Friday, March 20, 2015

Siapa Bilang Ilmu Tidak Diambil Dari Seorang Kutu Buku!!

                                                  

Oleh: Ust. Abu Husein At-Thuwailibi
(Meluruskan Statement Seorang Ustadz)

Sameeh.net - Beliau adalah seorang penuntut Ilmu yang sedang menempuh kuliah (pendidikan) di Universitas Islam Madinah KSA. Semoga Allah meneguhkan beliau diatas Ilmu dan dakwah Salafiyah.

Saya tergelitik saat membaca salah satu risalah (artikel) nya yang banyak disebarluaskan oleh para pengagumnya di jejaring sosial dengan Judul: "Sekali Lagi, Kembalilah Ke Majelis Ilmu".

Saya tidak menganggap salah apa yang beliau tuliskan,karena beliau menyusun statemennya dengan mengutip perkataan sejumlah Ulama Salaf. Hanya saja, bila statemen yang menjadi kesimpulan beliau di mutlakkan begitu saja,maka ini menjadi suatu kekeliruan yang harus di syarahkan.

Pada intinya, Sang Ustadz menyatakan bahwa para Ulama salafus shalih melarang menimba ilmu dari orang yang hanya mengandalkan bacaan saja tanpa duduk di mejelis Ilmu. Lalu beliau menukil perkataan sejumlah Ulama diantaranya Sulaiman Bin Musa yang berkata, “ilmu itu tidak diambil dari seorang kutu buku”.

Memang benar, bahwa Menuntut Ilmu terbaik dan efektif adalah dengan berguru, bermajelis dengan para Ulama dan Murobbi, akan tetapi bukan berarti membaca buku/kitab atau sarana-sarana lain merupakan metodologi belajar yang mesti disudutkan atau seolah di pinggirkan.

Mencermati apa yang ditulis Sang Ustadz, saya teringat dengan Perkataan Kaum Shufi yang sangat masyhur dan populer, “Barang siapa yang belajar tanpa guru maka gurunya adalah setan”.

Perkataan populer kaum sesat Shufi ini pernah di bantah oleh Syaikh Bin Baz Rahimahullah. Beliau berkata:

أمَّا قولُهم: "مَن لا شيخَ له؛ فشيخُه الشيطان"؛ فهذا باطل، ما له أصل، وليس بحديث. وليس لك أن تتَّبع طرق الشيخ إذا كان مخالفاً للشرع، بل عليك أن تتبع الرَّسول -صلَّى الله عليه وسلَّم- وأصحابَه -رضي الله عنهم وأرضاهم- ومَن تَبِعهم بإحسان، في صلاتك، وفي دعائك، وفي سائر أحوالك

“Adapun perkataan mereka yakni Kaum Shufi bahwasanya barangsiapa yang tidak punya guru, maka gurunya adalah setan; maka perkataan ini adalah bathil. Tidak ada asalnya. Bukan pula hadits. Tidak boleh bagimu untuk mengikuti jalan seorang syaikh apabila ia menyelisihi syari’at. Bahkan wajib bagimu untuk mengikuti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para shahabatnya Radhiyallahu ‘anhum serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam shalatmu, do'amu dan seluruh keadaanmu...”

Saudaraku yang dimuliakan Allah, memang benar, ada ungkapan:
“من كان شيخه كتابه فخطؤه أكثر من صوابه”.
“Barangsiapa gurunya adalah sebuah kitab maka kesalahannya akan lebih banyak dari pada benarnya”.

Akan tetapi, kalau kita bisa memanfaatkannya dengan baik dan benar maka kitab-kitab dan buku-buku itu juga bisa kita jadikan sebagai salah satu sarana menambah ilmu dan sarana dalam menyebarkan dakwah,pengajaran dan informasi yang baik. Bukan berarti belajar secara otodidak itu mutlak salah. Bahkan Al-Imam Ibnu Hazm Rahimahullah pun konon belajar agama secara otodidak, beliau belajar secara mandiri lewat kitab-kitab para 'Ulama, selama asas 'ilmu 'allat yang beliau miliki sudah mumpuni. Bahkan sejarah mencatat beliau termasuk Ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang terlambat dalam menuntut Ilmu, beliau mulai belajar dimasa tua, namun Allah memberi beliau taufiq untuk bisa belajar dan menggali ilmu secara mandiri. Sampai tidak kita temukan kitab fenomenal yang berjudul "Al-Muhalla" kecuali yang di tulis oleh Imam Ibnu Hazm Rahimahullah. 

Demikian pula master Hadits abad ini,Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah, secara jujur, beliau juga belajar agama lebih dominan secara otodidak,menelaah kitab-kitab secara mandiri. Ya, memang beliau punya guru,diantaranya adalah ayah beliau sendiri, akan tetapi ingat, guru-guru beliau adalah mengajarkan sejumlah Ilmu alat, ilmu dasar, sedangkan pengembangan dan penambah wawasan khazanah ilmiah beliau gali sendiri lewat Kitab-kitab para 'Ulama mu'tabarah dari kalangan madzahib al-arba'ah, sampai beliau banyak terisipirasi mazhab Hanbali dalam banyak satuan-satuan fiqih dan ushul. Beliau terkenal kutu buku, tercatat dalam sejarah beliau banyak menghabiskan waktunya untuk membaca kitab di Maktabah Zhahiriyah.

