Thursday, November 6, 2014

Apakah Rasulullah SAW Sosok Pemimpin Gagal?


Bismillahirrahmaanirrahiim.
*) Baru-baru ini seorang pemimpin kaum paganis, yang biasa menjadikan Ali RA dan keturunannya sebagai sesembahan, menulis disertasi yang isinya mengkritik Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang gagal. Dia nyatakan pendapatnya itu dalam sebuah diskusi bertajuk: “Revolusi Mental: Dari Ali Hingga Jokowi”.
*) Tapi sebenarnya, apa disertasi ini sudah selesai? Sudah bisa dilihat wujudnya sebagai sebuah disertasi? Nah, itu perlu ditanyakan juga. Karena sosok JR itu berkali-kali melakukan manipulasi ilmiah, tanpa sadar dan rasa malu sedikit pun. Seperti contoh, bertahun-tahun dia menyatakan diri sebagai “Profesor” padahal tidak ada institusi akademik resmi di negara kita yang member anugerah profesor kepadanya. Hal seperti ini kan cukup sebagai alasan bahwa yang bersangkutan sudah tidak layak berbicara dalam forum kejujuran dan ilmu.
*) Kami masih ingat, sekitar tahun 1991 ketika JR mengeluarkan buku provokatif, “Islam Aktual”. Waktu itu kami baru masuk sebuah fakultas di Universitas Brawijaya Malang. Senat mahasiswa di sana secara berani mengundang JR untuk berorasi dan diskusi ilmiah (dua sesi). Saat diskusi ilmiah dihadirkan tokoh ustadz dari Persis Bangil sebagai pembanding. Sang ustadz –dengan izin Allah- berhasil membongkar berbagai kekeliruan atau pemalsuan JR terkait riwayat-riwayat yang dia muat dalam bukunya. Ada kalanya dia menyembunyikan teks, ada kalanya memotong teks, ada kalanya menyebut riwayat palsu/lemah, dan sebagainya. Sampai puncaknya, JR mengaku: “Memang, saya bukan seorang ahli hadits.”
*) Bahkan wahai JR, menurut kami, Anda itu bukan ahli ilmu agama apapun. Anda hanyalah “ahli komunikasi” dan orang yang kenyang dengan skandal ilmiah. Keahlian agama apa yang diandalkan dari Anda? Fiqih, Tauhid, Tafsir, Sastra, Sirah, Fikrah Islami, atau apa? Bahkan komunikasi yang Anda lakukan pun sebagian besar berisi propaganda, untuk memasarkan akidah Syiah; bukan komunikasi untuk menjalin kerjasama, saling menghormati, bantu-membantu, atau menyayangi sesama insan.
*) Apa pembaca masih ingat ketika JR mengatakan kata-kata seperti ini: “Apa perlu kami pindahkan perang di Irak ke Indonesia ini?” Atau kata-kata, bahwa dia sudah rindu ingin mengalirkan darah untuk mencapai syahid bersama Imam Husein. Coba tanyakan ke para guru besar komunikasi di seluruh Indonesia, apakah kata-kata seperti itu termasuk gaya komunikasi beradab?
*) Kembali ke soal kritik JR ke Rasulullah SAW. Katanya, dia mengutip pendapat Arnold Toynbee ketika berbicara tentang kepemimpinan Rasulullah SAW. Toynbee antara lain mengatakan: “Ajaib, Muhammad adalah seorang yang cerdas dan seorang manajer yang brilian. Ternyata, dia tidak berhasil mengorganisasi masyarakat sesudahnya, karena dia tidak meninggalkan siapa pemimpin masyarakat sesudahnya. Dia pergi begitu saja, tanpa meninggalkan siapa yang dia amanati untuk memimpin masyarakat.” (Sumber:Syiahindonesia.com).
*) Jujur, kami malas membahas pemikiran orang ini, part to part. Sudah terlalu banyak reputasi negatif menyertai orang ini. Andaikan kita pandang pendapat dia layak sebagai sebuah topik diskusi; dia tak pantas masuk area penghargaan itu. Pengelabuan-pengelabuan ilmiah yang dia lakukan sudah terlalu banyak. Buku-buku yang dia tulis tak lepas dari distorsi dan penyesatan yang diulang terus-menerus. Nas’alullah al ‘afiyah minal fitnah wa ahliha.
