Thursday, March 26, 2015

Potret Kejahatan Syi’ah dalam Sejarah

Berangkat dari akidah yang rusak dan absurd, sekte Syi’ah kerap menebar kekejian dan kebiadaban kepada kaum muslimin. Sejarah mencatat lembaran demi lembaran kelam kejahatan mereka dan tidak ada seorang pun yang dapat mengingkarinya. Berikut adalah diantara sebagian ‘kecil’ catatan sejarah kejahatan mereka yang digoreskan oleh para ahli sejarah Islam. Mudah-mudahan kita dapat mengambil pelajaran dan berhati-hati, karena sejarah seringkali terulang.

JATUHNYA KOTA BAGDAD

Pada tahun 656 H, Hulagu Khan, Raja Tatar berhasil menguasai kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat peradaban Islam di bawah kekuasaan Bani Abbasiyyah. Keberhasilan invansi Tatar ini tidak lepas dari peran dua orang Syi’ah. Yang pertama adalah seorang menteri pengkhianat khalifah Muktashim yang bernama Mu`yyiduddin Muhammad Ibnul Alqamy. Dan yang kedua adalah seorang ahli nujum Nashirudin Ath Thusi penasehat Hulagu.
Pada akhir kepemimpinan khalifah Mustanshir, jumlah pasukan Bani Abbasiyyah mencapai seratus ribu pasukan. Sepeninggal Mustanshir dan tampuk kepemimpinan dipegang oleh Muktashim, Ibnul Alqamy membuat usulan-usulan kepada khalifah untuk mengurangi jumlah pasukan dengan alasan untuk menghemat biaya. Hal itu pun diikuti oleh khalifah. Padahal itu merupakan taktik untuk melemahkan kekuatan pasukan. Hingga akhirnya jumlah pasukan hanya sepuluh ribu saja.
Pada saat yang sama, Ibnul Alqami menjalin hubungan gelap dengan Hulagu. Ia sering menulis surat kepada Hulagu dan memberinya motivasi untuk mengusai Baghdad serta berjanji akan membantunya sambil menggambarkan kondisi pertahanan Bagdad ketika itu yang semakin melemah. Itu semua ia lakukan demi memberantas sunnah, menampakkan bid’ah rafidhah dan mengganti kekuasaan dari Bani Abbasiyyah kepada Alawiyyah.

Pasukan Hulagu pun kemudian bergerak menuju Bagdad. Pasukan Khalifah baru menyadari bahwa Tatar telah bergerak masuk. Upaya penghadangan Tatar yang dilakukan oleh khalifah gagal hingga akhirnya Tatar berhasil menguasai sebagian wilayah Bagdad. Dalam kondisi itu, Ibnul Alqami mendatangi Hulagu dan membuat perencanaan dengannya kemudian kembali kepada khalifah Muktashim dan mengusulkan kepadanya untuk melakukan perdamaian seraya berkata bahwa Hulagu akan tetap memberinya kekuasaan sebagaimana yang Hulagu lakukan terhadap penguasa Romawi. Ia pun berkeinginan menikahkan putrinya dengan anak laki-laki kahlifah yang bernama Abu Bakar. Ia terus mengusulkan agar penawaran itu disetujui oleh khalifah. Maka khalifah pun berangkat dengan membawa para pembesar pemerintahannya dalam jumlah yang sangat banyak (dikatakan sekitar 1200 orang)
Khalifah menempatkan rombongannya di sebuah tenda. Lalu menteri Ibnul Alqami mengundang para ahli fikih dan tokoh untuk menyaksiakan akad pernikahan. Maka berkumpulah para tokoh dan guru Bagdad yang diantaranya adalah Muhyiddin Ibnul Jauzi beserta anak-anaknya untuk mendatangi Hulagu. Sesampainya di tempat Tatar, pasukan Tatar malah membunuhi mereka semua. Begitulah setiap kelompok dari rombongan khalifah datang dan dibantai habis semuanya. Tidak cukup sampai disitu, pembantaian berlanjut kepada seluruh penduduk Bagdad. Tidak ada yang tersisa dari penduduk kota Bagdad kecuali yang bersembunyi. Hulagu juga membunuh khalifah dengan cara mencekiknya atas nasehat Ibnul Alqami.
Pembantaian Tatar terhadap penduduk Bagdad berlangsung selama empat puluh hari. Satu juta korban lebih tewas dalam pambantaian ini. Kota Bagdad hancur berdarah-darah, rumah-rumah porak-poranda, buku-buku peninggalan para ulama dibakar habis dan Bagdad pun jatuh kepada penguasa kafir Hulagu Khan.
Selain peran Ibnul Alqami, peristiwa ini juga tidak lepas dari peran seorang Syi’ah lainnya bernama Nashirudin At Thushi, penasehat Hulagu yang dari jauh-jauh hari telah mempengaruhi Hulagu untuk menguasai kota Bagdad. [Lihat Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 13, hal. 192, 234 – 237, Al-Nujuum Al Zaahirah fii Muluuk Mishr wa Al Qahirah, vol. 2, hal. 259 – 260]

KONSPIRASI SYI’AH UBAIDIYYAH DAN PASUKAN SALIB.

