Oleh: Abu Muhammad Waskito
SETELAH sebelumnya di koran
Republika terjadi polemik sengit antara tokoh Syiah (Haidar Bagir) dan
tokoh-tokoh Ahlus Sunnah (Muhammad Baharun, Fahmi Salim, dan Kholili Hasib);
pada tanggal 9 Februari 2012, masih di Republika, sebuah lembaga bernama Yayasan
Muslim Indonesia Bersatu (YMIB) menurunkan publikasi besar dengan judul,
Melawan Politik Adu Domba dengan Persatuan Umat. Publikasi ini didukung Radio
Iran, IRIB versi Indonesia; dimuat setengah halaman sebagai iklan, di Republika
edisi hari itu, halaman 2.
Di bawah ini kami sebutkan isi
lengkap publikasi dari YMIB tersebut; di dalamnya kami berikan catatan kaki
sebagai penjelasan, agar kaum Muslimin bisa membedakan antara kebenaran dan
kebathilan.
Melawan Politik Adu Domba
dengan Persatuan Umat
“Menyimak berbagai persilangan
pendapat mengenai mazhab-mazhab dalam Islam yang berkembang belakangan ini,
khususnya tanda-tanda penggunaan kekerasan yang mengancam keutuhan bukan hanya
umat Islam, melainkan bangsa Indonesia dan NKRI secara keseluruhan, kami dari
Yayasan Muslim Indonesia Bersatu (YMIB) merasa perlu berbagi sejarah pendekatan
antar mazhab dalam Islam khususnya antara mazhab Ahlus-Sunnah dan
Syi’ah.”
Catatan 1:
Retorika membenturkan gerakan
Islam dengan negara (NKRI) sudah dipakai sejak zaman Orde Baru, ketika LB,
Moerdani menguasai militer. Seakan, setiap umat Islam menuntut hak-nya, ia
selalu dicurigai ingin “meruntuhkan NKRI”. Dalam kasus Sampang, warga NU marah
karena penistaan-penistaan agama yang dilakukan oleh Tajul Muluk dan kawan-kawan.
Selalu ada penyulut kekerasan itu. Dalam kasus di Puger Jember, seorang ustadz
NU bernama Fauzi terkena bacokan dari aktivis-aktivis Syiah yang ingin
menggagalkan acara kajian seputar kesesatan Syiah dengan menghadirkan Habib
Muhdhor Al Hamid yang dikenal tegas kepada Syiah. Baca artikel, Pengikut Syiah
Mengamuk, Aktivis NU Kena Bacok, situs Voa-islam, 31 Mei 2012].
Sesungguhnya
inisiatif-inisiatif seperti ini sudah terjadi sejak berabad-abad yang lalu,
bahkan telah melahirkan karya-karya besar dalam kedua mazhab besar Islam
ini.
Catatan 2:
Ibnu Hazm Az Zhahiri t ketika
disebutkan perkataan orang Nashrani, beliau berkata, “Sedangkan perkataan
mereka –Nashrani- yang mendakwahkan bahwa orang Rafidhah telah mengubah Al
Qur`an, maka sesungguhnya orang-orang Rafidhah itu bukan bagian dari kaum
Muslimin; mereka adalah firqah buatan yang awal-awal muncul setelah wafatnya
Rasulullah e, sekitar 25 tahun kemudian… Ia adalah kelompok yang mengalir
seperti mengalirnya Yahudi dan Nashrani dalam hal kebohongan dan kekufuran.”
(Al Fashlu fil Milal wan Nihal, juz 2, hlm. 213].
"Tapi, yang mungkin belum
banyak diketahui adalah aktivitas-aktivitas ke arah yang sama di abad 20 dan
abad 21 ini. Khususnya terkait dengan upaya-upaya pendekatan mazhab yang
dilakukan secara intensif di Mesir, baik di kalangan gerakan Ikhwanul-Muslimin
maupun Al-Azhar. Puncaknya adalah deklarasi yang belakangan disebut sebagai
Risalah Amman, yang ditandatangani di ibukota Yordania ini," demikian
kutip YMIB di Republika.
Catatan 3:
Al Azhar, Ikhwanul Muslimin,
Hasan Al Banna, dll. mereka bagian dari Islam; tetapi mereka bukan satu-satunya
suara yang mewakili kaum Muslimin. Sudah sangat dikenal tentang salah satu
definisi Ahlus Sunnah, yaitu: “Wa amma al ma’na al aam li ahlis Sunnah wal
jama'ah fa yadkhulu fihi jami’ul muntasibina ilal Islam, maa ‘aada ar rafidhah”
(dan makna umum Ahlus Sunnah wal Jama'ah masuk ke dalamnya siapa saja yang
mengikatkan dirinya dengan Islam, selain orang Rafidhah atau Syiah). [Al Wajiz
Fi Aqidatis Salafis Shalih, karya Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsari,
hlm. 34]. Karena itu sangat dikenal dua istilah dikotomis ini: Ahlus Sunnah vs
Syiah, atau Sunni vs Syi’i. Al Azhar, Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna, dll.
tidak bisa mengubah kesepakatan umat ini].
