Thursday, August 28, 2014

Hubungan kekerabatan antara ahlul bait dan sahabat nabi


Oleh Ustadz Abu Fuad Haryanto Abdul Hadi
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
Muhammad itu adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka [al-Fath/48: 29]
Imam al-Baghawi rahimahullah menafsirkan makna رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ dengan, “Lemah lembut dan saling berkasih-sayang sebagian mereka kepada sebagian yang lain, layaknya hubungan anak dengan orang tuanya.”[1]
Syaikh ‘Abdurrahmân as Sa’di rahimahullah mengatakan: “Mereka saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi layaknya satu tubuh, sebagian mereka mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.”[2]
Ayat ini – dan ayat-ayat al-Qur`ân lainnya- yang disebutkan oleh al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah mengandung semua sifat yang mulia dan pujian bagi para Sahabat Nabi.[3]
Keadaan dan sifat yang demikian itu senantiasa melekat pada mereka hingga hari Kiamat, tidak ada seorang pun juga yang dapat melepaskannya. Sehingga semua yang ada dan yang pernah terjadi di kalangan mereka tidak menggugurkan sifat-sifat mulia tersebut dan tidak pula menodai kehormatan dan keutamaan mereka.
HUBUNGAN KEKERABATAN ANTARA NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DENGAN KHULAFA RASYIDIN
Keutamaan yang dimiliki oleh Khulafa’ Râsyidîn –Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmân dan ‘Ali Radhiyallahu anhum – sangat banyak. Semua nash al-Qur`ân dan Hadits yang berbicara tentang keutamaan para Shahabat Nabi Radhiyallahu anhum merekalah yang pertama kali layak untuk menyandangnya, terlebih lagi karena kedekatan mereka dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hubungan kekerabatan.
Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, putri Abu Bakr as-Shiddîq, merupakan wanita yang paling dicintai oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam[4] . Wanita mulia ini adalah isteri beliau yang banyak meriwayatkan hadits dengan jumlah mencapai 2210 hadits[5] . Seringkali para Sahabat bertanya kepada beliau dalam masalah fatwa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih kediamannya sebagai tempat peristirahatannya ketika sakit yang menghantarkan beliau menuju ar-Rafîq al A’lâ. Atas dasar inilah, Abu Bakr as-Shiddiq Radhiyallahu anhu sebagai bapak mertua Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sekaligus menjadi Sahabat setia dan sejati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga ajal menjemputnya dimakamkan di samping pusara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Pada tahun 3 Hijriyah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Hafshah binti ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu anhuma. Seorang wanita yang gemar berpuasa lagi kuat menanggung kewajiban. Dikenal sebagai amînatul ummah (wanita terpercaya ummat) dalam menjaga dan memelihara Mushaf al-Qur`ân yang telah dikumpulkan pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakr as-Shiddîq Radhiyallahu anhu. Sedangkan ayahandanya, ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu anhu, seorang lelaki yang senantiasa menemani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam semenjak permulaan agama Islam hingga hari ini, bahkan hingga hari dibangkaitkannya umat manusia di padang mahsyar. Ia pun dimakamkan di samping sahabat dan kekasihnya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Adapun Amiril Mukminin ‘Utsman bin ‘Affân Radhiyallahu anhu, Khalifah ketiga, salah seorang yang mendapatkan kabar gembira dengan surga, dan yang generasi pertama yang memeluk Islam. Sahabat ini turut serta dalam dua hijrah –ke Habasyah dan Madinah-, seorang pemuka kaumnya pada masa jahiliyah dan Islam. Karena dirinyalah terjadi Bai’at Ridwan. Kedekatannya dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat dari garis keturunan (nasab)nya yang bertemu dengan nasab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada urutan kakek ketiga, ‘Abdu Manaf bin Qushai. Ia adalah ‘Utsman bin Affân bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin ‘Abdu Syams bin ‘Abdu Manaf. Sementara nasab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim bin ‘Abdu Manaf. Sedangkan Ibunda ‘Utsman, Arwâ binti Kuraiz adalah anak dari pernikahan Kuraiz dengan al Baidha’ binti Abdul Muthallib adalah saudara kandung perempuan ‘Abdullah, ayahanda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Tidak hanya itu, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkan puterinya, Ruqayyah Radhiyallahu anhuma dengan ‘Utsmân sebelum Hijrah ke Habasyah. Ketika Ruqayyah meninggal dunia, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkannya dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum Radhiyallahu anhuma. Dengan demikian, ‘Utsman bin ‘Affân Radhiyallahu anhu adalah anak menantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Sedangkan ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu adalah suami dari putri kesayangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Fâtimah Radhiyallahu anhuma, yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya: “Fatimah adalah bagian dari diriku.[6]” Dalam riwayat lain disebutkan: “Dan aku membenci orang yang menyakitinya.”[7] Dalam riwayat lainnya: “Siapa yang membencinya berarti ia membenci aku.”[8] Ditempat lainnya disebutkan: “Menyakitiku apa yang menyakitinya.”[9]
Adapun keutamaan ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu sangatlah banyak. Pada perang Khaibar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Niscaya aku akan berikan panji perang ini esok hari kepada seorang laki-laki, Allâh memberikan kemenangan melalui tangannya, ia mencintai Allâh dan Rasul-Nya, Allâh dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Diberikanlah panji itu kepada ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu.[10]
Di samping itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada ‘Ali: “Kamu adalah bagian diriku, dan aku adalah bagian dari dirimu.”[11] Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah berkata kepadanya: “Tidakkah engkau ridha menjadi bagian diriku seperti kedudukan Harun di hadapan Musa?!”[12] ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan ridha kepada ‘Ali. Dan Ali Radhiyallahu anhu adalah orang yang paling mirip dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam fisik dan akhlaknya.[13]
JALINAN KASIH SAYANG DI ANTARA AHLUL BAIT DAN SAHABAT NABI
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para Mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allâh telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana [al-Anfâl/8: 62-63]
Syaikh ‘Abdul Karîm al-Harâni hafizhahullah memberikan catatannya terkait dengan firman Allâh Azza wa Jalla di atas : “Semua hati Ahlul Bait dan para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumpul di atas satu kalimat yang sama, yaitu di atas kalimat Tauhid, Islam dan Kecintaan. Ayat ini dan yang lainnya adalah prinsip utama yang dijadikan sebagai rujukan (dalam menjelaskan hubungan antara Ahlul Bait dan Sahabat Nabi-pen).”[14]
