صلَّى الله عليه
وسلَّم قريشاً، فاجتمعوا، فخص وعم فقال: “يا بني كعب بن لؤي أنقذوا أنفسكم من
النار، يا بني مُرَّة بن كعب أنقذوا أنفسكم من النار، يا بني عبد شمس أنقذوا
أنفسكم من النار، يا بني عبد مناف أنقذوا أنفسكم من النار، يا بني هاشم أنقذوا
أنفسكم من النار، يا بني عبد المطلب أنقذوا أنفسكم من النار، يا فاطمة بنت محمد
أنقذي نفسك من النار. فإني لا أملك لكم من الله شيئاً غير أن لكم رحماً سأبلها
ببلالها”([1]).
وفي الصحيحين عن أبي هريرة رضي الله عنه أيضاً لَمَّا نزلت هذه
الآية قال: “يا معشر قريش اشتروا أنفسكم من الله لا أغني عنكم من الله شيئاً، يا
بني عبد المطلب لا أغني عنكم من الله شيئاً، يا صفية عمة رسول الله لا أغني عنك من
الله شيئاً. يا فاطمة بنت محمد لا أغني عنك من الله شيئاً. سلاني ما شئتما من
مالي”([2]) وخرجه مسلم من حديث ابن
المخارق وزهير بن عمرو([3])، ومن حديث عائشة وقال فيه: “قام
على الصفا”([4]).
وقال في حديث قبيصة: “انطلق إلى رضمة من جبل، فعلا أعلاها حجراً،
ثم نادى: يا بني عبد مناف إني لكم نذير، إنما مثلي ومثلكم كمثل رجل رأى العدو
فانطلق بربأ أهله، فخشي أن يسبقوه، فجعل يهتف: يا صباحاه”([5]).
وفي الصحيحين من حديث ابن عباس قال: “لما نزلت هذه الآية خرج رسول
الله صلَّى الله عليه وسلَّم حتى صعد الصفا، فهتف: ”يا
صباحاه“فقالوا: من هذا الذي يهتف؟ قالوا: محمد، فاجتمعوا إليه، فجعل
ينادي: ”يا بني فلان، يا بني عبد مناف، يا بني
عبد المطلب“ وفي رواية: ”يا بني فهر،
يا بني عدي، يا بني فلان“ لبطون قريش فجعل الرجل إذا لم يستطع أن يخرج
أرسل رسولاً ينظر ما هو، فاجتمعوا فقال: ”أرأيتكم لو
أخبرتكم أن خيلاً تخرج بسفح هذا الجبل، أكنتم مصدّقي“؟ قالوا: ما جربنا عليك
كذباً. قال: ”فإني نذير لكم بين يدي عذاب شديد“قال: فقال أبو لهب:
تبّاً لك أما جمعتنا إلا لهذا؟ فقام فنـزلت هذه السورة: {
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ } [المسد: 1]([6]).
وفي رواية: “”أرأيتم لو أخبرتكم أن
العدو يصبّحكم ويمسّيكم أكنتم تصدّقوني“؟ قالوا: بلى”([7]).
Malang, Selasa15. Jumada Tsaniyah 1430
([1]) الحديث عن أبي هريرة رضي الله عنه في: البخاري 6/111-112
(كتاب التفسير، سورة الشعراء)، مسلم 1/192 (كتاب الإيمان، باب في قوله تعالى: {وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ}، المسند (ط. الحلبي)
2/333، 360، 519 .
([2]) الحديث عن أبي هريرة
رضي الله عنه في: البخاري 4/6-7 (كتاب الوصايا، باب هل يدخل النساء والولد في
الأقارب)، 4/185 (كتاب المناقب، باب من انتسب إلى آبائه في الإسلام والجاهلية)،
6/112 (كتاب التفسير، سورة الشعراء)، مسلم 1/192-193 (كتاب الإيمان، باب في قوله
تعالى: {وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ}. والحديث في سنن
النسائي والدارمي والمسند.
([3]) الحديث في: مسلم في الموضع السابق 1/193 (رقم 353، 354).