Ceritanya
bermula dengan Imam Syahid Hasan Al-Banna, pembawa panji gerakan Islam terbesar
era modern, Al-Ikhwan Al-Muslimun. Dalam kegigihan beliau memperjuangkan Islam,
beliau termasuk salah satu tokoh ide pendekatan antarmazhab dan berperan-serta
dalam aktivitas Jama’ah Taqrib Baina Al-Mazhahib Al-Islamiyah di Kairo.
Mengenai hal ini, salah satu pemikir Ikhwanul Muslimin Ustad Salim Bahansawi
dalam bukunya berkata: “Sejak Jama’ah Taqrib Antarmazhab didirikan, dan Imam
Hasan al-Banna dan Ayatullah Qummi berperan dalam pendiriannya, kerja sama
antara Ikhwanul Muslimin dan Syiah tercipta.” [Limaza Ightala Hasan al-Banna,
cetakan pertama, Darul I’tisham, hal. 32; yang dikutip dalam buku Al-Sunnah
Al-Muftara ‘Alaiha, karya Ustadz Salim al-Bahansawi, cetakan Kairo, hal. 57].
Catatan 4
Sekali
lagi, sikap Syaikh Hasan Al Banna t itu tidak mewakili suara kaum Muslimin di
dunia. Ia hanya mewakili sikap Ikhwanul Muslimin, atau diri beliau sendiri.
Sejujurnya, dalam dakwah Jama'ah Tarbiyah (Al Ikhwan al Muslimun) di Indonesia,
pada periode 80-an sampai 90-an; sikap mereka sangat tegas kepada Syiah. Justru
saya pribadi belajar banyak dari sikap mereka. Bahkan Dr. Hidayat Nur Wahid,
dikenal sebagai pakar akidah, khususnya tentang sekte Syiah].
Dalam
hubungan ini, Dr. Abdulkarim Zaidan, salah satu pemimpin penting Al Ikhwan al
Muslimun Iraq menulis: “Mazhab Ja’fari ada di Iran, Iraq, India,
Pakistan, Libanon dan Suriah atau negara-negara lainnya. Perbedaan antara fikih
Ja’fari dan mazhab lainnya tidak lebih dari perbedaan antara satu mazhab dengan
mazhab lainnya (dalam mazhab Sunni).” [Al-Madkhal li al-Dirasah al-Syariah
al-Islamiyyah, hal. 128].
Catatan 5
Tidak
mungkin kalau perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan Syiah, hanya semisal
perbedaan antara madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Andaikan
demikian, maka Ahlus Sunnah sejak lama akan sepakat dengan “Madzhab Lima Imam”.
Buktinya
hal itu tidak ada dalam Islam. KH. Hasyim Asyari dalam konsep teologi NU-nya,
mengklaim bahwa madzhab dalam Islam hanya 4 saja, tanpa madzhab Ja’fari di
dalamnya. Berikut ucapan Imam Syafi’i yang menjadi rujukan kaum Muslimin
Nusantara, “Aku tidak mengetahui satu pun dari pengikut hawa nafsu yang lebih
dusta dalam dakwaannya, tidak aku saksikan dalam kepalsuannya, dari kaum
Rafidhah.” (Disebutkan dalam Al Ibanah Al Kubra, juz 2, hlm. 545; dan Syarah
Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah, juz 8, hlm. 499). Pendapat Ustadz Abdul Karim
Zaidan tidak bisa menafikan pendapat Imam Syafi’i t ].
Sementara
itu, Ustadz Bahansawi, dalam kitabnya yang sama, membantah bahwa Syiah memiliki
Qur’an yang berbeda dengan menyatakan: “Qur’an yang ada di kalangan Ahli
Sunnah adalah Qur’an yang ada di masjid dan di rumah-rumah orang Syiah.” Dia
juga berkata: “Syiah Ja’fari (12 Imam) meyakini bahwa barang siapa yang
men-tahrif Quran ... adalah kafir.”
Catatan 6
UCAPAN Al Bahnasawi ini terburu-buru, atau punya tendensi tertentu. Syeikh Musa
bin Jarullah Al Turkistani Al Qazani Ar-Rusi, seorang ulama Ahlus Sunnah asal
Rusia. Saat Rusia jatuh ke tangan paham atheis, beliau meninggalkan negaranya
dan memilih tinggal di negeri Muslim. Beliau berpindah-pindah dari India,
Saudi, Mesir, Iran, dan Iraq. Beliau telah mengkaji kitab-kitab asli Syiah,
tinggal di tengah orang Syiah, masuk masjid, perayaan-perayaan, taklim,
sekolah-sekolah, ruang-ruang belajar, dll.
Beliau benar-benar hadir di tengah-tengah kaum Syiah dalam rangka mencari jalan
persatuan Ahlus Sunnah dan Syiah. Setelah sekian lama, beliau simpulkan, ajaran
Syiah sangat bertentangan dengan dasar-dasar akidah Ahlus Sunnah; mereka meyakini
Al-Qur`an telah diubah. (Baca Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah
wal Jamaah, karya Prof.Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Maret 2012, hlm. 466-470).