Lebih transparan lagi, bahkan salah seorang Tokoh besar Salafi di negeri, sebut saja Al-Ustadz Abdul Hakim Abdat, beliau juga bisa dibilang belajar tanpa guru, beliau otodidak dan kutu buku, fakta itu tidak bisa dipungkiri. Beliau dominan menuntut Ilmu secara otodidak lewat membaca dan menelaah kitab-kitab, banyak menghabiskan waktunya di Maktabah Ma'hadil 'Ulum (Perpustakaan LIPIA) Jakarta. Hingga banyak kalangan yang menyebut beliau sebagai "Sarjana Perpustakaan". Realita yang mesti kita terima, namun dengan begitu apakah mengurangi kemuliaan beliau sebagai seorang Mu'allim ?? Apakah mengurangi kredibilitas beliau sebagai Juru Dakwah ?? Kalla Wa Alfi Kallaa !! Justru beliau di datangi oleh banyak para penuntut Ilmu dari berbagai daerah di nusantara dari masa ke masa, beliau mengajar di banyak tempat, berdakwah dibanyak tempat, menulis banyak kitab dan buku, bahkan disetiap beliau hadir di Maktabah LIPIA Jakarta untuk menelaah kutub, berbondong-bondong mahasiswa-mahasiswa LIPIA menghampiri dan mendekati tempat duduk beliau, mereka bertanya, belajar, meminta pengetahuan dan wawasan kepadanya.

Memang, Ustadz Abdul Hakim Abdat sempat duduk di majelis Syaikh Utsaimin dalam sejarah perjalanannya, namun hal itu bukan dikategorikan berguru, karena hanya sekedar hadir dalam majelis-majelis Umum. Bukan talaqqi atau mulazamah secara khusus. Sedangkan Ustadz Zainal Abidin saja yang duduk di majelis Syaikh Bin Baz selama dua tahun pun beliau tidak menganggap berguru dengan Syaikh Bin Baz, Ustadz Zainal Abidin Bin Syamsudin tidak menganggap beliau itu murid Syaikh Bin Baz. Apalagi yang hanya sekedar duduk ikut Ta'lim dalam majelis-majelis Umum. Demikianlah Ustadz Abdul Hakim Abdat. dan tentu saja beliau punya guru, diantaranya adalah ayah beliau sendiri dan sejumlah mu'allim-mu'allim dahulu dimasanya belajar, akan tetapi beliau belajar ilmu 'allat, 'ilmu dasar, sementara pengembangan dan mengasah ilmu beliau lebih banyak membaca dan menelaah kitab-kitab itu, dengan kata lain beliau Kutu Buku alias Otodidak.

Dalam kitab Al-Asybah Wannazhoo-ir Imam Suyuthi dijelaskan BOLEH belajar agama secara otodidak dari kitab–kitab mu’tabaroh para 'Ulama, kecuali belajar membaca Al-Qur’an harus melalui guru yang memiliki sanad shohih muttashil sampai ke Rasulullah.

1. الأشباه و النظائر للسيوطى ص 189-190:
وقال ابن عبد السلام: أما الاعتماد على كتب الفقه الصحيحة الموثوق بها فقد اتفق العلماء في هذا العصر على جواز الاعتماد عليها والاستناد إليها لأن الثقة قد حصلت بها كما تحصل بالرواية ولذلك اعتمد الناس على الكتب المشهورة في النحو واللغة والطب 
وسائر العلوم لحصول الثقة بها وبعد التدليس
2. كتاب حق التلاوة ص 46:
فعلى قارئ القرآن ان يأخذ قرائته على طريق التلقّى و الإسناد عن الشيوخ الآخذين عن شيوخهم كى يصل الى تأكد من أن تلاوته تطابق ما جاء عن رسول الله صلى الله عليه و سلم

Na'am, kalaulah sang Ustadz mensyaratkan belajar agama dengan para 'Ulama secara langsung dan terkesan menganggap remeh orang-orang yang belajar tidak dengan para 'Ulama (sebagaimana substansi dari statemen beliau yang saya fahami), maka ini sikap yang sungguh subjektif saya kira. Dirinya bisa menuntut Ilmu langsung dengan para 'Ulama,bahkan ke Madinah, itu berkat taufiq yang Allah karuniakan kepadanya, lantas bagaimana dengan orang-orang yang tidak mampu untuk ke Madinah ??? Atau para penuntut Ilmu yang memiliki keterbatasan untuk bisa berguru dengan para ulama ??? Dengan latar belakang dan back graund yang bermacam ragam ??? Ok lah ia bisa menuntut Ilmu ke Madinah belajar dengan para 'Ulama , lantas apakah semua orang bisa seperti itu ??? Bukankah "Fattaqullah Mastatho'tum" (Bertaqwalah kepada Allah sesuai kemampuan kalian) ??