([4]) الحديث في: مسلم 1/192 (الموضع السابق) حديث رقم 350 .
([5]) الحديث هو حديث ابن المخارق وزهير بن عمرو السابق، وابن
المخارق هو قبيصة بن المخارق. والرضمة: حجارة مجتمعة ليست بثابتة في الأرض كأنها
منثورة، وعبارة “فعلا أعلاها حجراً”: أي فرقي في أرفعها، وكلمة “يربأ” على وزن
يقرأ: معناه: يحفظهم ويتطلع لهم، ويقال لفاعل ذلك؛ ربيئة. وكلمة “واصباحاه” هي
كلمة يعتادونها عند وقوع أمر عظيم، فيقولونها ليجتمعوا ويتأهبوا له.
([6]) الحديث عن ابن عباس رضي الله عنهما – مع اختلاف في الألفاظ –
في: البخاري 6/111 (كتاب التفسير، سورة الشعراء)، 6/122 (كتاب التفسير، سورة سبأ)،
6/179-180 (كتاب التفسير، سورة تبت يدا أبي لهب وتب)، مسلم 1/193-194 (كتاب
الإيمان، باب في قوله تعالى:{وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ
الأَقْرَبِينَ}، سنن الترمذي 5/121 (كتاب التفسير، ومن سورة تبت)، المسند (ط.
المعارف) 4/186، 286 .
([7]) هذه الرواية جزء من حديث عن ابن عباس رضي الله عنهما في:
البخاري 6/122 (كتاب التفسير، سورة سبأ)، 6/180 (كتاب التفسير، سورة تبت يدا أبي
لهب وتب).
KOMENTAR MANIS
(bag.3)
Pada komentar manis 2 sudah kita tanggapi hadits ( a) yaumul
indzar yang dipakai oleh bapak Muhammad Anis sebagai hujjah. Kini kita
lanjutkan dengan hadits berikutnya yang dijadikan hujjah oleh Bapak Muhammad
Anis (mengutip dari Ayatullah Sayyid Ibrahim Al-Musawi, dalam “Aqoidul Imamiyah
Itsna Asyariyyah”, jilid 3), yaitu;
(b). Abu Sa’id Al-Khudri berkata :
Abu Sa’id Al-Khudri berkata :
“Rasul telah
memerintahkan manusia lima hal, namun mereka hanya mengimani 4 hal dan
meninggalkan 1 hal”. Ketika ia ditanya apa 4 hal tersebut, maka ia mengatakan 4
hal tersebut adalah Sholat, Zakat, Puasa Romadlon, dan Haji. Ketika ia ditanya
1 hal yang ditinggalkan mereka, maka ia menjawab : “Satu hal tersebut adalah
wilayah Ali bin Abi Tholib”. Kemudian ia ditanya apakah 1 hal tersebut
diwajibkan bersama 4 hal lainnya, maka ia menjawab : “Ya, satu hal tersebut
diwajibkan bersama 4 hal lainnya”.
Perintah untuk mentaati Imam Ali as tersebut
pada akhirnya telah dikhianati oleh kebanyakan sahabat sepeninggal Rasul
-Shalallahu alaihi wa salam-. Sehingga mereka yang memegang amanat Rasul
-Shalallahu alaihi wa salam- menjadi para pengikut setia Ali as. Mereka inilah
yang kemudian disebut sebagai syi’ah Ali, hal itu hanya untuk membedakan antara
para pelaksana amanat Rasul -Shalallahu alaihi wa salam- dengan pengkhianat
amanat Rasul -Shalallahu alaihi wa salam-. Oleh karena itu, Abu Dzar Al-Ghifari
sering disebut dengan syi’ah Ali.
KOMENTAR MANIS
Pertama: Ucapan Abu Said ra
perlu dibuktikan keabsahannya, jika tidak, maka sekedar menyebutkan tidaklah
menjadi hujjah sama sekali menurut kesepakan para ulama dan seluruh manusia.
