Wednesday, June 3, 2015

Video: Tokoh Syiah: Pengebomaan Di Saudi Dilakukan Isis Atas Perintah Syiah !

VIDEO: TOKOH SYIAH: PENGEBOMAAN DI SAUDI DILAKUKAN ISIS ATAS PERINTAH SYIAH

2 June 2015

Sayyid husaini memperingatkan syiah arab yang ada di qathif dan qadih jangan sampai terpancing.

Dia menjelaskan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah isis tapi siapa yang membiayai dan memerintah? Syiah di belakang pengeboman.
Dia membantah hasan nasrullah yang menuduh saudi membunuh rakyatnya sendiri. Dia menjelaskan bahwa pengeboman ini adalah untuk kepentingan syiah, sesuai dengan yang diinginkan hasan nasrullah.
Silakan simak

Ada yang Mengadu Domba NU dan “Wahabi” Agar Umat Tak Bersatu

Selasa 14 Syaaban 1436 / 2 Juni 2015 10:42
ZIONISME sebagai aliran cara berfikir dan beragama masuk ke berbagai lini kehidupan masyarakat muslim Indonesia dengan tujuan untuk melemahkan kaum muslimin.
Menurut Imam Masjid Istiqlal, Prof Dr. KH. Ali Musthofa Yakub, zionis bergerak untuk membecah belah umat Islam melalui tangan-tangan dari internal kaum muslim itu sendiri.
Dalam susunan rancangan protokol Zionisme nomor tujuh disebutkan kewajiban anggotanya untuk menciptakan konflik baik di Eropa dan belahan dunia lainnya.
Dalam konteks umat Islam, perpecahan ini dilakukan oleh oknum akademisi yang tidak suka kaum muslimin bersatu.
“Yang di akademis itu cenderung menangani masalah dengan emosional bukan dengan akademis, dan itu memang ada peran luar, ya itu jelas sekalipermainan Zionis,” ungkapnya kepadaIslampos di Jakarta, Sabtu (30/05/2015).
Perpecahan di kalangan umat Islam juga rentan terjadi dalam isu pertentangan NU-Wahabi. Padahal hakikatnya, masih menurut KH. Ali Musthofa Yakub, perbedaan yang dicari-cari di kitab-kitab otoritas NU dan Wahabi sebenarnya tidak ada.
“Kalau ada perbedaan, hanyalah pada masalah-masalah yang sifatnya furu’iyah (cabang-cabang agama), yang tidak sampai pada pengkafiran” ujarnya.
Diakuinya, memang ada pihak yang mengadu domba dengan mengatakan NU-Wahabi saling mengkafirkan.
Imam Masjid Istiqlal: KH. Hasyim Asy’ari Juga Merujuk Kitab Ulama “Wahabi”
Senin 13 Syaaban 1436 / 1 Juni 2015 08:34