Biarlah mereka belajar secara otodidak karena disitulah kemampuan mereka, dan tak pantas kita bersikap timpang dan ujub sedemikian rupa. Jangan kita kira harus langsung duduk di majelis Ilmu lalu seseorang mendapatkan Ilmu dan pasti selamat dari kesesatan. Pertanyaannya;bagaimana dengan seorang muslim yang memiliki kesibukan padat atau keterbatasan keadaan dan sosial sehingga ia tak mampu untuk hadir langsung dimajelis Ilmu dan hanya mampu untuk mendengar kajian lewat rekaman video di Internet misalnya, atau kajian rutin di Radio, atau melihat muhadhoroh para 'Ulama dan ustadz-ustadz lokal lewat Youtube, atau dengan mengikuti kajian dan pembahasan ilmu yang di rutinitaskan lewat grup-grup WhatsApp misalnya, sementara zaman semakin canggih dengan tekhnologi yang Allah karuniakan kepada hamba-hambanya.

Demikian pula belajar lewat internet, meski kita sepakat bahwa belajar agama harus dengan jalan berguru kepada ulama yang ahli di bidangnya, namun bukan berarti membaca kitab, buku, atau belajar lewat internet harus kita tinggalkan. Memang kita tidak memandang bahwa internet itu sebagai satu-satunya sumber ilmu agama, melainkan internet itu fungsinya hanya sebagai media saja.

Dan dalam belajar ilmu agama, selain keberadaan seorang guru yang ahli di bidangnya, tidak bisa dipungkiri bahwa kita butuh media pembelajaran. Di antaranya kita butuh kitab untuk membaca ilmu yang sudah ditulis oleh guru kita atau para Ulama.

Dan seorang guru atau Ulama pun juga perlu menuliskan semua ilmunya agar tidak hilang. Oleh karena itu sang guru juga butuh pena, tinta, lembaran kertas bahkan mesin cetak untuk menyebarkan ilmunya yang berharga.

Kalau di masa lalu buku atau kitab itu berbentuk lembaran kertas yang dicetak dan dijilid, maka di masa modern ini bukunya bisa saja berbentuk buku elektronik, baik berupa website yang berisi banyak tulisan ilmu atau berformat file komputer semacam pdf dan sejenisnya.

Dan internet itu ibarat buku, bahwa tidak semua buku itu baik. Ada buku yang baik dan ada buku yang tidak baik. Tetapi tidak ada yang memungkiri bahwa buku atau kitab adalah salah satu media yang cukup bermanfaat, dimana kita bisa mendapatkan ilmu agama yang luas. Demikian juga dengan internet, ada yang isinya baik dan ada yang isinya buruk.

Pada intinya, belajar yang paling baik memang dengan berguru kepada ulama, ustadz, atau orang yang berilmu, apabila mampu dan memungkinkan. Para ulama dulu bahkan mencela orang-orang yang tidak keluar mencari ilmu dan mendatangi para ulama sebagaimana penjelasan sang Ustadz dalam tulisannnya. Belajar dari guru lebih praktis dan lebih terhindar dari kekeliruan apalagi penyimpangan, hanya saja apakah semua orang memiliki kemampuan yang sama untuk mencari ilmu dengan para 'Ulama ??? apakah semua yang ikut tes Muqabalah beasiswa kuliah ke Universitas Islam Madinah maqbul (lulus) semua ??
Sehingga, bila dimutlakkan bahwa orang yang tidak punya guru atau orang yang kutu buku maka ilmunya tidak layak diambil, maka ini juga tidak benar dan perlu di luruskan.

Menuntut ilmu melalui perantaraan kitab itu tidaklah mutlak mesti keliru pada akhirnya. Meskipun tetap harus kita katakan bahwa belajar din (agama) pada ulama atau ustadz atau ahli ilmu lebih baik daripada belajar secara otodidak (membaca sendiri).

Sehingga, yang jadi tolok ukur kebenaran adalah kesesuaian terhadap kebenaran yang bersumber dari yang maha benar itu sendiri (yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah).
Fakta membuktikan, betapa banyak orang yang berguru namun ternyata malah sesat ?!
Apakah anda kira Washil Atha' itu tidak punya guru ??
Apakah anda kira Bisyr Al-Marisi itu tidak punya guru ??
Apakah anda kira Syaikh Siti Jenar itu tidak punya guru ??
Apakah anda kira Khomaini itu tidak punya guru ??
Apakah anda kira Ulil Abshar Abdalla itu tidak punya guru ??
Apakah anda kira Said Aqil Siradj itu tidak punya guru ?? Bahkan guru-gurunya adalah para Ulama Salafi di Makkah Arab Saudi mulai dari S 1 sampai S 3. !!!!?
Betapa banyak orang yang berbangga dengan guru dan sanad keilmuan, namun ilmu dan amal mereka ternyata menyelisihi Al-Qur'an dan As-Sunnah bahkan sesat !?

