Sunday, March 29, 2015

Perang Ini Telah Allah Takdirkan, Pusat Negara Islam Ada di Bumi Syam

SALAM-ONLINE: SYAM memang mempunyai sejarah, bukan hanya bagi umat Islam, tetapi juga Kristen (Eropa) dan Yahudi (‘Israel’). Bagi umat Islam, Syam adalah bumi penuh berkah. Di sana tempat para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah.
Di sana, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diperjalankan dan dimi’rajkan ke Sidratil Muntaha. Bagi umat Kristiani, wilayah Syam, dahulu adalah bagian dari imperium Romawi Timur, Bizantium. Sementara bagi umat Yahudi, Syam juga diklaim menjadi tempat suci mereka, dimana menurut mereka, Haikal Sulaiman berada di sana.
Bisyârah jatuhnya Syam ke tangan kaum Muslim ditunjukkan oleh Allah sejak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan. Saat Nabi lahir, cahaya terpancar mengiringi kelahirannya. Cahaya itu menerangi istana-istana Syam.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram, di Makkah, ke Masjid al-Aqsha, di Palestina, serta ditunjuknya beliau untuk menjadi imam para Nabi dan Rasul sebelumnya di Masjid al-Aqsha juga menguatkan Bisyârah itu. Setelah itu, Nabi pun berulangkali menegaskan, “Uqru dar al-Islam bi as-Syam (Pusat negara Islam itu ada di Syam).”
Perang Salib Modern
Padahal saat itu, wilayah Syam merupakan pusat kekuasaan Romawi Timur, Bizantium. Syam pun belum ditaklukkan oleh kaum Muslimin semasa hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah Nabi mengirim surat kepada Heraklius pada tahun 6 H, maka upaya pertama kali yang dilakukan oleh Nabi untuk menaklukkan wilayah itu dimulai pada tahun 10 H, saat Perang Mu’tah.
Dalam peperangan ini, Khalid bin Walid muncul sebagai pahlawan, sekaligus membuktikan kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu, sejarah kepahlawanan Khalid pun ditorehkan dalam sejarah penaklukan Syam, saat Perang Yarmuk, penaklukan Damaskus, hingga Baitul Maqdis.
Jatuhnya Baitul Maqdis menandai berakhirnya kekuasaan imperium Romawi Timur, Bizantium. Inilah yang menorehkan dendam kepada umat Kristiani. Ketika mereka menyaksikan Negara Khilafah di bawah Bani ‘Abbasiyyah lemah, mereka pun melancarkan Perang Salib yang berlangsung selama 2 abad. Saat itu, umat Islam di Syam dan Mesir bertempur menghadapi mereka bukan sebagai umat.
Meski begitu, umat Islam berhasil memenangkan perang itu. Setelah itu, wilayah ini pun disatukan kembali, ketika Shalahuddin al-Ayyubi memberikan bai’atnya kepada Khilafah ‘Abbasiyah.
Setelah orang-orang Kristen Eropa itu dikalahkan tentara kaum Muslimin dalam Perang Salib, mereka pun harus menelan pil pahit, saat Konstantinopel jatuh ke tangan Muhammad Al-Fatih tepat tanggal 20 Jumadil Ula 857 H/29 Mei 1453 M.
Masalah ini menjadi mimpi buruk bagi mereka, sehingga menjadi momok yang sangat mengerikan. Mereka menyebutnya dengan Mas’alah Syarqiyyah (masalah ketimuran). Sejak saat itu, mereka bekerja keras mencari kelemahan umat Islam, dan menunggu kesempatan untuk menghancurkan musuh mereka ini.
Kesempatan itu pun tiba, saat Khilafah ‘Utsmaniyyah lemah. Mereka mulai menyusun strategi. Dimulai dengan menyebarkan virus nasionalisme di dalam tubuh umat Islam, dan merekrut orang-orang fasik dengan iming-iming kekuasaan.
Pecahlah Revolusi Arab, yang berhasil memisahkan wilayah Arab dari Khilafah. Setelah itu, Prancis dan Inggris pun melakukan invasi ke wilayah Arab. Wilayah ini, termasuk Syam, kemudian dijadikan sebagai Mandat Inggris dan Prancis. Mereka pun membagi wilayah ini di antara sesama mereka, dengan Perjanjian Sykes-Pycot.
Bukan hanya Syam yang dipecah belah, tetapi seluruh wilayah Arab juga mereka bagi-bagi sesuai dengan kepentingan mereka.
Ketika Lord Allenby, komandan pasukan Inggris, berhasil menduduki Palestina, tahun 1917 M, dengan tegas dia menyatakan, “Baru sekaranglah Perang Salib telah berakhir.”
Memang benar, tujuan Perang Salib adalah mengalahkan umat Islam, dan menghancurkan kekuatan kau Muslimin. Kekuatan umat ini, seperti kata Lord Curzon, Menlu Inggris saat itu, terletak pada Islam dan Khilafah. Maka, mega proyek mereka adalah menghancurkan Khilafah, dan menjauhkan Islam dari kehidupan umatnya.
Karena itu, ketika Islam telah kembali ke dalam pelukan umatnya, dan mereka membangun lagi mega proyek Khilafah, George Walker Bush, mengobarkan Perang Salib kembali. Dengan kedok Perang Melawan “Terorisme”, AS, Inggris, Prancis, Rusia dan sekutunya mengobarkan Perang Salib melawan umat Islam.
Mereka pun berhasil mendapat dukungan dari para pengkhianat umat Islam. Namun, perang melawan “terorisme” ini pun menguras energi mereka. Perang dengan target untuk menundukkan umat Islam agar menjauhi ajaran mereka, dan meninggalkan mega proyek Khilafah ini ternyata gagal total.
Alih-alih ditinggalkan, justru tuntutan umat Islam untuk kembali kepada ajaran mereka semakin menguat. Demikian juga dengan mega proyek Khilafah. Kini mega proyek ini telah menjadi mega proyek umat Islam di seluruh dunia.
Karena itu, ketika Barat tengah bergelut dengan krisis ekonomi, Timur Tengah pun bangkit dengan Arab Spring yang telah berhasil menumbangkan boneka-boneka mereka, mereka pun sangat takut kembalinya Islam dan Khilafah di wilayah-wilayah ini.
Di Tunisia, Aljazair, Libya, Yaman, Mesir dan Bahrain berhasil mereka rem, dengan boneka-boneka yang dibenci rakyatnya, dengan boneka-boneka mereka yang lain, yang bisa diterima oleh rakyatnya. Api Arab Spring itu pun berhasil mereka padamkan.
Namun, di Suriah, kobaran api itu hingga kini tidak berhasil mereka padamkan. Maka, kini kobaran api Revolusi Islam di Suriah ini pun mereka hadapi bersama. Mereka pun tahu, jika Islam dan Khilafah kembali di Suriah, ini benar-benar akan mengakhiri kekuasaan mereka.
Mereka mendapat dukungan penuh dari antek-antek mereka. Turki, Iran, Libanon, Yordania, Irak, Mesir, Qatar, Saudi dan “Israel”, termasuk “Hizbullah” semuanya bahu-membahu, bekerjasama dengan Amerika, Inggris, Prancis, Rusia, Cina dan sekutu mereka untuk memadamkan api Revolusi ini. Berapa pun harga yang harus mereka bayar.
Karena kembalinya Islam dan tegaknya Khilafah di Suriah benar-benar menjadi akhir dari sejarah mereka. Umat Islam di seluruh dunia pun menyambut bisyârah Nabi itu dengan gegap gempita.
Sementara para Mujahidin yang berjihad di Suriah, siang dan malam terus berjuang untuk mewujudkan bisyârah Nabi.
Mereka berdatangan dari berbagai penjuru dunia untuk mewujudkan bisyârah Nabi di tanah penuh berkah, yang dipenuhi oleh hamba-hamba Allah pilihan, Syam. Semua ini menandai “Kembalinya Syam Bumi Khilafah yang Hilang”.
Perang Syam, Telah Ditakdirkan
Konflik yang terjadi di Mesir (sinai), Suriah, Irak, dan Palestina juga telah tertulis dalam Al-Qur’an. Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan, tafsir ayat Al-Qur’an yang memprediksi konflik Mesir terdapat dalam Surat At-Tin ayat 1-3.
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. Dan demi bukit Sinai. Dan demi kota (Makkah) ini yang aman,” tutur Bachtiar membacakan terjemahan Surat At-Tin ayat 1-3 beberapa waktu lalu.
Bachtiar mengatakan, tafsir dari surat tersebut adalah, “Demi bumi tin di Damaskus (Suriah), dan demi bumi zaitun di Palestina, dan demi bukit Thur yang ada di Sinai (Mesir). Dan demi kota Makkah yang aman.”
Jika dilihat dari kacamata sederhana surat At-Tin, lanjutnya, maka konflik yang terjadi di Suriah, Palestina, dan Mesir, adalah perang global yang sudah Allah takdirkan. Perang itu, kata Bachtiar, bahkan melibatkan seluruh dunia.
Bachtiar meyakini, akhir dari konflik Mesir juga sudah termaktub dalam Surat Al-Qashshash ayat 5 yang menceritakan kisah Musa melawan Firaun.
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi),” bunyi terjemahan dari Surat Al-Qashshash ayat 5.
“Pada akhirnya di ayat itu digambarkan orang-orang yang dilemahkan nanti akan dikuatkan dan diwariskan kekuasaan di Mesir,” tutup Bachtiar.
Dikutip Harian The New York Times, Jumat (31/1/2014), Institute for Policy Analysis of Conflict mengungkapkan sebuah laporan, bahwa Perang Jihad diyakini sebagai perang yang paling sakral.
“Berdasarkan perhitungan ilmu akhirat (eschatology) pertempuran terakhir akan berlangsung di Syam. Kawasan Syam dikenal sebagai Suriah Raya yang meliputi Suriah, Yordania, Lebanon, Palestina dan wilayah yang diduduki ‘Israel’,” tulis laporan lembaga tersebut.

