orang Syiah mengenai siapakah sahabat yang paling alim antara Abu Bakar dengan Ali bin Abi Thalibradhiyallahu anhuma? Syiah meyakini bahwa yang paling alim adalah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Kita meyakini Abu Bakar radhiyallahu anhu yang paling alim di antara para sahabat -dengan tidak mempertentangkan antara Abu Bakar dengan Ali bin Abi Thalib-, karena mereka berdua bersahabat dan sama-sama berjuang membela Nabi-.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah, "Sesungguhnya Allah memberi pilihan kepada seorang hamba antara dunia dengan apa yang ada di sisiNya, maka ia memilih apa yang ada di sisi Allah" Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhumenangis. Saya pun bergumam, "Apa yang membuat orang ini menangis? Ketika Allah memberi pilihan kepada seorang hamba antara dunia dan apa yang ada di sisiNya, lalu ia memilih apa yang ada di sisi Allah" Setelah itu (akhirnya kita tahu) bahwa Rasulullahshallallahu alaihi wasallam adalah hamba tersebut dan yang paling alim di antara kami adalah Abu Bakar. Nabi bersabda, "Jangan menangis, sesungguhnya orang yang paling kupercaya dalam hal persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya saya ingin memilih kekasih dari umatku ini tentu saya akan memilih Abu Bakar, akan tetapi ukhuwah islamiyah dan hubungan cinta. Jangan sisakan di masjid ini ada pintu yang terbuka, kecuali pintunya Abu Bakar." (No. 466, Bab al-Khaukhah wa al-Mamarru fi al-Masjid)
Ahlul Bait mengetahui kapan Rasulullah akan wafat?
Seorang facebooker Syiah berkomentar,"hahahaha......cuma karena dalil begitu di bukhari terus dibilang paling pinter..bhuakakak...???!!! para ahlulbaitnya sudh tau kapan Rasulullah wafatsebelum beliau mengucapkannya kepada siapapun"
Padahal dalam Al-Qur'an kita diajarkan oleh AllahSubhanahu wa ta'ala bahwa tidak ada satupun yang mengetahui hal ghaib (yang tidak bisa dijangkau oleh panca indera) kecuali Allah sendiri. Sesuai dengan firman Allah
"Dan di sisiNya terdapat kunci-kunci hal yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia" (QS. Al-An'am: 59)
Mengenai hal-hal ghaib yang diketahui oleh Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam maka itu adalah wahyu yang Allah wahyukan kepada Rasulullah, dan ini pun terbatas, tidak semua hal ghaib diketahui oleh Rasulullah, apatah lagi dengan Ahlul Baitnya.
Facebooker Syiah menjawab, "hahahahaha...kan Allah membukakannya kepada Rasul dan Ahlulbaitnya. jadi keghaiban yang bisa mereka lihat karena Allah, bukan mereka sendiri"
Orang Syiah tersebut melanjutkan jawabannya,"Ahlulbaitnya tahu, sebab mereka adalah Imam-imam penerus Rasulullah....itu kan keyakinan Syiah,...kalo kalian ga percaya ya sudah...makanya kalian lebih mengikuti orang2 yang banyak kesalahan ketimbangyang ma'shum"
(NB: Apa yang diucapkan/ dicelotehkan oleh facebooker syiah ini adalah akidah asli Syiah seperti yang terdapat dalam buku pedoman dakwah IJABI, 40 Masalah Syiah, Bab Imam Mengetahui Hal yang Ghaib, karya Emilia Renita Az, istri Jalaluddin Rakhmat. Khawatir orang Syiah berkilah seperti yang disinggung oleh KH. Tengku Zulkarnain dalam opini Republika, 13/11/2012, "Di Indonesia dan negara lain, didapati para pengikut Syiah itu pandai berkelit. kalau ada hasil kajian dari kitab-kitab Syiah yang didapati menyimpang, mereka akan katakan bahwa kitab itu tidak muktabar. Jika kemudian dilakukan kajian lapangan dan didapati penyimpangan, mereka akan katakan bahwa itu adalah tindakan orang-orang jahil.")
Pertanyaan kita, sejak kapan Ahlulbait nabi mendapat wahyu dari Allah? Mereka juga manusia seperti sahabat-sahabat Nabi yang lain. Ahlul bait nabi bukanlah kumpulan para nabi yang Allah bisa wahyukan kepada mereka firman-firmanNya. Dan tentunya kita lebih mengikuti ayat 59 surat Al-An'am di atas ketimbang apa yang diyakini oleh Syiah yang kita juga tidak tahu bersumber dari mana keyakinan itu.
Ahlulbait penyampai tunggal ajaran Rasul?
Begitu rapuhkah pendidikan Rasulullah sehingga hanya mampu mewariskan agama ini hanya kepada ahlulbaitnya? Apakah kita membatasi agama ini hanya kepada beberapa orang saja? tentu tidak. Karena jika begitu, Nabi Nuh alaihis salam lebih berhasil daripada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Padahal kita tahu Nabi Muhammad adalah sayyidul mursalin,penghulu para rasul. Seorang Nabi pejuang yang Allah siapkan bersamanya tentara-tentara tangguh yang rela bermandian keringat dan darah. Rela mengorbankan jiwa dan harta demi membela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa aalihi wasallam.
Sebagai
konsistensi kami menyingkap hakikat agama rafidhah (Syiah) yang berdiri di atas
pondasi celaan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarga beliau
yang suci, pada edisi ini kami ketengahkan salah satu riwayat nista yang
seharusnya setiap penganut Syiah berpikir dan merenung tentang dirinya dan
hakikat agamanya yang sesungguhnya tidak dia pahami. Sebagaimana Syi’ah telah
menista fathimah radhiyallahu ‘anha seperti yang telah kami hadirkan pada edisi
yang lalu, pada edisi ini kami singkapkan satu kejahatan Syiah terhadap Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kepada putri beliau radhiyallahu ‘anha
sekaligus.
Dalam
kitab-kitab Rafidhah disebutkan sebuah riwayat nista yang menjijikkan yang
mereka akui berasal dari Imam mereka Al-Baqir dan Ash-Shadiq,
أن
النبي صل الله عليه وسلم كان لا ينام حتى يقبل عرض وجنة فاطمة أو بين ثدييها
“Bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pergi tidur sampai beliau mencium
bagian tengah, dan pipi fathimah, atau antara kedua payudaranya.”
Dalam
riwayat lain dalam kitab mereka juga,
حتى
يضع وجهه بين ثدييها
“Sampai
beliau meletakkan wajahnya di antara kedua payudaranya (Fathimah).”
(Manaqibu Ali bin
Abi Thalib, Ibnu Syahraasyub (III/14), Biharul Anwar, Al-Majlisi (XXXIV/41, 55,
78), Majma’un Nuraini, al-Marnadi (30), Kasyful Ghimmah, al-irbily (III/95),
al-Lum’at al-Baidha’, at-Tibrizy al-Anshariy (53))
Berikut
riwayat teks tersebut secara lengkap,
عن
حذيفة كان النبي صل الله عليه وأله وسلم لا ينام حتى يقبل عرض وجنة فاطمة أو بين
ثدييها وعن جعفر بن محمد علبه السلام لا ينام حتى يضع وجهه الكريم بين
ثديي فاطمة
“Dari
Hudzaifah, adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam tidak tidur hingga
mencium bagian tengah, dan pipi Fathimah, atau mencium bagian di antara kedua
payudaranya. Dan dari Ja’far bin Muhammad ‘alaihis salam dia berkata, Adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, tidak tidur hingga meletakkan
wajahnya yang mulia di antara kedua payudara Fathimah.”
Berikut
scan kitab ulama Syiah tersebut:
Sesungguhnya
Rafidhah telah membuat kita heran dengan tindak tanduk mereka. Kadang mereka
mengangkat kedudukan Ahlulbait sedemikian rupa, meninggikan mereka melebihi
manusia, tetapi kadang justru merendahkan kedudukan mereka hingga mengatakan
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menciumi putri beliau, Fathimah
radhiyallahu anha, tiap hari; padahal beliau wanita baligh dan berakal.
Kemudian lihatlah bagaimana mereka mengatakan tempat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam meletakkan wajah beliau yang mulia?!
Entah
akal bagaiamana yang dapat membenarkan perbuatan menjijikkan ini, menyelisihi
fitrah, dilakukan oleh seorang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang
telah mengajarkan kepada umatnya akhlak-akhlak terpuji, adab-adab Islam yang di
antaranya ialah perintah untuk memisahkan tempat tidur anak-anak kita antara
anak laki-laki dan perempuan. Jika seperti ini mereka memperlakukan Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak aneh mereka mengatakan yang aneh-aneh dan
lancang tentang Ali dan Fathimah radhiyallahu ‘anhuma, padahal mereka sama
sekali tidaklah demikian!!!
Berdasarkan
riwayat nista ini, dan manhaj tarbiyah yang rusak lainnya, seorang rujukan
Rafidhah, Ayatullah As-Sayyid Hasan al-Ibthahiy, ayah presiden Iran terdahulu,
Khatami, berfatwa di websitenya pada fatwa nomor 456, menjawab pertanyaan
seorang gadis sebagaimana berikut:
“Saya
adalah seorang gadis, usia saya 15 tahun, ayah saya seorang laki-laki yang
sangat agamis, saya mengenakan hijab yang sempurna di luar rumah,
walhamdulillah. Akan tetapi, ayahku, sering menciumku di antara kedua dadaku,
atau mencium bibirku, kadang-kadang memelukku dari belakang dan menciumi
leherku.
Saya
katakan kepadanya, ‘Bukankah ini perbuatan haram?’ Ayah berkata kepadaku, ‘Itu
haram jika dilakukan dengan syahwat, sementara aku melakukannya kepadamu dengan
kasih sayang seorang bapak, karena Rasulullah Muhammad mencium putrinya,
Sayyidah Fathimah di lehernya, dan di antara kedua dadanya, mencium bibirnya,
dan mengulum lidahnya; apakah Rasul berbuat keji kepada putrinya? Tidak. Jika
Rasul melakukan yang demikian, maka itu adalah rukhshah bagi setiap bapak untuk
melakukannya terhadap putrinya.’ Ayah saya juga berkata, ‘Saya tidak menyentuh
aurat, yaitu qubul dan dubur, maka setiap yang
bukan aurat boleh dilihat, disentuh atau dicium.’ Dia juga mengatakan bahwa
beliau melakukannya, juga karena kekhawatirannya terhadap godaan para pemuda,
maka dia kehilangan perasaan cinta dan kasih sayang dalam rumah.’ Apakah yang
dilakukan oleh ayahku itu halal ataukah haram? Dan jika haram, bagaimanakah
Rasul melakukannya terhadap putrinya, sayyidah Fathimah az-Zahra’. Terima kasih
atas situs yang bermanfaat ini.
Berikut
jawaban mufti tersebut:
‘Wa’alaikumussalam…. Sesungguhnya
perbuatan ayahmu itu boleh dengan syarat sesuai dengan yang telah dia ucapkan.
Dan itu ada dalam hatinya, dan janganlah berprasangka buruk kepadanya..’.”
Jika
anda seorang Rafidhah dan meragukan apa yang saya sampaikan ini, tidak ada yang
dapat dilakukan kecuali masuk ke situs tersebut dan membaca fatwa no. 465.
Demikianlah
agama Rafidhah (Syi’ah), dan ini hanya salah satu penistaan mereka terhadap
diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. setelah itu mereka berkoar-koar
mencintai beliau, mencintai ahlulbait beliau dengan penuh kebohongan dan
kepalsuan.
Catatan:
Gambar scan kitab Syiah dan scan fatwa situs Ibtahi di atas adalah tambahan dari
redaksi lppimakassar.com
Sumber:
Majalah Islam Internasional Qiblati, Ramadhan 1433 H, Agustus 2012, Edisi 10
th. VII, hal 76-77.
Imam Malik pernah mengucapkan satu perkataan yang sangat masyhur, “Semua perkataan bisa diterima atau ditolak, kecuali perkataan pemilik kubur ini” sembari menunjuk ke arah kuburan Nabi Muhammad saw.
Termasuk perkataan dan pendapat yang ingin mempersatukan Sunni-Syiah, bisa diterima dan bisa juga ditolak, menurut kami itu perlu melalui pertimbangan dan penelitian yang matang. Salah satu indikasinya adalah penyimpangan Syiah dari ajaran Islam yang murni sudah terlalu parah, buktinya, di antara 10 kriteria aliran sesat versi MUI, Syiah masuk ke dalam tujuh poin, padahal kalau satu poin saja sudah bisa divonis menyimpang bahkan sesat.(lihat http://lppimakassar.blogspot.com/2012/02/10-kriteria-aliran-sesat-versi-mui.html)
Tidak hanya itu, Depag sejak dahulu telah mengeluarkan surat edaran nomorD/BA.01/4865/1983 pada 5 Desember 1983, dengan tegas menyatakan Semua itu (paham Syiah) tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Ditambah Fatwa MUI yang merekomendasikan untuk mewaspadai paham Syiah.
Kadang bahkan selalu fatwa ini dipahami bahwa ini bukan fatwa yang memvonis sesat paham Syiah. Namun bagi kami, ungkapan meningkatkan kewaspadaan jelas bermakna WARNING (peringatan). Ajaran Syiah dianggap berbahaya, maka umat islam diingatkan agar waspada oleh MUI. Kalau ajaran Syiah lurus dan sah sesuai syariat Islam, tidak mungkin umat akan diberi peringatan agar waspada oleh MUI.
Ahlus Sunnah di Iran
Tentang kehidupan Ahlus Sunnah di Iran yang dikatakan tenang dan bebas perlu diteliti kembali, karena data-data yang kami dapatkan menunjukkan kebalikannya, banyak masjid Sunni yang disita dan dihancurkan dan para ulama Ahlus Sunnah dipenjara dan dibunuh. Di antara masjid-masjid itu adalah Masjid Sunnah di Baah Waz, Masjid Turbat Jam, Masjid Syaikh Faidh, Masjid Nakur di kota Jabhar di daerah Balusytan dan sampai sekarang tidak ada Masjid Sunni yang diizinkan berdiri di Teheran.
Para ulama Ahlus Sunnah banyak yang diracun, dipenjara, disiksa dan dibunuh,, di antaranya Syekh Maulawi Abdul Aziz Surbazy, Syekh Abdul Wahab Khofi, Syekh Qudratullah Ja’fari, Syekh Nashir Subhani, Dr. Mudho Faryan, Syekh Ahmad Mufti Zaadah, Syaikh Abdus Sattar Bazar Kazadah dan masih banyak lagi. (silakan dilihat di Kedholiman Syi’ah Terhadap Ahlus Sunnah di Iran, LPPI, Jakarta, 1999)
Adapun klaim tentang Hamas yang Sunni yang di-back up dengan senjata dan finansial oleh Iran perlu diteliti dengan data yang valid.
Perbedaan Prinsipil Sunni-Syiah
Kalau kita masuk ke rumah-rumah penduduk warga Iran atau bahkan langsung ke tempat percetakan Al Quran di Iran, kita akan dapati Al Quran yang sama dengan kita dan tidak ada bedanya sama sekali. Namun betulkah mereka meyakini keaslian Al Quran yang ada sekarang?
Adanya kitab Fashlul Khithab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab (kata pemisah untuk menegaskan terjadinya perubahan pada Kitab Tuhannya para Tuhan) yang ditulis oleh ulama Syiah merupakan bukti bahwa mereka tidak meyakini keaslian Al Quran, di dalam kitab itu terdapat banyak contoh perubahan ayat-ayat Al Quran. (lihat daftarnya di buku “Mengapa Kita Menolak Syiah” terbitan LPPI Jakarta), bahkan dalam muqaddimah kitab itu penulisnya mencantumkan tidak kurang dari 30 nama ulama Syiah yang mendukung pendapatnya!, kemudian bagaimana menilai kondisi di Iran sekarang yang Al Qurannya sama dengan kita?, untuk menjawab ini mari kita simak penuturan ulama Syiah yang lain.