Apa yang dikatakan Syeikh Musa Jarullah ini lebih obyektif, karena beliau sudah
mengkaji kitab-kitab Syiah, pernah tinggal di Iran dan Ira; semua itu semula
berdasarkan niatan baik menyatukan Ahlus Sunnah dan Syiah].
Berpindah
ke Al-Azhar, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, seorang ulama terkemuka universitas
ini, berkata dalam kitab Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah (hal. 52):
“Tidak bisa disangkal lagi bahwa Syiah adalah salah satu firqah Islam. Tentu
saja kita harus memisahkan firqah Sabaiah yang mengakui Ali sebagai Tuhan (yang
jelas dalam Syi’ah pun dianggap kafir). Dan tidak bisa diragukan lagi bahwa
seluruh akidah Syiah berdasarkan nash al-Qur’an atau hadis-hadis yang
dinisbahkan kepada Nabi.”
Catatan 7
Ucapan Syeikh Muhammad Abu Zahrah ini tidak benar. Bagaimana bisa akidah Syiah
berdasarkan Al Qur`an dan Sunnah, sedangkan mereka mencaci-maki istri-istri
Nabi Radhiyallahu ‘Anhunna; mereka mencaci-maki dan mengkafirkan para Sahabat;
mereka mensifati imam-imam Syiah sebagai manusia makshum; mereka menghalalkan
kawin mut’ah, dll? Ulama-ulama Ahlus Sunnah banyak membahas masalah kesesatan
firqah Syiah ini.
Cukuplah ucapan Abdul Qahir Al Baghdadi, yang kitabnya menjadi rujukan
Asy’ariyah, Maturidiyah, Salafiyah, serta lainnya sebagai penjelas yang tak
membutuhkan takwil lagi,
“Sedangkan para pengikut hawa nafsu dari kalangan Al Jarudiyah, Al Hisyamiyah,
Al Jahmiyah, dan Al Imamiyyah yang mereka itu telah mengkafirkan sebaik-baik
Sahabat…maka kami mengkafirkan mereka, di kalangan kami tidak diperbolehkan
menshalatkan mereka (kalau mati –pen.) dan tidak boleh shalat di belakang
mereka (menjadi makmum –pen.).” [dalam Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 357].
Sekarang, saatnya kita mendengar pandangan Mahmud Syaltut, Syeikh Al-Azhar yang
paling terkemuka dalam sejarah-modern institusi ini. Setelah “menganalisa fikih
mazhab-mazhab Islami dari Sunni sampai Syiah, berlandaskan dalil dan
argumentasi, serta tanpa mengedepankan fanatisme kepada ini dan itu”, beliau
memfatwakan:
“Mazhab Ja’fari yang terkenal dengan mazhab Syiah 12 Imam, adalah mazhab yang
sama seperti mazhab Ahlus-Sunnah, beribadah dengan mazhab tersebut dibolehkan
dalam syariat. Kaum Muslimin harus mengetahui hal ini dan terbebas dari
fanatisme yang salah berkaitan dengan mazhab tertentu, sebab agama dan syariat
Allah tidak tergantung pada satu mazhab khusus atau terbatas pada satu mazhab
saja. Karena semua telah berjtihad dan, karena itu, mereka diterima di sisi
Allah.” Belaiu melanjutkan: “… (kita) melihat bahwa jarak antara Syiah dan
Sunni sama seperti jarak antara fikih mazhab Abu Hanifah, Maliki atau
Syafii.”
Catatan 8
Ini adalah ucapan umum yang perlu dijelaskan lagi, agar tidak menjadi fitnah
bagi umat. Prof. Dr. Ali Ahmad As-Salus, seorang pakar fikih di Universitas
Syariah, Qatar. Saat kuliah pasca sarjana di Daarul Ulum Kairo, beliau
mendapati dosennya, Syeikh Muhammad Al Madini, kerap menjelaskan bahwa Syiah
tidak berbeda dengan madzhab yang empat, sehingga Syiah bisa dianggap sebagai
madzhab kelima. Kebetulan dosennya, Syeikh Al Madini, juga anggota Lembaga
Pendekatan Antarmadzhab (Taqrib Bainal Madzahib). Selama lebih 30 tahun Prof. As-Salus
mengkaji literatur-literatur Syiah, dan bergaul dengan tokoh-tokoh Syiah.
Bahkan tesis beliau membahas perbandingan fikih antara Syiah dengan madzhab
yang empat.
Berikut
perkataan Syeikh As-Salus; “Tetapi setelah melakukan penelitian dan kajian,
dimana saya membaca secara intensif karya-karya dan buku-buku mereka, lalu saya
mendapatkan suatu hal yang amat berbeda dari apa yang diilustrasikan oleh para
penganjur dan pendukung upaya pendekatan madzhab Ahlus Sunnah dan Syiah.
Kepercayaan Syiah terhadap konsep Imamah dan semua yang dibangun di atas itu,
pada dasarnya menghambat dan menghalangi suatu (upaya) pendekatan. Karena
akidah mereka tidak lain kecuali memfitnah dan menistakan manusia-manusia
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, yaitu para Sahabat." [Ensiklopedi
Sunnah-Syiah, karya Prof. Ali Ahmad As-Salus, jilid 1, hlm. 1-7. Jakarta,
Pustaka Al Kautsar, Agustus 2011. Judul kitab asli, Ma’as Syi’ah Al Itsna Al
‘Asyariyah fil Ushul wal Furu’: Mausu’ah Syamilah].