Apalagi dalam riwayat itu abu said al-Khudri membenarkan pengkafiran seluruh
sahabat Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-. Ini adalah riwayat mereka seperti
yang disebutkan oleh salah satu situs mereka:
عن أبي هارون العبدي، قال: كنت أرى [رأي] الخوارج لا رأي لي غيره
حتَّى جلست إلى أبي سعيد الخدري رحمه الله فسمعته يقول:
أمر الناس بخمس، فعملوا بأربع وتركوا واحدة.
فقال له رجل: يا أبا سعيد ما هذه الأربع التي عملوا بها؟
قال: الصلاة والزكاة والحج وصوم شهر رمضان.
قال: فما الواحدة التي تركوها؟
قال: ولاية علي بن أبي طالب (عليهِ السَّلام).
قال الرجل: وإنَّها لمفترضة؟
قال أبو سعيد: نعم ورب الكعبة.
قال الرجل: فقد كفر الناس إذن؟
قال أبو سعيد: فما ذنبي.( أمالي الشيخ المفيد 90 مجلس 17 ح3)
Apalagi Syiah terbukti
memalsukan atau menggunakan beberapa hadits palsu atas nama sahabat Abu said
(salah satu situs mereka memuat makalah berisi 48 hadits palsu atas nama
sahabat yang mulia ini), misal hadits untuk menafsiri ayat al-Maidah: 3, yaitu
hadits:
فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: الله أكبر
على إكمال الدين، وإتمام النعمة، ورضا الرب برسالتي، وبالولاية لعليٍّ من بعدي.
Hadits ini banyak
mereka kutib di situs-situs mereka untuk menjelaskan peristiwa Ghadir Khum.
Juga hadits:
عن أبي سعيد الخدري عن
النبي صلى الله عليه وسلم قال : (
أعطيت في علي خمسا ، أما إحداها : فيواري عورتي ، والثانية : يقضي ديني ،
والثالثة : إنه متكئ في طول المواقف ، والرابعة : فإنه عوني على حوضي ،
والخامسة : فإني لا أخاف عليه أن يرجع كافرا بعد إيمان ، ولا زانيا بعد إحصان )
Hadits ini
diriwayatkan dari jalur Muhammad ibn Abdir rahman al-Qusyairi, dia adalah pendusta.
IbnHatim mengatakan: Ia matruk al-hadits, ia berdusta dalam hadits. Abul Fath
al-Azdi berkata: Ia kadzdzab matruk al-Hadits sebagaimana biografinya dalam
al-Mizan dan al-Tahdzib dan lainnya.
Ia juga memiliki
penyakit lain, yaitu Tadlis oleh Athiyah al-Aufi. Ia melakukan tadlis yang
sangat buruk. Ia mendatangi Muhammad ibn Saib al-Kalbi, yang dituduh dusta,
lalu ia meriwayatkan hadits darinya dan menyebutkannya dengan kunyah abu said
untuk mengesankan bahwa ia adalah abu said al-Khudri ra. (al-Hujaj al-Damighah
linaqdh Kitab al-Muraja’at: 1/2; 2/603)
Jadi harus hati-hati
menerima riwayat yang dikemukakan syiah.
Kedua: keutamaan Ali
–Radiallahu anhu- khalifah ar-Rasyid keempat, sebagai menantu Nabi -Shalallahu
alaihi wa salam-, suami dari Fatimah az-Zahra` dan sebagai ahli syurga
sangatlah banyak, namun orang syiah tidak rela kecuali harus membuat
riwayat-riwayat palsu atas beliau. Berikut kesaksian para imam Ahlus sunnah:
Imam Ibnul Qayyim dalam al-Manar al-Munif (116) berkata:
(وأما ما وضعه الرافضة في فضائل علي فأكثر من
أن يعد، قال الحافظ أبو يعلى الخليلي في كتاب (الإرشاد): وضعت الرافضة في فضائل
علي رضي الله عنه وآل البيت نحو من ثلاث مئة ألف حديث).
Adapun riwayat yang
dipalsukan oleh Rafidhah tentang keutamaan Ali maka lebih banyak dari pada
dihitung. Al-Hafizh abu ya’la al-Khalili dalam kitab al-Irsyad berkata:
Rafidhah memalsukan dalam keutamaan Ani –Radiallahu anhu- dan ahlul bait
sekitar 300 ribu hadits.”