Ketika kerajaan Islam Saljuqi sedang dalam pengintaian pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah yang menamakan diri mereka sebagai Fathimiyyah memanfaatkan keadaan. Ketika pasukan salib sedang mengepung Antakia, mereka mengirim utusan kepada pasukan salib untuk melakukan kerjasama dalam memerangi kerajaan Islam Saljuqi serta membuat perjanjian untuk membagi wilayah selatan (syiria) untuk pasukan salib dan wilayah utara (palestina) untuk mereka. Pasukan salib pun menyambut tawaran itu.
Maka, terjadilah pertempuran antara pasukan salib dan pasukan Saljuqi. Saat terjadi peperangan antara pasukan Saljuqi dengan pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah sibuk untuk memperluas kekuasaan mereka di Pelestina yang saat itu berada di bawah kekuasaan Saljuqi.
Akan tetapi kemudian pasukan salib mengkhianati perjanjian mereka dan merangsek masuk ke wilayah Palestina pada musim semi tahun 492 H dengan kekuatan seribu pasukan berkuda dan lima ribu invanteri saja. Pasukan Ubaidiyyah melawan mereka namun demi tanah dan diri mereka saja, bukan untuk jihad. Hingga satu per satu dari daerah Palestina jatuh ke tangan pasukan salib dan mereka pun membantai kaum muslimin. Mereka membunuhnya di depan Masjid Al Aqsha. Lebih dari tujuh puluh ribu orang tewas dalam peristiwa berdarah itu, termasuk para ulama. [Lihat Tarikh Islam, Mahmud Syakir, vol. 6, hal. 256-257, Tarikh Al Fathimiyyin, hal. 437]
Syi’ah Qaramithah
Al Hafidz Ibnu Katsir dalam (Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 11, hal. 149) menceritakan, di antara peristiwa pada tahun 312 H bulan Muharram, Abu Thahir Al Husain bin Abu Sa’id Al Janabi –semoga Allah melaknatnya- menyerang para jemaah haji yang tengah dalam perjalanan pulang dari baitullah dan telah menunaikan kewajiban haji. Mereka merampok dan membunuh mereka. Korban pun berjatuhan dengan jumlah yang sangat banyak –hanya Allah yang mengetahuinya. Mereka juga menawan para wanita dan anak-anak mereka sekehendaknya dan merampas harta mereka yang mereka inginkan.
Ibnu Katsir juga menceritakan pada tahun 317 H, orang-orang Syi’ah Qaramithah telah mencuri hajar aswad dari baitullah. Dalam tahun itu, rombongan dari Iraq yang dipimpin orang Manshur Ad Daimamy datang ke Makkah dengan damai. Kemudian pada hari tarwiyah, orang-orang Qaramithah menyerang mereka, merampas harta dan membantainya di masjidil haram, di depan Kabah. Para jemaah haji berhamburan. Diantara mereka ada yang berpegangan dengan kain penutup Kabah. Akan tetapi itu tidak bermanfaat bagi mereka. Orang-orang Qaramithah terus membunuhi orang-orang. Setelah selesai, orang-orang Qaramithah membuang para korban di sumur zamzam dan tempat-tempat di masjidil haram.
Qubbah zamzam dihancurkan, pintu kabah dicopot dan kiswahnya dilepaskan kemudian dirobek-robek. Mereka pun mengambil hajar aswad dan membawanya pergi ke negara mereka. Selama dua puluh dua tahun hajar aswad beserta mereka hingga akhirnya mereka kembalikan pada tahun 339 H.

DAULAH SHAFAWIYYAH (CIKAL BAKAL SYI’AH DI IRAN)