Di masa
belakangan ini kita juga dapat menemukan berlimpah kesaksian dari para ulama
Sunni tentang keabsahan berbagai mazhab dalam Islam. Yang paling penting di
antaranya adalah kesaksian sedikitnya 146 ulama besar, cendekiawan Muslim, dan
otoritas-keagamaan lainnya –termasuk para mufti dan pejabat resmi
keagamaan- dari sedikitnya 48 negara, yang diberi nama Risalah ‘Amman.
Di antara
pokok isinya adalah: “Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari
empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah
(Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadhi, dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Tidak
diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab
yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari
pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas tidak boleh
dihalalkan."
Catatan 9
Para ulama
ini setinggi apapun kedudukan mereka, dari sisi keagamaan maupun duniawi;
sebanyak apapun jumlah mereka; mereka tidak bisa melampaui kedudukan Imam
Bukhari dalam Islam. Lalu apa kata Imam Bukhari tentang kaum Rafidhah
(Syiah Imamiyah)? Berikut perkataan beliau; “Aku tidak bedakan apakah aku
shalat di belakang seorang Jahmi atau Rafidhi, atau aku shalat di belakang
Yahudi dan Nashrani. Mereka tidak diberikan salam, tidak didatangi
(undangannya), tidak dinikahkan (dengan wanita-wanita kaum Muslimin), tidak
dijadikan saksi, tidak dimakan sembelihannya.” [Khalqu Af’alil Ibad, hlm. 125].
Lebih
lanjut, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah
Asy’ari atau siapa saja yang mengamalkan tasawuf (sufisme). Demikian pula,
tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafy
yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok
Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya,
meyakini Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wassalam) dan rukun-rukun iman,
mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah
pasti dan disepakati dalam agama Islam. Ada jauh lebih banyak kesamaan dalam
mazhab-mazhab Islam dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan di antara mereka.
Catatan 10
Para ulama
itu sudah tahu dan sangat tahu, bagaimana pokok-pokok ajaran Syiah. Mereka
sudah tidak perlu lagi diajari. Hanya mungkin masalahnya, di antara ulama ada
yang pura-pura tidak tahu, atau menutup mata dari hal-hal yang sudah jelas di
depan mata.
Kalangan
Salafiyah pasti tahu kitab Minhajus Sunnah karya Ibnu Taimiyah; kalangan
Asy’ariyah pasti sudah tahu kitab Shawaiq Al Muhriqah karya Ibnu Hajar Al
Haitami; bahkan dalam buku KH. Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlus Sunnah, golongan
Syiah dibahas pada bagian pertama.
Para
pengikut/penganut kedelapan mazhab Islam yang telah disebutkan di atas semuanya
sepakat dalam prinsip prinsip utama Islam (Ushuluddin). Semua mazhab yang
disebut di atas percaya pada: “Satu Allah yang Mahaesa dan Mahakuasa; percaya
pada Al-Qur’an sebagai wahyu Allah; dan bahwa Baginda Muhammad e adalah Nabi dan Rasul untuk seluruh manusia. Semua sepakat pada
lima rukun Islam: dua kalimat Syahadat; kewajiban shalat; zakat; puasa di bulan
Ramadhan, dan Haji ke Baitullah di Makkah. Semua percaya pada dasar-dasar
akidah Islam: Kepercayaan pada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para
rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk dari sisi Allah.
Perbedaan
di antara ulama kedelapan mazhab Islam tersebut hanya menyangkut
masalah-masalah cabang agama (furu’) dan tidak menyangkut prinsip-prinsip dasar
(ushul) Islam. Perbedaan pada masalah-masalah cabang agama tersebut adalah
rahmat Ilahi. Sejak dahulu dikatakan bahwa keragaman pendapat di antara ‘ulama
adalah hal yang baik.
Catatan 11
Pendapat
ini dibantah oleh Abdul Qahir Al Baghdadi dalam Al Farqu Bainal Firaq.
“Bahwasanya Nabi menjelaskan tentang firqah tercela, yaitu firqah pengikut hawa
nafsu yang menyelisihi Firqah An Najiyyah, dalam bab keadilan dan Tauhid; atau
dalam janji dan yang dijanjikan; atau dalam qadar dan kemampuan; atau dalam
masalah takdir baik dan buruk; atau dalam bab hidayah dan kesesatan; atau dalam
bab keinginan dan kehendak; atau dalam bab penglihatan dan pencapaian;
atau dalam bab Sifat-sifat Allah U, Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya; atau dalam
bab di antara bab-bab seputar pujian dan pembolehan; atau dalam bab di antara
bab-bab seputar kenabian dan syarat-syaratnya; atau dalam bab-bab semisal itu
yang telah bersepakat Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dari kalangan Ahlul Ra’yi dan
Ahlul Hadits, di atas pokok yang satu. Menyelisihi mereka dalam hal itu, para
pengikut hawa nafsu dari kalangan Qadariyah, Khawarij, Rafidhah, Najariyah,
Jahmiyah, Mujassimah, Musyabbihah, dan siapa yang mengikuti firqah sesat. Maka
sesungguhnya kaum yang menyimpang dalam bab keadilan dan Tauhid, masalah
kubur dan islaf (pinjaman), yang mendefinisikan ru’yah dan shifat, pujian dan
pembolehan, dan syarat-syarat kenabian dan imamah; mereka satu sama lain saling
mengkafirkan.” [Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 3]].