Karenanya, Ustadz Bachtiar mengatakan, persoalan Suriah, Mesir dan Palestina janganlah dianggap sebagai konflik politik. Sebab, jika melihat persoalan tersebut dari sisi politik saja maka hati akan terasa kosong. Lebih dari itu, ia melihat Allah telah menyiapkan skenario besar dalam peristiwa ini.
Disadur: Penulis Samir Hijawi, Wartawan Jordania, Assyarq Qatar
Sumber: atjehcyber.net
salam-online










Apakah Syiah Dikategorikan Sebagai Orang Kafir

APAKAH SYIAH DIKATEGORIKAN SEBAGAI ORANG KAFIR

Soal:

Apakah Syiah dikategorikan sebagai orang kafir? Bolehkah kita berdoa kepada Allah agar memenangkan orang kafir atas mereka (syiah)?

Jawab:

Syaikh Al-Utsaimin, menjawab dengan mengatakan “Kafir adalah hukum syar’I yang ketentuannya kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Apa yang ditunjukkan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah bahwa itu sebuah kekafiran, maka itu kafir, sedangkan apa yang ditunjukkan Al-Kitab dan As-Sunnah bahwa itu tidak kafir, maka itu tidak kafir. Jadi bukan dikembalikan pada seseorang, bahkan bukan wewenang siapapun untuk mengafirkan seseorang sampai ada dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah atas kekafiran seseorang.