*) Kalau kita tanyakan: “Wahai JR, apa tujuanmu menulis kritik semacam itu? Apa dirimu merasa lebih hebat dari Rasulullah SAW?” JR dan kawan-kawannya sudah gerilya memasarkan akidah Syiah Imamiyah sejak tahun 80-an. Kalau dihitung tahun, sampai kini sudah 30-an tahun mereka berjuang. Hasilnya apa? Apakah akidah Syiah Imamiyah berhasil menguasai Nusantara? Bandingkan dengan Rasulullah SAW. Tuntas beliau memimpin 23 tahun, di Makkah dan Madinah. Sebelum wafat, beliau sudah berhasil membebaskan Madinah, Makkah, dan kota-kota di sekitarnya. Beliau berhasil memukul mundur pasukan Romawi, berhasil menggulung kaum Yahudi, berhasil membersihkan ancaman kaum musyrikin (paganis), serta meletakkan fondasi peradaban Islam yang kokoh. Tidak lama setelah Nabi SAW wafat, hanya sekitar 10 tahun kemudian, Islam telah menguasai Jazirah Arab, Persia, Mesir, Syam, Asia Tengah, dan wilayah sekitarnya. Bandingkan dengan kepemimpinan JR di komunitas Syiah Imamiyah!
*) Mungkin orang berkata: “Bukankah penaklukan-penaklukan Islam terjadi setelah Nabi Muhammad wafat? Bukan di zaman beliau sendiri.” Kami jawab: “Bagaimana Khalifah sesudah Nabi SAW bisa menaklukkan negeri-negeri, jika tidak memiliki fondasi kuat yang telah ditinggalkan beliau? Lagi pula, para Khalifah itu kan kader-kader beliau sendiri yang dididik dengan tangan, sentuhan hati, dan keteladanan beliau. Justru ciri keagungan Kenabian Rasulullah SAW, beliau sepenuhnya bertugas MENYEMPURNAKAN RISALAH, bukan menaklukkan wilayah-wilayah. Nabi SAW berbeda dengan Sulaiman atau Dzulqarnain yang semasa hidupnya banyak menaklukkan kaum-kaum. Bila akhirnya beliau menaklukkan Makkah, karena kota tersebut sudah dijanjikan Allah akan jatuh ke tangan kaum Muslimin dan kota itu amat sangat penting artinya bagi masa depan kaum Muslimin.”
*) Bagaimana dengan kritik JR, bahwa kepemimpinan Nabi SAW gagal? Ya intinya, kata-kata ini dan semisalnya, adalah kata-kata yang hendak MELAWAN FIRMAN ALLAH. Allah SWT sudah menegaskan: “Laqad kaana lakum fi Rasulillahi uswatun hasanah, li man kaana yarjullaha wal yaumal akhira wa dzakarallaha katsira” (sungguh telah ada pada diri Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik, bagi siapa yang mengharap perjuampaan dengan Allah dan Hari Akhirat, sedangkan dia banyak berdzikir mengingati Allah; Al Ahzab: 21).
*) Bagi orang beriman, Rasulullah SAW adalah sosok teladan ideal, paripurna, tiada cacat dan kelemahan. Termasuk dalam kepemimpinan beliau. Kalau ada orang yang meragukan itu, bahkan mengkritik dan mencela kemampuannya. Berarti yang bersangkutan bukan termasuk kaum yang “yarjullaha wal yaumal akhira”. Orang semacam apa itu? Ya tafsirkan saja sendiri.
*) Selanjutnya, kita bicara tentang poin inti pemikiran JR atau Toynbee, sebagaimana disebutkan di atas. Mari kita uji, benarkah tuduhan mereka bahwa Nabi SAW gagal mengorganisir masyarakat? Nas’alullah al ilma wal irsyad war rahmah.
# Apakah gara-gara tidak menunjuk pemimpin pengganti, seorang pemimpin disebut gagal? Ini adalah logika yang aneh, bahkan menjurus koplak. Mengapa? Anda lihat sendiri bagaimana Presiden Amerika, Perdana Menteri Jepang, atau Kanselir Jerman; apakah ketika mereka lengser, mereka lalu menunjuk seseorang untuk menggantikan dirinya? Apakah ketika mereka tidak menunjuk pemimpin pengganti, lalu dianggap kepemimpinan mereka sudah gagal?