Prinsip ini dibuktikan dengan jelas oleh pernyataan ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu terkait dengan kebijakan ‘Utsmân bin ‘Affân Radhiyallahu anhu :“Wahai manusia, janganlah kalian berlebih-lebihan (dalam mencela) ‘Utsmân, dan janganlah kalian mengatakan tentang dirinya kecuali perkataan yang baik. Demi Allâh, apa yang telah beliau lakukan –mengumpulkan al-Qur`ân dalam satu mushaf kecuali sesudah adanya persetujuan dari kami semuanya, para Sahabat Nabi. Demi Allâh, sekiranya aku yang ditunjuk sebagai pemimpin, niscaya aku pun akan melakukan seperti apa yang dilakukannya.”[15]
Riwayat ‘Ali Radhiyallahu anhu di atas dengan tegas menggambarkan kepada kita bagaimana Ahlul Bait berkasih-sayang dan mencintai para Sahabat Nabi yang lainnya, tidak ada kebencian dan permusuhan sama sekali diantara mereka. Manakala kita hendak menengok sejarah perjalanan hidup Ahlul Bait, akan kita dapati sekian banyak fakta yang membuktikan pernyataan tulus yang disampaikan oleh ‘Ali Radhiyallahu anhu di atas.
KEKERABATAN ANTARA AHLUL BAIT DENGAN KELUARGA ABU BAKR AS-SHIDDIQ RADHIYALLAHU ANHU
Setelah ikatan kekerabatan yang terjalin antara Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan keluarga Abu Bakr as-Shiddîq Radhiyallahu anhu melalui pernikahan beliau dengan ‘Aisyah binti Abu Bakr Radhiyallahu anhuma sebelum peristiwa Hijrah ke Madinah, hubungan Ahlul Bait dengan Abu Bakr Radhiyallahu anhu terus berlanjut.
Hasan bin ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhuma, cucu kesayangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan cucu Abu Bakr as-Shiddîq ; Hafshah binti ‘Abdurrahmân bin Abu Bakr as-Shiddîq sebelum tahun 49 H. Kemudian dari cucu Hasan, Musa al-Jaun bin ‘Abdillâh al-Mahadh bin Hasan al-Mutsannâ bin Hasan as-Sibth bin ‘Ali bin Abi Thâlib menikah dengan cucu ‘Abdurrahmân, Ummu Salamah binti Muhammad bin Thalhah bin ‘Abdillâh bin ‘Abdirrahmân bin Abu Bakr as-Shiddîq pada tahun 154 H.
Sedang dari garis keturunan Husain Radhiyallahu anhuma, Muhammad al-Bâqir bin ‘Ali Zaenal ‘Abidîn bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thâlib menikah dengan Ummu Farwah binti Qâsim al-Faqîh bin Muhammad bin Abi Bakr as-Shiddîq pada tahun 80 H.
Semua jalinan pernikahan tersebut penuh dengan keberkahan dan kemuliaan, terjadi setelah wafatnya Khalifah Abu Bakr as-Shiddîq Radhiyallahu anhu, yang tidak mungkin terjadi lantaran konspirasi politik ataupun ekonomi di antara mereka. Semua itu didasari semata-mata oleh kecintaan dan kasih-sayang yang ada pada kalbu mereka yang bersih lagi mulia. Semua pihak laki-laki berasal dari kalangan Ahlul Bait, sedang pihak perempuan semua berasal dari keluarga mulia Abu Bakr as-Shiddîq Radhiyallahu anhu. Semua itu merupakan bukti yang sangat jelas dan gamblang bahwa pihak laki-lakilah yang memiliki keinginan yang mendalam dan kecintaan yang besar kepada keluarga pihak perempuan. Di samping, semua itu terjadi setelah sekian banyak fitnah terjadi di kalangan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam –setelah peristiwa Bani Tsaqifah, perang Shiffîn, perang Jamal, peristiwa Karbala dan seterusnya-.
Kecintaan itu terus terjalim erat dan tidak putus, hingga Ahlul Bait menamakan anak-anak cucu mereka dengan nama-nama para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, seperti Abu Bakr bin Hasan bin ‘Ali bin Abi Thâlib, juga dengan saudara laki-lakinya, ‘Umar bin Hasan bin ‘Ali bin Abi Thâlib.
Bahkan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu menamakan anak-anak dari istri-istrinya –setelah wafatnya Fatimah Radhiyallahu anhuma – dengan nama-nama para tokoh pendahulu Islam: Abu Bakr bin ‘Ali bin Abi Thalib dari istri bernama Lailâ binti Mas’ûd al Jundal, ‘Utsmân bin Ali bin Abi Thâlib dari istri bernama Ummul Banin binti Hizâm ar Rabî’ah.[16]
‘Ali Zaenal ‘Abidîn bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu pun menamakan anak-anaknya dengan nama ‘Umar, ‘Utsmân dan Khadîjah. Begitu pula salah seorang putri Muhammad al-Bâqir bernama Khadîjah. Ja’far ash- Shâdiq memiliki seorang putri yang dinamakan ‘Aisyah. Demikian pula dengan Musa al-Kâzhim menamakan anak-anaknya dengan nama Abu Bakr, ‘Umar, Hamzah, Khadîjah, al-‘Abbâs, ‘Aisyah dan cucunya bernama ‘Aisyah binti Ja’far bin Musa al-Kâzhim.
Semua itu membuktikan bahwasanya fitnah yang dihembuskan oleh ‘segelintir’ manusia yang picik pandangan dan hatinya diliputi oleh kebencian kepada para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang menyatakan bahwa Ahlul Bait tidak sejalan dengan para Sahabat Nabi adalah sebuah kedustaan nyata dan penyimpangan terhadap fakta sejarah.
Akan tetapi, fakta yang sebenarnya ialah adanya jalinan kasih-sayang dan kecintaan yang terus terikat dan melekat erat di antara Ahlul Bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum , tidak ada yang memisahkan hubungan mereka di dunia hingga di akhirat. Karena hubungan tersebut di bangun di atas keimanan kepada Allâh Azza wa Jalla dan kecintaan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
PENUTUP
Melalui paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan adanya kedekatan yang erat antara Khulafâ Râsyidîn –Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmân dan ‘Ali Radhiyallahu anhum- dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terbangun di atas tali keimanan dan sekaligus tali kekeluargaan. Memuliakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti mengharuskan kita untuk memuliakan para Sahabatnya, dan membenci para Sahabat Radhiyallahu anhum sama saja dengan membenci Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Orang-orang yang berpandangan telah terjadi permusuhan antara Sahabat dengan Ahlul Bait, mereka hanyalah orang-orang yang memiliki permusuhan terhadap Islam. Wallâhu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Ma’âlimut Tanzîl, Imam al-Baghawi
2. Tafsîr al Qur`ânul ‘Azhîm , al-Hâfizh Ibnu Katsîr
3. Taisîr al-Karimur Rahmân, Syaikh ‘Abdurrahmân as Sa’di
4. Kaifa Naqra`u Târikh al-Al wa al-Ashhâb, Syaikh al-Harrâni
5.
Al-Al wa al-Ashhâb, Mahabbatan wa Qarâbatan, ‘Ali at-Tamîmi.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XV/1432/2011M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Ma’âlimut Tanzîl 7/323-324
[2]. Taisîr al-Karimur Rahmân 1/795
[3]. Tafsîr al Qur`ânul ‘Azhîm (7/360)
[4]. HR. at-Tirmidzi no. 3890. Syaikh al-Albâni menshahihkannya
[5]. Qawâ’id at-Tahdîts, Jamâluddin al-Qâsimi 1/25
[6]. HR. al-Bukhâri no. 3110 dan Muslim no. 6462
[7]. HR. al-Bukhâri no. 3729
[8]. HR. al-Bukhâri no. 3767
[9]. HR. Muslim no. 6461
[10]. HR. al-Bukhâri no. 4210 dan Muslim no. 6370
[11]. HR. al-Bukhâri 12/467/9
[12]. HR. al-Bukhari no. 3760
[13]. HR. al-Bukhâri 12/475/10
[14]. Kaifa Naqra’ Tarikh al Aal wa al-Ashhâb hlm. 28
[15]. Fathul Bâri 18/9
[16].
Târîkh ath-Thabari 4/358