Belajar dari buku, kitab, kaset atau rekaman, internet, atau sumber-sumber lain itu BOLEH dan tetap mempunyai keutamaan. Allah akan memahamkan siapapun yang dikehendaki-Nya melalui media apapun, sebagaimana kata Rasulullah “Man Yuriidillahu Bihi Khairan Fa-Yufaqqihu Fiddiin” (Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan atasnya maka Allah akan faqihkan dia dalam agama). namun, kalau hanya menyandarkan ilmu dari media-media tersebut tanpa mendatangi guru - sementara kita mampu - adalah kerugian yang sangat besar. Ingat, selama kita mampu.! lalu bagaimana dengan merkeka yang tidak mampu ?? dengan aneka kesibukan atau keterbatasan dari banyak sisi...??

Na'am, oleh karena itu bersikaplah Objektif dan pengertian terhadap setiap keadaan, agar statement kita tidak mengundang perdebatan.
Allahu A'lam Wal ;Ilmu 'Indallah.

Obat Stress Praktis! [ Zuhud Terhadap Media Cetak dan Elektronik kufar. Penghalang Ibadah, Membuang waktu dan Merusak Jiwa]

Allah Tidak Menjadikan Dua Hati Dalam Diri Seorang ( Apabila hati seorang dipenuhi oleh keyakinan dan rasa cinta terhadap perkara yang bathil, maka tidak ada lagi ruang didalamnya untuk menempatkan keyakinan dan rasa cinta terhadap perkara yang haq ( Fawaidul Fawaid, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ).

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Ada sebuah “obat stress” yang cukup manjur untuk dicoba. Ini sudah saya alami dan rasakan. Alhamdulillah, dampaknya sangat baik.
                                                