Di antara
para penandatangan Risalah Amman yang bertarikh 27-29 Jumadil Ula 1426 H (4-6
Juli 2005 M) adalah: Prof. Dr. Ali Jumu’a (Mufti Besar Mesir); Prof. Dr. Ahmad
Muhammad Al-Tayyib (Rektor Universitas Al-Azhar); Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq
(Menteri Agama Mesir); Dr. Yusuf Qardhawi (Ketua Persatuan Ulama Islam
Internasional, Qatar); Dr. Muhammad Sa’id Ramadan Al-Buthi (Dai, Pemikir dan
Penulis Islam, Syria); Prof. Dr. Syeikh Wahbah Mustafa Al-Zuhayli (Ketua
Departemen Fiqih, Damascus University); Shaykh Dr. Ikrimah Sabri (Mufti Besar
Al-Quds dan Imam Besar Masjid al-Aqsha); Syeikh Habib ‘Umar bin Muhammad bin
Salim bin Hafiz (Ketua Madrasah Darul Mustafa, Tarim, Yaman); dan lain-lain.
[Untuk daftar penandatangan selengkapnya, lihat website kami: www.muslim
unity.com].
Catatan 12
Syeikh
Mamduh bin Farhan Al Buhairi, pengasuh majalah Qiblati terbit di Malang, dalam
salah satu tulisannya, beliau memuji Syeikh Al Qaradhawi yang akhirnya mengubah
pandangannya tentang Syiah.
Pada
awalnya Al-Qaradhawi pro dengan kampanye At-Taqrib antara Ahlus Sunnah dan
Syiah. Namun setelah melihat kekejaman kaum Syiah terhadap para pengungsi asal
Palestina, beliau mengubah pandangannya.
Demikian
juga dengan Dr. Mustafa As-Siba’i, seorang ulama Ikhwanul Muslimin di Libanon.
Pada mulanya beliau sangat antusias dengan ide At-Taqrib. Berbagai usaha sudah
beliau lakukan untuk merealisasikan ide pendekatan madzhab. Namun saat muncul
buku Al-Murajaat karya Sharafuddin Al Mausawi, beliau merasa sangat terkejut
ketika dalam buku itu terdapat hujatan-hujatan terhadap Abu Hurairah ra, bahkan
beliau disebut kufur dan munafik.
As-Siba’i
mengatakan: “Ide pendekatan madzhab yang dilontarkan oleh ulama-ulama Syiah
secara keseluruhan, hanyalah basa-basi dalam sebuah pertemuan. Sementara mereka
terus melakukan penghinaan terhadap para Sahabatydan berprasangka-buruk
terhadap mereka. Mereka juga sangat meyakini kebenaran riwayat-riwayat yang ada
dalam kitab-kitab pendahulu mereka. Mereka yang menyerukan pendekatan madzhab,
akan tetapi mereka tidak memiliki jiwa pendekatan. Ide pendekatan itu sama
sekali tidak ada pengaruhnya bagi ulama-ulama Syiah di Iraq dan Iran. Sehingga
kelompok-kelompok Syiah di masing-masing daerah tetap berpegang-teguh kepada
kitab-kitab para pendahulu mereka, yang berisi pencemaran nama baik dan
gambaran penuh kebohongan terhadap para Sahabat y, yang berselisih
pendapat. Seolah-olah, ide pendekatan madzhab dalam versi mereka, adalah
mendekatkan golongan Ahlus Sunnah kepada ajaran Syiah.” (Khawarij dan Syiah
dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, hlm. 464-466). Kalimat terakhir
As-Siba’i ini sangat mendasar, bahwa ide pendekatan madzhab pada hakikatnya
ialah upaya menjadikan Ahlus Sunnah menjadi penganut Syiah].
Tentu saja
mudah diduga bahwa para ulama terkemuka ini tak akan begitu gegabah
mengeluarkan pernyataan-pernyataan mereka, tanpa terlebih dulu mempelajari
dengan teliti seluruh dasar dan rincian mazhab-mazhab tersebut, termasuk
tuduhan-tuduhan yang dilontarkan orang kepada mereka.
Catatan
13
ULAMA-ULAMA
kontemporer yang disebutkan itu tidak akan bisa menutupi pandangan Imam Ahmad
bin Hanbal tentang Syiah Rafidhah. Berkata Al Khilal, mengabarkan kepadaku
Abdul Malik bin Abdul Hamid, dia berkata: aku mendengar Abu Abdullah (Imam Ahmad)
berkata: “Siapa yang mencaci (Sahabat) aku takut dia akan menjadi kufur seperti
Rafidhah.” Kemudian beliau berkata: “Siapa yang mencaci Sahabat Nabi n, kami
tidak merasa aman bahwa dia akan melesat keluar dari agama ini.” [As Sunnah lil
Khilal, juz 2, hlm. 557-558]. Sebagian perkataan ulama ini kami ambil dari
situs Khayma.com, dalam artikel berjudul: Ar-Rafidah as Syi’ah: Min Aqa’idi
Rafidhah, Hiqdihim ‘ala Ahlis Sunnah, At-Taqiyyah, Ghadrihum, Bara’atu Ahlil
Bait Minhum, Aqwalil Ulama. Sebagian lain kami himpun sendiri, bi idznillahil
‘Azhim].