UNIVERSITAS Islam Malang (UNISMA) bekerjasamama dengan Atase Agama Kerajaan Arab Saudi menggelar Seminar Nasional Kajian Khazanah Islam Nusantara dengan tema “Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Pemikiran dan Metodologinya”, Sabtu (30/5/2015) di Malang.
Hadir sebagai pembicara di ataranya, Prof. Dr. KH. M. Tholchah Hasan (Ketua Dewan Pembina Yayasan UNISMA), Prof. Dr. KH. Ali Musthofa Yaqub (Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta), KH. Syukron Makmun (Pengasuh Pesantren Darur Rahman Jakarta), Syaikh Dr. Ibrahim S. Al Naghaimshi (Atase Agama Kedutaan Arab Saudi di Jakarta).
Seminar bertujuan untuk menelisik lebih jauh pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan membedah buku-buku karangannya terutama soal persatuan umat Islam.
Menurut KH. Ali Mustofa Yaqub, di antara pemikiran KH. Hasyim Asy’ari adalah tidak mempermasalahkan perbedaan antara NU dan Non-NU. Yang terpenting, bagaimana menjaga kesatuan dan persatuan di antara sesama kaum muslimin. Bahkan anak keturunannya pun tidak dipaksa untuk menjadi aktivis layaknya dirinya.
“Sebagian putranya tidak mengikuti sang ayah dalam artian tidak menjadi aktivis NU,” kata KH. Ali Musthofa Yaqub kepadaIslampos, Sabtu (30/05/2015).
Di antara bentuk dukungan terhadap persatuan Islam adalah dukungan KH. Hasyim Asy’ari terhadap kitab-kitab Ulama rujukan Wahabi. Salah satunya kitab karangan Imam Ibn Taimiyah. “Dalam kitab-kitabnya, beliau merujuk kepada Imam Ibnu Taimiyah,” ujar pakar hadits ini.
Lebih lanjut Imam Besar Masjid Istiqlal ini mengatakan NU-Wahabi memang memiliki perbedaan. Namun perbedaan yang dimaksud oleh KH. Hasyim Asy’ari, menurut KH. Ali Musthofa Yaqub, hanya terletak di cabang agama (fiqh), bukan segi pokoknya (aqidah tauhid).
Ali Musthofa Yaqub mendukung diskusi semacam ini. Karena menurutnya, permusuhan di antara kaum muslimin salah satu sebabnya karena diadu domba oleh pihak-pihak musuh. Seperti dilakukan kelompok Zionis yang memecah belah umat Islam Indonesia dengan mengandalkan akademisi.
“Yang di akademis itu cenderung menangani masalah dengan emosional bukan dengan akademis, dan itu memang ada peran luar, ya itu jelas sekali permainan Zionis,” ungkapnya.

Tokoh NU: Pemerintah Jangan Tunggu Korban Anarkisme Syiah Bertambah

TINDAKAN anarkis sejumlah pengikut Syiah seharusnya dapat membuka mata para ulama tentang bahaya Syiah. Majelis Ulama Indonesia dituntut bersikap untuk mengeluarkan fatwa.
“Kasus Az Zikra hikmahnya membuat melek para ulama, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI),” tegas Dewan penasehat Nahdatul Ulama (NU) Kota Bogor, KH Dudi Zuhdi Mas’ud kepada Islampos, Ahad (15/3/2015).
Kyai Dudi menilai, selain tugas ulama, masalah Syiah juga harus menjadi perhatian serius pemerintah.
“Saya secara pribadi dan organisasi berdoa semoga pemerintah tidak tinggal diam, jangan tunggu banyak korban. Syiah ini benar-benar melakukan penodaan agama seperti Ahmadiyah,” imbuhnya.
Pemerintah, lanjut Kyai Dudi, segera mungkin mengambil keputusan agar Syiah itu dianggap melakukan penodaan agama seperti Ahmadiyah. “Sehingga bisa lebih mudah dihapus dan diajak bertobat kembali ke Ahlusunnah,” imbuhnya.
Dengan kejadian ini, seharusnya Ahlussunah wal Jamaah dapat bersatu. Ahlussunnah, kata Kyai Dudi, bukan hanya Syafi’i saja tetapi Hanafi, Maliki, Hambali, itu juga Ahlusunnah.
“Kita jangan terlena dengan perbedaan pendapat diantara Ahlusunnah, sedangkan dihadapan kita ada Syiah yang sangat berbahaya,” katanya


Direktur CIA : Perang Di Irak Butuh Genangan Aliran Darah Dan Tegaskan Tentara AS Tak Mampu Kalahkan Daulah Islam Dalam Perang di Darat ( ?! )