Al Kirmani mengatakan, “Terjadi perubahan dan pengurangan pada Al Quran!, Al Quran yang terjaga itu tidak ada melainkan ada pada Al Qa’im (Imam mahdi), dan Syiah itu terpaksa membaca Al Quran ini (Al Quran sekarang) sebagai bentuk taqiyyah (menyembunyikan yang diyakini) dari perintah keluarga Muhammad alaihis salam” (Al Kirmani, Ar Radd ‘ala Hasyim Asy-Syami, hal 13, cet Iran)
Tentang sahabat, bohong jika dikatakan bahwa orang Syiah tidak mencela sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw, Sebagai contoh, kuburan pembunuh Umar sangat diagung-agungkan, bangunan kuburannya seperti istana, bahkan ia dijuluki Pahlawan Pembela Agama, bukankah ini bukti konkret akan bencinya mereka terhadap Umar bin Khattab?
Al Majlisi berkata, “Perkataan alaihis salam ‘huma/ mereka berdua’ adalah Abu Bakar dan Umar, dan yang dimaksud dengan ‘Fulan’ adalah Umar, artinya Jin yang disebutkan di dalam ayat adalah Umar, dia dinamakan demikian karena dia merupakan setan, baik ia menyerupai setan karena ia anak zina atau karena makar dan tipu dayanya seperi setan, dan yang terakhir mengandung kebalikannya, yaitu yang dimaksud dengan ‘Fulan’ adalah Abu Bakar!!!” (Mir’aatul ‘Uquul, jilid 26, kitab Ar Raudhah, hal 488) bukankah ini bukti bahwa orang Syiah sangat membenci Abu Bakar dan Umar bin Khattab RA?
Ni’matullah Al Jaza’iri berkata, “Di Zaman Nabi Shallallahu alaihi wa aalihi, Utsman termasuk orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kemunafikan! ” (Al Anwar An Nu’maniyyah, jilid 1, hal 81)
Lebih dari itu, dalam acara-acara asyura mereka yang diadakan di Makassar juga di tempat lainnya mereka sangat mendiskreditkan sahabat (baca, Fajar, Selasa, 29 Des 2009)
Tentang Nikah Mut’ah MUI sudah memfatwakan keharamannya (silahkan lihat alasan dan dalil lengkapnya di Himpunan Fatwa MUI, tahun 2010, hal 350-355). Nabi Muhammad saw bersabda, “Wahai manusia, aku pernah membolehkan kamu melakukan mut’ah dengan wanita. Kemudian Allah telah mengharamkan hal itu sampai hari kiamat” (HR. Muslim)
Olehnya, sangat baik jika ada ayatullah yang berpendapat bahwa dalam konteks Indonesia tidak ada alasan untuk melegalkan Nikah Mut’ah, namun bagaimana dengan fakta yang terjadi di lapangan, Beberapa mahasiswi di Makassar sudah melakukan Nikah Mut’ah, bahkan salah satu di antara mereka mengatakan bahwa yang meninggalkan Nikah Mut’ah bisa termasuk golongan kafir! (lihat Skripsi Mahasiswa Fakultas Psikologi UNM tahun 2011 “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” hal 59)
Penulis pernah mendapatkan tarif Nikah Mut’ah di internet (http://www.eramuslim.com/berita/dunia/tarif-nikah-mut-ah-di-iran.htm) apakah ini mengindikasikan bahwa Nikah Mut’ah mudah dilakukan di Iran atau tidak. Wallahu a’lam
Shalat di belakang orang Syiah menurut Dr. Muammar Bakry adalah sah, namun menurut Ulama besar Islam Al Qadhi Abu Yusuf (w. 182 H) itu tidak sah, beliau mengatakan, “Saya tidak Shalat di belakang seorang Jahmiyah, Rafidhi (Orang Syiah), dan orang Qadariyah” (Syarhu Ushuul I’tiqaadi Ahlus Sunnah, jilid 1, hal 178), Imam Bukhari juga memandang demikian (Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, hal 125)
Terakhir, Jika ingin dijabarkan lebih jauh kita akan menemukan perbedaan-perbedaan prinsipil antara Sunni dengan Syiah yang begitu banyak, perbedaan-perbedaan itu diungkap untuk menjaga aqidah umat Islam supaya tidak disusupi dengan aqidah yang rusak, karena jika aqidah rusak seluruh amalan tertolak. Hal ini dilakukan untuk memperjelas mana yang haq/ benar dan mana yang bathil/ salah, dan agar keduanya tak bercampur menjadi satu, bukan justru dikaburkan. Sunni dan Syiah akan bisa bersinergi untuk membangun peradaban Islam jika Syiah benar-benar berhenti menyakiti perasaan keagamaan kita. Apa yang terjadi sekarang ini di Suriah menunjukkan bahwa jika mereka kuat tidak akan bertoleransi dengan kita.Wallahu a’lam
Oleh: Muhammad Istiqamah, Mahasiswa Semester 6 Jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh, STIBA Makassar
Sejauh pengamatan saya, isu Syiah dan Ahlussunnah wal Jama’ah (selanjutnya disebut Sunnah) di Indonesia selama ini, sebenarnya tidak dipengaruhi secara langsung kondisi objektif ketegangan Sunnah-Syiah di Timur Tengah. Kasus-kasus Indonesia hakikatnya dipicu oleh provokasi buku-buku dan ceramah.
Seperti sudah difahami, bahwa karakter Syiah sangat identik dengan kritikan terhadap para pembesar sahabat (Amirul Mukminin) dan isteri Nabi saw (Ummul Mukminin) -- yang secara terbuka sering dicerca. Prinsip doktrin yang menganggap para sahabat Nabi yang agung sebagai perampas hak kekhilafahan Ali, kemudian berujung dan berlarut-larut meneruskan tradisi kritik, kecaman, bahkan hinaan terhadap para sahabat dan istri Nabi saw.
Kondisi alami “Syiah” seperti ini perlu dipahami, agar solusi yang diberikan pun bukan bersifat basa-basi. Apalagi, dunia semakin terbuka. Informasi semakin bebas beredar. Ketersinggungan pihak Sunni saat ajaran-ajaran dasar dan tokoh-tokohnya dicerca juga perlu dimaklumi. Bukan hanya melihat dari aspek kebebasan beragama dan berendapat saja. Apalagi ini berkaitan dengahn masalah agama, yang bagi kebanyakan masyarakat Muslim sudah dianggap sebagai perkara hidup-mati.
Yang lebih menyinggung perasaan kaum Sunni adalah banyaknya buku-buku Syiah yang mendekonstruksi ajaran-ajaran dasar Sunni, tetapi menggunakan sumber-sumber kaum Sunni. Hanya saja, setelah diperiksa, memang ditemukan daftar pustakanya, namun setelah dicermati lebih jauh, ternyata sumber-sumber itu diselewengkan isi dan maknanya. Inilah yang membuat kaum Sunni terus menjadi cemas dan masalah ini menjadi semacam “bara dalam sekam” yang suatu ketika bisa meledak seperti kasus di Sampang, pada akhir tahun 2011.
Setelah kasus Sampang tersebut, semua pihak, baik Sunni maupun Syiah harus berusaha mencari solusi, agar kasus serupa itu tidak terjadi. Apalagi, As’ad Said Ali (Wakil Ketua Umum PBNU), menulis banyaknya lulusan Qum Iran, yang pulang ke Indonesia, dan kemudian mendirikan Yayasan-yayasan Syiah, melakukan mobilisasi opini publik, penyebaran kader ke sejumlah partai politik dan upaya membuat lembaga Marja’iyati Taqlid seperti di Iran menjelang revolusi. (www.nu.or.id, judul “Gerakan Syiah di Indonesia”, 30/05/2011).
Saat mengikuti kursus PPSA XVII Lemhannas RI, ada seorang peserta diskusi yang mengajukan pertanyaan, apakah benar Syiah bisa menerima Pancasila dan NKRI seperti Ahlu Sunnah (Aswaja) yang diwakili dua ormas besar yakni NU dan Muhammadiyah? Itu mengingat konsep imamah yang absolut tidak memungkinkan penerimaan ideologi apa pun di dunia ini, kecuali menerima keniscayaan pemerintahan model imamah?
Perlu dipahami, bahwa untuk menyelesaikan atau mendamaikan masalah Syiah di Indonesia tidaklah mudah. Itu terkait dengan adanya perbedaan mendasar dalam ajaran Sunni dan Syiah. Dalam disertasi saya di IAIN Sunan Ampel Surabaya – sudah diterbitkan menjadi buku berjudul “Dari Imamah Sampai Mut’ah” (2004), saya mengingatkan perlunya Indonesia belajar dari kasus Sunni-Syiah yang terjadi di berbagai negeri Muslim lainnya. Pada 4 Juli 2003, di Pakistan, terjadi serangan bom yang menewaskan 47 orang dan mencederai 65 orang lainnya. Berikutnya pada 2 Maret 2004, terjadi serangan yang menewaskan 271 warga Syiah dan melukai 393 lainnya. Kasus-kasus seperti ini juga terjadi di negara-negara Muslim lainnya.
Di samping adanya perbedaan dalam berbagai ajaran dalam soal aqidah, satu masalah yang akan menjadi problema pelik di tengah masyarakat adalah disahkannya perkawinan mut’ah (nikah temporal). Dalam nikah jenis ini, seorang wanita bisa berpasangan mut’ah dengan berbagai laki-laki. Status anak-anak dalam perkawinan jenis ini pun bisa bermasalah. Biasanya pihak Syiah akan menyalahkan Umar bin Khatab karena telah berani melarang nikah mut’ah yang pernah dihalalkan oleh Nabi saw.
Padahal, faktanya tidak demikian. Umar bin Khatab justru melaksanakan ketetapan dari Nabi sendiri. Keputusan Umar itu pun juga disetujui oleh Ali bin Abi Thalib. Sebab, Ali adalah mustasyar (penasehat) pada pemerintahan Umar. Sampai-sampai Umar pernah menyatakan, “Tanpa keterlibatan Ali, gagallah Umar.” Nikah jenis ini mutlak haram bagi kaum Sunni dan sebagian kelompok Syiah (Zaidiyah) yang mendekati Sunni.
Begitulah, jika kita ingin membangun ukhuwah, maka perlu diperhatikan benar masalah-masalah mendasar dalam soal keagamaan ini. Hal-hal yang menimbulkan sensitivitas pihak lain, perlu dihindari. Sebaiknya, kaum Syiah sebagai minoritas di negeri Indonesia, bisa menahan diri untuk tidak bersifat agreasif dalam menyebarkan ajaran mereka, disertai dengan menyerang dan melecehkan ajaran-ajaran pokok kaum Sunni. Faktanya, kita tidak hanya bisa mendasarkan pada aspek kebebasan semata. Mudah-mudahan umat Islam Indonesia mampu mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi, baik masalah eksternal maupun internal mereka. Amin. (***).
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah yang hanya menerima amal ibadah hamba yang aqidah dan ibadahnya sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw, Shalawat serta salam untuk sang Nabi pejuang aqidah islamiyah, Nabi yang kita yakini ajaran kebenarannya, Nabi yang kita harapkan syafaatnya kelak di hari kiamat yang tentunya didapatkan dengan izin Allah.
Sudah menjadi sunnatullah dalam kehidupan dunia ini kebenaran dan kebathilan akan terus berperang hingga pada akhirnya peperangan itu dimenangkan oleh pengusung dan pejuang kebenaran. Keduanya sudah ada sejak diciptakannya manusia dan jin yaitu Adam alaihis salam sebagai pengusung kebenaran dan Iblis sebagai pengusung kebathilan, peperangan al haq dan al bathil telah melewati masa yang panjang sepanjang umur dunia ini dengan dua cara berperang, perang hakiki dengan terjun di medang pertempuran fisik dan perang majazi yaitu perang pemikiran (Ghazwul Fikri).
Paragraf di atas ini tidaklah menjelaskan bahwa kita cinta peperangan dan perselisihan. Sungguh tidak, namun itulah sunnatullah kehidupan di dunia ini dan tidak akan ada yang dapat merubah ketetapan Allah itu. Yaitu adanya penantang-penantang kebenaran, penantang-penantang syariat agama Allah, Dan ini, bukan berarti Allah ridha akan perpecahan dan perselisihan, sama sekali tidak, ketetapan Allah yang telah menakdirkan umat Islam ini berpecah-pecah hanyalah untuk menguji kita, siapa yang bisa bertahan di tengah banyak tawaran akidah rusak itu dan ketika ia sudah mendapatkan hidayah dari Allah dengan akidah yang benar, Allah akan mengujinya apakah ia termasuk yang memperjuangkannya atau termasuk yang mengaburkannya.
Justru karena cintanya kita akan kedamaian dan persatuan untuk kebangkitan umat Islam di masa yang akan datang, kita melakukan ini, memperjuangkan kemurnian akidah yang dulu dibawa dan menjadi misi Rasulullah saw, karena kita semua yakin bahwa dua akidah yang berbeda tidak akan pernah bisa bersatu dalam satu payung agama! Apalagi tiga, empat, lima akidah yang berbeda.
Bersatu berpadu dan berukhuwah tidak mungkin dalam ranah akidah yang berbeda.
Justru akidah sempalan itulah yang mengacaukan indahnya persatuan umat Islam yang dulu di bawah satu akidah islamiyah yang benar, akidah palsu itulah yang meruntuhkan kejayaan umat Islam dan menghilangkan wibawanya di mata umat-umat yang lain.
Hidup tak akan tentram jika satu konsep keberagamaan dalam menjalani kehidupan ini tidak disepakati oleh semua pihak. Jika masing-masing sekte mempunyai cara pandang sendiri mengenai keyakinannya tentang Allah, tentang Rasulullah saw, tentang sahabat-sahabat Rasulullah saw, tentang al Quran, dan tentang semua rukun Iman dan rukun Islam bagaimana kita akan menjalani hidup dengan tentram dan damai kemudian bersatu padu dalam satu barisan memperjuangkan agama Allah?
Rasulullah saw tidak pernah menyampaikan solusi gila di tengah perbedaan tajam umat ini seperti yang ditawarkan oleh orang-orang yang mengaku cendikiawan muslim yang menginginkan penyatuan semua sekte-sekte itu tanpa melihat bagaimana akidah mereka.
Rasulullah saw pernah menyampaikan solusi yang sangat baik, solusi yang datang dari wahyu ilahi yang mengetahui kondisi umat saat ini, yang mengetahui kemaslahatan umat Islam untuk kejayaannya di masa yang akan datang.
Suatu ketika Rasulullah saw mengabarkan suatu kondisi yang akan menimpa umatnya di masa yang akan datang, beliau mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlu kitab telah berpecah belah menjadi 72 golongan, sesungguhnya umat islam akan berpecah belah menjadi 73 golongan, 72 golongan tempatnya di dalam neraka dan hanya satu golongan di dalam surga, yaitu al jama’ah” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Al Hakim dan Ad Darimi). Dalam riwayat lain disebutkan, “Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku berjalan di atasnya” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
Ketika menyebutkan takdir dan ketetapan Allah yang beliau dapatkan informasinya dari langit yang ketujuh tidaklah dalam rangka meridhainya dan menyetujuinya. Jikalau begitu niscaya Rasulullah saw tidak memvonis 72 golongan dengan Neraka!, cobalah para cendikiawan berfikir bijak untuk kemaslahatan umat sebagaimana Rasulullah saw bersikap arif dalam masalah perpecahan ini.