## Di Korea Utara, pemimpin republik komunis Kim Il Tsung sebelum lengser dari jabatan, dia telah mempersiapkan putranya sebagai pengganti, Kim Jong Il. Setelah Kim Il Tsung mangkat, dia diganti putranya. Aneh sekali, negara republik tapi tatacara seperti kerajaan. Apa cara semacam itu yang diingkan oleh JR, Toynbee, dan kawan-kawan?
## Mengangkat pemimpin pengganti sebenarnya boleh saja, sebagaimana kebiasaan di negara-negara kerajaan. Tapi atas legalitas apa hal itu dilakukan oleh Nabi SAW? Apakah beliau ingin mewariskan tahta kepada anak-keturunannya, sedangkan sistem politik yang beliau tinggalkan bukanlah kerajaan? Andaikan beliau secara tegas menunjuk seseorang sebagai penggantinya; berarti hal itu akan menjadi SYARIAT yang diikuti oleh pemimpin-pemimpin setelah beliau. Tunjuk-menunjuk ini bisa berakibat konflik, jika mental masyarakat yang ada di sana tidak siap menerima titah penunjukan. Bukankah sudah sering terjadi, ketika seorang raja menunjuk pemimpin pengganti, hal itu tidak diterima oleh para pejabat di sekitarnya, lalu menimbulkan konflik.
## Jalan terbaik untuk suksesi kepemimpinan adalah MUSYAWARAH di antara manusia-manusia pilihan yang ada di sebuah negara. Inilah yang kerap disebut sebagai konsep Majelis Syura; atau ada juga yang menyebut musyarawah di antara dewan Ahlul Halli wal Aqdi. Dan hal itu pula yang ingin ditinggalkan oleh Nabi SAW kepada Ummatnya, yaitu musyawarah dalam segala urusan; apalagi menyangkut masa depan kepemimpinan. Dan faktanya, beliau berhasil meninggalkan akhlak musyawarah ini sehingga kemudian terpilih pemimpin terbaik penggantinya, Khalifah Abu Bakar RA.
## Nabi SAW telah menempuh jalan terbaik untuk memilih penggantinya. Beliau tidak “main tunjuk hidung”, tapi dengan memberi isyarat. Isyarat itu kemudian menjadi bahan bagi para Shahabat RA untuk memilih pengganti yang paling tepat. Isyarat beliau berikan ketika menunjuk Abu Bakar RA sebagai imam shalat jamaah menggantikan posisi beliau. Hasil akhir kepemimpinan tetap diputuskan dengan musyawarah; tapi Nabi SAW sudah mengarahkan agar nanti kaum Muslimin sangat memperhatikan kandidat yang beliau rekomendasikan. Bukankah ini adalah kebijakan politik yang luar biasa? Tidak memaksa Ummat, tapi juga tidak melepaskan mereka 100 %? Apakah nalar berpikir JR atau Toynbee sudah sejauh itu? Kalau sehari-hari yang dipikir “siapa nih giliran yang akan gue mut’ah”; ya tak akan sampai kepada kesimpulan seperti itu.
# Kalau Anda (pembaca) seorang manajer, atau seorang pemimpin, atau seorang komandan, atau seorang ayah, dan sebagainya; lalu Anda menjalankan kepemimpinan sekian lama. Apa indikasi kepemimpinan Anda dianggap berhasil? Setujukah Anda jika aspek KEMANDIRIAN adalah identifikasi bagus untuk melihat kualitas kepemimpinan Anda? Maksudnya begini friends, kalau Anda telah memimpin, lalu melihat orang-orang yang Anda pimpin ternyata sudah mandiri, dewasa, bisa inisiatif sendiri; itu tandanya kepemimpinan Anda sudah sukses. Jadi Anda berhasil memberdayakan orang-orang yang Anda pimpin. Bukan semodel kata-kata ini: “Gue lapor ustadz dulu. Saya nunggu titah, Pak Kyai. Kami menantikan arahan Bapak XXX, pemimpin kami, guru kami, yang kami cintai.” Kemandirian bawahan/pengikut merupakan bukti keberhasilan sang pemimpin. Dan Nabi SAW sudah membuktikan hal itu. Beliau meninggalkan Ummat dalam keadaan dewasa, kritis, mandiri. Ini merupakan bukti keberhasilan kepemimpinan Nabi SAW, bukan kegagalan.