Namun,
yang tak kalah pentingnya, semua pernyataan bijak di atas tidak akan banyak
manfaatnya, kecuali jika para pengikut mazhab-mazhab dalam Islam benar-benar
dapat bersikap dan membawa diri sesuai dengan prinsip-prinsip persaudaraan
Islam.
Termasuk
di dalamnya sikap menghormati keyakinan mazhab yang berbeda, mendahulukan
persangkaan baik (husnuzh-zhan), juga kesediaan melakukan verifikasi (tabayun)
dalam hal adanya tuduhan-tuduhan terhadap mazhab tertentu.
Catatan 14
Justru
kata-kata seperti ini lebih tepat diarahkan ke kaum Syiah sendiri. Seperti
disebut oleh Ustadz Adian Husaini dalam Solusi Damai Sunnah-Syiah, yang dimuat
di jurnal Islamia, Republika, “Jika kaum Syiah mengakui bahwa kaum Sunni
sebagai mazhab dalam Islam, seyogianya mereka menghormati Indonesia sebagai
negeri Islam Sunni. Hasrat mensyiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa
depan negeri ini. …itulah jalan damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah.”
(Jurnal Islamia Republika, 19 Januari 2012, hlm. 23). Fakta berbicara, dari
tahun ke tahun, pemeluk Syiah semakin bertambah. Jika demikian, lalu siapa
sebenarnya yang lebih agressif dan merasa paling benar sendiri?].
Yang
terpenting di antaranya adalah tidak merasa benar sendiri dan menganggap keyakinan
mazhab lain sebagai salah, apalagi kemudian merasa perlu mendakwahan mazhabnya
serta berupaya mengubah keyakinan para pengikut mazhab lainnya.
Catatan
15:
Lebih
penting lagi ialah hidup di atas kejujuran dan tidak menjadikan kedustaan
sebagai agama. Termasuk tidak bermain-main data dan retorika, untuk mengelabuhi
orang-orang awam dari kalangan Ahlus Sunnah. Harus dipahami dengan jelas, bahwa
di kalangan Syiah, sudah dimaklumi bahwa mereka mengkafirkan kalangan Ahlus
Sunnah, menghalalkan harta, kehormatan, dan darah Ahlus Sunnah. Ibnu Taimiyah v dalam Majmu’ Al Fatawa, juz 28, hlm. 261-262 menjelaskan, “Mereka
(Rafidhah –pen.) mengkafirkan seluruh umat Muhammad, mulai dari yang awal
hingga akhir. Mereka mengkafirkan semua orang yang meyakini kelurusan Abu
Bakar, Umar, kaum Muhajirin, dan kaum Anshar. Mereka juga mengkafirkan orang
yang meridhai hal itu, atau orang yang memohonkan ampunan untuk mereka kepada
Allah, sebagaimana yang Allah perintahkan. Karena itulah mereka
mengkafirkan tokoh-tokoh umat Islam seperti Said bin Musayyib, Abu Muslim
Al-Khaulani, Uwais Al-Qarni, Atha’ bin Abi Rabbah, dan Ibrahim An Nakh’i.
Begitu juga dengan Malik, Al Auza’i, Abu Hanifah, Hammad bin Zaid, Hammad bin
Salamah, Ats-Tsauri, As-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Fudhail bin Iyadh, Abu
Sulaiman Ad-Darani, Ma’ruf Al-Kurkhi, Al Junaid bin Muhammad, Sahl bin Abdullah
At-Tasatturi, dan tokoh-tokoh lainnya. Kaum Syiah Rafidhah berkeyakinan bahwa
kekafiran mereka yang disebutkan tadi itu, jauh lebih berat dibandingkan kekafiran
Yahudi dan Kristen. Sebab kaum Yahudi dan Kristen itu –menurut mereka- kafir
asli atau sejak awal. Sedangkan mereka adalah kafir karena murtad. Kekafiran
karena murtad jauh lebih berat dibandingkan kafir asli, menurut kesepakatan
ulama. Sampai-sampai mereka berpendapat bahwa Abu Bakar, Umar, mayoritas kaum
Muhajirin dan Anshar, para istri Rasulullah, seperti Aisyah, Hafshah, para
pemimpin dan umat Islam secara umum, tidaklah beriman kepada Allah sama sekali.
Pasalnya, keimanan yang diikuti dengan kekufuran, tidaklah diterima dan tidak
sah.” (Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, hlm.
178-179).
Sekarang
masalahnya, kita lebih percaya kepada Ibnu Taimiyah atau kepada pengurus YMIB
itu?].
Akhirnya,
marilah kita tutup seruan kerukunan umat ini dengan mendengar peringatan dari 2
tokoh besar dalam kedua mazhab Islam ini.