Cuplikan info terkait Rafidhah

Cuplikan info terkait Rafidhah :

Ulama Suriah : Seluruh Syiah sesat, Imam Zaid seorang Ahlus Sunnah

Selasa, 4 September 2012 18:28:15
Permasalahan kesesatan Syiah menjadi sorotan sama, baik di  Suriah maupun di tanah air, khususnya pada kasus Sampang-Madura. Syaikh Mahir Al Munajib, ulama dari Suriah, memberikan penjelasan mengenai kesesatan Syiah. Ungkapan yang menyebutkan tidak semua Syiah sesat karena ada aliran bernama Zaidiyah, diluruskannya secara gamblang.
Menurut ia, kata Syiah Zaidiyah berasal dari nama Zaid Bin Ali Bin Husein Bin Ali Bin Abu Thalib. Zaid cicit dari Ali Bin Abu Thalib Ra.
Pada faktanya Zaid bukanlah seorang Syiah. Ia penganut Ahlussunnah yang baik. Pada masa kekhalifahan Umawiyyah, tepatnya saat umat Islam dipimpin Khalifah Nisab Ibnu Abdul Malik,  terjadi pemberontakan terhadap Khalifah. Hal ini karena kondisi ketidakadilan pada masa itu.
"Saat itu tidak ada fikroh-fikroh dalam Syiah. Syiah itu hanya satu, yaitu Syiah saja. Syiah yang mengagungkan Ali Bin Abu Thalib ra dan melaknat dan mengkafirkan para sahabat lainnya. Kaum ini cukup banyak, salah satunya di Irak," jelas Shaikh Mahir dalam kajian Islam di Masjid Muhammad Ramadhan, Bekasi Selatan, Ahad (2/9) dikutip hidayatullah.com.
Merasa ia keturunan Ali Bin Abu Thalib ra, Zaid lantas pergi ke Irak untuk mencari dukungan dari kalangan Syiah di sana. Setelah melakukan lobi di Iraq, kalangan Syiah pun setuju untuk membantu Zaid. Adapun kesepakatan kerjasama itu adalah Zaid harus melaknat Abu Bakar As Shidiq ra dan Umar Bin Khatab Ra. Mendengar permintaan itu Zaid sebagai seorang ahlussunnah menolak melakukannya.
Dari situlah muncul kata Rafidhoh, dari kata Rafado (menolak), karena Syiah saat itu menolak membantu Zaid. Di sisi lain ulama-ulama Syiah menjadikan Zaid sebagai tokoh Syiah Zaidiyah, walaupun ia seorang Ahlussunnah.
Pada kenyataannya Syiah Zaidiyah  hanya ungkapan yang dibuat oleh kalangan Syiah. Gagasan Zaidiyah merupakan manuver politik Syiah untuk mengelabui Ahlussunnah.
Gambaran Zaidiyah sebagai kelompok yang masih sama dengan Ahlussunah, justru sangat menguntungkan pola taqiyah (berbohong) dari kalangan Syiah Rafidhoh. Kebanyakan Syiah Rafidhoh dan golongan Syiah lainnya akan mengaku Zaidiyah ketika posisi mereka lemah. Ketika mereka kuat, maka mereka akan menampakkan wujud aslinya dalam menghina sahabat, bahkan membantai Ahlussunnah wal jamaah.
"Tidak ada Syiah yang tidak menghina sahabat. Tidak ada Syiah yang tidak memiliki misi untuk menghancurkan Ahlussunnah. Semua Syiah adalah satu, (mereka semua) adalah sama, apapun perbedaan nama di antara mereka," tegas Shaikh Mahir .
Shaikh Mahir juga menambahkan, kelompok Syiah memang selalu membuat masalah dan kekisruhan dalam sejarah Islam. Hal-hal seperti di Suriah hingga di belahan bumi manapun mengenai pengkhianatan Syiah, sudah dimulai lama, bahkan dari zaman Umawiyah, Abbasiyah hingga zaman Ustmaniah.
"Mereka pernah menjual umat Islam kepada bangsa Mongol dan Romawi. Pada era modern mereka menjualnya kepada Zionis-Yahudi hingga hancurnya kekhalifahan Turki Utsmaniyah," katanya. (bilal/arrahmah.com)

Peneliti Iran: Permusuhan Syiah pada Umar bin Khattab Dibungkus Baju Agama dan Mazhab

KIBLAT.NET, Pati – Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Kabupaten Pati pada Selasa, (27/04) mengadakan seminar “Membongkar Kesesatan Syiah”. Acara yang dihadiri sekitar 500 kaum muslimin itu digelar bersamaan dengan pelantikan pengurus DDII Kabupaten Pati.
KH. Abdul Wahid, salah seorang ulama dari Gemolong Sragen dalam seminar itu menyampaikan bahwa syiah bukanlah bagian dari Islam. Bahkan, aliran syiah dapat membahayakan akidah umat Islam.
“Agama syiah bukan agama Islam, tetapi agama baru yang dibangun di atas kedustaan, kebencian serta kedengkian para bangsawan dan pemuka agama Majusi-Persia (sekarang Iran, red). Karena kerajaan mereka dihancurkan oleh tentara kaum muslimin pada masa khalifah Umar bin Khattab pada tahun 14 H,” ujar KH. Abdul Wahid dalam kesempatannya.
Beliau juga mengutip pernyataan Dr. Lawrence Brown, seorang orientalis berkebangsaan Inggris yang tinggal di Iran selama waktu yang panjang dalam penelitiannya tentang sejarah bangsa Iran.
Dalam karyanya yang berjudul “Tarikh Adabiyat Iran Juz I halaman 217, Brown menuturkan, “Di antara faktor terpenting yang menyebabkan permusuhan bangsa Iran terhadap Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Khalifah Rasyidah II adalah karena beliau telah menaklukkan negeri bangsa non Arab dan telah meruntuhkan kekuatan mereka. Hanya saja permusuhan tersebut dibungkus dengan baju agama dan madzhab.”
Brown juga menjelaskan bahwa kebencian kelompok syiah kepada Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bukan karena merampas hak-hak Ali bin Abu Tahalib  radhiyallahu ‘anhu, dan Fathimah radhiyallahu ‘anha, tetapi karena beliau menaklukkan Iran dan menumbangkan Dinasti Sassaniyah.
Sementara, pembicara kedua adalah Ustadz Mas’ud Izzul Mujahid, salah seorang relawan kemanusiaan Suriah. Beliau menceritakan bagaimana kebrutalan dan kebiadaban syiah nushairiyah yang telah membantai umat Islam di Suriah.
Ketika di temui reporter Kiblat.net, panitia acara ini menegaskan bahwa seminar semacam ini diadakan untuk membangkitkan kewaspadaan umat akan bahayanya gerakan syiah.
 “Seminar ini kita adakan agar umat Islam di Pati dan sekitarnya ini, waspada akan kesesatan syiah dan perkembangannya. Apalagi di daerah Bangsri, Jepara yang tetangga kabupaten itu sudah ada komunitas syiah yang sudah terang terangan dalam menjalankan Ibadah. Bahkan, sampe punya sekolah dan masjid sendiri,” ujar salah seorang panitia acara yang tidak menyebutkan namanya.