Imam Ibnul Jauzi dalam
al-Maudhu’at (1/252) berkata:
(فضائله كثيرة –أي: علي رضي الله عنه- غير أن
الرافضة لم تقتنع فوضعت له ما يضع ولا يرفع).
Ketamannya (maksudnya:
Ali) adalah sangat banyak, hanya saja kaum syiah rafidhah tidak puas kecuali
dengan membuat riwayat-riwayat palsu yang justru merendahkannya bukan
mengangkatnya.:
Imam Ibnu Taimiyah
berkata dalam fatawanya (13/31):
: (فأصل بدعتهم –أي: الرافضة- مبنية على
الكذب على رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم، وتكذيب الأحاديث الصحيحة،
ولهذا لا يوجد في فرق الأمة أكثر كذباً منهم).
“Pangkal bid’ah mereka-
maksudnya: Rafidhah- adalah dibangun di atas kebohongan atas nama Rasulullah
-Shalallahu alaihi wa salam- dan para sahabatnya, serta banyak mendustakan
hadits-hadits yang shahih. Oleh karena itu tidak ada di dalam sekte-sekte umat
yang lebih banyak berdusta dari pada merelka.
Jadi harus hati-hati
Ketiga: Ucapan bapak
Muhammad Anis: “Perintah untuk mentaati Imam Ali as tersebut
pada akhirnya telah dikhianati oleh kebanyakan sahabat sepeninggal Rasul
-Shalallahu alaihi wa salam-” menegaskan bahwa pemimpin setelah Nabi adalah
Ali berdasarkan perintah Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-., lalu abu Bakar ra
berkhianat dengan merampas hak Ali. Begitu pula Umar dan Utsman. Maka ucapan
ini perlu kami uji kebenarannya:
1. Jika memang hak Ali
dirampas lalu mengapa Ali diam tidak merebut dan memperjuangkan amanah wajib
itu? Jika mereka menjawab: Karena Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- telah
berwasiat kepadanya agar tidak menimbulkan fitnah sesudahnya dan tidak
menghunus pedang. Maka kita katakan: Lalu kenapa Ia menghunus pedang memerangi
pasukan jamal dan shiffin? Yang telah terbunuh di dalamnya ribuan kaum
muislimin? Siapakah yang lebih berhak untuk diperangi? Apakah orang zhalim
pertama, keempat atau kesepuluh dst?
2. Ali membaiat Abu Bakar
–Radiallahu anhu- setelah 6 bulan, artinya ia terlambat berbaiat. Hal ini tidak
lepas dari dua kemungkinan: adakalanya ia benar dalam keterlambatannya dan
salah dalam baiatnya, atau ia benar dalam baiatnya salah dalam
keterlambatannya?
3. Abu Bakar dan Umar
menurut orang syiah – termasuk kata bapak Muhammad Anis- adalah mengkhianati
amanah, merampas hak imamah dari Ali, maka kita katakan: Jika ucapan anda benar
lalu mengapa Khalifah Umar memasukkan Ali kedalam majlis Syura bersama yang
lain? Seandainya Umar mengeluarkannya dari padanya seperti ia mengeluarkan Said
ibn Zaid, atau memilih orang selainnya niscaya tidak ada seorangpun yang
menentangnya dalam hal itu meskipun hanya satu kata. Maka kita mengetahui
dengan yakin bahwa bahwa para sahabat telah menempatkannya pada tempat yang semestinya,
tidak berlebihan dan tidak kurang. Semoga Allah meridhai semua. Mereka
mendahulukan yang paling berhak kemudian yang paling berhak berikutnya.
Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa ketika
Ali memimpin setelah Usman, maka berbagai kelompok dari Muhajirin dan Anshar
bersegera membaiat Ali, dan tidak satupun dari mereka yang meminta maaf karena
telah salah berbaiat sebelumnya kepada Abu Bakar, Umar dan Usman. Atau
bertaubat karena telah mengkhianati wilayahnya atau semacamnya.