Jika telah diketahu bahwa tidak seorang pun berwenang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah atau mengharamkan apa yang telah dihalalkan ole-Nya, atau mewajibkan apa yang tidak diwajibkan oleh-Nya, baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, maka siapapun tidak berwenang mengafirkan orang yang tidak dikafirkan oleh Allah, baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah.
Mengkafirkan seseorang itu harus memenuhi empat syarat: Pertama, kepastian bahwa ucapan, perbuatan, atau tindakan meninggalkan (kewajiban) tersebut benar-benar kafir berdasarkan tuntunan Kitabullah dan As-Sunnah. Kedua, kepastian bahwa kafir itu berlaku untuk mukallaf.Ketiga, hujjah telah disampaikan kepadanya. Keempat, ketiadaan penghalang untuk mengkafirkan dirinya.
Jika tidak terbukti bahwa ucapan, perbuatan, dan tindak pengabaian tersebut kafir berdasarkan konsekuensi dalil Al-Quran dan Sunnah, tidak seorang pun diizinkan untuk menghukumi bahwa seseorang kafir. Karena, tindakan seperti itu termasuk berkat atas nama Allah tanpa ilmu. Padahal, Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah, Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang Nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alas an yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Al-A’raf [7]:33)Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Al-Isra’ [17]:37).
Bila hujjah belum berlaku untuk mukallaf, maka tidak boleh dituduh kafir hanya oleh persepsi belaka. Sebab, Alllah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”(Al-Isra’ [17]:37).
Alasan lain, mengkafirkan seseorang akan menyebabkan halalnya darah orang yang terlindungi secara tidak benar. Dalam Ash-Shahihain, disebutkan sebuah hadits dari Abdullah bin Umar Rodiallah Huanhu bahwa nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Siapa saja berkata kepada saudaranya (sesama muslim) “wahai kafir! Maka sebutan (kafir) itu akan kembali kepada salah seorang dari keduanya. Bila orang yang tersebut kafir itu memang kafir adanya maka sebutan itu pantas untuknya, namun bila tidak, maka sebuatan kafir itu kembali kepada yang mengucapkan”.(HR-Muslim).
Abu Dzar Rodiallah Huanhu meriwayatkan bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah seorang menuduh fasik orang (muslim) lain atau pun menuduhnya kafir, melainkan kembali kepadanya, jika orang tersebut tidak terbukti seperti itu”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan redaksi Muslim juga  semakna dengannya. Bila hujjah(keterangan) belum disampaikan kepada orang tersebut, ia tidak dihukumi sebagai orang kafir. Karena, Allah Ta’ala berfirman, “dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya)”. (Al-An’am [6]:19). Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا ۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَىٰ إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ

[٢٨:٥٩]

“Dan tidak adalah Rabbmu membinasakan kota-kota, sebelum dia mengutus ibukota seorang rasul yang membacakan ayat-ayat kami kepada mereka, dan tidak pernah pula Kami membinasakan kota-kota, Kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman”. (Al-Qashas [28]:59).
Firmannya, “Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya” (An-Nisa’ [4]:163). Sampai Firman-Nya, “(mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alas an bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adakah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (An-Nisa’ [4] :165). Allah Ta’ala berfirman, “Dan kami tidak akan mengadzab sebelum kami mengutus seorang rasul”. (Al-Isra’ [17]:15). DalamShahih muslim, Abu Hurairah Rodiallah Huanhu meriwayatkan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di genggaman-Nya, tiada seorang pun dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani, yang mendengarku, namun tidak beriman kepada apa yang diutus dengannya, melainkan termasuk penghuni neraka”.
Namum, bila hujjah (keterangan) belum sampai kepada nya, lagi pula tidak memeluk agama Islam, di dunia ini ia tidak diperlakukan layaknya muamalah untuk orang Islam. Adapun di akhirat, pendapat paling benar adalah urusannya kembali kepada kehendak Allah Ta’ala.
Bila tiga syarat ini telah ada, artinya (1) perkataan, perbuatan, dan tindak pengabaian tersebut telah terbukti kafir berdasarkan konsekuensi dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, (2) bahwa takfir berlaku untuk mukallaf, dan (3) hujjah telah sampai kepada mukallaf tersebut. Namum kalau ada penghalang untuk mengkafirkannya, maka ia tidak kafir lantaran adanya penghalang tersebut.
Di antara penghalang pengkafiran seseorang adalah di paksa. Jika seseorang dipaksa untuk kafir lalu ia pun kafir, sedangkan hatinya tetap tenang dengan keimanan, ia tidak dihukumi kafir karena ada penghalang, yaitu paksaan. Allah Ta’ala berfirman :
مَن كَفَرَ بِاللَّهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
[١٦:١٠٦]
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar”.(An-Nahl [16]:106).
Penghalang vonis kafi berikutnya adalah niat seseorang tertutup, sehingga tidak menyadari apa yang ia katakana. Hal ini disebabkan oleh dahsyatnya kegembiraan, atau kesedihan, atau ketakutan atau lainnya. Karena Allah Ta’ala berfirman :
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

[٣٣:٥]

Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan, adalah Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang”. (Al-Ahzab [33]:5).
Dalam Shahih Muslim, disebutkan bahwa Anas bin Malik Rodiallah Huanhu berkata “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :
“Sungguh, Allah lebih gembira dengan taubat seorang hambanya-Nya kepada-Nya daripada salah seorang di antara kalian sedang di atas binatang tunggangannya di padang luas. Lalu tunggangannya tersebut hilang darinya beserta bekal makanan dan minumannya. Ia pun putus asa (mencari) binatang kendaraannya berdiri disampingnya. Ia pun memegang tali kekangnya lalu berkata – saking gembiranya, “Ya Allah, Engkau hambaku dan aku adalah Rabbmu. Ia khilaf lantaran dahsyatnya kegembiraannya’.”
Orang tersebut telah melakukan kesalahan lantaran kegembiraannya yang meluap-luap. Kesalahan tersebut sejatinya mengeluarkan dirinya dari Islam, namun terhalangin (tidak jadi murtad dari Islam) kaena tidak disengaja. Ia tidak menyadari apa yang ia ucapkan disebabkan oleh kegembiraan yang berlebihan. Ia bermaksud memuji Rabbnya, namun karena kegembiraannya yang sangat besar, ia mengucapkannya kalimat tersebut yang seandainya ia sengaja mengucapkan itu, tentu ia menjadi kafir.
Kita harus berhati-hati melontarkan kata-kata kafir terhadap suatu kelompok atau orang tertentu sebelum mengidentifikasi syarat-syarat pengkafiran dalam diri seseorang dan ketiadaan penghalang benar-benar diketahui.
Jika hal-hal tersebut telah jelas, (maka perlu dipilah-pilah) karena Syiah terdiri dari berbagai kelompok. As-Safarini dalam Syarh Aqidah As-Safariniyah menyebutkan bahwa mereka ada 22 aliran sempalan. Dengan demikian, hukum atas mereka berbeda-beda sesuai dengan tingkat jauhnya mereka dari As-Sunnah. Setiap mereka yang semakin jauh dari As-Sunnah, maka ia semakin dekat kepada kesesatan.
Di antara kelompok mereka dalah Rafidhah yang memihak kepada Ali bin Abi Thalib, Khalifah Rasyidah keempat, secara berlebihan, dimana sikap ini tidak diridhai oleh Ali bin Abi Thalib sendiri dan para imam yang mendapatkan petunjuk lainnya. Sebaliknya mereka bersikap kasar terutama terhadap dua khalifah, yaitu Abu Bakar dan Umar Rodiallah Huanhu. Mereka telah melontarkan kata-kata keji untuk mereka berdua yang tidak pernah di ucapkan oleh seorangpun dari berbagai firqah umat ini.
Dalam Majmu’ Al-Fatawa, II : 356, dari Majmu’ Ibnu Qsaim, Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah berkata, “Pernyataan orang-orang Rafidhah yang paling mendasar adalah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah menetapkan Ali sebagai khalifah (pengganti beliau) dengan ketetapan pasti karena satu alas an dan Ali adalah Imam maksum (terjaga dari dosa). Orang yang menyelisihnya adalah kafir dan bahwa orang-orang Muhajirin dan Anshar telah menyembunyikan ketetapan tersebut. Mereka telah kafir terhadap iamam yang maksum (Ali) dan mengikuti hawa nafsu mereka. Mereka telah mengubah agama Islam, mengubah syariat, berbuat zhalim, dan melampaui batas. Bahkan, mereka (para sahabat) telah kafir kecuali hanya sedikit di antara mereka, yaitu hanya belasan orang atau lebih sedikit.
Mereka selanjutnya mengatakan bahwa Abu Bakar, Umar dan orang-orang semacam mereka berdua masih saja munafik. Mereka bahkan mengatakan bahwa orang-orang tersebut telah beriman lalu kafir. Kebanyakan orang Rafidhah mengkafirkan siapa saja yang menolak pernyataan mereka. Mereka menamakan diri mereka sendiri sebagai orang beriman, sedang orang yang menyelisihi mereka berarti orang kafir. Dari kalangan merekalah muncullah induk-induk kezindikan (pura-pura beriman) dan kemunafikan, seperti sekte Qaramithah, Bathiniyah dan semacamnya”. (Lihat juga perkataan Ibnu Taimiyah tentang mereka dalam kitab yang sama, IV : 428-429).
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya yang berharga, iqtidha’ush Shirathil Mustaqim Mukhalafat Ashhabil Jahim, hal. 951, yang di teliti oleh Dr,Nashir Al-Aql berkata, “Kesyirikan dan seluruh bid’ah itu dibangun di atas pondasi kepalsuan dan kedustaan. Oleh karena itu, setiap orang yang jauh dari tauhid dan As-Sunnah maka akan semakin dekat kepada kesyirikan, bid’ah, dan kedustaan. Oleh karena itum setiap orang yang jauh dari tauhid dan As-Sunnah maka akan semakin dekat kepada ke Rafidhah, mereka adalah para pengikut hawa nafsu yang paling dusta dan paling besar kesyirikannya. Tidak adakan ditemukan para pengikut nafsu yang lebih dusta daripada mereka, serta tidak ada orang yang lebih jauh dari tauhid daripada mereka. Bahkan, mereka telah “merobohkan” masjid-masjid Allah, di mana di dalamnya disebut nama-namanya. Mereka meninggalkan shalat berjamaah dan shalat jumat. Mereka lebih meramaikan tempat-tempat sacral di kubur yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya untu dijadikan tempat ibadah”.
Lihat juga tulisan Muhibbuddin Al-Khathib dalam risalahnya Al-Jhuthuth Al-Aridhah. Ia telah menukil doa mereka dari buku Mafatihul Janan  yang kalimatnya seperti ini, “Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Laknatlah dua berhala Quraisy (yakni Abu Bakar dan Umar, penerj), beserta dua taghutnya, dan dua anak perempuan mereka berdua”. Muhibbudiin berkata, “Dua orang jibt dan taghut yang mereka maksud adalah Abu Bakar dan Umar, sedangkan dua anak perempuan yang mereka maksud adalah Ummul mukminin Aisyah dan Hafshah Rodiallah Huanhuma.
Orang yang membaca sejarah tahu bahwa Rafidhah memiliki peran dalam keruntuhan kekhalifahan di Baghdad dan berakhirnya khilafah Islam di sana. Di mana, ketika itu mereka telah melempangkan jalan bagi orang-orang tartar untuk masuk ke negeri tersebut. Mereka (bangsa tartar) telah membantai penduduk dan ulamanya secara besar-besaran.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Minhajus Sunnah, IV : 592, di tahqiq oleh Dr.Muhammad Rasyad Salim, menyebutkan  bahwa mereka (orang Syiah) adalah orang-orang yang mengupayakan datangnya orang-orang Tartar ke Baghdad, negeri Khilafah. Sehingga, orang-orang kafir tersebut yakni Tartar membunuh kaum muslimin dari Bani Hasyim dan lainnya yang jumlahnya hanya Allah saja yang mengetahuinya. Mereka telah membunuh Khalifah Abbasiyah serta menyandera para wanita dan anak-anak keturunan Bani Hasyim.
Di antara aqidah Rafidhah adalah taqiyah, taqiyah, yakni menampakkan apa yang berbeda dengan yang disembunyikan. Tidak ragu lagi bahwa ini merupakan bentuk kemunafikkan yang dapat menipu orang orang lain. Orang-orang munafik lebih berbahaya lagi bagi Islam daripada orang kafir yang terang-terangan. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menurunkan satu surat penuh tentang mereka (surat Al-Munafiqun). Di antara petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengajarkan surat tersebut dibaca pada shalat jumat, momen perkumpulan pekanan yang paling besar lagi banyak yang menghadirinya, untuk memberitahukan kondisi orang-orang munafik dan agar waspada terhadap mereka. Allah berfirman tentang mereka, “ Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka.” (Al-Munafiqun [63] : 4 ).
Tentang pertanyaan penanya, apakah seorang muslim boleh berdoa agar Allah memenangkan orang kafir atas mereka, jawabannya adlah bahwa sikap yang lebih baik dan lebih pantas bagi seseorang mukmin adalah sberdoa kepada Allah Ta’ala agar menghinakan orang kafir dan menolong orang-orang yang beriman yang jujur, yang antara perkataan hati dan lisan mereka sejalan. Seperti disebutkan oleh Allah dalam Firmannya:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ [٥٩:١٠
ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya engkau Maha Penyantu lagi Maha Penyayang”. (Al-Hasyr [59] :10)
            Orang beriman harus membela para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dengan mengikuti kelebihan masing-masing dan mendudukkan masing-masing dari mereka sesuai dengan kedudukannya tanpa berlebihan maupun meremehkan. Kita memohon kepada-Nya agar menyatukan kalimat orang-orang beriman di atas kebenaran serta menolong mereka dari musuh-musuh mereka.
(Majmu’ Fatawa, Ibnu Utsaimin, III : 52)
Apakah Orang-orang Syiah itu Kafir
Soal:

Apakah Syiah yang ada sekarang ini semua kafir atau hanya imam-imam mereka saja?

Jawab:

Syiah sekarang ini memiliki banyak aliran. Silahkan baca tentang mereka dalam buku Al-Firaq Al-Mu’ashirah untuk mengetahui uraian pendapat tentang status hukum mereka. Bacalah juga bukuMukhtashar Tuhfatul Itsna Asyiriyah, Al-Khuthuth Al-Aridhah, karya Muhibbuddin : Minhajus Sunnah, karya Ibnu Taimiyyah ; dan Al-muntaqa, karya Adz-Dzahabi.

Semoga Allah memberikan taufik serta melimpahkan shalawat dan keselamatan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.
Komisi Tetap untuk Riset dan Ilmiah dan Fatwa:
Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Wakil Ketua: Abdurrazaq Afifi

Anggota:

(1) Abdullah bin Qu’ud

(2) Abdullah bin Ghadyan
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal ifta’, II : 375)

APAKAH SYIAH MURTAD?

Syekh Abdullah al-Jibrin rahimahullah, salah seorang ulama senior Saudi, pada tahun 2004 di Masjid al-Rajihi ditanya:
Syekh, apakah pemeluk agama Syi’ah murtad?
Beliau menjawab: “Tidak….,

Karena, pada hakikatnya mereka belum masuk Islam.”
Ya, beliau benar:
-Agama Syi’ah belum meyakini Al-Qur’an otentik dan valid, mereka mengatakan masih ada mushaf Fathimah, jumlah ayat Al-Qur’an seluruhnya 17.000 ayat. Dan Al-Qur’an yang ada sekarang telah ‘didistorsi’.
– Agama Syi’ah tidak beriman kepada Allah yang nabinya Muhammad, dan khalifah nabin-Nya Abu Bakar.
– Mereka menuduh Jibril berkhianat karena menyampaikan wahyu Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad bukan kepada Haidar(Ali)
– Mereka masih meyakini bahwa Imam Ahlul Bait versi mereka mengetahui hal ghaib.