Dahulu, hampir sembilan pulun persen penduduk Iran menganut akidah ahli sunnah bermadzhab Syafi’i. Hingga pada abad ke sepuluh hijriyah tegaklah daulah Shafawiyyah dibawah kepamimpinan Isma’il Ash-Shafawi. Ia pun kemudian mengumumkan bahwa ideologi negera adalah Syi’ah Imamiyyah Itsna Asyriyyah, serta memaksa para warga untuk juga menganutnya.
Ia sangat terkenal sebagai pemimpin yang bengis dan kejam. Ia membunuh para ulama kaum muslimin beserta orang-orang awamnya. Sejarah mencatat, ia telah membunuh sekitar satu juta muslim sunni, merampas harta, menodai kehormatan, memperbudak wanita mereka dan memaksa para khatib ahli sunnah untuk mencela para khalifah rasyidin yang tiga (Abu Bakar, Umar dan Ustman –semoga Allah meridhai mereka) serta untuk mengkultuskan para imam dua belas.
Tidak hanya itu, ia juga memerintahkan untuk membongkar kuburan ulama kaum muslimin dari kalangan ahli sunnah dan membakar tulang belulangnya.
Daulah Shafawiyyah berhasil memperluas kekuasaannya hingga semua penjuru daerah Iran dan wilayah yang ada di dekatnya. Ismail Shafawi berhasil menaklukkan daulah Turkimaniyyah berakidah ahli sunnah di Iran, kemudian Faris, Kirman dan Arbastan serta yang lainnya. Dan setiap peristiwa penaklukan itu, ia membunuh puluhan ribu ahli sunnah. Hingga ia pun berhasil menyerang Bagdad dan menguasainya. Ia pun melakukan perbuatan kejinya kepada ahli sunnah disana. [dinukil dari Tuhfatul Azhar wa Zallaatu al Anhar, Ibnu Syaqdim As-Syi’i via al Masyru’ al Irani al Shafawi al Farisi, hal. 20 -21]
Wallahu ‘alam wa Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir, Da’i di Islamic Center Bathah Riyadh KSA)

Sumber diambil Dari Web: http://muslim.or.id/sejarah-islam/potret-kejahatan-syiah-dalam-sejarah.html

Ibnu Bathuthah Bercerita tentang Syi’ah (Bagian 1,2,3)

                                                                                    
                                              
Ibnu Bathuthah adalah seorang pengelana Muslim terkenal tidak hanya di dunia Islam tapi juga dikenal oleh dunia barat. Ia lahir di Maroko, tahun 1304 M atau 703 H. Namanya tidak kalah dengan pengelana dunia seperti Marco Polo, Colombus, Laksamana Ceng Ho, dan lainnya.
Dalam bukunya, Tuhfah an-Nuzhar fi Gharaibil Amshar wa Ajaibil Asfar (Hadiah berharga dari Pengalaman Menyaksikan Negeri-negeri Asing dan Menjalani Perjalanan-perjalanan Ajaib), atau yang dikenal juga dengan Rihlah Ibnu Bathuthah, Ibnu Bathuthah banyak menceritakan perjalanannya ke berbagai negeri, tidak terkecuali Nusantara (Indonesia). Dan di antaranya juga, pengelana Maghrib yang bernama asli Muhammad bin Abdillah bin Muhammad bin Ibrahim Al-Lawati At-Thanji ini menceritakan tentang kondisi orang-orang syi’ah pada masa itu. Berikut kisah yang kami kutip dalam rihlah-nya itu.
Ibnu Bathutha bercerita,
“……Kemudian aku melanjutkan perjalanan menuju kota Ma’arrah, sebuah kota yang dinisbatkan padanya seorang penyair yang bernama Abul Ala Al-Ma’arri. Selain itu, masih banyak lagi nama-nama penyair yang dinisbatkan pada kota ini.
Ma’arrah adalah sebuah kota besar nan indah. Pohon tin dan kacang tanah paling banyak tumbuh di sana. Dari sana, hasilnya dipasarkan di Mesir dan Syam. Sejauh satu farsakh (1 farsakh kurang lebih setara dengan 8 km) dari sana, terdapat makam Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz. Di makam tersebut tidak dijumpai zawiyah (bangunan rumah bagi kaum sufi, khusus didirikan untuk berdzikir, shalat, dan membaca al-Qur’an) dan tidak pula ada pembantu yang merawat makam. Mengapa demikian? Karena di sana terdapat kelompok orang Rafidhah yang membenci sepuluh sahabat Nabi. Mereka membenci setiap orang yang bernama Umar, terutama Umar bin Abdul Aziz, karena ia menghormati Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Aku berjalan menuju kota Sarmin, sebuah kota indah yang penuh dengan kebun penghasil buah zaitun. Dari buah zaitun ini dibuat sabun, dan kemudian dijual di Mesir dan Syam. Selain itu, dari bahan yang sama dibuat sabun tangan yang harum, warnanya merah nyaris kuning. Di kota Sarmin juga dibuat baju katun yang indah.
Penduduk kota ini adalah para pencela yang membenci sepuluh sahabat Nabi (yang dijamin surga). Anehnya, mereka tidak mengucapkan kata “asyarah” (artinya: sepuluh) di pasar saat menawarkan barang dagangannya. Jika hitungan angka mencapai bilangan“asyarah”, maka mereka akan mengatakan tis’ah wa waahid (Sembilan tambah satu).
Pada suatu saat, penguasa Turki datang ke tempat itu dan mendengar para makelar mengucapkan tis’ah wa waahid. Penguasa Turki lantas memukul kepala sang makelar dengan dabus (sejenis penjepit pakaian). Lalu ia berkata, “Ganti kata asyarah dengan dabus!”
Di sana terdapat masjid yang berkubah. Mereka tidak menggenapkan jumlah kubah menjadi sepuluh karena berpegang pada keyakinan yang buruk itu.” (Tuhfah an-Nuzhar fi Gharaibil Amshar wa Ajaibil Asfar, Rihlah Ibnu Bathuthah, Pustaka Al-Kautsar, Cet I, Maret 2012, hal  70-71).