Seruan dari para “cendikiawan” untuk menyatukan seluruh umat yang berkiblat ke ka’bah dalam shalatnya tanpa melihat separah dan serusak apa akidahnya adalah sama saja dengan membiarkan mereka dalam kesesatan dalam waktu yang lama, berjuanglah sebagaimana Rasulullah saw berjuang menegakkan agama ini, membersihkan manusia dari segala bentuk penyakit pemikiran dan pemahaman yang menyimpang.
Berukhuwah dengan Syiah
Syiah sebagai salah satu sekte dalam Islam tidaklah mungkin hidup berdampingan dan damai bertetangga dengan kaum Muslimin. Kaum Muslimin seluruh dunia menghormati sahabat-sahabat Nabi saw sebagai panutan mereka dalam beragama, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah saw lewat hadis di atas untuk menghindari perpecahan, sedangkan Syiah menjadikan sahabat-sahabat Nabi sebagai tujuan pencaci-makian, pelaknatan dan sumpah serapah.
Jika pun seandainya terjadi, maka ukhuwah yang akan dijalin adalah ukhuwah palsu dan persaudaraan semu dengan topeng taqiyah (sikap munafik). Tidak pernah tercatat dalam sejarah perjalanan panjang agama Islam adanya suatu komunitas kehidupan yang damai dan tentram jika berdampingan dan hidup di dalamnya orang-orang Syiah.
Nikmatullah Al Jazairi berkata, “Sesungguhnya kami tidak sama dengan mereka dalam malasah ketuhanan, tidak pula nabi, begitu pula Imam, itu karena mereka mengatakan bahwa Tuhan mereka yang Nabinya Muhammad, khalifah setelahnya adalah Abu Bakar!!!”
Ulama Syiah sendiri yang mengakui bahwa Tuhan dan Nabi kita tidak sama, itu mereka katakan karena Khalifah setelah Nabi adalah Abu Bakar.
Orang-orang Syiah sangat benci dengan sahabat-sahabat Nabi, semakin besar jasanya terhadap Nabi maka akan semakin dibenci, seperti Aisyah, istri Nabi sendiri, Abu Bakar, Umar, Utsman dan yang lainnya.
Sahabat di mata kaum Muslimin adalah generasi gemilang, generasi pertama yang mengambil tongkat estafet melanjutkan perjuangan Nabi Muhammad saw. Generasi yang telah dididik dan digodok oleh Rasulullah saw.
Menyatakan keadilan sahabat termasuk di antara akidah umat Islam, karena mencela sahabat merupakan perbutan dosa besar, di tangan merekalah Al Quran dikumpulkan, lewat kegigihan merekalah sabda-sabda dari sang Nabi tetap terjaga.
Merendahkan dan mencaci-maki mereka adalah meragukan Al Quran yang telah mereka kumpulkan dan hadis-hadis yang mereka sebarkan, Jika mereka para sahabat itu pantas dicaci dan dihina, maka bagaimana kualitas keaslian Al Quran dan hadis yang mereka bawa? Juga, menilai sahabat dengan penilain negatif adalah mencela Allah swt yang telah memuji dan menyanjung mereka dengan pujian yang tinggi dan menjamin mereka dengan surga.
Mulut para ulama Syiah tak henti-hentinya mengeluarkan kata-kata yang keji untuk mencela sahabat-sahabat Nabi saw, Dalam kitab mereka “Miftah al Jinan” mirip “Dalail al Khairat”milik orang Sufi, tedapat wirid yang mencela keduanya, bunyinya, “Ya Allah berilah salawat kepada Rasulullah dan ahlu baitnya dan laknatlah dua berhala Quraisy, dua setan mereka, dua thagut mereka dan juga kedua anak mereka berdua” dan yang mereka maksud adalah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Aisyah, dan hafshah radiallahu ‘anhum.
Wirid ini sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid Hasan al Musawi, “Khumaini berdzikir dengannya tiap hari selesai shalat shubuh”
Ni’matullah Al Jaza’iri berkomentar tentang Amirul Mukminin, Umar, “Sesungguhnya Umar ditimpa suatu penyakit pada duburnya yang tidak dapat sembuh kecuali dengan mani laki-laki”
Ali bin Yunus al Bayadhi berkomentar tentang Utsman ra, “Sesungguhnya Utsman termasuk orang yang dipermainkan, dia termasuk khuntsa (seseorang yang mempunyai dua kelamin)”
Ibnu Rajab Al Bursi berkomentar tentang Ummul Mukminin, Aisyah, Istri Sayyidul Mursalin, “Sesungguhnya Aisyah mengunmpulkan empat puluh dinar pengkhianatan”
Kebencian orang Syiah sampai pada tahap memberi nama anjing-anjing mereka dengan nama “Abu Bakar” dan “Umar” ra, sekarang mereka membunuh di Irak sesuai dengan hawa nafsu mereka, setiap orang yang namanya Abu Bakar atau Umar atau Utsman maka akhir perjalanannya adalah pembunuhan.
Mereka sangat memuliakan Abu Lu’luah al Majusi, si pembunuh Umar, mereka juga menggelarinya dengan Abu Syuja’ (Sang Pemberani), mereka marayakan hari syahidnya (kematian) Umar, Al Qummi berkata, “Sesungguhnya hari dibunuhnya Umar bin Khattab adalah hari raya yang terbesar, hari berbangga, hari penghormatan (kepada pembunuh Umar-pent), hari penyucian yang besar dan hari keberkahan”
Dapatkah kita menerima, orang-orang yang menjadi panutan dan teladan kita itu dicaci dan dimaki oleh orang yang hidup berdampingan dengan kita sedangkan hati kita tidak panas mendengarnya? Kedamaian dan ketentraman yang bagaimanakah yang diimpikan oleh para “cendikiawan” itu?
Jauh-jauh hari sebelum Khomeini mencuci otak pemuda-pemuda kita di Iran dan melalui mereka mengexport revolusi Syi’ahnya ke Indonesia, KH Hasyim Asy’ari (pendiri N.U.) ketika menbuat Qanun Asasi Li Jam’iyah Nahdlatul Ulama, beliau sudah mewanti-wanti agar kaum …Nahdliyyin berpegang teguh dengan aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Syafe’i, Maliki, Hanafi dan Hambali) serta waspada dan tidak mengikuti Madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah. Hal mana karena keduanya adalah Ahli Bid’ah.
Dalam halaman 7 (tujuh) Qanun Asasi tersebut beliau menyampaikan Hadits Rosulillah SAW, yang berbunyi:
“Apabila timbul fitnah atau Bid’ah, dimana Sahabat Sahabatku dicaci maki, maka setiap orang yang berilmu diperintahkan untuk menyampaikan ilmunya (menyampaikan apa yang ia ketahui mengenai kesesatan Syi’ah). Dan barang siapa tidak melaksanakan perintah tersebut, maka dia akan mendapat laknat dari Alloh dan dari Malaikat serta dari seluruh manusia. Semua amal kebajikannya, baik yang berupa amalan wajib maupun amalan sunnah tidak akan diterima oleh Alloh”.
Kemudian di halaman 9 (sembilan) Qanun Asasai tersebut beliau juga berfatwa, bahwa Madzhab yang paling benar dan cocok untuk di ikuti di akhir zaman ini adalah empat Madzhab, yakni Syafe’i, Maliki, Hanafi dan Hambali (keempatnya Ahlussunnah Wal Jamaah).
Selanjutnya beliau berkata; “Selain empat Madzhab tersebut juga ada lagi Madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah, tapi keduanya adalah Ahli Bid’ah, tidak boleh mengikuti atau berpegangan dengan kata kata mereka”.
Adapun mengenai Assawadul A’dhom (golongan terbanyak) sebagai tanda golongan yang selamat dan akan masuk Surga, maka di halaman 9 (sembilan) Qanun Asasi tersebut, KH Hasyim Asy’ari telah mengutib sabda Rosululloh SAW. sbb:
“Ikutlah kalian kepada Assawadul A’dhom (Golongan terbanyak)”
Menanggapi Hadits Assawadul A’dhom tersebut, KH Hasyim Asy’ari berfatwa; “ Karena fakta membuktikan bahwa empat Madzhab, yakni Syafe’i, Maliki, Hanafi dan Hambali (kesemuanya Ahlussunnah Wal Jamaah) tersebut merupakan Madzhab yang paling banyak pengikutnya, maka barang siapa mengikuti Madzhab empat tersebut berarti mengikuti Assawadul A’dhom dan siapa saja keluar dari empat Madzhab tersebut, berarti telah keluar dari Assawadul A’dhom ”.
Dengan adanya fatwa fatwa tersebut diatas, jelas bagi kita bahwa KH. Hasyim Asy’ari sudah berusaha agar kaum Nahdiyyin berpegang teguh dengan empat Madzhab Ahlussunnah serta waspada dan tidak sampai terpengaruh dengan propaganda Syi’ah.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana dengan oknum pengurus N.U. yang sampai sekarang menjadi jurkamnya Syi’ah dan terus berusaha mensyiahkan orang-orang N.U. ?.
Demikian telah kami sampaikan kepada pembaca terutama kepada kaum Nahdliyyin, fatwa fatwa serta himbauan dari Hadrat Asy-Syaih KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama, ayah dari KH. Yusuf Hasyim.
Ketika kaum Muslimin mengalami berbagai gelombang fitnah yang berasal dari arah Timur Madinah, yaitu Irak, maka Syaithan pun mengeluarkan tanduknya untuk memecah belah barisan kaum Muslimin hingga terpisah dari al-Jama’ah.
Fitnah yang pertama kali muncul sumbernya (berasal) dari arah Timur. Fitnah itu sebagai sebab terjadinya perpecahan di antara kaum Muslimin, dan itulah di antara hal yang menyenangkan Syaithan dan menjadikannya bergembira, demikian pula bid’ah-bid’ah muncul dari arah tersebut.
[Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari 13/47, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani]
Tatkala umat terpecah belah pada masa kekhalifahan ‘Aliy Radhiyallahu ‘anhu, maka Syaithan Khawarij mendapatkan (kesempatan) untuk keluar, lantas mereka pun keluar serta mengkafirkan ‘Aliy dan Mu’awiyyah.
[Majmu’ al-Fatawa 19/89, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
“Apakah engkau pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan tentang Khawarij?” ia pun menjawab, “Aku telah mendengar beliau bersabda -sambil berisyarat ke arah Timur-, “Mereka adalah kaum yang membaca al-Qur’an dengan lisan-lisan mereka, namun bacaan mereka hanya sampai kerongkongannya. mereka melesat (keluar) dari agama, sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya.” [Muslim no.1776]
“Apakah engkau pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda tentang Khawarij?” Ia menjawab, “aku mendengar beliau bersabda -sambil mengarahkan tangannya ke arah Irak-, “Dari sanalah akan keluar suatu kaum yang membaca al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongannya, mereka melesat (keluar) dari Islam, sebagaimana melesatnya anakpanah dari busurnya.” [Bukhari no.6422]
Keyakinan mereka terhadap para pemimpin al-Huda dan Jama’ah kaum Muslimin bahwasanya mereka (pemimpin al-Huda dan Jama’ah kaum Muslimin) telah keluar dari keadilan dan sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan. Keyakinan ini diambil oleh yang keluar dari as-Sunnah dari kalangan Rafidhah (Syiah) dan lainnya yang seperti mereka. Kemudian mereka menganggap apa-apa yang dipandang sebagai kedzaliman, namun di sisi mereka (dipandang) sebagai kekufuran. Selanjutnya mereka menempatkannya dengan menghukumi kafir yang sesuai dengan apa yang mereka ada-adakan. Ini adalah 3 (tiga) tingkatan al-Mariqin (kelompok yang melesat keluar dari agama) dari kalangan al-Haruriyyah (Khawarij) dan Rafidhah(Syiah) serta lainnya yang seperti mereka. Pada setiap tingkatannya, mereka meninggalkan sebagian Ushuluddin Islam hingga melesat sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya.
[Majmu’ al-Fatawa 28/497, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Aku mendengar Ibrahim bin al-Hasan bin al-Hasan, saudaranya ‘Abdullah bin al-Hasan, ia berkata, “Sungguh, demi Allah, Rafidhah telah melesat (keluar) dari kami (Ahlul Bayt) sebagaimana melesatnya Khawarij dari ‘Aliy bin Abi Thalib.
Khawarij mengaku (mengikuti) Kitabullah (Al-Qur’an), sedangkan Syiah mengaku (mengikuti) Ahlul Bayt. Padahal keduanya tidaklah mengikuti apa yang mereka akui.
[Majmu’ al-Fatawa 13/210, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Sesungguhnya Rafidhah (Syiah) yang Militan lebih Keji daripada Khawarij, masing-masing dari kedua kelompok tersebut mengaku-ngaku (mengikuti) salah satu ats-Tsaqalain (Kitabullah dan Ahlul Bayt), namun (Khawarij) masih memuliakan Al-Qur’an. Oleh karena itu Khawarij lebih kecil kesesatannya dibandingkan dengan Rafidhah (Syiah). Sesungguhnya kedua kelompok tersebut menyelisihi Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, menyelisihi Shahabat dan Kerabatnya serta mereka menyelisihi Sunnah Khulafa’ ar-Rasyidin dan Itrah Ahlul Baytnya.
[Majmu’ al-Fatawa 3/83, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Khawarij generasi awal sebelumnya telah muncul pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
هَذَا الرَّجُل يقال لَهُ ذو الخويصرة التميمي وفي لفظ أنه قَالَ لَهُ اعدل فَقَالَ ويلك ومن يعدل إذا لم أعدل فهذا أول خارجي خرج فِي الإسلام
Orang tersebut adalah Dzu al-Khuwaishirah at-Tamimiy, dalam sebuah lafazh bahwasanya ia berkata kepada beliau, “Berlaku adil-lah.” Lantas beliau bersabda, “Celakalah engkau, lalu siapa lagi yang akan berlaku adil jika aku tidak dapat berbuat adil?” Itulah Kharijiy pertama yang keluar di dalam Islam. [Talbis Iblis 82, Imam Ibnul Jauziy]
Terdapat seorang laki-laki yang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di Ji’ranah, sekembalinya dari Hunain. Sedangkan di pakaian Bilal terdapat perak, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sedang memegangnya sambil membagikan kepada manusia. Lalu ia berkata, “Wahai Muhammad, berlaku adil-lah,” Lantas beliau bersabda, “Celakalah engkau, lalu siapa lagi yang akan berlaku adil jika aku tidak dapat berbuat adil, niscaya aku akan kecewa dan merugi apabila aku tidak berbuat adil.” Lalu ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, biarkanlah aku yang membunuh orang munafiq ini.” Kemudian beliau bersabda, “Aku berlindung kepada Allah akan pembicaraan manusia bahwasanya aku telah membunuh sahabat-sahabatku, sesungguhnya orang ini dan sahabat-sahabatnya membaca al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongannya. Mereka melesat darinya sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya.” [Muslim no.1761]
‘Aliy Radhiyallahu ‘anhu mengirimkan emas kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu beliau membagikannya kepada 4 orang, yaitu al-Aqra’ bin Habis al-Handzhaliy, al-Mujasyi’iy, ‘Uyainah bin Badr al-Fazariy, Zaid ath-Thaiy, kemudian (beliau membagikannya juga kepada) seorang bani Nabhan, dan ‘Alqamah bin ‘Ulatsah al-‘Amiriy serta seorang bani Kilab, maka marahlah Quraisy dan Anshar seraya berkata, “Beliau memberikan kepada para pembesar penduduk Najd dan mengabaikan kita.” Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya aku memberikan kepada mereka agar melunakkan hati mereka.” Lalu datanglah seorang laki-laki yang cekung kedua matanya, menonjol kedua pipi dan keningnya, lebat janggutnya, dicukur(kepalanya), seraya berkata, “Bertakwalah kepada Allah wahai Muhammad.” Lantas beliau pun bersabda, “Siapa lagi yang akan taat kepada Allah jika aku tidak melakukan ketaatan, lalu mengapa Allah mempercayaiku atas penduduk bumi sedangkan kalian tidak mempercayaiku.” Kemudian terdapat seseorang yang meminta (izin) untuk membunuhnya –aku mengira ia adalah Khalid bin al-Walid- namun beliau melarangnya. Tatkala ia berpaling, beliau bersabda, “Sesungguhnya dari asal (keturunan) orang ini atau datang di belakang setelah (orang ini) sebuah kaum yang di mana mereka membaca al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongannya. Mereka melesat (keluar) dari agama sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya, Mereka membunuhi orang-orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala, apabila aku mendapati mereka, niscaya aku akan membunuh mereka seperti pembunuhan kaum ‘Aad. [Bukhari no.3095]
“Ketika kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang sedang membagi (ghanimah), datanglah ‘Abdullah bin Dzu al-Khuwaishirah at-Tamimiy seraya berkata, “Berlaku adil-lah wahai Rasulullah,” Lantas beliau pun bersabda, “Celakalah engkau, lalu siapa lagi yang akan berlaku adil jika aku tidak dapat berbuat adil?” Lalu ‘Umar bin al-Khaththab berkata, “Biarkan aku yang memenggal lehernya.” Kemudian beliau bersabda, “Biarkanlah dia, sesungguhnya ia memiliki sahabat-sahabat yang di mana kalian akan menganggap remeh shalat salah seorang di antara kalian dengan shalatnya dan puasa kalian dengan puasanya. Mereka melesat (keluar) dari agama sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya. [Bukhari no.6421]
Dari ke-3 hadits tersebut di atas, terdapat sebuah kesimpulan bahwasanya ‘Abdullah bin Dzu al-Khuwaishirah at-Tamimiy sang Kharijiy generasi awal memiliki pengikut baik dari keturunannya maupun sahabatnya. Oleh karena itu, para simpatisan Syiah Rafidhah Takfiriy akan menuduh setiap orang yang berseberangan dengan mereka yang berasal dari keturunan bani Tamim, maka akan dituduh sebagai Khawarij.