Dalam Kitab Syi'ah, Halal Membunuh Seorang Sunni dan Merampas Hartanya

Perhatikan riwayat yang disebutkan dalam kitab literatur Syi'ah,
Diriwayatkan dengan sanad bersambung hingga Daud bin Farqad, ia berkata:
قلت لأبي عبدالله ما تقول في قتل الناصب ؟ قال حلال الدم لكني أتقي عليك فإن قدرت أن تقلب عليه حائطا أو تغرقه في ماء لكيلا يشهد به عليك فافعل قلت: فما ترى في ماله؟ قال خذه ما قدرت
 “Aku berkata pada Abu Abdillah: “apa pendapatmu tentang membunuh seorang nashibi[1]? Ia berkata: “darahnya halal, namun aku memperingatkanmu agar berhati-hati. Jika kamu mampu melemparkannya ke dinding atau menenggelamkannya dalam air agar tidak ada yang menyaksikan perbuatanmu, maka lakukanlah!!”. Aku berkata: “apa pendapatmu tentang hartanya?”. Ia berkata: “ambillah selagi kamu mampu”. [Wasa’ilus Syi’ah, 18/463, Biharul Anwaar, 27/231]
Dalam riwayat lain disebutkan,
خذ مال الناصب حيثما وجدته وادفع إلينا الخمس
 “Ambillah harta seorang nashibi dimanapun kamu mendapatinya, lalu berikanlah pada kami seperlimanya” [Tahdziibul Ahkaam, 1/384, As-Saraa’ir karya Muhammad bin Idris Al-Hulliy hal. 484,Wasa’ilus Syi’ah, 6/340”
Disebutkan juga dalam literatur mereka riwayat berikut,
مال الناصب وكل شيء يملكه حلال
 “Harta milik seorang nashibi (baca sunni –pen) dan seluruh apa yang ia miliki adalah halal” [Tahdziibul Ahkaam, 2/48, Wasaa’ilus Syi’ah, 11/60]
Hal ini pun diakui oleh tokoh Syi’ah terkemuka di Jawa Barat, Jalaludin Rahmat yang akrab disapa Kang Jalal, selaku ketua Dewan Syura Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI).
Pada 29 Agustus 2012 lalu, Jalaluddin Rahmat mengancam untuk menumpahkan darah Ahlus Sunnah di Nusantara atas bentrokan Sampang Madura.
“Orang-orang Syiah tidak akan membiarkan kekerasan ini. Karena untuk pengikut Syiah, mengucurkan darah bagi Imam Husein adalah sebuah kemuliaan,” ujar Jalaluddin.[http://www.tempo.co/read/news/2012/08/29/173426259/Apa-Kata-Jalaludin-Rahmat-Soal-Sampang]. Bahkan dirinya resmi telah mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI 2014 melalui Partai PDIP…
Oleh karena itu, sangat wajar jika Syi’ah berkuasa di suatu negeri, mereka akan membunuh kaum Sunni dan merampas hartanya, baik di Suriah, Yaman dan di berbagai belahan bumi. Semoga Allah tidak memperbanyak jumlah mereka...
Ditulis oleh Abul-Harits di Madinah, 8 Jumadil Ulaa 1435
[1] Nashibi adalah kelompok yang membenci ahlul-bait, namun Syi’ah memberikan julukan tersebut secara mutlak kepada sunni, karena tuduhan mereka yang dusta bahwa kaum sunni membenci ahlul-bait
Posted by Abul-Harits at 10:29 PM 


20. Feb, 2013 | Syi'ah 

Fahmi Salim, MA (Wasekjen MIUMI)
Hidayatullah.com— Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), membantah al-Qur’an surah An Nahl ayat 106 sebagai dalil dibolehkannya bertaqiyah terhadap sesama Muslim. Menurut MIUMI, landasan yang dipakai taqiyah kaum Syiah itu jelas salah alamat.
“Sunni yang menganggap taqiyah itu sama dengan nifaq (munafik) sebab taqiyah satu hal dan nifaq adalah hal lain. Taqiyah dalam pengertian ‘menyembunyikan keimanan di hadapan orang kafir’ dengan menyatakan kalimat yang sekilas mengandung kekafiran seperti dalam kasus yang dihadapi Ammar bin Yasir Ra dan jadi sebab turunnya  ayat 106 An Nahl, itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat di hadapan orang  kafir saja,” ujar Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) dalam pernyataan yang dikirim ke redaksi hidayatullah.com.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi salah satu kesimpulan seminar yang diselenggarakan Himpunan Pelajar Indonesia (HPI) Iran periode 2012-1013 di Universitas Imam Khomeini Qom Iran, hari Kamis (14/02/2013)  dengan tema “Konsep Tabligh dalam Dimensi Keindonesiaan”. Di mana kesimpulan salah satu pembicaranya Hendar Yusuf,  yang membawakan makalah berjudul “Konsep Taqiyah dalam Islam”  menyatakan, al-Qur’an surah An Nahl ayat 106 sebagai dalil naqli yang menunjukkan bolehnya melakukan taqiyah terutama dengan tujuan menjaga diri dan jiwa dari bahaya.
Menurut Fahmi Salim, apa yang dipaparkan itu jelas keliru. Tidak ada Sunni yang menganggap taqiyah itu sama dengan nifaq (munafik) sebab taqiyah satu hal dan nifaq adalah hal lain.
Taqiyah dalam pengertian ‘menyembunyikan keimanan di hadapan orang kafir’ dengan menyatakan kalimat yang sekilas mengandung kekafiran seperti dalam kasus yang dihadapi Ammar bin Yasir Ra dan jadi sebab turunnya  ayat 106 An Nahl, itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat di hadapan orang  kafir saja.
Jika Syiah ingin menerapkan itu dalam muamalah dengan kaum Sunni, maka itu artinya Syiah memang menganggap orang Sunni itu kafir sehingga dalam menghadapinya (dalam kondisi minoritas) harus denganbertaqiyah untuk menghindari mara-bahaya yang mungkin timbul karena perbedaan akidah/prinsip.
Say No To Syi

ah

“Dalam ajaran Islam, taqiyah yang dimaksudkan Syiah hanya bias diterapkan di hadapan kafir tulen yang dzalim menindas  seperti kaum musyrikin quraisy.”
Lebih lanjut ia mengatakan, dalam kamus akhlak Ahlul Bait tidak dikenal taqiyah karena memang tak ada hajat  untuk menyembunyikan keimanan/akidah di hadapan Muslimin umumnya,  baik di masa Sahabat apalagi sesudahnya karena prinsip keimanan yang diyakini Ahlul Bait dan Sahabat itu sama bersumber dari Al-Quran dan Sunnah nabi.  Tak ada pula ajaran Islam yang khusus diajarkan kepada orang  tertentu tidak  untuk yang lain. Kecuali mereka menganggap Sahabat Nabi semua itu kafir alias murtad sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalm sehinggal Ali dan Ahlul Bait bertaqiyah di hadapan mereka.
Menurut Fahmi Salim, Ibnu Taymiyah bernah mencatat, “Allah Subhanahu wata’ala telah menyucikan Ahlul Bait dari taqiyah seperti itu dan mereka tidak memerlukan taqiyah karena mereka adalah orang yang paling jujur dan paling beriman. Agama mereka adalah taqwa dan bukan Taqiyah.”
“Yang dilakukan Sayidina Hussain Radhiyallahu ‘anhu adalah upaya islah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar kepada pemimpin yang dzalim, bukan makar atau pemberontakan dan bukan pula dalam rangka menuntut hak imamah Ahlul Bait Rasul. Apa yang dilakukan beliau murni mengembalikan sistem syura dalam pemerintahan Islam, mengembalikan khilafah ala minhaj nubuwwah dan menolak sistem kewarisan dan monarki absolut. Namun ini rupanya yang disalahpahami oleh Syiah.  Sementara kalangan Sunni sendri kurang mengangkat pesan ini.”