Direktur Badan Intelejen Amerika Serikat (CIA), John Brennan, menyatakan pertempuran melawan pejuang Negara Islam akan membutuhkan waktu yang lama dan digenangi oleh aliran darah, dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi CBS Amerika pada Minggu (31/05) malam.
Dalam wawancara tersebut, John Brennan mengatakan, “Saya tidak berpikir bahwa Daash akan dapat dihilangkan dalam waktu yang cepat, akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana mengatasi organisasi tersebut, meskipun harus mengorbankan banyak darah untuk mencapainya.”
John Brennan mengatakan, “Saya sangat terkejut ketika membaca laporan mengenai perkembangan organisasi Negara Islam dalam satu pekan terakhir. Mereka mengalami perkembangan yang sangat signifikan sebagai kelompok oposisi bersenjata.”
“Ada PR yang sangat banyak didalam negeri yang harus diselesaikan pemerintah selain Negara Islam, dan konflik sekterian Sunni-Syiah adalah salah satunya,” ujar John Brennan.
Menurutnya pemerintah Irak membutuhkan solusi politik dan militer dalam menghadapi konflik yang kini melanda negara tersebut.
Ketika ditanya mengenai dampak dari Daash, John Brennan mengatakan bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok bersenjata asal Irak tersebut dapat mencapai Amerika Serikat.
“Keamanan yang tidak stabil dikawasan Timur Tengah saat ini akan berdampak pada kepentingan nasional AS di luar negeri, dan ini menjadi ancaman yang nyata bagi kita,” jawab John Brennan. 

CIA Tegaskan Tentara AS Tak Mampu Kalahkan Daulah Islam Dalam Perang di Darat

Direktur Badan Intelejen AS (CIA) John Brennan mengatakan serdadu Paman Sam tidak akan bisa mengalahkan Mujahidin Daulah Islam (IS) di medan perang.
“Saya percaya AS tidak akan bisa mengalahkan IS lewat pertempuran darat,” ujar Brennan dalam acara Face the Nation yang ditayangkan CBS, Minggu (31/5).
Menurut Brennan, serahkan semuanya pada pemerintah Irak dan Suriah untuk memutuskan bagaimana mereka memulihkan perdamaian di negara masing-masing.
“Harus ada proses politik yang layak dan mampu menyatukan para aktor di Irak dan Suriah,” ujar Brennan. “Mereka harus dapat memutuskan bagaimana menyelesaikan urusan dengan IS demi masa depan yang damai.”
Dalam beberapa pekan terakhir, pejabat senior dan pakar militer mengungkapkan kekhawatiran serupa; AS tidak punya strategi menghadapi IS di medan tempur darat.
“Kami tidak hanya gagal, tapi kalah perang,” ujar Jenderal John M ‘Jack’ Keane, mantan wakil Kepala Staf Angkatan Darat AS, di depan sidang Komite Angkatan Bersenjata Senat, bulan lalu.
Frederick Kagan, direktur American Enterprise Institute, mengatakan kepada panel Senat bahwa memperoleh momentuk kemenangan melawan IS membutuhkan lebih 20 ribu tentara.
Tahun 2006, Keane dan Kagan menyarankan mantan presiden George W Bush meningkatkan pasukan di Irak, ketika strategi terancam gagal. Kini, Presiden Barrack Obama menolak pengiriman pasukan dan lebih suka menggempur IS dari udara. Yang terjadi adalah IS tak melemah. Fakta paling menarik adalah kemampuan IS merebut Ramadi dan menguasi lebih 50 persen wilayah Suriah.
Brennan mengakui banyak militan moderat yang dilatih AS untuk melawan rejim Bashar Assad yang kini bergabung dengan IS, dan melawan AS. Anehnya, AS masih melakukan tindakan yang sama; melatih 3.000 militan di Suriah pada akhir 2015 dan tambahah 5.000 pada April 2016, untuk mengalahkan IS.

Perdana Menteri Irak: Dunia Gagal Lawan ISIS ( Frustrasi )
Rabu 15 Syaaban 1436 / 3 Juni 2015 02:00
PERDANA Menteri Irak Haider al-Abadi dilaporkan telah menyatakan bahwa dunia telah gagal dalam melawan dan menghentikan ISIS.
Al-Abadi berbicara sebelum koalisi pimpinan AS penentang kelompok ISIS dijadwalkan bertemu di Prancis untuk mengkaji strategi mereka.
Abadi mengatakan koalisi gagal menghentikan gerak maju ISIS di Irak dan Suriah, meski telah dilakukan sejumlah serangan udara dan penempatan pelatih militer Barat.
Abadi menambahkan bahwa gelombang warga asing yang bergabung ke dalam ISIS terus meningkat, kantor berita BBCmelaporkan pada Selasa (2/6/2015).
Menlu AS, John Kerry, tidak akan menghadiri pertemuan tersebut karena mengalami kecelakaan sepeda.
Pertemuan dilakukan setelah ISIS menguasai kota Ramadi di Anbar, provinsi Sunni terbesar Irak, bulan Mei lalu. 