Padahal sebagaimana yang telah diketahui oleh teman-teman bahwasanya bani Tamim yang berasal dari bani Mudhar telah tersebar luas ke seluruh negeri yang telah ditaklukkan oleh para Khalifah yang berada di atas Manhaj Nubuwwah.
Kabilah ‘Arab yang nasabnya dari Tamim bin Murr bin Ad... hingga nasabnya sampai kepada Ilyas bin Mudhar, pemukimannya berada di timur al-Jazirah al-‘Arabiyyah, di antaranya adalah : Najd, Bahrain, al-Yamamah, lembah Furat. Anak kabilahnya adalah Zaid Manah, Handzhalah, Rayah, Kulaib, Yarbu’, Darim, Nihsyal dan Majasya’.
Bani Tamim masuk ke dalam agama Islam sejak tahun 2 hijriyah, beberapa dari mereka murtad dan mengikuti Sujah binti al-Harits (ia adalah wanita bani Tamim) yang berasal dari bani Yarbu’. Tidak lama kemudian ia kembali masuk Islam bersama kaumnya, mereka ikut menaklukkan Persia dan Khurasan.
Penduduk mayoritas di Afrika (yakni Tunisia Andzak) adalah dari bani Tamim.
[Athlas al-Hadits an-Nabawi Min al-Kutub ash-Shihah as-Sittah 93, Dr. Syauqi Abu Khalil]
Setelah para simpatisan Syiah Rafidhah Takfiriy tersebut menuduh bani Tamim sebagai Khawarij, selanjutnya mereka akan menyematkan gelar bagi bani Tamim sebagai Pengikut Dajjal, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
“Akan keluar sekelompok orang dari umatku yang berasal dari arah Timur, yang di mana mereka membaca al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka. Setiap keluar dari mereka sebuah tanduk, maka akan terpotong. Setiap keluar dari mereka sebuah tanduk, maka akan terpotong, hingga jumlahnya lebih dari 10 (sepuluh) kali. Setiap keluar dari mereka sebuah tanduk, maka akan terpotong, hingga keluarlah Dajjal di dalam orang-orang yang tersisa dari mereka.
[Ahmad no.6576, Shahih : Musnad Imam Ahmad no.6871, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir]
Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Akan muncul sekelompok orang yang di mana mereka membaca al-Qur’an, namun tidak melewati kerongkongan mereka. Setiap keluar tanduk, maka akan terpotong.” Berkata Ibnu ‘Umar, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Setiap keluar tanduk, maka akan terpotong, sebanyak lebih dari 20 (dua puluh) kali. Hingga keluarlah Dajjal di dalam pasukan mereka.
Namun ada satu hal yang menarik mengenai bani Tamim, bahwasanya merekalah (bani Tamim) yang akan memerangi Dajjal dengan gigih yang di mana Khawarij berada di dalam barisan Dajjal.
Abu Hurairah berkata, “Aku akan senantiasa mencintai bani Tamim mengenai 3 (tiga) hal yang di mana aku telah mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Mereka (bani Tamim) adalah umatku yang paling gigih dalam (memerangi) Dajjal. [Muslim no.4587]
Pada masa kekhalifahan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, terdapat banyak penaklukkan di daerah timur, yaitu penaklukkan Daulah Persia. Kemudian ketika masa Kekhalifahan ‘Utsman bin al-‘Affan Radhiyallahu ‘anhu, maka menjadi sempurnalah penaklukkan Daulah Persia tersebut dengan kematian Rajanya, yakni Kisra. Penaklukkan-penaklukkan tersebut sebelumnya telah Tanya Syiah Goreskan Pena Part [4] Khilafah Nubuwwah Menaklukkan Dunia.
وَمَنَّ عَلَى أهل الإسلام بأن ألهم الصديق أن يستخلف عمر الفاروق، فقام بالأمر بَعْدَهُ قِيَامًا تَامًّا، لَمْ يَدُرِ الْفُلْكُ بَعْدَ الأنبياء عَلَى مِثْلِهِ فِي قُوَّةِ سِيرَتِهِ وَكَمَالِ عَدْلِهِ.
Adalah sebuah anugerah Allah kepada umat Islam, bahwasanya Allah memberikan ilham kepada (Abu Bakar) ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu agar (mewasiatkan) ‘Umar al-Faruq untuk meneruskan kekhalifahan. Maka ‘Umar pun melaksanakan tugas khalifah setelahnya dengan sangat sempurna. Setelah masa demi masa berlalu akan kepemimpinan setelah para Nabi, maka tidak ada yang menyamai ketangguhan ‘Umar dalam kemajuan kekhalifahannya dan kesempurnaan dalam keadilan hukumnya.
Pada masa kekhalifahannya, sempurnalah penaklukkan negeri Syam, negeri Mesir dan lainnya serta sebagian besar negeri Persia. Ia berhasil menghancurkan Kisra dan menghinakannya dengan sangat hina serta memukul mundur telak hingga ke kerajaannya. Dan mengurangi daerah kekuasaan Kaisar dengan mengambil alih kekuasaanya atas negeri Syam hingga meluas ke Konstantinopel. Harta ghanimah dari kedua negeri tersebut diinfakkan di jalan Allah, sebagaimana yang telah dikabarkan dan dijanjikan sendiri oleh Rasulullah –Semoga Allah senantiasa mencurahkan Shalawat dan Salam kepada beliau.-
Selanjutnya, ketika tampuk kekhilafahan dipegang oleh ‘Utsman, maka daerah kekuasaan Islam telah meluas sampai ke penjuru bumi bagian timur dan penjuru bumi bagian baratnya. Ia berhasil menaklukkan negeri Maghrib hingga Andalusia (Spanyol), Cyprus, negeri Qairuwan dan negeri Sabtah yang berada di sebelah samudera. Sementara daerah timur (yang telah ditaklukkan) telah sampai ke negeri Cina.
Dan terbunuhlah Kisra, maka dengan sendirinya kerajaannya jatuh secara keseluruhan. Ditaklukkan pula daerah-daerah di Irak, Khurasan dan Ahwaz. Dan terjadi pertempuran antara kaum muslimin dengan orang-orang Turk dengan peperangan yang dahsyat. Allah pun menggariskan kekalahan raja besar mereka (Turk) yaitu Khaqan. Maka upeti yang dikumpulkan dari negeri timur dan barat mengalir ke hadapan Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu. Hal ini berkat keberkahan tilawah al-Qur’annya, kajian-kajian al-Qur’annya yang dibentuknya serta menginstruksikan rakyatnya untuk mengumpulkan al-Qur’an. Penaklukkan tersebut telah termaktub di dalam ash-Shahih bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya Allah telah menghimpunkan untukku sebidang bumi. Kemudian aku melihat bagian timur dan bagian barat penjuru bumi tersebut. Kelak kerajaan (daerah kekuasaan) umatku akan sampai pada daratan bumi yang di mana Allah telah menghimpunkannya untukku. [Muslim no.5144]
Akhirnya Daulah Persia menjadi hancur luluh lantak tak tersisa, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengenainya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Kisra telah meninggal dan tidak ada Kisra sesudahnya, dan apabila Kaisar telah meninggal maka tidak ada Kaisar sesudahnya. Dan demi Dzat yang jiwaku yang berada di Tangan-Nya, sungguh harta simpanan keduanya akan diinfakkan di jalan Allah. [Muslim no.5196]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Kisra telah binasa kemudian tidak ada lagi Kisra sesudahnya, dan Kaisar sungguh akan celaka kemudian tidak akan ada lagi Kaisar sesudahnya. Dan sungguh harta simpanan keduanya akan dibagi di jalan Allah. [Muslim no.5197]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh satu golongan dari kaum muslimin atau dari kaum mukminin akan menaklukkan simpanan harta kekayaan keluarga Kisra yang ada di (istana) putih.” [Muslim no.5198]
(2918) Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, [قَدْ مَاتَ كسرى فلاكسرى بَعْدَهُ وَإِذَا هَلَكَ قَيْصَرُ فَلَا قَيْصَرَ بَعْدَهُ وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتُنْفِقُنَّ كُنُوزَهُمَا فِي سَبِيلِ الله] “Kisra telah meninggal dan tidak ada Kisra sesudahnya, dan apabila Kaisar telah meninggal maka tidak ada Kaisar sesudahnya. Dan demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, sungguh harta simpanan keduanya akan diinfakkan di jalan Allah.” Asy-Syafi’i dan segenap ulama berkata, “Maknanya, tidak akan ada lagi Kisra di Irak dan Kaisar di Syam seperti yang ada pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberitahukan kepada kita terputusnya kekuasaan keduanya pada dua wilayah ini. Dan memang demikian yang terjadi seperti yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Adapun Kisra, kekuasaannya runtuh dan hilang secara keseluruhan dari segenap muka bumi, kerajaannya terpecah belah sejadi-jadinya dan luluh oleh dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Sedangkan Kaisar lengser dari Syam dan masuk ke wilayah-wilayah pinggir negerinya. Kaum muslimin berhasil menaklukkan negeri keduanya dan negeri-negeri itupun tunduk kepada kaum muslimin, segala puji hanya milik Allah. Dan kaum muslimin menginfakkan harta kekayaan keduanya di jalan Allah sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Ini merupakan mu’jizat yang sangat tampak. dan [كسر] dengan fathah pada huruf kaf [كَسْرَ] atau dengan kasrah pada huruf kaf [كِسْرَ], merupakan dua versi bacaan yang masyhur. Di dalam satu riwayat disebutkan, [لَتُنْفِقُنَّ كُنُوزَهُمَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ] “sungguh harta simpanan keduanya akan diinfakkan di jalan Allah.” Di dalam riwayat lain disebutkan, [لَتُقَسِّمُنَّ كُنُوزَهُمَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ] “Dan sungguh harta simpanan keduanya akan dibagi di jalan Allah.” Di dalam riwayat lain disebutkan, [كَنْزًا لِكِسْرَى الَّذِي فِي الْأَبْيَضِ] “simpanan harta kekayaan keluarga Kisra yang ada di (istana) putih.” Yakni, di istana putihnya, atau di istana-istana dan rumah-rumahnya yang berwarna putih.
[Syarah Shahih Muslim 18/42-43, Imam an-Nawawi]
Sedangkan Istana Kisra Daulah Persia berada di al-Madain Irak dekat Kufah yang merupakan tempat kelahiran Syiah Khawarij.
Kota yang dibangun oleh Anu Syirwan bin Qabadz (di timur tepi sungai Dijlah, selatan kota Baghdad 30 km). Ia adalah Raja mulia Persia yang teguh dan cerdik akalnya serta sopan. Ia dan Raja-Raja bani Sasan tinggal di kota tersebut hingga penaklukkan Islam di bawah pemimpin pasukan Sa’ad bin Abi Waqqash (16 H).
Nama kota tersebut dalam bahasa Persia adalah Thisfun (Tusfin), sedangkan nama kota tersebut dalam bahasa ‘Arab adalah al-Madain. Dikarenakan terdapat 7 kota yang di mana setiap kotanya dengan kota lainnya ada yang sangat dekat dan ada juga yang sangat jauh. [Ar-Raudh al-Mi’thar 526, Mu’jam al-Buldan 5/74]
[Athlas al-Hadits an-Nabawi Min al-Kutub ash-Shihah as-Sittah 333, Dr. Syauqi Abu Khalil]
Kemudian terbukalah harta simpanan Kisra Daulah Persia, sehingga membuat sebagian manusia terfitnah dengan harta tersebut hingga membantai seorang Muhajirin, yakni Amirul Mukminin ‘Utsman bin al-‘Affan Radhiyallahu ‘anhu.
“Apabila dibukakan kepada kalian harta simpanan Persia dan Romawi, menjadi kaum yang seperti apakah kalian?” ‘Abdurrahman bin ‘Auf menjawab, “Kami akan mengatakan sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kami.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Ataukah kalian menjadi selain itu? Kalian saling berlomba-lomba, kemudian saling hasad, lalu saling berpaling, serta saling bermusuhan atau yang seperti itu. Kemudian kalian akan pergi ke tempat Muhajirin, lalu kalian menjadikan sebagian mereka di atas leher sebagian lainnya.”
Sebagian manusia terfitnah oleh sifat Persia dalam hal harta, sehingga mereka menuntut kepada Muhajirin, yakni Amirul Mukminin ‘Utsman bin al-‘Affan Radhiyallahu ‘anhu agar diberikan harta.
Bahwasanya ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Seorang laki-laki dari Anshar mendatangiku pada zaman Kekhalifahan ‘Utsman dengan berkata kepadaku. Ia memerintahkan kepadaku dalam perkataannya untuk mencela ‘Utsman.”
Tatkala ia selesai berbicara, maka aku berkata kepadanya, “Sesungguhnya semasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam masih hidup kami berkata, “Orang yang paling utama dari umatnya Rasulullah setelahnya adalah Abu Bakr, kemudian ‘Umar, lalu ‘Utsman. Dan aku, Demi Allah, tidaklah kami mengetahui ‘Utsman pernah membunuh seorangpun tanpa hak atau melakukan dosa besar sedikitpun, namun permasalahannya adalah mengenai harta. Jika ia memberikan (harta) tersebut kepada kalian, maka kalian ridha. Dan jika ia memberikan (harta) tersebut kepada kerabatnya, maka kalian membencinya. Sesungguhnya kalian menginginkan menjadi seperti orang-orang Persia dan Romawi, tidaklah kalian meninggalkan bagi mereka seorang pun pemimpin, kecuali membunuhnya.