Obat stress ini mudah dilakukan. Tidak mengeluarkan biaya, malah hemat energi lagi. Tetapi kita butuhketeguhan hatiuntuk melakukannya. Pada awal-awal memulai “terapi” ini hati kita merasa berat, berat sekali. Karena kita sudah terbiasa mengonsumsi “racun” yang sebenarnya merugikan diri. Nah, untuk menjalankan terapi ini, syaratnya mudah saja: “Mau sabar dan tahan godaan pada awal-awalnya.” Itu saja.
Saya yakin, terapi ini sangat manjur dan efektif. Tetapi karena menyangkut perilaku addictive(kecanduan) kita, maka harus ada keberanian dan kebulatan tekad untuk melawan kebiasaan sehari-hari. Ya, bagaimanapun untuk memulai sesuatu yang baik, tidak ada yang gratis. Harus ada pengorbanan kan…
Mungkin Anda bertanya-tanya, obat stress itu seperti apa? Bagaimana caranya? Apa yang harus dikonsumsi atau dilakukan sebagai sebuah terapi? Apakah cara ini berbiaya mahal? Apakah ada versi gratisnya, seperti umumnya pelayanan yang disukai bangsa Indonesia?
Obatnya sangat sederhana, bahkan mungkin sangat mencengangkan. Anda hanya diminta: “Mulai Berhenti Nonton Berita di TV atau Membaca Berita di Koran.” Hanya itu saja!
Mulailah kebiasaan baru, berhenti nonton berita TV, berhenti membaca koran, atau berhenti membaca berita di media-media online sekuler. Hanya itu yang diminta! Cara demikian sangat sederhana, tetapi butuh keberanian dan keteguhan hati untuk memulai.
Saya semula sangat berat untuk berhenti nonton berita di TV, atau membaca berita di koran. Berat sekali. Setiap melihat monitor TV, ingin rasanya tangan memencet tombol channel ke saluran-saluran berita.
Selama bertahun-tahun, saya -jujur saja- ketagihan nonton berita di TV. Dan untuk menghentikan kebiasaan itu, amat sangat sulit. Berat, berat sekali. Tetapi ternyata, perjuangan ini hanya membutuhkan waktu beberapa hari saja. Kalau kita konsisten tidak nonton berita TV selama 2 minggu nonstop, insya Allah kita akan bisa mengabaikan berita-berita itu.
Dampak yang sangat nyata saya rasakan, ternyata otak kita lebih bersih, pikiran kita lebih jernih, emosi kita lebih terjaga. Bahkan kita bisa fokus dengan tugas sehari-hari. Berita-berita TV itu datang menggempur kita dengan aneka serangan yang berdaya rusak terhadap akal, perasaan, dan emosi. Ketika berita-berita itu dihentikan, alhamdulillah beban-beban stress serasa berkurang jauh.
Saya sangat menyarankan Anda semua untuk mencoba cara ini. Cobalah mulai kebiasaan baru yang insya Allah lebih bermanfaat.
Kita tahu, TV-TV selama ini umumnya dibangun di atas kepentingan non Islam, bahkan anti Islam. Nah, semua itu menjadi sumber keresahan jiwa yang sangat berat. Otak kita serasa dikendalikan oleh “Big Hand” yang tidak terlihat. Tahu-tahu, kehidupan di sekitar kita penuh dengan masalah-masalah.
Lalu, bagaimana dengan soal update berita?
PERTAMA, untuk update berita, kita bisa melihat media-media Islam, seperti media online, majalah, tabloid, atau buletin Islam. Media-media itu cukup memadai untuk mengobati kehausan seputar berita-berita aktual. Insya Allah, para pengeloa media Islam sudah berpikir 1000 kali untuk memuat hal-hal yang positif dan menghindari berita negatif.
KEDUA, bagi tokoh ulama, jurnalis Muslim, politisi Muslim, atau para dai yang sangat membutuhkan update berita, dan mereka concern di bidang itu; ya silakan saja. Itu sudah hak mereka. Tetapi bagi kaum Muslimin yang tidak ada urusan dengan perkara-perkara itu, sudahlah lupakan saja berita TV, koran, situs-situs sekuler. Lupakan saja, Bung!
KETIGA, sebagai ganti dari kebiasaan makan berita media-media sekuler, mulailah kesibukan baru mengkaji kandungan Al Qur’an dan As Sunnah. Jangan takut tidak mendapat update berita. Tetapi mulai tanamkan dalam diri, rasa takut jika tidak meng-update kandungan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Sejatinya, Anda tidak rugi kalau tidak update berita, tetapi akan sangat rugi kalau melupakan Kitabullah dan As Sunnah.
Demikian “obat stress” praktis yang bisa disampaikan. Mulailah, dan rasakan sensasinya! Insya Allah hidupmu akan segera berubah! Lupakan semua provokasi media-media sekuler itu. Lupakan saja! Anggap otak mereka kering dari ide-ide Qur’ani dan Sunnah Nabi, maka kalau kita luput dari berita-berita yang mereka sajikan, kita tak akan rugi.
Sekedar catatan, beberapa saat lalu ketika memindahkan channel ke saluran TV non berita, tak sengaja saya masuk ke channel berita untuk beberapa detik. Sekilas tampak disana, ada seorang pejabat polisi memamerkan senjata-senjata yang katanya disita dari teroris.
Melihat tayangan itu, saya hanya tertawa saja. “Wis, sak karepmu lah. Kamu mau jungkir balik pun silakan. Aku sudah komitmen, goodbye berita-berita TV. Semua itu hanya sampah yang memusingkan kepala. Lupakan berita, opini, dan perdebatan di TV, mulailah membangun kehidupan baru!”
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
[Abinya Syakir].
Zuhud terhadap perkara yang tidak bermanfaat, yang hukumnya bisa mendekati keharaman [ tingkat ke samarannya/syubhatnya kuat ]. Hal tersebut juga merupakan Zuhud terhadap segala sesuatu selain Allah dan segala yang menyibukan Anda dari-Nya. Media Cetak ( Koran dll ) dan Media Elektronik ( Televisi,Video dan sejenisnya ) banyak Mudharat, merusak Jiwa/Fikiran serta menghambat/mengganggu  kesibukan Anda kepada Allah`azza wa jalla. Media-media tersebut banyak menampilkan pornografi, kebebasan ala barat dan bertujuan merusak aqidah umat islam ! Mereka bekerja dengan rujukan grand design/blue print " Penghancuran Aqidah/ Tauhid Umat Islam" yang disuply tuan baratnya. Badai penghancuran Pikiran Bawah Umat Islam semakin dasyat dan merusak waktu " Maghrib/Isya " umat Islam. 
Kesibukan tersebut tidak mendatangkan pahala dan menolong anda di Akherat. Hal tersebut bukan Ilmu yang bermanfaat buka artikel :
http://lamurkha.blogspot.com/2015/03/perlukah-mengetahui-perkembangan-berita.html 
terkait zuhud, bisa baca buku :
Tazkiyatun Nafs, DR. Anas Ahmad Karzon
Fawaidul Fawaid, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah 
Ketika Televisi Menjadi Orang Tua Ketiga

