Financial
Times: Saudi Akan Gelar Operasi Darat di Suriah Melalui Perbatasan Jordan
Eramuslim – Surat
kenamaan Inggris “Financial Times” mengungkapkan bahwa Kerajaan Arab Saudi
berencana menggunakan wilayah perbatasan Jordania di wilayah tenggara sebagai
pintu masuk pasukan koalisi Muslim dalam menggelar operasi darat di Suriah.
Seperti dilansir Financial Times dari sejumlah sumber
diplomatik yang dirahasiakan identitasnya mengatakan, “Langkah operasi darat
koalisi Muslim dilakukan Arab Saudi untuk menghindari hilangnya peran
negara-negara Islam Sunni dalam penyelesaian konflik secara damai di Suriah.
Ini akibat dari kondisi yang tidak menentu di negara tersebut pasca kehadiran
Rusia pada awal Oktober 2015.”
Sumber tersebut melanjutkan, “Tidak hanya untuk
mempertahankan dominasi Sunni di Suriah, akan tetapi keberadaan Arab Saudi di
Suriah juga mengenai harga diri mereka di depan pemerintahan Washington.”
Menurut sumber tersebut selain wilayah tenggara Suriah
yang akan dijadikan pintu masuk awal peluncuran operasi darat koalisi Muslim
internasional, Kerajaan Arab Saudi kini dilaporkan sedang mempelajari
kemungkinan peluncuran operasi darat melalui wilayah utara.
Senada dengan sumber diplomatik Financial Times, pemimpin
suku-suku di timur wilayah Suriah juga menyatakan bahwa Arab Saudi sudah pernah
melakukan misi pengintaian di daerah tersebut di masa lalu, jika seandainya
mereka akan menggelar operasi darat di Suriah. (Rassd/Ram)
Tumpas Habis Jet Tempur Rusia di Langit
Suriah, Saudi Kirim Rudal Canggih ke Pejuang
(Kekuatan
Akan Seimbang)
Arab Saudi memasok rudal udara ke pejuang Suriah yang bisa untuk menembak jatuh helikopter dan
pesawat jet pembawa bom karpet. Tujuannya, untuk menciptakan keseimbangan
kekuatan di Suriah.Rencana itu disampaikan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel
Al-Jubeir. Menurutnya, kelompok pemberontak moderat harus disediakan rudal
udara untuk membela diri terhadap serangan udara dari rezim Presiden Bashar
Al-Assad dan sekutunya.
“Menyediakan
kelompok pemberontak dengan roket akan memungkinkan oposisi moderat untuk dapat
menetralisir helikopter dan pesawat yang menjatuhkan bahan kimia dan bom karpet
terhadap mereka, seperti halnya rudal udara di Afghanistan yang mampu mengubah
keseimbangan kekuatan yang ada,” kata Jubeir.
Jika rencana itu
terealisasi, Jubeir memperingatkan untuk hati-hati agar jangan sampai jatuh ke
tangan kelompok radijal seperti ISIS.”Hal ini harus dipelajari sangat
hati-hati, karena Anda tidak ingin senjata tersebut jatuh ke tangan yang
salah,” ujarnya, seperti dikutip IB Times, semalam (19/2/2016).
Sejak September
lalu, Rusia telah mendukung rezim Suriah dengan serangan udara dari pesawat jet
tempurnya. Dukungan Moskow itu mampu membuat pasukan darat Suriah merebut
sejumlah wilayah.
Nic R.
Jenzen-Jones, direktur spesialis teknis konsultasi intelijen Layanan Penelitian
Persenjataan (ARES), mengatakan kepada IBTimes, bahwa senjata itu dapat
berdampak signifikan pada konflik di Suriah.
”Dari segi
teknis, jenis sistem pertahanan udara portable (Manpads) atau sistem rudal
udara (SAM) Arab Saudi untuk pemberontak akan cenderug menjadi efektif secara
terbatas terhadap beberapa operasi pesawat tempur Rusia modern di Suriah,”
katanya.
Sumber: Sindonews.com
Prancis: Ada Resiko Turki dan Rusia Berperang karena Masalah
Suriah
Sabtu, 20 Februari
2016 - 10:21 WIB
Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan Rusia menyerang
target sipil di Suriah.