[Fadhail ash-Shahabah li Ahmad bin Hanbal no.64 1/94]
وقد كان ، رضي الله عنه ، حسن الشكل ، مليح الوجه ، كريم الأخلاق ، ذا حياء كثير ، وكرم غزير ، يؤثر أهله وأقاربه في الله تأليفا لقلوبهم من متاع الحياة الدنيا الفاني ; لعله يرغبهم في إيثار ما يبقى على ما يفنى ، كما كان النبي ، صلى الله عليه وسلم ، يعطي أقواما ويدع آخرين ; يعطي أقواما خشية أن يكبهم الله على وجوههم في النار ، ويكل آخرين إلى ما جعل الله في قلوبهم من الهدى والإيمان ، وقد عابه بسبب هذه الخصلة أقوام ، كما عاب بعض الخوارج على رسول الله ، صلى الله عليه وسلم ، في الإيثار . وقد قدمنا ذلك في غزوة حنين حيث قسم غنائمها
Beliau (‘Utsman) Radhiyallahu ‘anhu memiliki penampilan yang menawan dan berwajah tampan serta berakhlak mulia. Beliau sangat pemalu, seorang yang mulia, perhatian kepada keluarga dan kerabatnya karena Allah, yaitu dalam melunakkan hati mereka dengan memberikan kehidupan dunia yang fana. Mungkin juga mengharapkan agar mereka (dapat) memilih yang abadi daripada yang fana. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan memberikan suatu kaum dan sebaliknya (tidak memberi) kaum lainnya. Beliau memberi kepada suatu kaum dikarenakan khawatir Allah akan menyeret wajah mereka ke dalam Neraka, dan menyerahkan (kaum) lain kepada hidayah dan iman yang telah disematkan Allah di dalam hati mereka, sehingga dicemooh oleh sekelompok kaum dengan sebab ini, seperti cemoohan yang dilakukan oleh sebagian Khawarij terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam memilih (yang lain dalam pemberian). Dan kami telah memaparkannya pada peperangan Hunain ketika beliau membagikan ghanimah.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/224, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Fitnah ini merupakan Fitnah Tanduk Syaithan yang berasal dari arah Timur Madinah Pusat Kekufuran, yakni Persia al-Majusi, sebagaimana yang telah Tanya Syiah Goreskan Pena Part [12] Najd Irak Tanduk Setan Timur Madinah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam keluar dari rumah ‘Aisyah seraya bersabda, “Pusat Kekufuran dari sana, yaitu tempat munculnya Tanduk Syaithan [قَرْنُ الشَّيْطَانِ].” Yakni Timur [الْمَشْرِقَ]. [Muslim no.5170]
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, [رَأْسُ الْكُفْرِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ] “Pusat kekufuran berada di arah Timur [نَحْوَ الْمَشْرِقِ]” Dalam riwayat al-Kusymihaniy [قِبَلَ الْمَشْرِقِ] “Ke arah Timur.”
Hal tersebut memberikan isyarat akan kerasnya kekufuran kaum Majusi, karena sesungguhnya kerajaan Persia dan orang-orang yang mentaatinya dari bangsa ‘Arab yang merupakan berada di arah Timur [الْمَشْرِقِ] ketika dilihat dari kota Madinah [الْمَدِينَةِ]. Dan mereka berada pada puncak kekerasan hati, kesombongan dan keangkuhan hingga raja mereka merobek-robek surat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana yang akan disebutkan pada tempatnya nanti. Dan berlangsungnya Fitnah [الْفِتَنُ] secara terus menerus dari arah Timur [الْمَشْرِقِ] sebagaimana yang akan dijelaskan pada pembahasan tentang fitnah.
[Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari 6/352, al-Hafidzh Ibnu Hajar al-Asqalani]
Fitnah bermula dari kalangan Khawarij Irak membicarakan keburukan bagi Amirul Mukminin ‘Utsman bin al-‘Affan Radhiyallahu ‘anhu yang merupakan menantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang telah menikahi 2 Ahlul Bayt puteri beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Lalu beliau (Rasulullah) menyebutkan beberapa fitnah yang telah dekat, kemudian melintaslah seorang laki-laki yang bertutupkan kepala, beliau berkata, “Orang inilah yang pada hari tersebut berada di atas petunjuk.” Maka aku bergegas menuju kepadanya, ternyata dia adalah Utsman bin ‘Affan. lalu aku menatap wajahnya dan berkata, “Apakah orang ini?” beliau menjawab, “Iya, benar.”
Pada tahun ini, Amirul Mukminin (‘Utsman) memberangkatkan sekelompok Qura’ Penduduk Kufah ke Syam, Sebabnya adalah bahwasanya mereka berbicara dengan pembicaraan yang buruk di dalam majlis Sa’id bin ‘Amir.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/185, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Pada tahun ini (33 H) juga ‘Utsman memberangkatkan sebagian penduduk Bashrah dari Bashrah ke Syam, dan ke Mesir. penyebab kebijakan yang dilakukan oleh beliau Radhiyallahu ‘anhu tersebut adalah dikarenakan orang-orang tersebut memprovokasi terhadap dirinya (‘Utsman) dan melonggarkan para musuh untuk mendarat (di wilayah Islam) serta membicarakan tentang dirinya. Mereka adalah orang-orang yang dzhalim, sedangkan beliau Radhiyallahu ‘anhu adalah pemimpin yang banyak berbuat kebajikan.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/186, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Pada tahun ini orang-orang yang menyimpang dari ketaatan terhadap ‘Utsman saling berkirim surat, mayoritas mereka adalah berasal dari penduduk Kufah. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di wilayah kerja ‘Abdurrahman bin Khalid bin al-Walid di Homs yang di mana mereka telah diusir dari Kufah.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/186, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Penduduk Mesir dan penduduk Kufah serta penduduk Bashrah saling berkirim surat dengan merekayasa surat atas nama Shahabat yang berada di Madinah dan mengatas-namakan ‘Aliy, Thalhah dan az-Zubair. Mereka mengajak manusia untuk membunuh ‘Utsman serta menolong agama dan hal tersebut merupakan jihad yang terbesar pada hari itu.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/194, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Bahwasanya mereka kaum Khawarij, semoga Allah memburukkan mereka, telah memanipulasi sejumlah surat atas nama para Shahabat ke segala penjuru dalam mendorong mereka untuk menyerang ‘Utsman.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/218, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Bahwasanya para Shahabat menulis surat ke segala penjuru dari Madinah dengan memerintahkan manusia untuk menghadapi ‘Utsman karena mereka (Shahabat) hendak menyerangnya (‘Utsman). Ini adalah kedustaan terhadap Shahabat, dan sesungguhnya surat yang ditulis adalah rekayasa atas nama mereka. Sebagaimana yang mereka tulis yang datangnya dari sisi ‘Aliy, Thalhah, dan az-Zubair kepada Khawarij, surat-surat yang direkayasa atas nama mereka yang di mana mereka (Shahabat) telah mengingkarinya.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/196, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Selanjutnya mereka (Khawarij) mengepung rumah Amirul Mukminin ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu.
-Ketiga- Bahwasanya Khawarij tersebut mengambil kesempatan di saat kebanyakan penduduk Madinah sedang tidak ada (di Madinah) pada saat musim Haji. Sedangkan pasukan dari segala penjuru belum tiba untuk membantu. Bahkan ketika mereka (pasukan bantuan) hampir tiba, mereka (Khawarij) segera mengambil kesempatan, semoga Allah memburukkan mereka, melakukan apa yang mereka ingin lakukan dalam perkara yang besar.
-Keempat- Bahwasanya Khawarij tersebut jumlahnya hampir 2.000 pasukan yang gagah berani, sehingga bagi penduduk Madinah jumlahnya tidak sebanding untuk melakukan perlawanan. Karena manusia sedang berada di sejumlah benteng, wilayah, dan (tersebar) di segala arah.
ومع هذا كان كثير من الصحابة اعْتَزَلَ هَذِهِ الْفِتْنَةَ وَلَزِمُوا بُيُوتَهُمْ، وَمَنْ كَانَ يحضر منهم المسجد لا يجئ إِلَّا وَمَعَهُ السَّيْفُ، يَضَعُهُ عَلَى حَبْوَتِهِ إِذَا احْتَبَى، وَالْخَوَارِجُ مُحْدِقُونَ بِدَارِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَرُبَّمَا لَوْ أَرَادُوا صَرْفَهُمْ عَنِ الدَّارِ لما أمكنهم ذلك
Selain itu, kebanyakan Shahabat menghindari fitnah ini dan tinggal di dalam rumah-rumah mereka. Sebagian mereka mendatangi Masjid, tidak datang melainkan bersamanya sebilah pedang, ia membawanya di dalam pakaiannya ketika menutupi (tubuh). Sedangkan Khawarij mengepung rumah ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu, sehingga jika mereka ingin memalingkan diri dari rumah tersebut, maka tidak mungkin bagi mereka untuk melakukannya.
ولكن كبار الصحابة قد بعثوا أولادهم إلى الدار يحاجفون عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، لِكَيْ تَقْدَمَ الجيوش من الأمصار لنصرته، فما فجئ النَّاسَ إِلَّا وَقَدْ ظَفِرَ أُولَئِكَ بِالدَّارِ مِنْ خَارِجِهَا، وَأَحْرَقُوا بَابَهَا، وَتَسَوَّرُوا عَلَيْهِ حَتَّى قَتَلُوهُ،
Akan tetapi para tokoh Shahabat mengirimkan anak-anak mereka ke rumah tersebut untuk melindungi ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu, dikarenakan sejumlah pasukan dari segala penjuru akan tiba menolongnya. Ketika mendatangi mereka, (ternyata) mereka telah menguasai rumah tersebut dari luar. Mereka membakar pintunya, dan menyelinap masuk hingga membunuhnya (‘Utsman).
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/220-221, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Hingga akhirnya, Amirul Mukminin ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu pun Syahid dibunuh dengan cara yang dzalim di rumahnya oleh Khawarij, dan Baitul Mal pun dijarah hartanya oleh mereka.
Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan fitnah, melintaslah seorang laki-laki. Lantas beliau bersabda, “Ketika terjadinya (fitnah), orang yang bertutup kepala ini akan dibunuh secara dzhalim.” Kemudian (Ibnu ‘Umar) berkata, “Lalu aku melihat orang tersebut, ia adalah ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu.”
[Ahmad no.5682, Shahih : Musnad Imam Ahmad no.5953, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir]
Bahwasanya seseorang dari mereka menyerukan sebuah seruan, “Apakah halal darahnya (‘Utsman) bagi kami, sedangkan hartanya tidak halal bagi kami.” Lalu mereka mengurasnya, kemudian mereka pergi dan menutup pintu (rumah dengan meninggalkan) ‘Utsman beserta dua orang yang terbunuh bersamanya.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/211, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Kemudian kaum tersebut berteriak, “Datangilah Baitul Mal, jangan sampai kalian tertinggal dalam menjarahnya.” Lantas para penjaga Baitul Mal mendengar mereka seraya berkata, “Wahai kaum selamatkanlah diri kalian, selamatkanlah diri kalian.” Sesungguhnya kaum (pembunuh ‘Utsman) tersebut tidak jujur, yakni tujuan mereka adalah menegakkan kebenaran serta amar ma’ruf nahi munkar dan selain dari itu, mereka mengklaim bahwasanya mereka melaksanakannya karena tujuan tersebut, namun mereka berdusta, karena sesungguhnya tujuan mereka adalah dunia. Akhirnya mereka (para penjaga) melarikan diri, ketika Khawarij tersebut telah tiba, dengan menjarah harta Baitul Mal yang di mana di dalamnya terdapat banyak sekali harta.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/211, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Kemudian terjadilah peperangan Jamal dan Shiffin dalam menuntut darah ‘Utsman bin al-‘Affan Radhiyallahu ‘anhu yang telah dibunuh secara dzalim oleh Khawarij, yang di mana para pembunuh ‘Utsman banyak yang menyusup di pasukan Amirul Mukminin ‘Aliy Radhiyallahu ‘anhu.
Bahwasanya ‘Aliy adalah Imam kaum Muslimin dan yang paling utama pada saat itu dengan kesepakatan Ahlus Sunnah, dikarenakan Ahlul Halli wal ‘Aqdi membai’atnya setelah terbunuhnya ‘Utsman. Sedangkan Mu’awiyyah bersama penduduk Syam menolak membai’atnya. Kemudian Thalhah dan Zubair bersama ‘Aisyah keluar menuju Irak dengan mengajak manusia untuk menuntut pembunuhan ‘Utsman, dikarenakan mereka (pembunuh ‘Utsman) banyak yang bergabung (menyusup) di dalam pasukan ‘Aliy.
Mereka adalah Khawarij yang telah membunuh Utsman, padahal Aliy sangat membenci mereka, akan tetapi beliau menunggu kehancuran mereka dan sangat ingin jika berhasil menguasai mereka, maka beliau akan mengambil hak Allah.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/257, al-Hafizh Ibnu Katsir]
وَلَمَّا اسْتَقَرَّ أَمْرُ بَيْعَةِ علي دخل عليه طلحة والزبير ورؤس الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، وَطَلَبُوا مِنْهُ إِقَامَةَ الْحُدُودِ، وَالْأَخْذَ بِدَمِ عُثْمَانَ.
Pada saat pembaiatan ‘Aliy telah diputuskan, maka Thalhah, az-Zubair, dan para pemimpin Shahabat Radhiyallahu ‘anhum pun menemuinya. Mereka meminta darinya agar ditegakkan hudud dan menuntut darah ‘Utsman.
Lalu (‘Aliy) memberikan alasan kepada mereka bahwasanya orang-orang tersebut sangat banyak dan beragam, sehingga tidak mungkin memenuhi tuntutan tersebut saat itu juga. Lantas az-Zubair menuntut darinya agar diberikan wewenang kekuasaan beberapa pasukan di Kufah. Thalhah juga menuntut darinya agar diberikan wewenang kekuasaan beberapa pasukan di Bashrah, untuk memperkuat mereka dalam menghadapi gerombolan Khawarij.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/255, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Mu’awiyyah beserta sejumlah Shahabat menghampiri manusia dengan mendorong mereka untuk menuntut darah ‘Utsman yang telah dibunuh oleh kalangan Khawarij.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/255, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Lalu terjadilah peperangan Jamal, yang dilanjutkan dengan peperangan Shiffin yang mengakibatkan Tahkim antara kedua belah pihak, yakni pihak ‘Aliy dan pihak Mu’awiyyah Radhiyallahu ‘anhuma.
Namun ijtihad ‘Aliy-lah bersama penduduk Irak yang lebih mendekati kebenaran daripada ijtihad Mu’awiyyah beserta penduduk Syam yang menuntut darah ‘Utsman, yaitu menstabilkan keadaan terlebih dahulu agar lebih kondusif, barulah setelah itu ditegakkan qishas atas pembunuhan ‘Utsman yang dilakukan oleh Khawarij.
Dan pihak ‘Aliy Radhiyallahu ‘anhu-lah yang memerangi Khawarij.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah tegak hari Kiamat hingga dua kelompok besar saling berperang dan terjadi di antara keduanya peperangan yang besar, padahal dakwah keduanya adalah satu. [Muslim no.5142]
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan suatu kaum yang akan muncul di umatnya yang keluar ketika manusia terpecah belah. Ciri-ciri mereka adalah berkepala gundul, (Abu Sa’id) mengatakan, “Mereka adalah seburuk-buruk makhluk atau di antara makhluk yang paling buruk yang memerangi mereka adalah salah satu dari dua kelompok yangmendekati kebenaran.” (Abu Sa’id) melanjutkan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan perumpamaan tentang mereka atau bersabda, “Seorang laki-laki yang hendak melesatkan panahan atau sasaran, kemudian ia melihat mata anak panahnya namun tidak melihat sesuatupun (darah), lalu ia melihat batang anak panahnya namun tidak melihat sesuatupun (darah), lantas ia melihat ujung anak panah tempat tali busurnya namun tidak melihat sesuatupun (darah).”