Jenderal AS: Butuh Satu Generasi atau Lebih untuk Mengalahkan Daulah Islam (IS)

Daulah Islam (IS) adalah "ancaman global" yang akan membutuhkan satu generasi atau lebih untuk mengalahkannya, utusan Washington untuk koalisi pimpinan AS melawan mujahidin mengatakan hari Rabu (3/6/2015).
Meskipun "momentum strategis" terhadap IS - atau Daesh saat ia menyebutnya - Jenderal John Allen mengakui bahwa pertarungan itu akan berlanjut selama beberapa tahun katanya dalam pidato utama di World Forum AS-Islam di Doha, Qatar.
Dan ia menambahkan bahwa jika IS tidak bisa dikalahkan itu "mendatangkan malapetaka pada kemajuan umat manusia".
"Ini akan menjadi kampanye yang panjang," katanya.
"Mengalahkan ideologi Daesh kemungkinan akan membutuhkan satu generasi atau lebih. Tapi kita bisa dan kita harus bangkit untuk tantangan ini.
"Di zaman ketika kita lebih saling berhubungan bahwa kapanpun sejarah manusia, Daesh adalah ancaman global."
Dalam sebuah pidato panjang, Allen menambahkan bahwa IS juga menimbulkan jenis baru dari ancaman karena "kebobrokan" mereka.
"Sebagai seseorang yang telah menghabiskan hampir empat dekade sebagai marinir Amerika Serikat, Aku lebih dekat daripada orang kebanyakan dengan realitas ketidakmanusiawian.
"Tapi saya belum pernah melihat sebelumnya jenis kerusakan dan kebrutalan di wilayah ini yang ISIL tunjukkan dan, pada kenyataannya, bahwa ISIL merayakannya," tambahnya, dengan menggunakan singkatan lain untuk IS.
Allen berbicara sehari setelah menghadiri pembicaraan di Paris dengan para menteri dari sekitar 20 negara koalisi.
Pertemuan itu menyusul jatuhnya kota Ramadi, ibukota provinsi terbesar Irak Anbar, ke tangan IS.
Kerugian itu telah digambarkan sebagai kekalahan terburuk bagi koalisi sejak itu terbentuk hampir setahun yang lalu.
Kepala Pentagon AS Ashton Carter menyalahkan pasukan Syi'ah Irak, mengatakan ada "masalah dengan keinginan rakyat Irak untuk melawan", dalam sebuah komentar yang membuat marah Baghdad.
Pemerintah Syi'ah Irak pada Selasa memohon dukungan lebih global dalam memerangi IS.
Hilangnya Ramadi di Irak ditambah kota kuno Palmyra di Suriah telah menyebabkan beberapa mempertanyakan efektivitas koalisi pimpinan AS dalam beberapa pekan terakhir.
Allen mengatakan koalisi telah mencapai beberapa keuntungan terhadap IS.
Dia mengklaim bahwa IS telah dikalahkan di banyak tempat di Irak dan bahwa mereka telah "kehilangan lebih dari 25 persen" dari wilayah berpenduduk yang pernah dikuasai mereka di negara itu.
Bidang lain keberhasilan koalisi, Allen mengklaim, adalah kemampuannya untuk mengganggu akses mereka untuk pembiayaan.
"Kami berbagi informasi untuk memblokir aset mereka ke sistem keuangan global. Kami mengungkap poin-poin akses mereka di daerah itu dan luar negeri untuk dukungan keuangan," katanya.
Dia mengatakan koalisi telah mendapatkan data intelijen yang berharga tentang perusahaan keuangan IS, tetapi mengakui bahwa "Daesh masih mempertahankan sumber daya keuangan." dimana ini termasuk pemerasan, rampasan perang, penculikan untuk tebusan, dan perdagangan manusia, kata Allen.