بسم الله الرحمن الرhttp://nasihatonline.wordpress.com/2013/08/19/sesatkah-syiah-jafariyah/حيم

Pertanyaan: Sesatkah Syi’ah Ja’fariyah?
Jawaban:
Syi’ah adalah kelompok sesat yang terpecah-pecah ke dalam beberapa sekte, dan seluruh sektenya sesat, tidak ada yang benar, hanya saja kesesatan masing-masing sekte bertingkat-tingkat, namun pada umumnya sampai pada derajat kekafiran.
Syi’ah Ja’fariyah adalah nama lain dari kelompok sesat “Syi’ah Imam Dua Belas”dinisbatkan namanya kepada Ja’far Ash-Shodiq, imam keenam menurut sangkaan mereka. Kedua belas imam yang dimaksud adalah sahabat yang mulia Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu dan keturunannya, padahal dua belas imam tersebut tidak pernah mengakui mereka sebagai pengikutnya, dikarenakan berbagai kesesatan mereka.
Bahkan di masa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, kaum Syi’ah yang mengatakan Ali lebih mulia dibanding Abu Bakar dan Umar radhiyallahu’anhum, dicambuk oleh Ali dengan 80 kali cambukan karena telah berdusta, dan yang mengatakan Ali sebagai sesembahan, dihukum mati dengan cara dibakar oleh Ali radhiyallahu’anhu, sebagaimana yang diceritakan oleh As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa’ dan ahli sejarah lainnya.
Syi’ah Ja’fariyah adalah salah satu sekte sesat Syi’ah yang telah kafir kepada Allah ta’ala, diantara bentuk kekafiran mereka:
- Meyakini bahwa dua belas imamnya mengetahui perkara ghaib, dapat mengabulkan doa, dapat menghilangkan kesusahan atau menangkalnya, dan berbagai sifat-sifat yang hanya layak disandang oleh Allah ta’ala, namun mereka yakini ada pada diri imam-imam mereka. Ini semua adalah kesyirikan kepada Allah ta’ala.
- Mengkafirkan dan membenci istri-istri Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat (kecuali beberapa sahabat saja).
- Membolehkan nikah mut’ah atau nikah kontrak (yang telah menyebabkan munculnya berbagai macam penyakit kelamin di kalangan pengikut Syi’ah, terutama di negeri Iran, bahkan pernah terjadi ayah nikah kontrak menikahi putrinya yang telah dewasa karena tidak mengenali anaknya sendiri, sebagaimana diceritakan mantan ulama Syi’ah yang telah bertaubat, mantan tangan kanan pimpinan Syi’ah; Khomeini Al-Khabits, yaitu Sayyid Husain Al-Musawi dalam kitabnya “LiLlaahi tsumma lit Taarikh”).
- Menghalalkan darah (pembunuhan) terhadap Ahlus Sunnah, dan ini benar-benar terjadi sampai di zaman modern ini, yaitu pembantain secara sistematis dan tersembunyi terhadap Ahlus Sunnah di Iran oleh rezim Syi’ah yang berkuasa, dan yang terang-terangan adalah pembantaian kaum muslimin Syiria oleh rezim Syi’ah Syiria dibantu oleh pemerintah Iran, sekutu musyriknya; Rusia dan Syi’ah Libanon; Hizbussyaithon.
- Meyakini bahwa Al-Qur’an sudah dirubah oleh para sahabat, padahal Allah ta’ala telah menjamin keaslian Al-Qur’an sampai hari kiamat.
- Memalsukan hadits dan menolak hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ahlus Sunnah seperti riwayat Al-Bukhari dan Muslim, dan lain-lain masih SANGAT BANYAK kesesatan mereka.
Semoga Allah ta’ala menjaga kaum muslimin dari kejahatan Syi’ah dan kelompok-kelompok sesat lainnya.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Kota Suci Bejat Bernama Qom
Agustus 12, 2013
Kerusakan kota-kota suci Iran ternyata erat kaitannya dengan para mollah. Sebab hanya para mollah itulah yang dapat masuk ke pusat-pusat pendidikan yang dikhususkan untuk gadis-gadis, meski pada dasarnya mengajar di tempat-tempat tersebut terlarang bagi laki-laki di kota Qom. Begitu juga dengan pusa-pusat kesehatan, rumah sakit dan tempat-tempat wisata yang dikhususkan buat wanita, banyak dijumpai para mollah berjalan-jalan dengan bebasnya seakan mereka adalah kelompok orang yang telah dihalalkan atas semua wanita yang masuk ke tempat-tempat tersebut.
Bahkan kerusakan di kota Qom jauh melebihi kerusakan kota Teheran yang merupakan kota yang lebih terbuka di banding Qom.
Angka bunuh diri di kalangan wanitanya dengan jalan minum racun sangatlah tinggi, dan hal itu disebabkan oleh beban mental yang banyak dirasakan oleh para wanita dan gadis-gadis yang tinggal di kota itu sebagai dampak dari situasi yang telah memaksa mereka dan juga cara-cara yang diterapkan oleh “syurthatul akhlaqil hamidah” yaitu polisi penegak akhlak terpuji di bawah kekuasaan para mollah.
Kondisi kejiwaan inilah yang di saat tertentu dapat memicu tindak kejahatan dari kaum laki-laki Iran untuk melakukan penculikan dan pemerkosaan, bahkan tak jarang berakhir dengan dibunuhnya sang korban karena takut dilaporkan. Dan sebagian wanita dan gadis korban perkosaan pun tak jarang yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena malu dengan apa yang menimpanya.
Nyatanya, wanita di kota Qom selalu dalam resiko penghinaan dan pelecehan seksual, khususnya yang dilakukan oleh kalangan pelajar agama di Hauzah. Setiap kali mereka melihat wanita atau gadis yang sedang berada dijalan, maka buru-buru mereka membuka percakapan dengannya tentang nikah mut’ah, bahkan sedikit pun mereka tidak membuka ruang tanya jawab meski si wanita atau gadis tersebut merasa keberatan. Hal itu dikarenakan apa yang mereka inginkan adalah perkara yang disyari’atkan dan telah ditegaskan oleh pemerintah, di samping mut’ah dalam keyakinan mereka adalah perbuatan terpuji dan telah diwasiatkan oleh para Imam mereka sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab Imam mereka.
Karena itulah wanita-wanita di Qom harus menanggung penghinaan dan pelecehan seksual ini dari para mollah, pemuda dan juga kaum laki-laki. Mereka hanya mempunyai dua pilihan; tetap tunduk dengan aturan itu atau hidup dalam situasi kepahitan jiwa.
Sebagian besar kehidupan rumah tangga di kota Qom juga mengalami kegagalan, karena sebagian besar dari mereka hidup dengan tetap menjalani kebiasaan dan mengikuti adat yang menguasai di kota itu. Adat kebiasaan ini kadang bertentangan dengan tingkat pengetahuan dan sosial mereka, dan adat inilah yang sering kali mendorong kaum laki-laki untuk melakukan mut’ah sebab mereka meneladani para mollah. Dan sebaliknya banyak para istri yang kemudian membalas perbuatan suaminya dengan menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Inilah yang menyebabkan kehidupan rumah tangga mereka berakhir dengan kegagalan lalu dilanjutkan dengan perceraian. Menurut penelitian tentang keadaan sosial di kota Qom, ternyata angka perceraian di kota itu menduduki peringkat terbesar kedua di negara Iran.
Seperti diketahui bahwa pengadilan yang khusus menangani kasus-kasus perdata di Iran dilaksanakan dengan perantara hakim-hakim yang selalu memotivasi para wanita dan gadis untuk melakukan perceraian, dan segera setelah perceraian itu mereka dipindahkan ke Yayasan-yayasan sosial dengan dalih menolong mereka agar cepat mendapatkan pekerjaan, namun pada kenyataannya mereka terjebak dalam perangkap para mollah untuk dijadikan budak dengan alasan mut’ah.Yayasan Az-Zahra’ termasuk Yayasan paling terkenal yang menjadi tempat tinggal para janda dan tempat bersenang-senangnya para mollah dan para pelajar agama di Hauzah yang sangat menginginkan berbuat mesum atas nama mut’ah.
Sampai ada hal yang sangat sulit dipercaya, jika dikatakan ada data yang tidak resmi menegaskan bahwa kota Qom telah mencatat angka tertinggi dalam masalah aborsi dengan cara yang tidak diatur oleh undang-undang. Sehingga sangat mustahil bila dalam sehari tidak ditemukan janin-janin yang telah dibuang di tempat-tempat sampah atau selokan air.
Kerusakan kota Qom tidak hanya itu, sebab kerusakan-serusakan lain juga telah mencatat angka yang sangat tinggi seperti pertikaian dan perkelahian antar kelompok dan perorangan yang menyebabkan menumpuknya korban luka-luka di rumah sakit Nakui di Qom setiap harinya. Salah satu jalan yang sering terjadi perkelahian adalah jalan Bajik.
Kota Qom juga mencatat angka tertinggi kedua penderita AIDS. Demikian juga dengan angka pecandu kokain jenis “crack”, tercatat bahwa satu dari tiga orang di kota Qom adalah pecandu opium.
Kota Qom juga tercatat sebagai kota yang paling banyak menggunakan minuman keras oplosan yang mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan kematian atau hilangnya penglihatan, sebagaimana yang pernah terjadi dalam peristiwa peringatan “Iedun Nairuz”.
Sedang kondisi mata pencaharian masyarakat dan tingkat kemiskinan di kota Qom juga sangat memprihatinkan. Angka kemiskinan dan kelaparan di kota ini sangat tidak bisa dipercaya. Banyak masyarakat di kota ini yang sulit bahkan sekedar melindungi diri mereka dari cuaca dingin yang ekstrim atau musim panas yang menyengat. Makanan mereka sehari-hari adalah roti dan air, dan agak lebih baik sedikit adalah makaroni. Sering kali orang tua mereka menyaksikan kematian anak-anaknya di depan mata mereka karena ketidakmampuan berobat, bahkan mereka juga tidak memiliki kartu jaminan kesehatan.
Di antara keluarga-keluarga miskin di kota Qom juga sangat banyak yang mempekerjakan anak-anak kecil mereka di pabrik pembuatan batu bata dari malam hingga siang hari untuk sekedar bertahan hidup.
Sedang pemandangan seperti ini berlangsung di tengah banyaknya mollah yang hidup dalam kondisi serba mewah yang dihasilkan dari kekuasaan mereka atas proyek-proyek ekonomi dan kepemilikan saham pada banyak perusahaan-perusahaan besar. Mereka dapatkan bagian itu dari apa yang dinamakan harta “humus” yaitu berhak atas 5% dari harta yang diambil dari para pengikutnya. Harta humus ini bisa mencapai milyaran Tuman dalam setahunnya sehingga memungkinkan para mollah memiliki bangunan-bangunan istana di kawasan elit seperti Salarie, Amin Boulvare dan lain-lain di samping kepemilikan mereka atas rumah-rumah mewah di kawasan Niavaran utara Teheran.
Sumber :
Penulis : Fairuz Ahmad