Abu Sa’id berkata, “Dan kalianlah yang telah memerangi mereka, wahai penduduk Irak.” [Muslim no.1766]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Akan ada dua kelompok di umatku, kemudian di antara dua kelompok tersebut akan keluar suatu kelompok yang akan diperangi oleh (kelompok) yang lebih mendekati kebenaran.” [Muslim no.1768]
Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam hadits yang disebutkan di dalamnya, “Suatu kaum yang keluar dari kelompok yang berselisih, yang akan diperangi oleh salah satu (kelompok) yang lebih mendekati kebenaran.” [Muslim no.1770]
Hadits shahih ini adalah sebuah dalil bahwasanya kedua kelompok yang berperang tersebut, yakni ‘Aliy bersama para sahabatnya dan Mu’awiyyah beserta para sahabatnya, berada di atas kebenaran. Dan bahwasanya ‘Aliy bersama para sahabatnyalah yang lebih mendekati kepada kebenaran daripada Mu’awiyyah beserta para sahabatnya. Dan sesungguhnya ‘Aliy bin Abi Thalib-lah yang memerangi al-Mariqin, yakni “Khawarij al-Haruriyyah” yang merupakan Syiah ‘Aliy.
[Majmu’ al-Fatawa 4/467, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
فهذا الحديث من دلائل النبوة إذ قد وقع الأمر طبق ما أخبر به عليه الصلاة والسلام، وَفِيهِ الْحُكْمُ بِإِسْلَامِ الطَّائِفَتَيْنِ أَهْلِ الشَّام وَأَهْلِ العراق،
Hadits ini merupakan bukti kenabian, yaitu telah benar-benar terjadi peristiwa yang sesuai dengan khabarnya (Rasulullah) ‘alaihi Shalatu wa Sallam. Dan di dalamnya terdapat hukum keislaman kedua kelompok tersebut, yakni penduduk Syam dan penduduk Irak.
لا كما يزعمه فرقة الرافضة والجهلة الطغام، مِنْ تَكْفِيرِهِمْ أَهْلَ الشَّامِ،
Tidak seperti anggapan kelompok Rafidhah (Syiah), Juhala dan Jahat dalam mengkafirkan penduduk Syam.
وَفِيهِ أَنَّ أَصْحَابَ عَلِيٍّ أَدْنَى الطَّائفتين إِلَى الْحَقِّ، وَهَذَا هُوَ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أنَّ عَلِيًّا هُوَ المصيب وإن كان معاوية مجتهداً، وهو مأجور إن شاء الله، ولكن علي هو الإمام فَلَهُ أَجْرَانِ كَمَا ثَبَتَ فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ مِنْ حَدِيثِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
Dan (juga) dalam (hadits ini terdapat keterangan) bahwasanya para sahabat ‘Aliy lebih mendekati kebenaran. Ini adalah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwasanya ia (‘Aliy) berada dalam kebenaran, dan Mu’awiyyah yang (memeranginya dilakukan) atas dasar ijtihad. Sehingga ia (Mu’awiyyah) tetap mendapatkan pahala, sedangkan ‘Aliy yang merupakan Imam mendapatkan dua pahala sebagaimana yang telah tercantum di dalam Shahih al-Bukhariy dari hadits ‘Amr bin al-‘Ash, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
Penduduk Syam mengirim utusan seraya berkata, “Utuslah seorang hakim dari kalian dan seorang hakim dari kami serta menghadirkan bersama keduanya yang tidak turut serta dalam peperangan. Barangsiapa yang dipandang dalam kebenaran, maka diharuskan untuk ditaati.” ‘Aliy dan orang-orang yang bersamanya menerimanya, namun terdapat orang yang menolaknya, yakni kelompok yang menjadi Khawarij. ‘Aliy dan Mu’awiyyah menulis kesepakatan antara penduduk Irak dan Syam, “Inilah yang ditetapkan oleh Amirul Mukminin dan Mu’awiyyah.” Namun penduduk Syam menolaknya dan berkata, “Tulislah namanya dan nama ayahnya saja.” ‘Aliy pun menerimanya, namun Khawarij tetap menolaknya juga. Kemudian berpisahlah kedua kelompok tersebut untuk menghadiri kedua hakim dan orang-orang yang bersamanya. Setelah itu mereka menyaksikannya di daerah pertengahan antara Syam dan Irak.
Kedua pasukan tersebut kembali ke negerinya masing-masing hingga terjadinya Tahkim, lantas Mu’awiyyah kembali ke Syam dan ‘Aliy kembali ke Kufah. Sedangkan Khawarij memisahkan diri, jumlah mereka sebanyak 8.000 orang, dikatakan juga mereka berjumlah 10.000 orang, dan ada yang megatakan 6.000 orang. Kemudian mereka menempati wilayah yang bernama Harura’, sehingga mereka disebut Haruriyyah.
[Fathul Bari 12/284, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani]
Harura’ adalah sebuah desa yang berada di kota Kufah, di sanalah tempat tinggalnya Khawarij yang menentang ‘Aliy bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, mereka dinisbatkan kepadanya (Harura’).
[Athlas al-Hadits an-Nabawi Min al-Kutub ash-Shihah as-Sittah 146, Dr. Syauqi Abu Khalil]
Tatkala ‘Aliy Radhiyallahu ‘anhu menuliskan (perjanjian kesepakatan) dengan Mu’awiyyah dan dua orang hakim telah memutuskan, maka keluarlah darinya (‘Aliy) sebanyak 8.000 orang dari kalangan Qurra’. Mereka menetap di daerah yang bernama Harura’ yang terletak di dekat Kufah, sesungguhnya mereka mencelanya (‘Aliy) seraya berkata, “Engkau telah melepaskan pakaian yang Allah Ta’ala telah sematkan dan (melepaskan) nama yang Allah Ta’ala telah berikan kepadamu. Kemudian engkau pergi lalu (mengutus) hakim di dalam agama Allah, padahal tidak ada hukum kecuali milik Allah Ta’ala.”
[Ahmad no.621, Shahih : Musnad Imam Ahmad no.656, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir]
وَأَنَّهُمْ عَتَبُوا عَلَيْهِ فِي كَوْنِهِ حكم الرجال، وأنه محى اسْمَهُ مِنَ الْإِمْرَةِ، وَأَنَّهُ غَزَا يَوْمَ الْجَمَلِ فَقَتَلَ الْأَنْفُسَ الْحَرَامَ وَلَمْ يَقْسِمِ الْأَمْوَالَ وَالسَّبْيَ، فأجاب عن الأولين بما تقدم، وعن الثالث بما قَالَ: قَدْ كَانَ فِي السَّبْيِ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ فَإِنْ قُلْتُمْ لَيْسَتْ لَكُمْ بأمٍ فَقَدْ كَفَرْتُمْ، وإن استحللتم سبي أمهاتكم فَقَدْ كَفَرْتُمْ.
Bahwasanya mereka (Khawarij) mencelanya (‘Aliy) yang menjadikan Hakim dari seorang laki-laki (di dalam agama Allah), dan ia (‘Aliy) menghapus namanya sebagai Pemerintah (Amirul Mukminin), serta ia (‘Aliy) terlibat dalam perang Jamal dengan membunuh jiwa yang haram, namun tidak membagikan harta dan tawanan. Lantas beliau (‘Aliy) pun menjawabnya dengan dua (jawaban) yang pertama yang telah dipaparkan di awal (yakni hadits Imam Ahmad no.621 tersebut di atas dengan redaksi yang panjang yang tidak Tanya Syiah tampilkan seluruhnya). Dan mengenai (jawaban atas celaan) yang ketiga, beliau berkata, “Termasuk yang berada di dalam tawanan adalah Ummul Mukminin. Jika menurut kalian, beliau (Ummul Mukminin ‘Aisyah) adalah bukan ibu kalian, maka sungguh kalian telah Kafir. Dan apabila kalian menghalalkan tawanan yang merupakan ibu kalian, maka sungguh kalian telah Kafir (juga).”
(Perawi) melanjutkan, “Lalu kembalilah (ruju’) dua ribu orang dari mereka, sedangkan sisanya keluar memeranginya (‘Aliy).”
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 7/312, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Kemudian ‘Aliy mengutus Ibnu ‘Abbas kepada mereka, sehingga banyak yang kembali dari mereka bersamanya. Lantas ‘Aliy pun berangkat menuju mereka, lalu mereka mentaatinya dan masuk bersamanya ke Kufah bersama pemimpin mereka.
Kemudian tersebarlah (berita) bahwasanya ‘Aliy telah bertaubat dari Tahkim, oleh karena itu mereka kembali bersamanya. Tatkala sampai beritanya kepada ‘Aliy, maka beliau pun berkhutbah dan mengingkarinya, sehingga seluruh penjuru Masjid bergemuruh dengan menyerukan, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah,” Lantas (‘Aliy) pun berkata, “Kalimat yang haq, namun yang diinginkan adalah kebathilan.” Lalu (‘Aliy) berkata kepada mereka, “Bagi kalian atas kami adalah 3 hal yaitu, kami tidak melarang kalian dari Masjid-Masjid, tidak (menghalangi) rezeki kalian dari fai, serta kami tidak akan memulai peperangan dengan kalian selama kalian tidak membuat kerusakan.
Kemudian keluarlah mereka sedikit demi sedikit hingga berkumpul di al-Madain, lalu diutuslah kepada mereka untuk kembali, namun mereka bersikeras untuk berkumpul. Hingga menyatakan bahwa dirinya telah kafir dengan meridhai Tahkim dan kemudian bertaubat. Lalu diutus lagi kepada mereka, namun mereka malah hendak membunuh utusannya tersebut. Mereka berkumpul dengan menyatakan bahwasanya barangsiapa yang tidak memiliki keyakinan yang seperti keyakinan mereka maka kafir, sehingga dibolehkan (untuk ditumpahkan) darahnya, hartanya, dan keluarganya. Mereka melakukan dengan memeriksa manusia dan membunuhi yang berseberangan dengan mereka dari kalangan kaum Muslimin.
Tatkala ‘Abdullah bin Khabbab bin al-Arrat, ia ditugaskan oleh ‘Aliy untuk memimpin sebagian negeri tersebut, melewati mereka (Khawarij) bersama seorang budak perempuan yang sedang hamil. Mereka (Khawarij) pun membunuhnya dan mengeluarkan anak (yang masih di dalam perut/kandungan) dari budak perempuan tersebut. Ketika beritanya telah sampai kepada ‘Aliy, maka beliau pun berangkat menuju kepada mereka bersama pasukan yang telah dipersiapkan untuk berangkat menuju Syam. Lalu terjadilah pertempuran di Nahrawan.
[Fathul Bari 12/284, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani]
Kaum Muslimin telah ijma’ atas wajibnya memerangi Khawarij dan Rafidhah serta yang semisal seperti mereka, jika mereka berpisah dari Jama’ah kaum Muslimin.
[Majmu’ al-Fatawa 28/530, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Adapun membunuh seorang Khawarij yang berada dalam kekuasaan seperti al-Haruriyyah dan Rafidhah serta yang lainnya seperti mereka, maka terdapat 2 (dua) pendapat dari kalangan Fuqaha, yaitu terdapat 2 (dua) riwayat yang berasal dari Imam Ahmad. Namun yang shahih adalah diperbolehkan membunuh seorang dari kalangan mereka, seperti yang mendakwahkan kepada madzhab tersebut yang di dalamnya terdapat kerusakan. Karena sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda, “Di mana saja kalian mendapati mereka, maka bunuhlah mereka,” dan sabdanya, “Apabila aku mendapati mereka, niscaya aku akan membunuh mereka seperti pembunuhan kaum ‘Aad.” Dan berkata ‘Umar kepada Shabigh bin ‘Isl, “Seandainya aku mendapati engkau mencukur (kepala), maka aku akan memukul matamu.” Dan sesungguhnya ‘Aliy bin Abi Thalib pernah memerintahkan untuk membunuh ‘Abdullah bin Saba’ si Rafidhah (Syiah) (generasi) awal, sehingga ia melarikan diri, dikarenakan pada dirinya terdapat kerusakan yang besar atas permukaan bumi. Jika tidak dapat mencegah kerusakan mereka kecuali dengan pembunuhan, maka mereka harus dibunuh. Dan tidaklah diwajibkan membunuh setiap orang di antara mereka, jika belum menampakkan perkataan (dakwah) tersebut atau dalam pembunuhannya terdapat kerusakan yang lebih besar. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam meninggalkan pembunuhan atas Kharijiy (generasi) awal agar manusia tidak mengatakan bahwasanya Muhammad telah membunuh sahabatnya, selama ia tidak melakukan kerusakan di khalayak umum. Oleh karena itu, ‘Aliy meninggalkan pembunuhan mereka (Khawarij) yang muncul pertama kali, dikarenakan mereka jumlahnya banyak dan masuk ke dalam ketaatan jama’ah secara dzahir dan mereka belum memerangi Ahlul Jama’ah serta belum ada kejelasan baginya (‘Aliy) bahwasanya mereka adalah (Khawarij).
[Majmu’ al-Fatawa 28/499-500, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Kemudian berpencaranlah Khawarij ke segala penjuru.
Khawarij adalah kelompok yang memisahkan diri dari ‘Aliy bin Abi Thalib pada tahun 38 H/658 M setelah perang Shiffin. Mereka berkata, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah.” Mereka terpecah menjadi 22 kelompok, mereka adalah : al-Haruriyyah, az-Azariqah, an-Najdat, ash-Shufariyyah, al-‘Ajaridah, al-Baihasiyyah, dan al-Ibadhiyyah...
Mereka menetap di al-Ahwaz, Persia, Yaman, Oman, al-Jazirah, al-Yamamah dan utara Afrika (ar-Rustamiyyun).
[Athlas al-Hadits an-Nabawi Min al-Kutub ash-Shihah as-Sittah 166, Dr. Syauqi Abu Khalil]
Kemudian muncullah Syiah Rafidhah Takfiriy yang mengadopsi ajaran pendahulunya yang berasal dari kalangan Syiah Khawarij Takfiry dalam mengkafirkan kaum Muslimin. Bahkan Syiah Rafidhah yang militan lebih Keji daripada Syiah Khawarij, dikarenakan mereka berdua (Syiah Rafidhah & Syiah Khawarij) berasal dari tanduk yang satu, yakni Syiah Kufah Irak, sebagaimana yang telah diadopsi oleh Daulah ‘Ubaidillah Syiah al-Fathimiyyah.
فإن لَمَّا صَارَ إِلَى بِلَادِ الْمَغْرِبِ تَسَمَّى بِعُبَيْدِ الله، وتلقب بالمهدي، وأن من تقدم من سلفه أَدْعِيَاءُ خَوَارِجُ، لَا نَسَبَ لَهُمْ فِي وَلَدِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالَبٍ،
Tatkala ia telah sampai di negeri Maghrib, maka ia (mengaku) bernama ‘Ubaidillah (pendiri Daulah ‘Ubaidillah Syiah al-Fathimiyyah) dengan julukan al-Mahdi. Dan sesungguhnya para pendahulunya adalah para penyeru Khawarij, yang di mana mereka tidak memiliki hubungan nasab dengan keturunan ‘Aliy bin Abi Thalib (sama sekali).
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 11/397, al-Hafizh Ibnu Katsir]
Berikut adalah sifat-sifat yang melekat pada Syiah Khawarij :
[-] Ghuluw terhadap Imamah Amirul Mukminin ‘Aliy bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dan mudah mengkafirkan, serta berlepas diri dari Amirul Mukminin ‘Utsman bin al-‘Affan Radhiyallahu ‘anhu.