Memang betul..mereka belum masuk Islam.
Sumber : https://www.facebook.com/pages/Dukung-MUI-Keluarkan-Fatwa-Syiah-Sesat-Dan-Haram-Di-Indonesia/221268711229604
JIKA PAHAM SYIAH KAFIR, MENGAPA MASIH DIIZINKAN BERHAJI?
Assalamu’alaykum.. Ustadz, apakah masih bolehnya orang syiah berhaji ke mekkah bisa menjadi dasar bahw syiah tidak kafir, krn orang kafir tdk boleh masuk mekkah. Apakah syiah zaidiyyah dan ja’fariyah masih bagian dari islam? Apakah syiah Rafidhah telah kafir secara mutlak? Mhn penjelasan. Syukron.
Dari: Abu Tsuraya
Jawaban:
Wa alaikumus salam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertanyaan ini mungkin menjadi tanda tanya besar sebagian orang. Bahkan umumnya kaum muslimin yang membaca berita tentang syiah, bertanya-tanya tentang hal ini. Jika memang syiah kafir, mengapa masih diizinkan untuk berhaji? Mengapa masih diizinkan untuk masuk masjidil haram? dst.
Dan mungkin karena alasan inilah, sebagian orang meragukan kekufuran syiah. Benarkah syiah itu kafir? Sebagian mengatakan kafir, sebagian belum tega menyatakan kafir. Namun, dengan munculnya perbedaan ini pada kaum muslimin, setidaknya kita bisa berkesimpulan sejatinya kaum muslimin telah sepakat bahwa syiah adalah sesat. Hanya saja mereka berbeda pendapat, apakah kesesatan syiah sudah sampai pada tingkat layak dikafirkan ataukah belum. Ini bagian penting yang perlu kita catat.
Kita beralih pada inti pertanyaan, jika syiah kafir, mengapa syiah masih diizinkan untuk berhaji dan mendatangi tanah suci?
Ada beberapa pendekatan untuk menjawab pertanyaan ini,
Pertama, kaum muslimin sepakat bahwa syiah adalah sesat. Kami tidak perlu menyebutkan bukti akan hal ini, karena sudah terlalu banyak. Dan kesesatan syiah bertingkat-tingkat. Karena sekte syiah terpecah berkeping-keping menjadi sekian banyak sekte. Ada yang mendekati ahlus sunah, ada yang pertengahan, bahkan ada yang memiliki ajaran berbeda dengan berbagai prinsip ajaran islam.
Diantara sekte syiah yang dinyatakan paling dekat dengan ajaran islam dari pada sekte lainnya adalah syiah zaidiyah, yang banyak tersebar di yaman. Sekte ini tidak mengkafirkan sahabat, dan banyak bersebarangan dengan sekte imamiyah di Iran, karena itu ada sebagian orang yang menolak ketika zaidiyah disebut syiah. (simak Al-Farq baina Al-Firaq, 1/15).
Disamping itu, tidak semua orang syiah paham tentang islam dan inti ajaran islam. Bahkan bisa jadi, sebagian besar hanyalah korban ideologi sesat. Sebagaimana layaknya PKI masa silam. Kita yakin, tidak semua para petani tebu paham apa itu komunis, tahunya hanya ikut kumpul-kumpul dan dipanasi untuk melawan pemerintah.
Kami menduga kuat, sebagian besar orang syiah hanya korban ideologi. Masyarakat syiah sampang, bisa jadi, mereka sama sekali tidak paham dan tidak tahu menahu apa itu syiah, apa itu aqidah imamiyah. Mereka hanya didoktrin: cinta ahlul bait.. cinta ahlul bait… dan selain kelompok mereka, divonis membenci ahlul bait. Anda bisa menyimak pengakuan mereka di: Taubatnya 3 Wanita Syiah .
Memahami latar belakang ini, Iran menjadi negara yang sangat eksklusif. Tidak semua chanel TV bisa diakses di Iran. Karena pemerintah sangat khawatir, masyarakatnya terpengaruh dengan dakwah islam yang disiarkan melalui satelit. Demikian informasi yang saya dengar dari salah seorang doktor dari Universitas Islam Madinah.
Karena itulah, perlu dirinci antara hukum untuk sekte dan hukum untuk penganut sekte. Para ulama membedakan antara hukum untuk sekte syiah dan hukum untuk penganut sekte syiah. Sekte syiah yang mengajarkan prinsip yang bertentangan dengan inti ajaran islam, seperti mengkafirkan Abu Bakar, Umar, dan beberapa sahabat lainnya. Atau menuduh A’isyah radhiyallahu ‘anha berzina. Sekte semacam ini dihukumi kafir. Karena dengan prinsip ini, menyebabkan orang menjadi murtad, keluar dari islam.
Demikian pula hukum untuk penganut syiah. Pendapat yang tepat dalam hal ini, tidak menyama-ratakan hukum mereka. Bisa jadi ada sebagian diantara mereka yang memahami bahwa ajaran syiah itulah islam. Seperti kesaksian 3 wanita syiah yang taubat di atas. Sejak lahir hingga besar, yang dia tahu bahwa islam adalah apa yang mereka dengar di lingkungannya.
Lebih dari itu, mereka yang datang ke tanah suci, tidak diketahui dengan pasti aqidahnya. Mereka datang dengan passport resmi negara. Dan akan sangat tidak memungkinkan untuk ngecek satu-satu aqidah setiap orang yang datang ke tanah suci. Bisa dipastikan, semacam ini tidak mungkin dilakukan.
Sebagai gambaran yang lebih mendekati, dukun termasuk sosok orang kafir yang gentayangan di manapun. Karena mereka mempraktekkan sihir. Dan di indonesia, dukun yang merangkap kiyai sangat banyak. Bahkan sebagian mereka menjadi pembimbing haji, karena punya banyak pengikut. Secara aturan, mereka terlarang masuk masjidil haram. Tapi bagaimana mereka bisa difilter??
Kedua, mengapa pemerintah Saudi tidak membuat pengumuman besar, syiah dilarang berhaji. Sehingga menjadi peringatan bagi mereka untuk tidak masuk masjidil haram.