Inilah 15 Ciri Pengikut Syi’ah di Indonesia

PERINGATAN ASYURA NASIONAL. Ribuan rafidhah memperingati Hari Asyura yang jatuh setiap hari ke-10 bulan Muharram di Balai Samudra, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (26/11). Peringatan tersebut dalam rangka Asyura Nasional yang berkabung atas kematian Imam Husein bin Ali pada pertempuran Karbala tahun 61 H atau 680 Masehi.
Indonesia tengah menjadi target Syi’ahisasi besar-besaran. Hingga kini banyak pengikutnya berada di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.
Jumlah penganut Syiah di Indonesia kata Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rakhmat, pernah mengatakan kisaran jumlah penganut Syiah di Indonesia , “Perkiraan tertinggi, 5 juta orang. Tapi, menurut saya, sekitar 2,5 jiwa,” kata Kang Jalal, sapaan Jalaluddin Rakhmat. Pemeluk Syiah, kata Kang Jalal melanjutkan, sebagian besar ada di Bandung, Makassar, dan Jakarta. Selain itu, ada juga kelompok Syiah di Tegal, Jepara, Pekalongan, dan Semarang; Garut; Bondowoso, Pasuruan, dan Madura.
Diperkirakan, kebanyakan dari mereka sedang melakukan taqiyah dalam rangka melindungi diri dari kelompok Sunni. Taqiyah adalah kondisi luar seseorang dengan yang ada di dalam batinnya tidaklah sama. Memang taqiyah juga dikenal di kalangan Ahlus Sunnah. Hanya saja menurut Ahlus Sunnah, taqiyah digunakan untuk menghindarkan diri dari musuh-musuh Islam alias orang kafir atau ketika perang maupun kondisi yang sangat membahayakan orang Islam.