Bahwasanya Khawarij tidak menuntut darah ‘Utsman, bahkan mereka mengingkari dan berlepas diri darinya (Utsman). Asalnya, sebagian penduduk Irak mengingkari sirah sebagian kerabat ‘Utsman dengan mengecam ‘Utsman. Mereka disebut sebagai al-Qurra’ dikarenakan mereka sangat bersungguh-sungguh dalam tilawah dan ibadah, hanya saja mereka membaca al-Qur’an tidak sebagaimana yang dimaksud, dan bersandar pada pendapat mereka, serta memfasihkan dalam kezuhudan, kekhusyu’an dan lainnya.Tatkala terbunuhnya ‘Utsman, mereka ikut berperang bersama ‘Aliy dan meyakini kafirnya ‘Utsman dan para pengikutnya. Mereka meyakini Imamah ‘Aliy dan mengkafirkan orang yang memeranginya pada perang Jamal.
[Fathul Bari 12/283, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani]
Begitu pula dengan Syiah Khawarij yang mengkafirkan kaum Muslimin dan berlepas diri dari Amirul Mukminin ‘Utsman bin al-‘Affan Radhiyallahu ‘anhu.
اتفقت الامامية على أن من أنكر إمامة أحد من الأئمة وجحد ما أوجبه الله تعالى له من فرض الطاعة فهو كافر ضال مستحق للخلود في النار
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٢٣ - الصفحة ٣٩٠
Imamiyyah (Syiah) bersepakat bahwa orang yang mengingkari Imamah dari salah seorang Imam dan mengingkari apa-apa yang diwajibkan oleh Allah Ta’ala baginya dalam hal kewajiban taat, maka ia Kafir, Sesat, dan layak untuk kekal di Neraka.
وعقيدتنا في التبرؤ أننا نتبرأ من الأصنام الأربعة؛ أبي بكر, وعمر, وعثمان, ومعاوية
حق اليقين, ص519 - لمحمد الباقر المجلسي
Aqidah kami dalam berlepas diri adalah bahwasanya kami berlepas diri dari empat berhala, yaitu Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman serta Mu’awiyyah.
[Haqq al-Yaqin 519, Muhammad Baqir al-Majlisiy Pendeta Syiah Rafidhah]
Bahkan si Khomeini Pendeta Syiah Rafidhah tidak mau beribadah kepada Ilah yang mendudukkan ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu sebagai Amirul Mukminin.
إننا لا نعبد إلهاً يقيم بناء شامخا للعبادة والعدالة والتدين ، ثم يقوم بهدمه بنفسه ، ويجلس يزيداً ومعاوية وعثمان وسواهم من العتاة في مواقع الإمارة على الناس ،
كشف الأسرار – ص 123 - الخميني
“Sesungguhnya kami tidak beribadah kepada Ilah yang menegakkan bangunan (pemerintahan) yang megah demi beribadah, keadilan dan beragama, yang kemudian Dia sendiri yang menghancurkannya. Dia telah mendudukkan Yazid dan Mu’awiyyah serta ‘Utsman dan lainnya dari kalangan yang suka bertindak sewenang-wenang dengan menempatkannya sebagai pemimpin manusia.
Dan di antara perkara Ahlul Bida’, bahwasanya mereka mengada-adakan sebuah perkataan yang di mana mereka menjadikannya sebagai kewajiban di dalam agama, bahkan mereka menjadikannya sebagai bagian dari keimanan yang harus diyakini, serta mereka mengkafirkan orang-orang yang menyelisihinya dan menghalalkan darahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Khawarij, Jahmiyyah, Rafidhah (Syiah), Mu’tazilah dan selainnya.
[Majmu’ al-Fatawa 19/212, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Oleh karena itu Syiah Khawarij menghalalkan darah kaum Muslimin yang mendahulukan Imamah atas ‘Aliy, yakni Abu Bakar, Umar dan ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhum.
إنهم كفار أنجاس بإجماع علماء الشيعة الإمامية, وإنهم شرّ من اليهود والنصارى, وإن من علامات الناصبي تقديم غير علي عليه في الإمامة
الأنوار النعمانية/ 206,207
Sesungguhnya mereka (Nashibi) adalah Kafir Najis dengan kesepakatan (ijma’) para Ulama Syiah Imamiyyah, dan sesungguhnya mereka adalah lebih buruk dari Yahudi dan Nashrani, dan sesungguhnya ciri-ciri dari Nashibi adalah mendahulukan selain ‘Aliy ‘alaihi dalam Imamah.
ليس الناصب من نصب لنا أهل البيت, لأنك لا تجد رجلا يقول: أنا أبغض محمدا وآل محمد, ولكن الناصب من نصب لكم وهو يعلم أنكم تتولونا وتتبرؤون من عدونا وأنكم من شيعتنا
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٢٩ - الصفحة مقدمة المحقق ٣٩
Nashibi bukanlah orang yang memusuhi kami Ahlul Bait, dikarenakan engkau tidak akan menemukan seseorang yang berkata, “Aku membenci Muhammad dan keluarga Muhammad.” Namun Nashibi adalah orang yang memusuhi kalian dan ia mengetahui bahwasanya kalian berwilayah kepada kami dan berlepas diri dari musuh-musuh kami dan sesungguhnya kalian adalah Syiah kami.
قلت لأبي عبد الله عليه السلام: ما تقول في قتل الناصب؟ قال: حلال الدم أتقي عليك فان قدرت أن تقلب عليه حائطا أو تغرقه في ماء لكي لا يشهد به عليك فافعل, قلت: فما ترى في ماله؟ قال توه ما قدرت عليه
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٢٧ - الصفحة ٢٣١
Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah ‘alaihi Salam, “Bagaimana pendapatmu mengenai membunuh Nashibi?” ia menjawab, “Halal darahnya serta berhati-hatilah, jika engkau mampu merubuhkan tembok ke atas mereka atau menenggelamkan ke dalam air sehingga tidak ada yang menyaksikan pembunuhanmu maka lakukanlah. Aku bertanya, “Lalu bagaimana denganhartanya?” ia menjawab, “Habiskanlah jika engkau mampu.”
“Mereka membunuhi orang-orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala, apabila aku mendapati mereka, niscaya aku akan membunuh mereka seperti pembunuhan kaum ‘Aad.”
Sifat ini adalah (sifat) yang nampak pada Khawarij, sebagaimana juga Rafidhah (Syiah) dan lainnya yang seperti mereka. Sesungguhnya mereka menghalalkan darah Ahlul Kiblat dikarenakan keyakinan mereka bahwasanya mereka (Ahlul Kiblat/kaum Muslimin) adalah Murtaddin/orang-orang yang Murtad.
[Majmu’ al-Fatawa 28/497, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Hal inilah yang menjadikan Syiah Khawarij menjadi Kafir dikarenakan hendak meruntuhkan pondasi kaum Muslimin dalam beragama dengan memurtadkan seluruh Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sehingga hadits-hadits yang melalui jalur Shahabat Radhiyallahu ‘anhum akan mereka (Syiah Khawarij) tolak dikarenakan telah Murtad.
كان الناس أهل ردة بعد النبي (صلى الله عليه وآله) سنة إلا ثلاثة فقلت: ومن الثلاثة؟ فقال: المقداد بن الأسود وأبو ذر الغفاري، وسلمان الفارسي،
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٢٢ - الصفحة ٣٥١
“Bahwasanya manusia Murtad sepeninggal Nabi (Shallallahu ‘alaihi wa aalihi) selama satu tahun, kecuali tiga orang.” Aku bertanya, “Siapakah ketiga orang tersebut?” Lalu ia menjawab, “Al-Miqdad bin al-Aswad dan Abu Dzar al-Ghifariy serta Salman al-Farisiy.
كان الناس أهل ردة بعد النبي (صلى الله عليه وآله) إلا ثلاثة فقلت: ومن الثلاثة؟ فقال: المقداد بن الأسود وأبو ذر الغفاري و سلمان الفارسي
الكافي - الشيخ الكليني - ج ٨ - الصفحة ٢٤٥
“Bahwasanya manusia Murtad sepeninggal Nabi (Shallallahu ‘alaihi wa aalihi), kecuali tiga orang.” Aku bertanya, “Siapakah ketiga orang tersebut?” Lalu ia menjawab, “Al-Miqdad bin al-Aswad dan Abu Dzar al-Ghifariy serta Salman al-Farisiy.
Khawarij dan Ahlul Bida’ : Bahwasanya mereka mengkafirkan pelaku dosa besar dan kecil, sehingga dengan pengkafiran yang dilakukan oleh mereka menyebabkan penghalalan darah kaum Muslimin dan harta mereka. Serta menjadikan Darul Islam sebagai Darul Harbi (negeri yang diperangi), sedangkan negeri mereka adalah negeri Iman. Dan begitu pula yang dikatakan oleh mayoritas Rafidhah (Syiah).
[Majmu’ al-Fatawa 19/73, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Sehingga mereka (Syiah Khawarij) tidak mengakui pemimpin ataupun hakim yang bukan berasal dari kalangan Syiah Khawarij, bahkan mereka akan menghukumi pemimpin dan hakim tersebut sebagai Thaghut.
فتحاكما إلى السلطان وإلى القضاة أيحل ذلك؟ قال: من تحاكم إليهم في حق أو باطل فإنما تحاكم إلى الطاغوت،
الكافي - الشيخ الكليني - ج ١ - الصفحة ٦٧
“Mereka berdua bertahkim kepada Sulthan dan Qadhi, apakah hal tersebut diperbolehkan?” Lantas ia menjawab, “Barangsiapa yang bertahkim kepada mereka dalam hal kebenaran atau kebathilan, maka sesungguhnya ia telah bertahkim kepada Thaghut.”
Setelah pemimpin kaum Muslimin yang bukan berasal dari Syiah Khawarij dihukumi sebagai Thaghut, maka Mereka (Syiah Khawarij) akan berpaling dari berjihad melawan para penyembah berhala, dikarenakan pemimpin panji jihad tersebut adalah Thaghut.
كل راية ترفع قبل قيام القائم عليه السلام فصاحبها طاغوت يعبد من دون الله عز وجل
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٥٢ - الصفحة ١٤٣
Setiap panji (jihad) yang dikibarkan sebelum munculnya al-Qaim ‘alaihi Salam (Imam Mahdi Syiah), para pemilik panji tersebut adalah Thaghut yang disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Barangsiapa yang keluar (berjihad) atau dari golongan kami yaitu Ahlul Bait yang keluar (berjihad) hingga munculnya Qaim (Imam Mahdi Syiah) kami, baik untuk menolak kedzaliman atau untuk menegakkan kebenaran, niscaya akan tertimpa bencana. Kedatangannya (Qaim Imam Mahdi Syiah) akan menambah tipu daya kita dan Syiah kita.
جعلت فداك ما تقول في هؤلاء الذين يقتلون في هذه الثغور؟ قال: فقال: الويل يتعجلون قتلة في الدنيا وقتلة في الآخرة والله ما الشهيد الا شيعتنا ولو ماتوا على فرشهم
وسائل الشيعة (آل البيت) - الحر العاملي - ج ١٥ - الصفحة ٣١
Aku menjadi tebusanmu, bagaimana pendapatmu mengenai orang-orang yang terbunuh di wilayah perbatasan musuh? Ia menjawab, “Kebinasaan, mereka tergesa-gesa dalam terbunuh di dunia dan terbunuh di akhirat. Demi Allah, yang syahid hanyalah Syiah kita meskipun mereka mati di atas kasur.”
واستحلوا دماء الأطفال ولم يستحلوا أكل ثمرة بغير ثمنها وتعبوا فِي العبادات وسهروا وجزع ابْن ملجم عند قطع لسانه من فوات الذكر واستحل قتل علي كرم اللَّه وجهه ثم شهروا السيوف عَلَى المسلمين
Mereka (Khawarij) menghalalkan darah anak-anak, namun tidak menghalalkan memakan buah yang tidak dibeli, bersusah payah dalam beribadah dan tidak tidur, serta Ibnu Muljam khawatir ketika lidahnya hendak dipotong dikarenakan dapat melewatkan dzikr namun menghalalkan pembunuhan ‘Aliy Karamallahu Wajhah, kemudian menghunuskan pedang kepada kaum Muslimin. [Talbis Iblis 86, Imam Ibnul Jauziy]
Syiah Khawarij bantai bayi-bayi dan anak-anak kecil kaum Muslimin.
Syiah Khawarij berkata, “Binasakanlah bayi laki-laki dan bayi-bayi perempuan al-Harb.”
Sesungguhnya Ibnu ‘Umar jika ditanya mengenai al-Haruriyyah (Khawarij)?, maka beliau menjawab, “Mengkafirkan kaum Muslimin, menghalalkan darah dan harta mereka, menikahi wanita-wanita dalam masa iddahnya, apabila didatangkan seorang wanita maka ia akan dinikahi oleh seorang laki-laki di antara mereka meskipun ia telah bersuami. Aku tidak mengetahui seorang pun yang berhak untuk diperangi selain mereka.
[Al-‘Itisham 2/692-693, Imam asy-Syathibiy]
قلت لأبي عبد الله (عليه السلام): إني أكون في بعض الطرقات فأرى المرأة الحسناء ولا آمن أن تكون ذات بعل أو من العواهر؟ قال: ليس هذا عليك إنما عليك أن تصدقها في نفسها
الكافي - الشيخ الكليني - ج ٥ - الصفحة ٤٦٢
Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah (alaihi Salam), “Aku pernah berada di tengah perjalanan kemudian aku melihat seorang Wanita (Syiah) yang cantik, namun aku merasa tidak aman (was-was) jika Wanita (Syiah) tersebut telah memiliki suami atau seorang Wanita Pelacur? Lantas ia menjawab, “Itu bukan urusanmu, sesungguhnya bagimu hanya mempercayainya saja mengenai diri Wanita (Syiah) tersebut.
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang masih muda usianya, bodoh pikirannya, mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia, membaca al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongannya, mereka melesat (keluar) dari agama sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya. Apabila kalian menemui mereka, maka perangilah mereka, karena sesungguhnya dalam memerangi mereka terdapat pahala bagi siapa saja yang memerangi mereka di sisi Allah pada hari Kiamat. [Muslim no.1771]
Bodoh alias ahmaq/dungu adalah ciri khas Syiah Khawarij baik dalam hal membaca maupun adab terhadap al-Quran al-Karim yang merupakan Kalamullah, bahkan mereka (Syiah Khawarij) membacanya tidak melewati otaknya sama sekali.
فقال أبو جعفر عليه السلام: لو كان الناس كلهم لنا شيعة لكان ثلاثة أرباعهم لنا شكاكا والربع الآخر أحمق
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٤٦ - الصفحة ٢٥١
Abu Ja’far ‘alaihi Salam berkata, “Seandainya seluruh manusia adalah Syiah, maka niscaya 3/4 (tiga perempat/75%)-nya adalah meragukan kami (Ahlul Bayt) dan 1/4 (seperempat/25%) lainnya adalah Bodoh/Ahmaq/Dungu.
Saya (Syiah) adalah Anjingnya Ahlul Bayt ‘alaihim Sallam.
[http://www.youtube.com/watch?v=NRseLce-teQ]
Kemudian Amirul Mukminin ‘Aliy bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dibunuh oleh Syiah Khawarij yang bernama Ibnu Muljam, sebagaimana yang diakui oleh media propaganda Syiah Rafidhah.
Malam ke-21 bulan Ramadhan adalah satu bentuk mishdaq yang menguatkan pernyataan tersebut. Di mana malam tersebut masyhur sebagai malam syahidnya Ali ibn Abi Thalib kwj oleh tebasan pedang Abdurrahman ibn Muljam. Mengapa malam ini menjadi mishdaq dari pernyataan tersebut?
Jawabnya adalah karena Ibnu Muljam dikenal sebagai sahabat Ali ibn Abi Thalib kwj yang kemudian menyimpang dan menjadi khawarij dan pada akhirnya membunuh Ali sendiri.