Ada dua fakta televisi yang tidak diperdebatkan lagi. Pertama, televisi merupakan faktor perusak dan penghancur di sebagian besar program acaranya. Kedua, televisi merupakan faktor pembangun di beberapa program, namun ini sangat minim. Itulah opini para ibu di beberapa negara yang menjawab angket pendukung penulisan buku ini. Saya menemukan 85% para ibu berpendapat bahwa televisi merupakan faktor negatif yang memengaruhi pendidikan anak. Mereka mengatakan bahwa televisi sangat berbahaya, bahayanya melebihi menfaatnya, perusak perilaku anak, dan penyebab munculnya problematika anak. Sementara itu, para ibu yang lainnya berpendapat bahwa televisi merupakan suatu kebutuhan, namun penggunaannya harus dengan beberapa persyaratan tertentu. Disini, kita membahas bahaya televisi karena kita sedang membahas televisi sebagai pengaruh negatif dalam pendidikan anak.
Bahaya Televisi terhadap Anak
Selama menelaah buku-buku yang berbicara seputar pengrah televisi terhadap anak, saya menemukan banyak penelitian yang menjelaskan bahaya televisi yang diklasifikasikan dalam beberapa bagian, diantaranya: bahaya dari sisi keberagaman anak, bahaya dari sisi perilaku anak, bahaya dari sisi kesehatan, dan bahaya dari sisi kemasyarakatan. Berikut ini beberapa bahaya yang paling tampak.
1) Televisi dan Agama
·        Tidak sedikit program televisi yang menyuguhkan acara anak yang merupakan hasil impor dari negara-negara Barat, yang dapat merusak fitrah keimanan anak kepada Allahsubhanahu wa ta’ala. Terlebih lagi, ada program acara anak yang menceritakan adanya tuhan dengan nama tertentu, seperti bernama “Tuhan” Zella (Godzila) sang penyelamat manusia dari kejahatan. Ada cerita tentang peperangan di luar angkasa; menggambarkan adanya musuh manusia di planet lain yang dapat menghancurkan bumi. Acara tersebut menggambarkan alam semesta dan kehidupan seakan-akan sebuah dongeng, jauh dari gambaran islami tentang alam semesta, kehidupan, dan manusia. Kebanyakan program acara tersebut menceritakan tentang alam semesta yang besar tanpa ada kendali dari kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Acara ini justru menceritakan bahwa alam semesta ini dikendalikan oleh dua kekuatan: kekuatan jahat dan kekuatan bagi yang saling berebut kekuasaan, padahal sebenarnya hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang kuasa mengatur dan mengendalikan segala sesuatu di alam semesta ini. Contoh (buruk yang bertentangan dengan prinsip keimanan ini adalah) film yang menggambarkan akal di sentral alam semesta ini dan akal itulah sumber peraturan alam semesta ini[1].
·        Bila kita perhatikan program acara tersebut, kita dapat menemukan bahwa sebagian besar acara anak itu tidak sesuai dengan ajaran agama kita.
Contohnya, acara anak “Hai Simsim, bukalah!” Acara ini merupakan terjemahan dari film Amerika. Meskipun program acara ini lebih sedikit efek negatifnya bagi anak, tetapi memiliki beberapa unsur negatif. Akibat pengaruh negatif program acara anak ini, salah seorang anak yang menonton acara tersebut bersujud kepada boneka agar mengabulkan semua permintaannya![2]
2) Televisi dan Perilaku Anak
·        Secara umum, televisi dapat membuat anak –dengan menyempatkan diri untuk menontonnya- berkepribadian negatif, menyebabkan anak menjadi bodoh, kurang peduli, kurang peka, dan dapat menyebabkan anak melakukan tindak anarkis, jauh dari sifat kasih sayang[3].
·        Anak menjadi korban iklan perdagangan yang acapkali mengandung norma-norma negatif bagi para pemirsanya, seperti sifat tamak, mubadzir, saling membanggakan diri, tidak peduli suka menguasai, bertindak anarkis, dan berusaha untuk menarik perhatian lawan jenis. Banyak iklan yang menayangkan orang telanjang, padahal iklan seperti ini mendapatkan kritik di negara-negara Barat sendiri![4] Terlebih lagi iklan-iklan seperti itu menarik simpati anak untuk membeli produk yang terkadang berbahaya bagi kesehatan anak![5]
·        Penayangan informasi internasional maupun nasional tentang para artis dan atlet sebagai bintang dan pahlawan, hal ini dapat mendorong anak untuk mengagumi dan mengidolakan mereka dan tidak mengetahui para bintang dan pahlawan sebenarnya, orang-orang yang terkemuka dalam sejarah, ilmu pengetahuan, dan perjuangan, khususnya di negerinya sendiri, juga dalam sejarah Islam.[6]
·        Para dokter ahli menilai bahwa televisi merupakan sumber bahaya bagi perilaku anak yang memiliki kecenderungan seksual.[7] Televisi juga berperan sebagai pembangkit diri naluri seksual pada anak.[8]
·        Televisi dapat mencetuskan sifat anarkis (kekerasan) pada jiwa anak atau menambah kenakalan anak. Ada penelitian yang menjelaskan bahwa 70% orang tua mencela tindakan anarkis anak yang disebabkan oleh cerita-cerita dan tayangan kriminal secara brutal di televisi atau disiarkan di radio.[9] Tayangan tentang tindakan kriminal dan brutal tersebut mendorong anak yang tidak memiliki kecenderungan bersikap anarkis untuk mencoba dan menirunya, juga dapat menambah kenakalan pada anak yang memiliki kecenderungan sikap anarkis.[10] Anak yang sering menonton acara televisi yang mengandung unsur tindakan anarkis, kecenderngannya untuk bertingkah nakal menjadi lebih tinggi daripada anak yang tidak menontonnya.[11]
3) Televisi dan Bahaya Kesehatan Anak
·        Duduk dalam waktu lama di depan televisi dapat menyebabkan bahaya di punggung, sama seperti bahayanya membawa barang berat.
·        Berlebihan dalam mengisi muatan informasi pada susunan saraf anak dengan kondisi cahaya yang menyilaukan akan menyebabkan anak mengidap penyakit yang dikenal dengan sebutan epilepsi televisi. Penyakit itu akan menjadi bertambah parah bila anak masih sangat kecil![12]
·        Televisi dapat mempersempit waktu anak untuk bermain, khususnya permainan yang melatih kemampuan daya kreativitas, dan mempersingkat waktu tidur anak.[13] Juga berdampak negatif bagi indera pendengaran dan penglihatan anak.[14]
·        Menurut kesehatan, anak kecil di bawah usia dua tahun sangat berbahay menonton televisi.
4) Bahaya Televisi terhadap Daya Berpikir Anak
Sebagian besar acara televisi untuk anak-termasuk acara program pendidikan-tidak mampu mengembangkan potensi kecerdasan anak karena mayoritas acara tersebut menyuguhkan jawabab/solusi praktis. Hal ini melemahkan potensi anak untuk berpikir.[15]
5) Televisi dan Keluarga
Televisi dapat menjauhkan hubungan di antara individu keluarga. Sebagian keluarga ada yang tidak berkumpul bersama kecuali ketika menonton sinetron dan film. Kebersamaan seperti ini tidak mengandung unsur interaksi antarindividunya, juga membuat anak tidak leluasa dalam berbuat dan bersikap dengan kedua oran tua tercinta.
Prinsip-prinsip yang Ditawarkan untuk Menjauhkan Anak dari Bahaya Televisi
·        Jauhkan mengizinkan anak menonton televisi lebih dari satu jam per hari. Adapun anak yan masih menyusui ASI (anak di bawah usia dua tahun), dokter menyarankan agar ketika menyusui, ibu tidak memposisikan anak berhadapan dengan televisi karena pertumbuhan fungsi otak anak masih belum sempurna.[16]
·        Jadikanlah apa yang ditonton anak sebagai kesempatan bagi orang tua untuk menajarkannya; perbuatan mana yang benar dan yang salah.[17]
·        Berikanlah kepada anak kegiatan sosial di dalam atau di luar rumah dan berikanlah hiburan pengganti.
·        Penting sekali bagi orang tua untuk memberikan contoh kepada anak supaya tidak menonton program acara televisi yang tidak bermanfaat dan bertentangan dengan agama.
·        Janganlah menggunakan televisi sebagai alat untuk menenangkan anak, atau untuk memberikan ganjaran atau hukuman. Menurut persaksian para ibu-yang turut menjawab angket yang disebarkan- ada di antara mereka yang menjadika tontonan televisi sebagai cara untuk memberikan ganjaran atau hukuman bagi anak!
·        Tanamkanlah pada diri anak untuk menghargai waktu melalui ucapan dan praktik agar anak tidak menghabiskan waktu di depan televisi.
·        Pastikanlah anak meminta izin terlebih dahulu sebelum menghidupkan televisi, tentunya setelah orang tua membatasi program acara televisi apa saja yang boleh ditonton anak dan menentukan waktu untuk menonton; selama tidak lebih dari satu jam. Yang terpenting lagi, biasakanlah anak menonton televisi sambil duduk.
·        Berikanlah hadiah per minggu bagi anggota keluarga yang paling jarang menonton televisi dalam seminggu.
·        Hendaknya memperhatikan syarat-syarat kesehatan dalam menonton televisi, seperti minimal jarak antara televisi dan penonton sejauh enam kaki (l.k. dua meter), layar TV sejajar dengan pandangan mata atau di bawahnya, dan ruang tempat menonton haru terang untuk menetralisasi cahaya yang memancar dari layar televisi.
Ditulis ulang dari Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim karya Hidayatullah binti Ahmad, penerbit Fikr.