Barangkali pertanyaan inilah yang lebih mendekati. Mengapa pemerintah Saudi tidak melarang dengan tegas orang syiah untuk tidak berhaji? Padahal mereka sempat bikin onar di makam Baqi’, dengan mencoba membongkar kuburan A’isyah. Anda bisa saksikan tayangan ini:
Anak-anak syiah meneriakkan Labbaika ya Husain… (ganti dari labbaik Allahumma labbaik). Mereka mengambili tanah satu kuburan, yang disangka kuburan A’isyah. Mereka ingin membongkarnya, tapi diusir oleh Askar.
Mengapa mereka dibiarkan?
Pembaca yang budiman, anda bisa menilai kebijakan ini.
Pemerintah Saudi memahami bahwa Mekah dan Madinah, bukan semata urusan negara. Tapi urusan kaum muslimin di seluruh sedunia. Mereka yang berhaji, yang datang ke tanah suci, tidak hanya muslim ahli tauhid, tapi pembela syirik yang mengaku muslim juga sangat banyak. Karena itulah, banyak situs haji yang disalah gunakan oleh pembela kesyirikan, tetap dibiarkan di Saudi. Pemerintah Saudi menggunakan prinsip toleran. Membongkar situs semacam ini, bisa jadi akan membuat banyak kaum muslimin marah, dan menimbulkan kekacauan. Sungguh aneh, ketika ada orang yang menuduh, pemerintah Saudi ingin menghancurkan kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Penjelasan selengkapnya, bisa anda simak di: Fitnah Arab Saudi akan Menggusur Makam Nabi
Kemudian, sejatinya pemerintah Saudi menerapkan politik yang pernah diterapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sekte syiah adalah sekte sesat. Terutama sekte Syiah Iran, yang mengkafirkan seluruh sahabat dan kaum muslimin. Mereka mayakini Al-Quran tidak otentik dan telah diubah. Bahkan salah satu tokohnya: At-Thibrisy, menulis satu buku untuk membuktikan bahwa Al-Quran yang dipegang kaum muslimin tidak otentik. Buku itu berjudul: فصل الخطاب في تحريف كتاب رب الأرباب [Kalimat pemutus tentang adanya penyimpangan dalam kitab Tuhan]. Dia menyebutkan berbagai sumber syiah untuk meyakinkan umat bahwa Al-Quran yang ada di tangan kaum muslimin telah dipalsukan sahabat. (Maha Suci Allah dari tuduhan keji mereka). Sementara itu, mereka memiliki prinsip taqiyah, berbohong untuk mencari aman. Sehingga tidak mungkin bisa ditangkap dengan bukti yang terang.
Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keadaan yang paling mirip dengan mereka adalah orang munafik. Ketika berkumpul bareng kaum muslimin, mereka sok muslim, ikut shalat jamaah, ikut jihad, menampakkan dirinya sebagaimana layaknya muslim. Begitu mereka kumpul dengan sesama munafik, baru mereka menampakkan kotoran hatinya, dan upayanya untuk menghancurkan islam. Allah berfirman tentang mereka,
وَيَقُولُونَ طَاعَةٌ فَإِذَا بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ بَيَّتَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا
Mereka orang-orang munafik mengatakan: “(Kewajiban Kami hanyalah) taat”. tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. cukuplah Allah menjadi Pelindung. (QS. An-Nisa: 81)
Kita tidak boleh berpikiran, bisa jadi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu siapa saja orang munafik. Kita tidak boleh berpikir demikian. Karena berarti kita suudzan kepada Allah. Bagian dari penjagaan Allah kepada Nabi-Nya adalah dengan memberikan informasi siapa saja musuh beliau, termasuk musuh dalam selimut, yaitu orang munafik. Allah menurunkan beberapa wahyu dan ayat yang menjelaskan siapa mereka. Ayat semacam ini diisitilah dengan ayat atau surat Fadhihah. (simak Tafsir At-Thabari 14/332, Ibn Katsir 4/171, dan Tafsir Al-Baghawi 4/7)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu siapa saja mereka, dan bahkan ada sahabat yang tahu siapa saja munafik di Madinah. Diantaranya adalah Hudzaifah ibnul Yaman. Beliau diberitahu oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa nama orang munafik di Madinah. Dan karena inilah, Hudzaifah digelari dengan Shohibu sirrin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (pemilik rahasia nabi).
Pertanyaan yang mendasar, mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tidak mengusir orang munafik itu dari Madinah? Mengapa beliau tidak memerangi atau bahkan membiarkan mereka tetap berkeliaran di Madinah?
Umar berkali-kali menawarkan diri untuk membunuh gembong munafik Abdullah bin Ubay bin Salul. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melarang beliau dan mengatakan,
دَعْهُ لَا يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ
“Biarkan dia, jangan sampai manusia berkomentar bahwa Muhammad membunuh sahabatnya.” (HR. Bukhari 4905, Muslim 2584, Turmudzi 3315, dan yang lainnya).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membunuh mereka, tidak mengusir mereka, dalam rangka menghindari dampak buruk yang lebih parah. Membiarkan mereka di keliaran di Madinah, dampaknya lebih ringan dari pada membantai mereka. Anda tidak boleh mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammembiarkan mereka keluar masuk masjid nabawi, itu bukti bahwa orang munafik BUKAN orang kafir. Kalau mereka bukan orang muslim, kan seharusnya mereka tidak boleh masuk tanah suci Madinah?
Jelas ini adalah kesimpulan 100% salah.
Kebijakan itulah yang ditempuh pemerintah Saudi. Apa yang akan dikatakan muslim seluruh dunia ketika pemerintah Saudi melarang seluruh orang syiah Iran berangkat haji??
Dengan demikian, tidak ada hubungannya antara kehadiran syiah ke tanah suci dan keikut-sertaan mereka dalam ibadah haji, dengan status aqidah mereka yang dinilai kafir oleh para ulama.
Allahu a’lam
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembinawww.KonsultasiSyariah.com)

Kewajiban Menolak Kalangan Rafidhah Dan Nawashib

Ketahuilah bahwa Ahlussunnah wal Jamaah mencintai, memuji, dan ridha para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, sebagaimana Allah memuji dan ridha kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا لْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

[٩:١٠٠]

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal didalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (At-Taubah [9] : 100).
لَّقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

[٤٨:١٨]

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan member balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. (Al-Fath [48] : 18).
Firman Allah Ta’ala, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam taurat dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadi tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya: tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang kafir (dengan kekuatan-kekuatan orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengejerkan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.