Az-Zirkuli menulis tentang Ibnu Muljam:
…فكان من القراء و أهل الفقه و العبادة. ثم شهد فتح مصر و سكنهافكان فيها فارس بني تدؤل. و كان من شيعة علي بن أبي طالب (رضي الله عنه) و شهد معه صفين. ثم خرج عليه…[i]
(Ia adalah qari’ dan ahli fikih dan ibadah. Ia ikut serta pada fathu mishr dan pendudukannya. Pada saat itu ia adalah ksatria dari Bani Tad`ul di Mesir. Dan ia juga adalah Syi’ah Ali ibn Abi Thalib ra dan ikut bersamanya di perang Shiffin. Kemudian ia keluar dari Ali [menjadi khawarij])
[Khairuddin az-Zirkuli, al A’lam; Qamus Tarajim li Asyhar ar-Rijal wa an-Nisa min al ‘Arab wa al Musta’ribin wa al Mustasyriqin, (Beirut: Dar al ‘Ilm Lilmulayyin, 1989), cet. 1989, jil. 3, hal. 339.]
Setelah terbunuhnya Amirul Mukminin ‘Aliy bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, maka Imamah dipegang oleh Amirul Mukminin al-Hasan bin ‘Aliy bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhuma. Namun ia (al-Hasan) menyerahkan Imamah tersebut kepada Amirul Mukminin Mu’awiyyah Radhiyallahu ‘anhuma, sehingga bersatulah kaum Muslimin.
Sesungguhnya anakku ini (al-Hasan) adalah Sayyid dan semoga Allah mendamaikan dengannya dua kelompok besar dari kalangan kaum Muslimin. [Bukhari no.2505]
Kemudian datanglah seorang Syiah Khawarij kepada al-Hasan bin ‘Aliy Radhiyallahu ‘anhuma dengan mencemooh beliau.
أتيت الحسن بن علي عليهما السلام فقلت: يا ابن رسول الله صلى الله عليه وآله أذللت رقابنا، وجعلتنا معشر الشيعة عبيدا ما بقي [معك] رجل، فقال: ومم ذاك؟ قال: قلت: بتسليمك الأمر لهذا الطاغية
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٤٤ - الصفحة ١٤٧
Aku mendatangi al-Hasan bin ‘Aliy ‘alaihima salam seraya berkata, “Wahai anak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi, engkau telah menundukkan leher-leher kami dan menjadikan kami kelompok Syiah sebagai budak, sehingga tidak ada seorang pun yang tersisa bersama engkau.” Lantas (al-Hasan) bertanya, “Kenapa?” Ia menjawab, “Engkau telah menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada tiran itu.”
جاء رجل من أصحاب الحسن عليه السلام يقال له: سفيان بن ليلى
السلام عليك يا مذل المؤمنين، قال وما علمك بذلك؟
قال: عمدت إلى أمر الأمة، فخلعته من عنقك، وقلدته هذا الطاغية، يحكم بغير ما أنزل الله،
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٤٤ - الصفحة ٢٤
Datanglah seorang laki-laki yang berasal dari sahabat-sahabatnya al-Hasan ‘alaihi Salam berkata kepadanya, yakni Sufyan bin Layla.
“Assalamu ‘alaika wahai orang yang telah menghinakan kaum Mukminin.” Lantas (al-Hasan) bertanya, “Darimana engkau mengetahuinya?”
Ia menjawab, “Engkau telah memegang tampuk kepemimpinan, lalu engkau melepaskannya dari bahumu dan selanjutnya menyerahkannya kepada tiran, sehingga ia berhukum dengan selain apa-apa yang diturunkan oleh Allah.”
Lalu Imam al-Hasan Radhiyallahu ‘anhu pun menjawab.
فان الذي أحوجني إلى ما فعلت: قتلكم أبي، وطعنكم إياي، وانتهابكم متاعي: وانكم لما سرتم إلى صفين كان دينكم أمام دنياكم، وقد أصبحتم اليوم ودنياكم أمام دينكم
ويحك أيها الخارجي! انى رأيت أهل الكوفة قوما لا يوثق بهم، وما اغتر بهم الا من ذل، ليس [رأى] أحد منهم يوافق رأى الاخر، ولقد لقي أبي منهم أمورا صعبة وشدائد مرة، وهي أسرع البلاد خرابا، وأهلها هم الذين فرقوا دينهم وكانوا شيعا.
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٤٤ - الصفحة ٢٣
Sesungguhnya yang menjadikan aku melakukan hal tersebut adalah kalian telah membunuh ayahku, menusuk-ku, merampas harta bendaku. Sesungguhnya kalian tatkala berangkat menuju Shiffin maka kalian mendahulukan agama kalian daripada dunia kalian. Sedangkan hari ini kalian menjadikan dunia kalian lebih didahulukan daripada agama kalian.
Celakalah engkau wahai Kharijiy, sesungguhnya aku melihat penduduk Kufah sebagai kaum yang tidak dapat dipercaya, Tidaklah ada yang terperdaya dengan mereka melainkan menjadi terhina. Tidaklah pendapat salah seorang di antara kalian sepakat dengan pendapat seorang lainnya. Sungguh ayahku telah merasakan dari mereka berbagai perkara yang menyusahkan dan penderitaan. Ia (Kufah) adalah negeri yang paling cepat rusak, dan penduduknya-lah yang memecah belah agama mereka (hingga) menjadi sekte-sekte.
Hal ini (pengkhianatan Syiah Khawarij) telah diakui oleh media propaganda Syiah Rafidhah, yaitu IRIB.
Setelah syahadah Imam Ali as, pengikut Syiah di Kufah membaiat Imam Hasan as, anak Imam Ali as dan memilihnya sebagai khalifah, pengganti ayahnya. Imam Hasan as mengirim 12 ribu pasukan yang dipimpin oleh Qais bin Saad untuk memerangi Muawiyah dan beliau sendiri pergi ke kota Madain.
Sebelum terjadi perang terhembus isu kematian Qais bin Saad yang membuat pasukan Imam Hasan as tidak solid lagi. Sebagian pada waktu itu sampai berani menjarah bendera Imam Hasan dan yang lain menusuk paha beliau dengan pisau. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan Imam Hasan as dan melanjutkan perang tidak ada gunanya dengan pasukan yang rendah semangatnya. [IRIB]
Oleh karena itu, Syiah Khawarij lebih memilih keturunan al-Husain Radhiyallahu ‘anhu sebagai Imam Syiah Khawarij yang di mana beliau memiliki isteri yang berasal dari Persia daripada memilih Imam yang berasal dari keturunan al-Hasan Radhiyallahu ‘anhu yang telah menyerahkan Imamah kepada Mu’awiyyah Radhiyallahu ‘anhu.
أقدمت بنت يزدجرد على عمر أشرف لها عذارى المدينة وأشرق المسجد بضوئها لما دخلته،
فقال له أمير المؤمنين عليه السلام: ليس ذلك لك، خيرها رجلا من المسلمين وأحسبها بفيئه، فخيرها فجاءت حتى وضعت يدها على رأس الحسين عليه السلام فقال لها أمير المؤمنين: ما اسمك؟ فقالت: جهان شاه، فقال لها أمير المؤمنين عليه السلام: بل شهربانويه، ثم قال للحسين: يا أبا عبد الله لتلدن لك منها خير أهل الأرض، فولدت علي بن الحسين عليه السلام وكان يقال لعلي بن الحسين عليه السلام: ابن الخيرتين فخيرة الله من العرب هاشم ومن العجم فارس.
الكافي - الشيخ الكليني - ج ١ - الصفحة ٤٦٧
Tatkala puteri Yazdjird (Yazdjird III bin Syahryar keturunan Kisra) dibawa ke hadapan ‘Umar, gadis-gadis Madinah melihatinya. Sehingga Masjid bersinar dengan cahayanya ketika ia (puteri Yazdjird) memasukinya.
Amirul Mukminin ‘alaihi Salam (‘Aliy) berkata kepada beliau (‘Umar), “Janganlah begitu kepadanya, Biarkanlah ia memilih seorang laki-laki dari kalangan kaum Muslimin dan menghitungnya sebagai fai-nya (laki-laki tersebut).” Lalu (‘Umar) memberikan pilihan kepadanya, kemudian ia mendatangi dan meletakkan tangannya di atas kepala al-Husain ‘alaihi Salam. Lantas Amirul Mukminin (‘Aliy) bertanya kepadanya, “Siapa namamu?” Ia mejawab, “Jihan Syah.” Amirul Mukminin (‘Aliy) ‘alaihi Salam berkata kepadanya, “Bukan, engkau adalah Syahrbanu.” Kemudian beliau berkata kepada al-Husain, “Wahai Aba ‘Abdillah, ia terlahir untukmu yang merupakan sebaik-baiknya penduduk bumi. Dan ia akan melahirkan ‘Aliy bin al-Husain ‘alaihi Salam, julukan bagi ‘Aliy bin al-Husain ‘alaihi Salam adalah anak dua pilihan yang dipilih Allah yang berasal dari ‘Arab, yakni Hasyim, dan ‘Ajam, yakni Persia.”
Hingga akhirnya keturunan Kisra Yazdjird Persia akan bangkit di akhir zaman sebagai Imam Mahdi Syiah Khawarij. Ia bernama al-Qaim al-Masih ad-Dajjal Imam Mahdi al-Muntazhar Syiah Rafidhah al-Majusi sang Imam Zaman.
لما جلى الفرس عن القادسية وبلغ يزدجرد بن شهريار ما كان من رستم وإدالة العرب عليه وظن أن رستم قد هلك والفرس جميعا وجاء مبادر وأخبره بيوم القادسية وانجلائها عن خمسين ألف قتيل، خرج يزدجرد هاربا في أهل بيته ووقف بباب الإيوان، وقال: السلام عليك أيها الإيوان! ها أنا ذا منصرف عنك وراجع إليك، أنا أو رجل من ولدي لم يدن زمانه ولا آن أوانه.
قال سليمان الديلمي: فدخلت على أبي عبد الله عليه السلام فسألته عن ذلك وقلت له: ما قوله: " أو رجل من ولدي " فقال: ذلك صاحبكم القائم بأمر الله عز وجل السادس من ولدي قد ولده يزدجرد فهو ولده
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٥١ - الصفحة ١٦٤
Tatkala (pasukan) Persia kalah pada perang al-Qadisiyyah dan sampai beritanya kepada Yazdjird bin Syahryar (keturunan Kisra) dari Rustum bahwa bangsa ‘Arab telah berhasil menaklukkannya. Ia menyangka bahwasanya Rustum telah binasa bersama (pasukan) Persia seluruhnya, hingga datanglah seseorang dengan mengabarkan kepadanya pada hari al-Qadisiyyah mengenai kalahnya 50.000 pasukan. Lantas Yazdjird (Yazdjird III bin Syahryar keturunan Kisra) pun keluar melarikan diri ke keluarganya, tatkala sampai di gerbang al-Iwan, ia berkata, “Semoga keselamatan atasmu wahai al-Iwan, aku akan segera meninggalkanmu dan akan bertemu kembali denganmu. Aku atau seorang laki-laki yang berasal dari keturunanku yang belum tiba zamannya akan kembali lagi.
Sulayman ad-Dailamiy berkata, “Aku pun masuk menemui Abi ‘Abdillah ‘alaihi Salam dan bertanya kepadanya mengenai peristiwa tersebut, lantas aku pun bertanya kepadanya, “Apa yang dimaksud dengan perkataan, “Atau seorang laki-laki yang berasal dari keturunanku” Lalu beliau menjawab, “Itulah Shahib (az-Zaman) kalian, yakni al-Qaim (menegakkan) dengan perintah Allah Azza wa Jalla, yaitu keturunanku yang keenam, yang juga merupakan keturunan Yazdjird.”
Imam (al-Haramain) berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, ‘Kaum al-Qadariyyah adalah Majusi umat ini.” Sebab beliau menyerupakan mereka dengan kaum Majusi adalah karena mereka memilah perkara yang baik dan perkara yang buruk mengenai hukum kehendak (Allah), sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Majusi, mereka memalingkankebaikan kepada Yazdan dan keburukan kepada Ahraman. Telah nyata terang benderang bahwa hadits tersebut memang dikhususkan untuk kaum al-Qadariyyah.
[Syarah Shahih Muslim 1/154, Imam an-Nawawi]
Hingga muncul-lah al-Qaim al-Masih ad-Dajjal Imam Mahdi al-Muntazhar Syiah Rafidhah al-Majusi sang Imam Zaman si Kisra Hamba Yazdan di Iran.
Saat ini Syiah Khawarij sedang mempersiapkan Daulah Imamiyyah Persia yang dikenal dengan nama Wilayatul Faqih yang akan diserahkan nantinya kepada al-Qaim al-Masih ad-Dajjal Imam Mahdi al-Muntazhar Syiah Rafidhah al-Majusi sang Imam Zaman si Kisra Hamba Yazdan. Sehingga barangsiapa yang menolak Wilayatul Faqih, maka Murtad dan keluar dari agama Islam, dan kematianlah yang pantas bagi penentang Wilayatul Faqih.
هل يعتبر مَن لا يعتقد بولاية الفقيه المطلقة مسلماً حقيقياً؟
Apakah orang yang tidak meyakini Wilayah al-Faqih mutlak masih dianggap sebagai seorang Muslim yang sebenarnya?
ج: عدم الإعتقاد اجتهاداً أو تقليداً بولاية الفقيه المطلقة في زمن غيبة الإمام الحجة (أرواحنا فداه) لا يوجب الإرتداد والخروج عن الإسلام
Jawab : Bagi yang tidak meyakini secara ijtihad atau taklid (kepada Mujtahid) dalam hal Wilayatul Faqih mutlak pada masa ghaibahnya al-Imam al-hujjah (jiwa kami sebagai tebusannya), maka tidak diharuskan untuk dimurtadkan atau dikeluarkan dari agama Islam.
[Istifta’at bab Wilayah al-Faqih, Khamenei Pendeta Syiah Rafidhah]
Fatwa Khamenei Rahbar Iran tersebut di atas dapat dipahami sebagai berikut :
“Bagi yang tidak meyakini Wilayatul Faqih dengan tidak taklid (mengikuti) seorang Mujtahid lainnya, maka keluar atau murtad dari agama Islam.”
Sehingga kematianlah yang pantas baginya (penolak Wilayatul Faqih)
Menit 01:56
Khamenei Pemimpin, kematian untuk mereka yang menolak Wilayatul Faqih.
[https://www.youtube.com/watch?v=MeSzH_wg6pQ]
Oleh karena itu, Daulah Persia akan berusaha bangkit di akhir zaman, namun impian Daulah Imamiyyah Persia Syiah Khawarij tersebut akan terpupus habis oleh Penduduk yang berasal dari arah Maghrib, yakni Syam. Sebagaimana yang telah Tanya Syiah Goreskan Pena Part [10] Jihad Suriah Perang Akhir Zaman Melawan Syiah.
Suatu kaum mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dari Maghrib [قِبَلِالْمَغْرِبِ], mereka mengenakan baju wool, mereka menemui beliau di dekat suatu bukit. Mereka berdiri sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam duduk. Ia (Nafi') berkata, “Hatiku berkata, datangilah mereka dan berdirilah di antara mereka dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam agar mereka tidak menyerang beliau,” Lalu aku berkata, “Mungkin beliau sedang berbicara dengan mereka.” Aku mendatangi mereka lalu aku berdiri di antara mereka dan beliau. Aku menghafal empat kalimat dari beliau, aku menghitungnya dengan tanganku. Beliau bersabda, “Kalian akan memerangi Jazirah ‘Arab lalu Allah menaklukkannya, setelah itu Persia lalu Allah menaklukkannya, kemudian kalian memerangi Romawi lalu Allah menaklukkannya, selanjutnya kalian memerangi Dajjal lalu Allah menaklukkannya.” Kemudian Nafi' berkata, “Hai Jabir, kami tidak berpendapat Dajjal muncul hingga Romawi ditaklukkan.” [Muslim no.5161]