[1] Al Ijhazu ‘ala at-Tilfaz hlm. 132-133.
[2] Al-Isykaliyah al-Muashirah fi Tarbiyat ath-Thifl al-Muslim, hlm. 25, dengan beberapa penyeusaian.
[3] A-I’lam al-Idzaiy wa at-Tilifizyuniy hlm. 245-246.
[4] Abna-una wa Lughat Kut-Syi wal al Kat-yib hlm. 54-55.
[5] At-Tilifizyunu Baina al-Hadam wa al-Banana-I hlm. 77.
[6] Ahammiyah alI’lam fi al-Islam, majalah Nadwa ath-Thalib hlm. 10; ath-Thifl al-Muslim Baina Manafi’ at-Tilifizyun wa Madharrihi hlm.146 dan seterusnya; Nazharah Islamiyah li al-Insani wa al-Mujtama’I Khila al-Qarni Rabi’i ‘Asyara hlm. 33.
[7] At-Tilifizyun Hal Yutiru al-Athfal, intenet, islam online.
[8] Al-Ijhazi alaa at-Tilfaz hlm. 121.
[9] Al-I’lam wa ar-Risalat at-Tarbiyah hlm. 83-84
[10] At-Tilifizyunu Baina al-Hadam wa al-Banana-I hlm. 91 dengan penyesuaian.
[11] ath-Thifl al-Muslim Baina Manafi’ at-Tilifizyun wa Madharrihi hlm. 125; Tanmiyah al-Maharati al-Ijabiyah hlm. 63.
[12] Athfaluna wa at- Tilifizyun hlm. 10.
[13] Hal Yashbahu at-Tilfaz Badilan li Hikayah al-Jaddah hlm. 34; At-Tilifizyunu Baina al-Hadam wa al-Banana-I hlm. 104; Dalil al-Walidain ila Tansyiati ath-Thifl hlm. 229.
[14] A-I’lam al-Idzaiy wa at-Tilifizyuniy hlm. 343; al-Abts al-Mubasyir hlm. 65.
[15] At-Tilifizyun Jalisun Sayyi-un li al-Athfal, internet; islam online.
[16] At-Tilifizyunu Baina al-Hadam wa al-Banana-I hlm. 195-196
[17] At-Tilifizyunu wa Bina adh-Dhamir, internet, islam online. Ar-Ru’yah al-Islamiyah li ‘Ilam ath-Thifl hlm. 107.