Sementara itu menurut Syi’ah bahwa Taqiyah wajib dilakukan. Jadi taqiyah adalah salah satu prinsip agama mereka. Taqiyah dilakukan kepada orang selain Syi’ah, seperti ungkapan bahwa Al Quran Syi’ah adalah sama dengan Al Quran Ahlus Sunnah. Padahal ungkapan ini hanyalah kepura-puraan mereka. Mereka juga bertaqiyah dengan pura-pura mengakui pemerintahan Islam selain Syi’ah.
Menurut Ali Muhammad Ash Shalabi, taqiyah dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran; Pertama, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya.  Kedua, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah. Ketiga, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan. Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan
Menurut Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di Majalah Islam Internasional Qiblati, ciri-ciri pengikut Syi’ah sangat mudah dikenali, kita dapat memperhatikan sejumlah cirri-ciri berikut:
1. Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu. Tidak seperti songkok yang dikenal umumnya masyarakat Indonesia, songkok mereka seperti songkok orang Arab hanya saja warnanya hitam.
2. Tidak shalat jum’at. Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama Imam yang ma’shum atau wakilnya.
3.  Pengikut Syi’ah juga tidak  akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.
4.  Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja.
5.  Mayoritas pengikut Syi’ah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala – redaksi) yang digunakan menempatkan kening ketika sujud bila mereka shalat tidak didekat orang lain.
6.    Jika Anda perhatikan caranya berwudhu maka Anda akan dapati bahwa wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum Muslimin.
7.  Anda tidak akan mendapatkan penganut Syi’ah hadir dalam kajian dan ceramah Ahlus Sunnah.
8.  Anda juga akan melihat penganut Syi’ah banyak-banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiyallahu anhum.
9.  Mereka juga tidak akan menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, mayoritas sahabat dan Ummahatul Mukminin radhiyallahu anhum.
10. Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarwih bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah)
11. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salaf dengan jamaah lain, sementara itu mereka mengklaim tidak ada perselisihan antara mereka dengan jamaah lain selain salaf. Ini tentu tidak benar.
12. Anda tidak akan mendapati seorang penganut Syi’ah memegang dan membaca Al-Qur’an kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah (kamuflase), karena Al-Qur’an yang benar menurut mereka yaitu al-Qur’an yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.
13. Orang Syi’ah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menampilkan kesedihan di hari tersebut.
14. Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di perguruan tinggi atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut’ah dengan para wanita tersebut bila nantinya mereka menerima agama Syi’ah. Oleh sebab itu Anda akan dapati;
15. Orang-orang Syi’ah getol mendakwahi orang-orang tua yang memiliki anak putri, dengan harapan anak putrinya juga ikut menganut Syi’ah sehingga dengan leluasa dia bisa melakukan zina mut’ah dengan wanita tersebut baik dengan sepengetahuan ayahnya ataupun tidak. Pada hakikatnya ketika ada seorang yang ayah yang menerima agama Syi’ah, maka para pengikut Syi’ah yang lain otomatis telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut’ah. Tentunya setelah mereka berhasil meyakinkan bolehnya mut’ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda, sehingga dengan mudah para pengikut Syi’ah menjerat mereka bergabung dengan agama Syi’ah.
Ciri-ciri mereka sangat banyak. Selain yang kami sebutkan di atas masih banyak ciri-ciri lainnya, sehingga tidak mungkin bagi kita untuk menjelaskan semuanya di sini. Namun cara yang paling praktis ialah dengan memperhatikan raut wajah. Wajah mereka merah padam jika Anda mencela Khomeini dan Sistani, tapi bila Anda menghujat Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan Hafshah, atau sahabat-sahabat lainnya radhiyallahu anhum tidak ada sedikitpun tanda-tanda kegundahan di wajahnya.
Akhirnya, dengan hati yang terang Ahlus Sunnah dapat mengenali pengikut Syi’ah dari wajah hitam mereka karena tidak memiliki keberkahan, jika Anda perhatikan wajah mereka maka Anda akan membuktikan kebenaran penilaian ini, dan inilah hukuman bagi siapa saja yang mencela dan menyepelekan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para ibunda kaum Musliminradhiyallahu anhunn yang dijanjikan surga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita memohon hidayah kepada Allah untuk kita dan mereka semua.
Wallahu a’lam.
(Qiblati/ LPPIMakassar/fimadani.com/arrahmah.com)

Pengkhianatan Syi’ah Kepada Al Hasan Dan Al Husain

Setelah Ali bin Abi Tholib terbunuh,Al Hasan lebih  memilih berdamai dengan Muawiyah,namun orang-orang syi’ah terus menerus mendesak Al Hasan untuk berperang melawan Muawiyah.
Dan pada akhirnya Al Hasan menyutujui desakan mereka ini dan mengutus Qais bin Ubaidah untuk memimpin dua belas ribu pasukan melawan pasukan Muawiyah.
Ketika Al Hasan sedang berada di Al Madain,datanglah seorang penduduk Iraq dan berteriak,bahwa Qais telah terbunuh.Timbulah kekacauan diantara orang-orang syi’ah Iraq,watak asli mereka muncul (berkhianat),mereka tidak sabra dan justru menyerbu kemah Al Hasan,dan merampas barang-barangnya.
Salah seorang syi’ah Iraq,Mukhtar bin Ubaid Ats Tsaqofi memiliki rencana busuk ,yaitu mengikat Al Hasan dan menyerahkannya kepada pamannya Saad bin Mas’ud Ats Tsaqofi,dengan imbalan harta dan kedudukan karena tamaknya dia.
Sa’ad adalah salah seorang pendukung Ali yang menjadi gubernur Al Madain,namun dia juga mengkhianati putra Ali yaitu Al Hasan dengan menghinakannya dan menyerahkannya kepada Muawiyah.
Sampai-sampai Al Hasan berkata : “Aku memandang Muawiyah lebih baik kepadaku,dibanding orang-orang yang mengaku sebagai pendukungku,mereka malah ingin mencelakakanku dan merampas hartaku…”
Inilah bentuk pengkhianatan orang syi’ah kepada Al Hasan,yang mana mereka mengklaim cinta kepada Ahlul bait.
Adapun pengkhianatan syi’ah kepada Al Husain adalah apa yang terjadi di karbala,yang mengakibatkan Al Husain terbunuh.
Jadi setelah Muawiyah wafat,orang-orang Iraq mendesak Al Husain untuk menjadi kholifah.Dibawah tekanan mereka ini,Husain terpaksa mengirim muslim bin Aqil untuk  memantau kondisi yang terjadi pasca wafatnya Muawiyah.
Ia tidak mengetahui kedatangan penduduk Iraq yang meminta berbaiat kepada Al Husain yang berjumlah sekitar dua belas ribu orang,kemudian mereka mengirim perwakilan kepada Al Husain untuk membaiatnya.
Akan tetapi Al Husain tertipu dengan pengkhianatan mereka.Husain pergi menemui mereka padahal sudah diperingatkan oleh orang-orang terdekatnya untuk tidak menemui mereka,karena rekam jejak mereka yang sering berkhianat.
Sampai Ibnu Abbas pun menasehati  Al Husain : “Apakah engkau akan pergi ke kaum yang telah membunuh pemimpin mereka,merampas negeri mereka.Sekalipun mereka berbuat demikian apakah engkau tetap menemui mereka? Mereka mengajakmu ke sana,sedang penguasa mereka bersikap tiran kepada mereka.Apa yang mereka  lakukan,hanya untuk negara mereka saja.Mereka hanya mengajak engkau menuju medan perang dan pembantaian,dan engkau tidak akan aman bersama mereka.Mereka akan berkhianat,menipu,dan menyerangmu dan nanti mereka akan menjadi orang yang paling keras memusuhimu…”
Secara jelas pengkhianatan Syi’ah Kufah tampak ketika Muslim bin Aqil terbunuh ditangan pasukan bani Umayyah,dan orang-orang syi’ah diam membisu tidak memberikan bantuan apa-apa,karena mereka telah menerima sejumlah uang dari bani Umayyah.
Ketika Husain keluar bersama keluarga dan pengikutnya yang berjumlah 70 orang,setelah terjalin kesepakatan dan perjanjian,kemudian penguasa bani Umayyah  Ubaidillah bin Ziyad masuk untuk menghancurkannya di medan peperangan,maka terbunuhlah Al Husain dan seluruh orang yang menyertainya.
Kata-kata terakhirnya sebelum wafat adalah : “Ya Allah,berilah putusan di antara kami dan diantara orang-orang yang mengajak kami untuk menolong kami,namun justru mereka membunuh kami”.
Bahkan Al Husain mendoa’akan keburukan untuk mereka : “Ya Allah,apabila Engkau memberi mereka kenikmatan,maka cerai beraikanlah mereka,buatlah mereka menempuh jalan yang berbeda-beda,dan janganlah restui pemimpin mereka selamanya…”
 Jika orang-orang syi’ah saja berkhianat kepada Ahlul bait apalagi terhadap umat Islam ini.
(Dirangkum dari buku Pengkianatan-Pengkhianatan Syi’ah karya Dr. Imad Ali Abdus Sami’)