Cegah Kehancuran Rezim Syiah Assad, Iran Kirim Ratusan Ribu Tentara ke Suriah

15 Sya'ban 1436 H / 2 Juni 2015 08:00 WIB
 Laman resmi milisi Iran yang memiliki kedekatan dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenai “Anshar Hizbullah”, menyatakan Iran mesti mengirimkan 50 ribu tentara lagi dari Angkatan Darat untuk ke Suriah. Ini sebagai upaya untuk mencegah jatuhnya rezim Asad yang kian terdesak.
Berdasarkan survei, Iran harus mempertahankan jalur aktif dan strategis yang menghubungkan antara Damaskus, Ladziqia, Trhurthus hingga perbatasan Lebanon serta pengiriman 50 ribu pasukan darat segera mengingat perkembangan situasi dan kondisi yang berubah cepat dan memburuknya keadaan pertahanan Asad.
Sebelumnya, mantan komandan Garda Revolusi Iran, Jenderal Muhsen Ridai beberapa waktu lalu mengutarakan kekhawatiran Teheran atas kemajuan yang signifikan operasi militer “Decisive Storm” di Yaman. Iran khawatir keberhasilan itu akan merembet ke Suriah. Merespons perkembangan tersebut, Iran mengirimkan lagi milisi-milisi mereka dari Afganistan dari kelompok “Fathimiyyun” seperti dilansir alarabiya, Senin (1/6).
Milisi ini akan bergabung dengan pasukan Asad dan segenap milisi Iran di Suriah. Menurut Komandan Garda Revolusi, Muhammad Ali Ja’fari, Iran telah mengerahkan 100 ribu tentara dari Kesatuan Benteng Negara untuk mendukung rezim Asad dan Iran melawan oposisi. Tidak hanya itu, berbagai bantuan logistik pun terus diupayakan Iran untuk mempertahankan Asad.

Kunjungi Utara Suriah, Qassem Soleimani Pimpin Langsung Perang Melawan Revolusioner


15 Sya'ban 1436 H / 2 Juni 2015 11:33 WIB
Situs intelejen Zionis Israel mengungkapkan bahwa komandan pasukan khusus Iran, Jenderal Qassem Soleimani, kini berada di wilayah utara Suriah untuk membantu tentara pemerintah merebut kembali sejumlah wilayah strategis yang diambil pejuang revolusi.
Menurut file intelejen yang diterima DEBKA file menyatakan bahwa Jenderal Qassem Soleimani kepala stafnya yang bertanggung jawab dengan perang di Irak, Iran, Suriah dan Yaman, telah tiba di utara Suriah sejak hari Senin (01/06).
DEBKA file menyatakan bahwa Jenderal Qassem Soleimani kini sedang bertemu dengan Kepala Staf Suriah dan sejumlah komandan militer milik Hizbullah.
Kedatangan Jenderal Qassem Soleimani beserta stafnya untuk bertemu dengan komandan militer Suriah adalah untuk mencari cara menghentikan kemajuan kelompok revolusi Suriah dan organisasi Daash.