KEJAHATAN GLOBAL ZIONIS DI DALAM RUMAH ANDA
Propaganda-propaganda Zionis Yahudi/Kufar yang menyerang Muslimin melalui media televisi dengan tujuan:  
1.Menyia-nyiakan waktu, umur dan kehidupan.
2.Melalaikan tugas dan kewajiban.
3.Memutuskan tali silaturhmi. 
4.Menyebarkan keraguan dan menghilangkan kepercayaan di antara umat manusia.
5.Mengganggu keharmonisan hubungan keluarga.
6.Alat transformasi kejahatan dan kebejatan moral. 
7.Mengajarkan ihtilath kepada masyarakat. 
8.Mengajarkan sikap, pola dan gaya hidup yang tercela. 
9.Membiasakan para pemirsa mendengar musik dan lagu.
10.Membiasakan para pemirsa tidak ber-ghoddul bashor (menahan pandangan). 
11.Membiasakan umat menyaksikan kemungkaran tanpa berusaha untuk mengingkarinya. 
12.Mempengaruhi dan menurunkan prestasi belajar para murid dan mahasiswa generasi muda.
13.Tasywih (memperburuk citra) terhadap sejarah Islam.
14.Menciptakan tsaqafah ( pemikiran & budaya tidak benar kepada anak. 
15.Menyebarluaskan kerusakan di antara orang-orang yang beriman. 
16.Penyebab timbulnya berbagai masalah kejiwaan dan seksual.
17.Mengganggu kesehatan dan menimbulkan kerugian materi 
18.embuat sibuk sehingga melalaikan urusan yang lebih penting.
19.Memusatkan perhatian masyarakat hanya untuk urusan olahraga.
20.Mengangkat dan meninggikan kedudukan, peran dan derajat orang-orang fasik yang digambarkan telah berhasil mencapai puncak kenikmatan hidup.
21.Menyebarluaskan dan mengesahkan berbagai istilah bathil.
23.Mengarahkan dan memusatkan perhatian masyarakat kepada berbagai hal remeh dan tidak berguna.
24.Menunjukkan dan memusatkan perhatian masyarakat kepada pentingnya peranan dan keikutsertaan kaum wanita dalam berbagai bidang kegiatan di luar rumah.
25.Mempromosikan dan memamerkan kebesaran kebudayaan barat.
26.Menanamkan pola pikir perpecahan pada generasi muda Islam dengan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang mendasar di antara umat Islam. 
27.Mengajarkan sifat munafik kepada manusia. 
28.Mendorong kegiatan olah raga secara intilath.
29/Menghancurkan dinding pemisah antara umat Islam dengan Yahudi.
30.Memperburuk citra umat Islam.
31.Menanamkan rasa takut umat Islam terhadap musuh Islam.
32.Menanamkan rasa simpati dan mengusir curiga umat Islam terhadap tentara salib di Eropa dan Amerika.
Televisi menjadi satu-satunya sumber dan pusat inforrmasi bagi umat manusi dalam mendapatkan tsaqafah dan fikrahnya. Sumber: Televisi Mamfaat dan Mudharat, karya: Dr. Awadl Manshur

Discard/Delete Forever Media-media dibawah ini dari Pikiran Anda !!

Bukan media Islam/Syar'i 
Tujuannya merusak Aqidah dan Pola hidup umat Islam
Grand Designnya membuat umat islam menjauhi agamanya dan Mengubah Demografi Indonesia
akhirnya Kelompok tertentu akan mendominasi Geo Politik dan Geo Sosial Indonesia !!!