“Syi’ah adalah virus bagi umat Islam!”
M. Fachry
Ahad, 19 Februari 2012 19:52:
 Syi’ah adalah virus yang menempati urutan pertama yang merusak aqidah dan syari’at umat Islam. Demikian yang disampaikan Ustadz Abu M Jibriel AR dalam kuliah umum yang digelar Majelis Ilmu Ar Royan (MIAR), Ahad (12/2). Sementara itu Ustadz Farid Akhmad Okhbah dalam kesempatan yang sama mengupas tuntas Syi’ah termasuk mengungkap para tokohnya yang sudah malang melintang di negeri ini. Agama Syi’ah adalah agama para pembohong dan pendosa, Waspadalah!
Syiah, virus nomer wahid
Ustadz Abu M Jibriel AR, dalam kuliah umum MIAR, yang digelar di Masjid Ramadhan, Bekasi (12/2) menyatakan bahwa Syi’ah adalah virus nomer pertama yang merusak aqidah dan syari’at umat Islam.
Dalam kesempatan pertama di acara rutin yang diselenggarakan pada Ahad kedua setiap bulan tersebut, Ustadz Abu M Jibriel AR juga menjelaskan bahwa Syi’ah sebenarnya merupakan ‘oplosan’ dari tujuh agama di luar Islam, yaitu :
Agama Majusi
Agama Zoroaster
Agama Mazdaq
Agama Yahudi
Agama Nashrani
Agama Kebathinan
Agama Islam yang syaria’tnya masih bisa di’oplos’
Ustadz Abu Jibriel dalam kesempatan tersebut juga mengutip kitab suci agama Syi’ah yang ditulis oleh Ayatullah Al Kulainy, yang dimata kelompok Syi’ah memiliki martabat yang tinggi seperti tingkatan Imam al-Bukhari atau imam asy-Syafi’i di mata golongan ahlussunnah wal jama’ah.
Keyakinan-keyakinan di dalam kitab suci itulah yang menyebabkan kelompok sesat Syi’ah memposisikan keberadaan mereka masuk kedalam golongan musyrik dan sekaigus keluar dari Islam. Berikut diantaranya ;
Dunia dan segala isinya adalah milik imam Syi’ah. Mereka akan memberikan dunia ini kepada siapa saja yang dikehendaki dan akan mencabutnya dari siapa yang dikehendaki. (Ushulul Kaafi, hal.259, Al-Kulainy, cet. India)
Ali bin Abi Thalib diklaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan sebagai zat yang pertama dan yang terakhir, yang dzahir dan yang bathin sebagaimana termaktub dalam QS. al-Hadiid, 57:3. (Rijaalul Kashi, hal. 138)
Para imam Syi’ah merupakan wajah Allah, mata Allah, dan tangan-tangan Allah yang membawa rahmat bagi para hamba Allah. (Ushulul Kaafi, hal.83)
Amirul mu’minin Ali bin Abi Thalib dikatakan sebagai wakil Allah dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh oleh manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk, mengetahui segala sesuatu secara rinci yang terjadi dahulu dan yang ghaib. (Ushulul Kaafi, hal.84)
Keinginan imam Syi’ah adalah keinginan Allah juga. (Ushulul Kaafi, hal.278)
Ustadz Abu Jibriel AR di akhir penjelasan memberikan solusi untuk menghadapi virus agama sesat Syi’ah, yakni dengan kembali kepada dua perkara yang sudah diwariskan oleh Rasulullah SAW., yakni kembali kepada Al-Qur’an dan As Sunnah.
Ustadz Farid Okhbah, membongkar Syi’ah dan tokoh-tokohnya
Dalam kesempatan kedua, Ustadz Farid Akhmad Okhbah mengawali penjelasannya tentang Syi’ah dengan menyatakan mahalnya harga sebuah kebenaran, melebihi oksigen dan air yang kita pergunakan sehari-hari.
Menurut Ustadz Farid, Syi’ah adalah kelompok sesat, menyimpang, karena mereka mengikuti jalan orang-orang yang membuat dosa (sabilul mujrimien). Hal ini dikarenakan Syi’ah menentang jalan para sahabat-sahabat Rasulullah SAW., dan mengikuti jalan orang-orang mujrimin (orang-orang berdosa), sebagaimana firman Allah SWT., dalam Al Qur’an Surat An Nisa (4) : 115. 
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
Dalam kesempatan tersebut, Ustadz Farid Akhmad Okhbah, juga mengulas awal terbentuknya kelompok sesat Syi’ah, sejarah kelam kelompok yang sudah malang-melintang dalam merusak dan mengikis aqidah umat Islam.
Kelompok Syi’ah memiliki sederet aksi pengkhianatan di masa lalu yang mereka atur sedemikian rupa sehingga kelompok mereka bisa berkembang sedemikian pesat  hingga hari ini. Sebut saja pengkhianatan yang dilakukan oleh Abu Lu’luah yang digelari Baba Syujauddin(sang pembela agama yang gagah berani) yang telah membunuh khalifah Umar bin Khattab r.a.
Lalu dilanjutkan dengan aksi Abdullah bin Saba’ yang berpura-pura masuk Islam dan menyebarkan fitnah kepada kaum muslim agar memberontak kepada khalifah Utsman bin Affan ra. Kemudian ada Sanan bin Anas an-Nakhai dan Syammar bin Dzil Jusyan yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad, pengikut kelompok Syi’ah yang telah membunuh Ali bin Abi Tholib ra, Hasan, dan juga Husein.
Hingga sampai pada sejumlah pengkhianatan yang dilakukan oleh Khomeini, pengkhianatan oleh Hizbullah yang telah membantai ribuan warga Sunni di Palestina, serta yang patut untuk semakin diawasi adalah kerja-sama mereka dengan Amerika dan Zionis Israel.
Dalam kesempatan itu, Ustadz Farid juga membeberkan tokoh-tokoh Syi’ah di negeri ini, seperti Haidar Bagir (pimpinan grup Mizan, dan Republika), Umar Shihab (MUI), dan Jalaludin Rakhmat (IJABI). Awalnya menurut Ustadz Farid, Syi’ah di Indonesia bermula dari Bangil, Jawa Timur, dimana pemimpin dan penggeraknya di sana berbai’at langsung dengan Imam Khomeini, pimpinan spiritual Syi’ah Iran ketika itu. Selain itu juga disampaikan penyusupan-penyusupan Syi’ah ke berbagai media, seperti Republika, Rasil AM 720, dan yang paling baru Tabloid Jum’at yang ikut-ikutan menyebarkan ide Syi’ah dalam salah satu terbitannya.
Para peserta kuliah umum MIAR yang bekerja sama dengan DKM Masjid M Ramadhan, Bekasi sangat puas dengan pemaparan dan ulasan nara sumber. Pekik takbir berulang kali terdengar mengiringi semangat para peserta untuk membentengi aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari serbuan virus yang sangat berbahaya, yakni Syi’ah. Allahu Akbar!
(M Fachry/arrahmah.com)