Irak Cari Bantuan dari Semua Pihak

Dengan menyebarkan pasukan elit Divisi Emas dan mengepung markas Brigade ke-8 yang berada di dekat Ramadi, militan ISIS membuktikan bahwa senjata dan semangat mereka tak memudar sedikit pun, malah sebaliknya justru lebih kuat dibanding pihak lawan. Tekad mereka untuk merealisasikan kekhalifahan Islam pun kian tak terbendung.
Menteri Dalam Negeri Irak Mohammed Ghabban mempermalukan pasukan bersenjata Irak yang dilatih AS dan menyebutkan kini Baghdad menaruh harapan pada kesiapan Moskow untuk memasok senjata dan amunisi bagi Irak. "Kami tak bisa bergantung hanya pada satu jenis senjata dari satu negara tertentu," kata Ghabban dalam wawancara dengan salah satu stasiun televisi Rusia. Ia juga mengakui bahwa Irak menyambut hangat rencana pelatihan untuk kepolisian dan militer Irak oleh Rusia untuk melawan ISIS.
Perdana Menteri Al-Abadi mendesak Rusia untuk meningkatkan keterlibatannya dalam memerangi ISIS. Permintaan tersebut sama seperti pesan Al-Abadi pada Washington ketika ia mengunjungi AS bulan lalu. Ia meminta AS untuk meningkatkan intensitas perlawanan terhadap para pasukan jihad. Al-Abadi mengaku sebelumnya ia mendapat tekanan sehingga ia tak mengacuhkan rencana untuk meminta bantuan Moskow. Namun kini, ia mengabaikan tekanan itu.
Seberapa benar kebijakan Rusia yang lebih asertif dan proaktif di Irak? Seberapa bijak langkah Rusia meningkatkan pasokan senjata dan amunisi untuk Baghdad? Ini adalah isu yang sangat politis yang ditanggapi beragam oleh para pakar Rusia.
Grigory Kosach, Profesor Studi Oriental di Russian State University for Humanities, dan kritikus setia kebijakan luar negeri Kremlin, menentang hasrat Moskow untuk memasok senjata pada rezim Irak saat ini. Ia menyampaikan pada Troika Report:
"Amerika Serikat dan negara-negara Barat lain selalu menyinggung buruknya rezim Baghdad terkait pelanggaran hak asasi manusia, kurangnya perwakilan Sunni di institusi pemerintahan, penyalahgunaan milisi Syiah, dan lain-lain. Rusia tak melakukan hal semacam itu. Rusia hanya menjual senjata untuk siapa saja di wilayah tersebut yang siap membayar dengan harga tinggi."
Namun, pandangan tersebut berbeda dengan opini Yevgeny Satanovsky, Presiden Institute of Middle East Studies yang berbasis di Moskow, yang menjelaskan nilai dari kerja sama militer teknis Rusia dengan Irak pada Troika Report sebagai berikut:
"Satu-satunya negara yang secara resmi mendukung Baghdad dengan memasok peralatan militer saat Irak menghadapi ancaman dari ISIS adalah Rusia. Hanya pesawat, artileri, dan tank Rusia yang saat ini digunakan untuk mencegah ISIS meluncurkan serangan ke area tertentu di Irak. Tak peduli siapa yang menggunakan senjata Rusia, baik Irak, Iran, atau Bashar al-Assad di Suriah, Rusia berkontribusi untuk melawan kelompok Islam radikal itu."
"Rusia adalah satu-satunya negara yang berjanji mendukung Irak dan benar-benar melakukannya."
Kunjungan Perdana Menteri Irak Al-Abadi ke Moscow tentu berjalan dengan baik sehingga membuat Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memberi dukungan penuh untuk memerangi militan ISIS. "Kami akan mencoba untuk memenuhi semua permintaan Irak dalam memaksimalkan kapabilitas pertahanan mereka dan kemampuan untuk memerangi ISIS dan teroris lain di wilayah tersebut," kata Lavrov. Ia juga menyebutkan bahwa Rusia akan memasok senjata ke Irak tanpa syarat tertentu.
Tahun lalu, Rusia mengirim senjata dan amunisi senilai 1,7 miliar dolar AS untuk Irak, menyediakan unit artileri antipesawat Pantsir-S1, helikopter serang Mil Mi-35M, dan pesawat tempur Sukhoi Su-25 bagi pasukan bersenjata Irak.
Menanggapi permohonan Al-Abadi ke Moskow terkait pasokan senjata, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Marie Harf menyatakan Irak punya hak untuk membeli peralatan militer dari Rusia demi mempertahankan keamanan mereka.
Pernyataan yang terdengar positif tersebut dapat diintepretasikan sebagai penyesuaian antara Washington dan Moskow terkait ancaman regional dan global yang datang dari ISIS.
Sergey Strokan



Al Isra’ Ayat 33: Muawiyah Menuntut Hukum Qisas Ke Atas Pembunuh Khalifah Usman.

Saya mengutip tulisan Ibn Katsir seperti berikut:





– SUMBER: DI SCAN DARI TAFSIR IBN KATSIR  JUZ 15      MS 203-206, PUSTAKA IMAM AS SYAFIE

Kitab Syiah: Bagaimana pandangan Imam Ali terhadap Muawiyah?