4. Syiah mengklaim bahwa
Ali paling berhak terehadap imamah karena memiliki keutamaan di atas sahabat,
seperti termasuk pertama kali masuk Islam, jihad bersama Raslullah -Shalallahu
alaihi wa salam-, luas ilmu dan zuhud. Seandainya kita mengalah itu untuk Ali,
lalu apakah mereka mendapatkan keutamaan untuk Hasan dan Husen jika dibanding
dengan Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn Auf, Abdullah ibn Umar, dan kaum
muhajirin serta Anshar lainnya? Ini tentu mustahil mereka dapatkan. Jadi tidak
ada alasan kecuali hanya nash, artinya ia sudah
ditunjuk oleh Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- untuk menjadi khalifah Rasul,
dan ini adalah klaim dusta.
5. Orang syiah tidak akan
mampu membuktikan bahwa Ali itu mukmin dan adil (shalih terpercaya), kecuali
kalau orang syiah berubah menjadi ahli sunnah. Karena kalau orang khawarij dan
lainnya yang mengkafirkan Ali berkata: Kami tidak menerima kalau Ali mukmin, justru
ia kafir atau zhalim, sebagaimana ucapan syiah tentang Abu Bakar dan Umar.
Mereka tidak memiliki dalil yang digunakan untuk membuktikan imannya Ali dan
‘adalahnya melainkan hal itu lebih jelas untuk menjadi dalil bagi iman dan
‘adalah Abu Bakar, Umar dan Usman.
Jika mereka berhujjah dengan kemutawatirtan
islamnya ali, hijrah dan jihadnya, maka juga telah mutawatir hal itu dari
mereka (Abu Bakar, Umar, dan Usman). Bahkan telah mutawatir Islam dan jihadnya
Mu’awiyah serta para khalifah Bani Umayyah dan Bani Abbas.
Jika syiah mengklaim salah satu dari mereka sebagai munafik, maka
sangat mungkin bagi khawarij untuk mengklaim hal itu pada diri Ali!
Jika mereka menyebut syubhat maka khawarij
bisa menyebutkan syubhat yang lebih besar lagi!
Jika mereka mengatakan bahwa Abu Bakar dan
Umar adalah munafik secara batin, memusuhi Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-
dan merusak agamanya sebisa mungkin. Maka seorang khawarij juga bisa mengatakan
hal itu pada diri Ali dengan mengatakan: Ia hasad terhadap putra pamannya, dan
memusuhi keluarganya, ia ingin rusaknya agamanya, ia tidak mampu melaksanakan
misinya itu pada masa khalifah yang tiga hingga ia berusaha membunuh khalifah
ketiga dan mengobarkan fitnah hingga mampu membunuh para sahabat Muhammad dan
umatnya karena kebencian dan permusuhannya terhadapnya. Dia Menyembunyikan
kecintaannya kepada kaum junafikin yang mengklaim rububiuyyah dan
nubuwwah pada dirinya. Dia menampakkan apa yang berbeda dengan isi hatinya,
sebab agamanya adalah taqiyyah, oleh karena itu kaum bathiniyyah menjadi para
pengikutnya, dan mereka yang memegang rahasianya dan yang menyebar agama
batinyya.
Jika mereka ingin membuktikan iman Ali dan
adalahnya dengan nash al-Qur`an atasnya maka dijawab:
al-Qur`an umum, cakupan al-Qur`an tentangnya tidak lebih agung dari cakupannya
terhadap yang lainnya. Tidak ada ayat yang mereka klaim sebagai khusus untuknya
melainkan sangat mungkin klaim pengkhususan ayat yang semisal atau yang lebih
besar untuk Abu Bakar dan Umar. Maka klaim tanpa hujjah sangat mungkin, namun
untuk keutamaan Abu Bakar dan Umar lebih mungkin dari pada yang lainnya.
Jika mereka mengatakan hal itu berdasarkan
naql dan riwayat maka naql dan riwayat untuk mereka (Abu Bakar, Umar) lebih
terkenal lagi dan lebih banyak. Jika mereka mengklaim mutaatir, maka mutawatir
untk Abu Bakar Umar lebih shahih. Jika mereka mengandalkan kesaksian sahabat
maka kesaksiaan sahabat untuk Abu Bakar dan Umar lebih banyak!