Ustad
Anwar Jundi dan kitabnya Al-Islam wa Harikah al-Tarikh berkata: “Sejarah Islam
penuh dengan pertentangan dan perseteruan pikiran serta pertikaian politik
antara Ahli Sunnah dan Syiah. Para agressor asing sejak Perang Salib sampai
sekarang selalu berusaha memanfaatkan pertentangan ini dan memperdalam
pengaruhnya agar persatuan dunia Islam tidak terwujud.”
Sementara
itu, Imam Khomeini dalam salah satu khutbahnya menyatakan: “Tangan-tangan kotor
yang telah menciptakan pertentangan di dunia Islam antara Sunni dan Syiah…
Mereka adalah perpanjangan tangan imperialis yang ingin berkuasa di
negara-negara Islam. Mereka adalah pemerintahan-pemerintahan yang ingin merampok
kekayaan rakyat kita dengan berbagai tipuan dan alat dan menciptakan
pertentangan [dengan nama Syiah dan Sunni.”
Catatan 16
Sebenarnya,
kalau kaum Muslimin jeli membaca sejarah, mereka akan tahu, siapa yang sangat
beringas dalam sejarah Islam? Siapa yang membuka pintu bagi Tartar untuk
menghancur-leburkan Dinasti Abbassiyah di Baghdad? Siapa yang membangun Dinasti
Shafawid dan Fathimiyah, yang selalu memusuhi Ahlus Sunnah (Abbassiyah,
Saljuqiyah, Ayyubiyah)? Siapa yang dibersihkan oleh Shalahuddin Al Ayyubi dari
barisannya? Siapa yang beraliansi dengan Portugis dan Inggris dalam rangka
memerangi Dinasti Turki Utsmani? Semua itu dilakukan oleh Syiah Rafidhah yang
meyakini kekufuran Ahlus Sunnah.
Bukan
hanya di masa lalu, di era modern makar Syiah juga terus-menerus menimpa Ahlus
Sunnah. Syiah Rafidhah telah menindas kaum Ahlus Sunnah di Iran dan membunuhi
ulama-ulamanya. Mereka kini menguasai Libanon dan menyingkirkan pengaruh Ahlus
Sunnah di sana. Mereka menjerumuskan para pejuang Palestina (Hamas) dalam
aliansi yang sangat merugikan. Mereka selalu memicu kerusuhan di Karachi
Pakistan. Aliansi Syiah di bawah Jendral Rasyid Dustum, memerangi pemerintahan
Burhanuddin Rabbani dan Thaliban, di Afghanistan. Syiah di Iraq menindas kaum
Ahlus Sunnah dan berambisi menjadikan Iraq sebagai basis Syiah murni (pasca
kekuasaan Saddam Husain). Syiah Nushairiyah di Suriah sejak era Hafezh Assad
sampai Bashar Assad, telah membantai ratusan ribu kaum Muslimin, dan hendak
menjadikan umat Islam sebagai orang-orang musyrik yang menyembah Bashar Assad.
Wal ‘iyadzu billah. Syiah Houti di Yaman menyerang markas Muslim Sunni di
Dammaj, Yaman. Syiah selalu membuat manuver di Bahrain, Saudi Timur, juga di
Mesir, untuk melakukan destabilisasi.
Tokoh
Syiah mengklaim, bahwa tidak mungkin Amerika akan bisa masuk ke Afghanistan dan
Irak, tanpa bantuan mereka. Singkat kata, tidak ada sejarah perdamaian, kerukunan,
atau persatuan di antara Ahlus Sunnah dan Syiah. Mayoritas sejarahnya berisi
permusuhan, perang, dan penindasan terhadap Ahlus Sunnah. Kaum Syiah adalah
manusia-manusia yang sangat bahaya.
Ibnu
Taimiyah; berkata tentang Syiah, “Mereka adalah yang paling jahat dari
umumnya pengikut hawa nafsu, dan lebih berhak diperangi daripada Khawarij.”
(Majmu’ Al-Fatawa, juz 28, hlm. 482). Abu Hamid Muhammad Al Maqdisi t berkata,
“Tidak tersembunyi bagi siapa saja yang memiliki ilmu dan pemahaman dari
kalangan Muslimin, bahwa banyak yang mendahului kami dalam bab ini, seputar
akidah-akidah kelompok Rafidhah ini yang menyelisihi tulisan-tulisannya (ulama
Salaf –pen.) ia kafir secara jelas, yang menentang karena jahil dihukumi keji,
tidak berhenti ulama mengkafirkan mereka dan menghukumi mereka telah melesat
keluar dari agama Islam.” (Risalah fir Raddi ‘alar Rafidhah, hlm. 200)].
Inilah
juga pesan Risalah Amman: “...kita mengajak seluruh Muslim untuk tidak
membiarkan pertikaian di antara sesama Muslim dan tidak membiarkan pihak-pihak
asing mengganggu hubungan di antara mereka.” Semoga Allah. selalu memberikan
hidayah dan ‘inayah-Nya kepada umat Islam di seluruh dunia.