Presiden Prancis hari Jumat (19/2/2016) mengatakan ada resiko
pecah perang antara Turki dangan Rusia terkait masalah Suriah, seraya
menyatakan Moskow seharusnya berhenti mendukung rezim Bashar Al-Assad.
Sebelumnya, pada hari yang sama,
Kementerian Luar Negeri Suriah mengatakan bermaksud meminta digelar pertemuan
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa guna membahas pernyataan pemerintah
Turki soal kemungkinan pengiriman pasukan darat ke Suriah.
“Ada resiko perang antara Turki dan Rusia,”
kata Francois Hollanda kepada radio France Interseperti dikutip AFP.
“Terdapat eskalasi,” imbuh Hollande.
“Perundingan harus dilanjutkan kembali,
pemboman harus dihentikan, bantuan [kemanusiaan] harus didatangkan,” imbuh
pemimpin Prancis itu.
Dalam wawancara itu Hollande juga
mengeluarkan pernyataan yang ditujukan kepada Rusia. “Kalian tidak menyerang
target yang tepat, dan kalian menyerang penduduk sipil, yang mana hal itu tidak
dapat diterima.”
Turki, yang menginginkan Assad meletakkan
jabatan, khawatir dengan pergerakan pasukan Kurdi Suriah, yang diklaimnya
memiliki kaitan dengan pemberontak Kurdi di Turki. Pekan ini Pemerintah Ankara
membantah kabar media yang mengatakan Turki telah mengerahkan pasukan daratnya
bersiaga di perbatasan dengan Suriah.*
Hollande Sebut Intervensi Ankara di Suriah Bisa
Picu Perang Turki-Rusia
Paris (SIB)- Presiden Prancis
Francois Hollande mengkhawatirkan intervensi Turki dalam konflik berkepanjangan
di Suriah. Dikatakan Hollande, hal itu menciptakan risiko perang antara Turki
dan Rusia. "Turki terlibat di Suriah... Ada, ada risiko perang dengan Rusia,"
ujar Hollande kepada radio Prancis, France Inter seperti dilansir kantor berita
AFP, Sabtu (20/2).
Francois Hollande juga mendesak pemerintah
Rusia untuk berhenti mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad.
"Rusia tak akan berhasil dengan mendukung sepihak Bashar al-Assad.
Itu tak mungkin, kita semua melihatnya. Karena tak akan ada hasil di lapangan,
tak akan ada negosiasi dan akan selalu ada perang," tutur Hollande.
Atas permintaan pemerintahan Assad, Rusia
mulai melancarkan serangan-serangan udara di Suriah pada 30 September 2015.
Serangan udara tersebut menurut Rusia, menargetkan kelompok-kelompok teroris,
termasuk ISIS di Suriah. "Karena itulah mengapa Dewan Keamanan menggelar
pertemuan," imbuhnya.
Dewan Keamanan PBB sedang menggelar pertemuan
untuk membahas proposal Turki mengenai pengerahan pasukan darat ke Suriah.
Pertemuan tersebut digelar atas permintaan Rusia, yang merupakan salah satu
negara anggota tetap DK PBB. Dalam sidang itu, Rusia mengajukan draf resolusi
yang meminta DK PBB mengecam meningkatnya aktivitas militer Turki di wilayah
Suriah utara. Rusia juga meminta negara-negara untuk menahan diri dari retorika
provokatif dan statemen-statemen panas, yang bisa memicu kekerasan lebih jauh
dan intervensi pada urusan dalam negeri Suriah.
Namun draf resolusi tersebut ditolak oleh
perwakilan AS, Prancis dan Inggris. Pemerintah Turki belakangan ini gencar
menyerukan adanya operasi darat di Suriah oleh para sekutu internasionalnya.
Turki bersikeras bahwa operasi darat tersebut merupakan satu-satunya solusi
untuk mengakhiri konflik Suriah yang telah berlangsung lima tahun.
Arab Saudi juga telah menyatakan siap untuk
ikut mengerahkan tentaranya dalam operasi darat di Suriah, begitu koalisi yang
dipimpin Amerika Serikat memutuskan untuk melakukannya. Saudi dan Turki selama
ini mendukung para pemberontak Suriah yang memerangi rezim Presiden Bashar
al-Assad.