(Al-Fath 9 [48]:29). Firmannya, “Bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampong halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (Al-Hasyr [59]:8).

Ayat tersebut di atas dan ayat-ayat lainnya menunjukkan sanjungan Allah terhadap para sahabat dan anjurannya bagi orang-orang yang beriman agar mencintai mereka (karena Allah), mendoakan mereka dengan baik.
Mereka berbeda-beda, sebagian lebih tinggi derajatnya daripada yang lain. Orang-orang yang paling tinggi derajatnya di antara mereka adalah orang-orang yang mengikuti  Bai’atur Ridwan dan semua orang yang beriman sebelum penaklukan Mekah. Mereka telah menginfakkan harta di jalan Allah dan berperang untuk menegakkan agamanya-nya Allah Ta’ala berfirman, “Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Al-Hadid [57] : 10).
Abu said Al-Khudri Rodiallah Huanhu meriwayatkan bahwa ada perseteruan antara Abdurrahman bin Auf dan Khalid bin Al-Walid, lalu Abdurrahman dicela oleh Khalid. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَه
“Janganlah kalian mencelah seorang pun dari sahabatku. Sesungguhnya, andai salah seorang di antara kalian berinfak emas seberat gunug Uhud, itu tidak akan menyamai satu mud (infak) seorang dari mereka ataupun setengahnya”. (HR. Muslim).
Dalam Hadits tersebut teradapat petunjuk bahwa orang yang masuk Islam sebelum penakhlukan Mekah dan sebelum perjanjian Hudaibiyah, seperti Abdurrahman bun Auf, lebih utama daripada orang yang masuk Islam setelah perjanjiannya Hudaibiyah dan penaklukkan Mekah, seperti Khalid bin Al-Walid.
Bila kondisi Khalid Al-Walid dan sahabat lain yang masuk Islam semasa dengannya atau setelahnya dibandingkan dengan Abdurrahman bin Auf dan orang-orang yang lebih dulu masuk Islam adalah seperti yang disebutkan dalam hadits tadi, lantas bagaimana kondisi orang yang hidup setelah masa sahabat dibandingkan dengan sahabat? Dalam Shahih Muslim, disebutkan sebuah riwayat dari jabir Rodiallah Huanhu. Ia berkata, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda
لا يد خل النار أحد بايع تحت الشجرة
“Tidak seorang pun yang berbaiat di bawah pohon (Baiatur Ridwan) akan Masuk Neraka”.

Dalam hadits Imran bin Hushain, disebutkan bahwa nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

خير الناس قرنى شم الذين يلو نهم
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian orang-orang setelah mereka”.
Imran berkata, “Saya tidak tahu, beliau menyebut dua ataukah tiga generasi setelah generasi beliau”.
Ahlussunnah berpendapat bahwa mencintai sahabat merupakan sebagian dari agama, iman, dan ihsan. Karena, sikap ini sebagai kepatuhan kepada nash-nash yang menunjukkan keistimewaaan mereka; bahwa membenci mereka merupakan kemunafikan dan kesesatan lantaran ini bertentangan dengan nash-nash tersebut.
Meskipun demikian, orang-orang mencintai sahabat tidak melampaui batas dalam mencintai mereka atau pun salah seorang di antara mereka. Karena, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu”. (An-Nisa’ [4]:171).
Ahlussunnah tidak menyalakan salah seorang dari sahabat dan tidak terlepas dari dirinya. Untuk itu, ada statemen dari sejumlah salaf seperti Abu Said Al-Khudri, Hasan Al-Basri, dan Ibrahim An-Nakhah’o bahwa mereka mengataskan, “Persaksian (syahadat) adalah bid’ah dan belepas diri (bara’ah) adalah bid’ah”. Maknanya, bersaksi atas seorang muslim tertentu bahwa ia kafir atau termasuk penghuni neraka tanpa ada dalil yang mengarah pada vonis tersebut, maka ini adalah bid’ah. Dan, berlepas dari sebagian sahabat juga bid’ah.
http://aliransyiah.com/kewajiban-menolak-kalangan-rafidhah-dan-nawashib/

HUKUM MENGIKUTI MADZHAB SYIAH

Soal:
Sebagian orang memandang bahwa agar ibadah dan muamalah seorang muslim benar, ia harus mengikuti salah satu madzhab dari empat madzhab yang sudah populer. Dan tidak termasuk madzhab Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah. Apakah anda yang mulia setuju dengan pendapat ini secara mutlak, sehingga anda melarang orang mengikuti madzhab Syiah Imamiyah dan 12 imam mereka, Misalnya?

Jawab:
Seorang muslim wajib mengikuti apa yang datang dari Allah dan Rasulnya bila ia mampu mengambil hukum sendiri. Jika ia tidak mampu melakukan itu, ia mesti bertanya kepada ulama tentang persoalan agama yang sulit bagia, serta memastikan ulama yang paling mengetahui kesimpulan masalah tersebut untuk bertanya kepadanya secara lisan maupun tulisan.

Seorang muslim tidak boleh mengikuti madzhab Syiah Imamiyah, Syiah Zaidiyah ataupun ahli bid’ah semisal mereka, seperti Khawarij, Mu’tazilah, Jahmiyah dan selain mereka.
Adapun afiliasi seorang muslim kepada sebagian dari empat madzhab yang telah dikenal, tidak adalah masalah dalam hal ini selama ia tidak fanatic kepada madzhab yang ia ikuti, serta tidak menyelisihi dalil demi kefanatikannya.
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Dimah lil Buhuts wal Ifta’, I : 153)