Terus apa lagi ya, sebentar dipikir-pikir dulu… Setahu kami saat Khomeini wafat, dia juga tidak mengangkat pemimpin pengganti. Ali Khameini baru diputuskan kemudian menjadi pengganti Khomeini, setelah dia wafat. Termasuk presiden Iran saat lengser juga tidak menunjuk seseorang pengganti. Apa ada presiden Iran menunjuk presiden pengganti?
*) Sedkit kami singgung soal tuduhan JR bahwa Ummul Mukminin Aisyah RA sebagai sosok pencemburu, pembuat makar, penghina Nabi, dan seterusnya. Haduh, orang ini ya, kelakuan sangat berlebihan. Berulang-ulang JR ini bikin skandal ilmiah, sudah banyak dibantah dan dibongkar; masih saja terus memproduksi hal-hal semacam itu. Kok tidak malu ya? Anda itu punya kehormatan apa tidak sih, Pak JR? Sebagai manusia wajar, mbok ada rasa malu gitu lho. (Saking malunya diskusi tentang orang ini, kami sampai enggan menulis namanya. Malu boss menulis nama dia).
*) Sudahlah kami tak usah berpanjang-panjang komentar soal penghinaan atau tuduhan JR kepada Ummul Mukminin RA. Begini saja JR, ini sebuah test mudah buat kamu. Ummul Mukminin Aisyah RA itu hafal ratusan atau mungkin ribuan hadits Nabi SAW. Sekarang kamu wahai JR, coba ambil buku riwayat hadits versi Syiah Imamiyah yang paling favorit bagi kamu. Terus kamu ambil 20 teks riwayat dari buku itu. Jangan ambil riwayat dari Ahlus Sunnah, tapi dari rujukan Syiah saja. Setelah itu kamu hafalkan 20 riwayat hadits Syiah itu baik-baik. Selanjutnya kamu di-test kemampuan hafalanmu. Apakah kamu bisa menghafal 20 riwayat itu persis seperti tertera dalam buku kamu? Itu sajalah. Kalau kamu mampu lakukan itu, hafalanmu baru 20 riwayat. Sedangkan Ummul Mukminin RA ratusan, hingga ribuan riwayat. Tapi kalau kamu gagal hafal, sampai ada salah sedikit saja, tidak sesuai teks; berarti kamu ini termasuk tipe orang BIG MOUTH; kemampuan cethek tapi hendak mengkritik manusia-manusia agung. Oh ya, metode TEST HAFALAN ini bisa dipakai untuk membantah para penganut Syiah Imamiyah yang sok mengkritik para Shahabat Nabi dan isteri-isteri beliau RA. Kalau mereka mencela ini dan itu, coba tantang untuk test hafalan riwayat. Test hafalan ayat Al Qur’an juga boleh. Kalau mereka merasa lebih pintar dari Shahabat coba tanya, seberapa banyak mereka hafal hadits atau ayat Al Qur’an!
*) Mungkin kaum Syiah Imamiyah itu ingin membantah balik: “Kalau begitu Anda kaum Sunni juga harus ditest tentang riwayat-riwayat Sunni!” Jawab kita sederhana: “Kan kami tidak menghina para Shahabat RA. Kami tidak merasa lebih baik dari mereka, apalagi sampai mengkritik mereka. Tidak, kami bukan seperti itu. Test tersebut kan berlaku bagi orang-orang sok suci yang hendak mengkritik manusia-manusia besar. Buktikan kalau para pengeritik itu lebih pandai dari yang dia kritik!”
*) Demikian, semoga yang sedikit ini bermanfaat. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala azwajihi wa dzurriyatihi, wa ashabihil kiram ajma’in; wa ‘alaihim barakah wa salamah wa ‘afiyah. Matur nuwun.
https://abisyakir.wordpress.com/2014/11/05/apakah-rasulullah-saw-sosok-pemimpin-gagal/