Yang benar: khalifaj yang hak setelah
Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- adalah Abu Bakar as-shiddiq –Radiallahu
anhu-. Buktinya: a). kesepakatan dan ijma’ para sahabat untuk mentaatinya,
patuh kepada perintah-perintahnya dan larangannya serta tidak adanya
pengingkaran terhadapnya. Seandainya dia bukan khalifah yang sah tentu mereka
tidak akan membiarkannya, tidak akan mentaatinya, karena mereka adalah generasi
yang zuhud, wara’ dan taqwa, tidak takut kecuali kepada Allah. b). Ali
–Radiallahu anhu- tidak pernah menyalahinya dan memeranginya. Hal ini tidak
lepas dari kemungkinan:
((ia membiarkannya karena takut fitnah dan
keburukan atau karena tidak mampu atau karena mengetahui bahwa kebenaran ada
pada Abu Bakar dan tidak pernah ada wasiat itu))
Tidak mungkin ia menmbiarkannya karena takut
fitnah, karena buktinya ia memerangi Muawiyyah dan terbunuh dalam peperangan
itu ribuan muslim. Ia memerangi Thalhah dan Zuibair –Radiallahu anhuma- dan
memerangi Aisyah –Radiallahu anha- ketika ia mengetahui bahwa kebenaran ada
padanya. Ia tidak meninggalkan itu karena takut fitnah!
Juga tidak mungkin membiarkannya karena
ketidakmampuan, karena yang menolongnya saat memerangi muawiyyah mereka waktu
itu adalah mukmin, yaitu pada hari peristiwa saqifah, pada hari penunjukan Umar
sebagai khalifah, dan pada hari syura, kalau mereka mengetahui bahwa kebenaran
apa di pihak Ali tentu mereka menolongnya di hadapan Abu Bakar karena abu Bakar
lebih berhak untuk diperangi dari pada Muawiyyah.
Karena hal itu tidak terjadi maka nyatalah
bahwa Ali mengetahui bahwa Abu Bakar benar dan tidak pernah ada wasiat Nabi
untuk dirinya, sehingga ia berbaiat kepada Abu Bakar –Radiallahu anhu-,
kemudian kepada Umar kemudian kepada Utsman. Jadi mereka bertiga tidak
berkhianat dan Ali juga tidak berkhianat dan tidak merestui orang-orang yang
berkhianat, tapi justru syiahlah yang berkhianat, mengkhianati Nabi, para
shabat dan para ahlul bait.
BAPAK MUHAMMAD ANIS
BERKATA:
1. ABDULLAH BIN SABA’
Berikut saya tuliskan tentang Abdullah bin Saba’ yang sebenarnya
adalah tokoh fiktif, yang sumbernya baik dari ahlusunnah maupun syi’ah. Seorang
ulama syi’ah, yaitu Ayatullah Murtadla ‘Askari mencoba untuk meneliti tentang
keberadaan Abdullah bin Saba’. Dan hasilnya, beliau menyatakan bahwa
berdasarkan penelitian sejarah dan periwayatan hadits, maka sebenarnya Abdullah
bin Saba’ adalah tokoh fiktif. Dan hasil penelusuran dan penelitian tersebut
beliau tuangkan dalam buku beliau yang berjudul :
1. Abdullah
bin Saba’ wa Asatir Ukhra.
2. Khomsun
wa Mi’atun Shahabi Mukhtalaq.
Cerita
tentang riwayat-riwayat oleh Abdullah bin Saba’ hanya bersumber dari satu orang
(sumber tunggal), yaitu Saif bin Umar At-Tamimi. Mengenai sosok Saif bin Umar
At-Tamimi, para ulama ahli jarh wa ta’dil telah
memberikan nilai merah/buruk kepadanya. Berikut komentar mereka tentang Saif
At-Tamimi tersebut :
1. Yahya
bin Mun’im, mengatakan : “Riwayat-riwayatnya lemah dan tidak berguna”.