Muawiyah di mata Imam Ali

Bagaimana pandangan Imam Ali terhadap Muawiyah? Bandingkan dengan pertanyaan: Apakah Nabi Isa pernah mengklaim dirinya sebagai tuhan?
Sepertinya Muawiyah telah menjadi simbol kesesatan dan kekafiran, juga kemunafikan, hanya karena memerangi Ali dan merampas khilafah dari Ali. Padahal Muawiyah tidak pernah menjadi khalifah semasa Ali hidup. Tapi ada sisi lain yang jarang diungkap, yaitu pandangan Imam Syi’ah sendiri tentang Muawiyah. Lalu bagaimana sebenarnya pandangan Imam Ali dan Hasan tentang Muawiyah? Bagaimana Imam Ali memandang konflik yang meletus dengan Muawiyah?
Kita malah jarang mendapat data primer dari imam syi’ah sendiri, yang sering kita dapatkan adalah data-data sekunder yang sudah tidak murni lagi, karena terbukti jauh berbeda [baca: berlawanan] dengan data primer dari ucapan imam Syi’ah yang maksum, yang suci dari dosa.
Kita sering mendengar pernyataan yang menyebut Muawiyah sebagai kafir, tapi kita jarang membaca keterangan dari imam Ali, lalu bagaimana pendapat Imam Ali sebenarnya?
Dari Ibnu Tharif dan Ibnu Alwan dari Ja’far dari ayahnya, bahwa Ali mengatakan pada pasukannya :

Kami tidak memerangi mereka karena mereka kafir, juga bukan karena mereka menganggap kami kafir, tetapi merasa kamilah yang benar, mereka pun demikian

Biharul Anwar jilid 32 hal 321-330, Bab hukum memerangi Amirul Mukminin Ali.

Riwayat ini diriwayatkan juga oleh Himyari dari kitab Qurbul Isnad hal 45.
Jadi Ali sendiri tidak pernah menganggap Muawiyah sebagai kafir, seperti anggapan orang sekarang.
Lebih jelas lagi, dalam Nahjul Balaghah:

Pada awalnya, kami bertempur dengan penduduk Syam, dan nampak bahwa tuhan kita sama, begitu juga Nabi kita sama, begitu juga kami dan mereka sama-sama mengajak kepada Islam, tingkat keimanan kami pada Allah dan kepercayaan kami pada Rasul adalah sama, begitu juga mereka tidak melebihi kami dalam iman pada Allah dan percaya para Rasul, seluruhnya satu, kecuali perbedaan yang ada tentang darah Utsman, dan kami tidak ikut serta membunuhnya.

Nahjul Balaghah, wa min kitabin lahu katabahu ila ahlil amshar yaqushshu fiihi ma jara bainahu wa baina ahli shiffin, hal 448.

Perlu diketahui, kitab Nahjul Balaghah memiliki banyak cetakan, janganlah kami disalahkan jika cetakan yang ada pada kami berbeda dengan yang ada pada pembaca.
Kita baca di atas, Ali tidak menuduh Muawiyah sebagai kafir.

Dari Abdullah bin Ja’far Al Himyari dalam kitab Qurbul Isnad dari Harun bin Muslim dari Mas’adah bin Ziyad, dari Ja’far, dari ayahnya, bahwa Ali tidak pernah memvonis orang yang memeranginya sebagai musyrik maupun munafik, tetapi Ali hanya mengatakan: mereka adalah saudara kami yang membangkang. Qurbul Isnad, dari Wasa’ilu As Syi’ah jilid 15 hal 69 – 87.

Ali memang tidak pernah menganggap Muawiyah sebagai munafik, tapi hanya pengikutnya saja yang berpandangan keliru dan Muawiyah sebagai kafir dan munafik. Alih-alih menganggap kafir, Ali malah menganggap Muawiyah sebagai saudaranya.
Seperti kenyataan dari kitab Bible yang katanya firman Yesus, tidak pernah ada keterangan menyatakan Nabi Isa atau Yesus adalah tuhan, tapi dari kaum Nasrani saja yang menyatakan hal itu.