Catatan 17
Sebuah
hakikat yang harus dipahami oleh kaum Muslimin. Pertama, dalam pertemuan
Rabithah Ulama Muslimin di Istanbul Turki, 27-28 Rabi’ul Awwal 1432 H
(pertengahan Maret 2011; Risalah Amman keluar pada 4-6 Juli 2005), mereka
mengingatkan bahaya aliansi strategis antara pemerintah Iran, Hizbulah Libanon,
pemerintah Suriah, dan Syiah Irak. Kalau direnungkan, aliansi ini seperti
“benteng negara-negara” yang melingkar untuk mengamankan posisi Israel dari jangkauan
para pejuang Ahlus Sunnah. Cermati itu!!!
Kedua,
penyebaran ajaran Syiah Rafidhah di negeri-negeri Ahlus Sunnah akan
menghasilkan manusia-manusia yang toleran terhadap missi Zionis dan penjajahan
Yahudi. Tidak berlebihan jika gerakan semacam itu didukung oleh negara-negara
Barat. Dan selamanya, Amerika tidak akan pernah menyerang Iran, karena mereka
satu kepentingan, dalam mengamankan posisi Israel. Fa’tabiru ya ulil
abshar!!!].
Beretorika
Sejak awal
kaum Syiah pandai dalam retorika. Mereka lihai dalam mengelabui umat Islam
dengan retorika-retorika memukau. Jalaluddin Rahmat sendiri dikenal sebagai
sosok pakar komunikasi. Dalam publikasi yang disiarkan oleh YMIB lewat
Republika itu judulnya sangat menohok: “Melawan Politik Adu Domba dengan Persatuan
Umat”. Seolah, kaum Syiah sangat pro persatuan umat dan mereka mengingatkan
kaum Muslimin agar tidak mudah diadu-domba.
Masalahnya,
secara keyakinan, konsep ideologi, simbol-simbol sosial, fakta sejarah masa
lalu dan sejarah kontemporer; justru kaum Syiah selalu membuat onar di Dunia
Islam.
Di manapun
mereka mendapati eksistensi Ahlus Sunnah, mereka akan mencurahkan segala energi
dendam dan kedengkiannya. Hanya saja, semua itu dibalut retorika-retorika manis
misalnya: persatuan umat, ukhuwwah Islamiyyah, pendekatan madzhab, dll. Mereka
selalu dan selalu menyembunyikan bara dendam dan permusuhannya, di balik
penampilan indah dan ramah.
Kami tidak
henti-henti mengingatkan kaum Muslimin Ahlus Sunnah di Nusantara, agar mereka
istiqamah, sadar diri, dan selalu waspada menghadapi kaum Rafidhah ini.
Dimanapun Rafidhah memiliki kekuatan kecil, mereka akan berlindung di balik
ukhuwwah, persatuan, dan pendekatan madzhab. Namun bila mereka telah memiliki
kekuatan, kehidupan Ahlus Sunnah tidak akan mereka biarkan tenang, damai, dan
selamat. Nas’alullah al ‘afiyah lana wa li sa’iril Muslimin, zhahira wa
bathina, fid dini wad dunya wal akhirah. Allahumma amin ya Hafizh.
Berbagai
prahara kehidupan yang telah menimpa kaum Ahlus Sunnah di Suriah, Iraq,
Afghanistan, Libanon, Yaman, Pakistan, dan lainnya, hendaknya semua itu menjadi
pelajaran besar yang tidak diremehkan. Kita jangan terpengaruh oleh perkataan
para tokoh pro-liberal maupun pro-Syiah yang meremehkan tantangan kaum Syiah
Rafidhah ini.
Cukuplah
peristiwa Sampang Madura dan pembacokan ustadz NU di Puger Jember, menjadi
warning bagi kita semua, bahwa Syiah Rafidhah selalu menyimpan dendam membara
terhadap Ahlus Sunnah. Jika terhadap Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, Hafshah,
Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan lainnya y, mereka berani
mencaci-maki, menghujat, dan melaknat; apalagi terhadap kita yang tidak
memiliki apa-apa dibandingkan para Sahabat dan ulama-ulama mulia itu?
Ibnu
Taimiyah v berkata, “Hendaklah setiap orang yang berakal, menyaksikan apa
yang terjadi pada masanya. Hampir pada setiap masa, ketika terjadi huru-hara,
keburukan, dan kerusakan dalam Islam, kebanyakan berasal dari Rafidhah. Anda
pasti bisa melihat, bahwa mereka adalah orang yang paling banyak melakukan
huru-hara dan keburukan. Mereka tidak akan tinggal diam, selama mereka masih
mampu berbuat huru-hara, kekejian, serta menebarkan kerusakan di antara umat.”
[Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, hlm. 463. Dikutip
oleh penulisnya, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, dari Minhajus Sunnah, juz
3, hlm. 243].
Wahai Rabb
kami, janganlah Engkau gelincirkan hati-hati kami (kepada kesesatan), setelah
Engkau berikan petunjuk kepada kami. Anugerahkan kepada kami dari sisi-Mu
berupa rahmat, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). [Surat Ali Imran,
ayat 8]. Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan sikap kami yang
berlebihan dalam urusan kami. Teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami
atas orang-orang kafir. [Surat Ali Imran, ayat 147]. Amin Allahumma amin.