2.
An-Nasa’i dalam Sunan-nya, mengatakan : “Riwayat-riwayatnya lemah dan harus
diabaikan, karena ia adalah orang yang tidak dapat diandalkan dan tidak patut
dipercaya”.
3. Abu
Dawud, mengatakan : “Tidak ada harganya, ia seorang pembohong”.
4. Ibn Abi
Hatim, mengatakan : “Mereka telah meninggalkan riwayat-riwayatnya”.
5. Ibn
Al-Sakan, mengatakan : “Riwayatnya lemah (dlo’if)”.
6. Ibn ‘Adi
mengatakan : “Riwayatnya lemah, sebagian dari riwayatnya terkenal namun bagian
terbesar dari riwayat-riwayatnya adalah mungkar dan tidak diikuti”.
7.
Al-Hakim, mengatakan : “Riwayat-riwayatnya telah ditinggalkan, ia dituduh
zindiq”.
8. Ibn
Hibban, mengatakan : “Ia terdakwa sebagai zindiq dan memalsukan
riwayat-riwayat”.
Dan para
ulama ahlusunnah lainnya yang tidak mempercayainya, seperti Khatib Al-Baghdady,
Ibn Abdil Barr, Ibnu Hajar, dll.
Sehingga jelas sekali bahwa keberadaan Abdullah bin Saba’ ini
adalah fiktif, dikarenakan hanya bersumber dari satu orang yaitu Saif
At-Tamimi, yang dinilai cacat, mungkar, pemalsu, zindiq, dll.
Oleh karena
itu, tertolaknya riwayat tentang Abdullah bin Saba’ bukan hanya karena dalam
jalur periwayatannya terdapat Saif At-Tamimi, seperti hadits yang dikutip oleh
Thabari; melainkan juga bahwa Saif At-Tamimi merupakan sumber tunggal dari
cerita keberadaan Abdullah bin Saba’, seperti riwayat-riwayat yang tercantum
dalam buku karangan Saif At-Tamimi yang berjudul “Al-Futuh” dan “Al-Jamal”.
Dengan
predikat semacam itu, maka sudah semestinya setiap kisah yang diriwayatkan
secara tunggal dari Saif At-Tamimi TIDAK BISA dipercaya, baik dalam wacana
syari’at maupun tarikh, dan lain-lain.
Ibnu Hajar
dalam bukunya yang berjudul “Lisanul Mizan”, mengatakan :
“Berita-berita tentang Abdullah bin
Saba’ dalam sejarah memang terkenal, tetapi tidak satupun bernilai riwayat“.
Ibnu Hajar
juga mengatakan :
“Ibnu
Asakir kemudian meriwayatkan sebuah cerita panjang dari Saif bin Umar At-Tamimi
dalam kitab Al-Futuh yang tidak shohih sanad-sanadnya“
Ref.
Ahlusunnah :
Ibnu Hajar Al-Asqolani, dalam “Lisanul Mizan”, jilid 3, hal.
289. [Lihat Catatan Kaki no. 5]
Sehingga
semua jalur riwayat yang ada tentang Abdullah bin Saba’, sekali lagi, hanya
bersumber dari cerita Saif At-Tamimi tersebut. Jadi jelas
sekali bahwa riwayat-riwayat tersebut tertolak berdasarkan predikat buruk yang
disandang oleh Saif At-Tamimi.
Dan buku
Ayatullah Murtadla ‘Askari tersebut di atas merupakan sanggahan dan bantahan
terhadap semua pendapat yang menyatakan keberadaan Abdullah bin Saba’, baik itu
yang berasal dari ulama ahlusunnah maupun ulama syi’ah terdahulu.
KOMENTAR MANIS:
Saya katakan: Ini tidak layak disebut sebagai
bantahan terhadap buku Gen syiah, jadi tidak perlu ditanggapi. Cukuplah tulisan syaikh dalam Gen syiah sebagai
bantahannya. Jadi buku Gen Syiah belum terbantahkan.) (Baca makalah Gerakan
Sabaiyyah yang insya Allah akan kami muat)