Demikian penggalan kisah tentang kebencian orang-orang Syi’ah Rafidhah terhadap para Sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang dikisahkan langsung oleh Ibnu Bathuthah. Karena alerginya terhadap para sahabat, terutama Abu Bakar dan Umar, mereka enggan untuk menyebut nama keduanya. Bahkan untuk menyebut angka “asyarah” (sepuluh) pun mereka tidak mau. Padahal, di antara sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga itu terdapat nama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu yang mereka kultuskan dan anggap sebagai imam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Abu bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubair masuk surga, Abdurrahman bin Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga, Abu Ubaidah bin Jarrah masuk surga.” (HR. Tirmidzi).
Apakah mereka juga berlepas diri dari Ali bin Abi Thalib, imam mereka?
(Mahardy/lppimakassar.com)
Dalam Rihlah-nya, (Tuhfah an-Nuzhar fi Gharaibil Amshar wa Ajaibil Asfar, Rihlah Ibnu Bathuthah, Pustaka Al-Kautsar, Cet I, Maret 2012, hal  220-223). Ibnu Bathuthah bercerita:
 “….Pada suatu ketika, Raja Irak yang bernama Sultan Muhammad Khadabandah berjalan ditemani oleh seorang faqih yang bernama Jamaludin bin Muthahhar. Kala itu, raja masih belum memeluk Islam. Setelah ia masuk Islam, maka seluruh bangsa Tartar yang berada dalam kekuasaannya juga masuk Islam. Setelah itu, mereka semua bertambah rasa hormat kepada Faqih Jamaludin. Raja menganut Madzhab Rafidhah. Faqih mengajarkan madzhab ini kepada raja dan mengistimewakannya di atas madzhab lain. Ia menjelaskan sejarah para sahabat Nabi dan para khalifah. Ia menjelaskan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah menteri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ali adalah putra paman sekaligus menantu beliau. Faqih itu menjelaskan tema-tema semacam itu. Ia tahu, raja di hadapannya adalah pewaris kerajaan sang kakek dan kerabatnya. Dia tahu, raja baru saja memeluk Islam dan belum tahu banyak tentang sendi-sendi agama.
Raja menyeru agar rakyatnya mengikuti madzhab Rafidhah. Untuk itu, ia mengirim utusan kepada rakyat Irak, Persia, Azerbaijan, Isfahan, Kirman, dan Khurasan. Ia juga mengirim utusan ke berbagai negeri. Dan negeri pertama yang disinggahi utusan raja adalah Baghdad, Syiraz, dan Isfahan. Penduduk Baghdad menolak kedatangan penduduk Bab Al-Azj. Penduduk Baghdad menganut madzhab Ahlussunnah, mayoritas adalah pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. “Kami tidak mau melaksanakan perintah raja.” Pada hari Jum’at, mereka datang ke masjid dengan membawa senjata, sementara di sana telah datang utusan raja. Saat khatib naik ke atas mimbar, 12.000 orang bersenjata mengelilingi khatib. Mereka adalah penjaga kota Baghdad. Mereka bersumpah akan membunuh khatib dan utusan raja, jika khutbah disampaikan dengan cara yang berbeda dari biasanya, dengan menambah atau mengurangi. Setelah itu, mereka akan menyerahkan diri.
Raja memerintahkan agar nama Abu Bakar, Umar, Utsman dan para sahabat lainnya tidak disebutkan dalam khutbah-khutbah. Yang boleh disebutkan hanyalah nama Ali dan para sahabat pendukungnya seperti Ammar bin Yasir. Karena takut dengan ancaman penduduk Baghdad, khatib menyampaikan khutbah dengan cara yang biasa dilakukan di masjid itu. Penduduk Syiraz dan Isfahan meniru apa yang dilakukan penduduk Baghdad.
Para  utusan raja melaporkan kenyataan ini kepada raja. Mendengar laporan itu, raja memerintahkan agar para qadhi di tiga kota itu dibawa menghadap. Syaikh Majdudin adalah qadhi yang pertama menghadap raja. Ketika itu, raja sedang duduk di sebuah tempat bernama Qarabagh, sebuah tempat berlibur raja di musim panas. Saat Syaikh datang, para pengawal raja melepaskan anjing-anjing besar berkalung rantai besi. Anjing-anjing itu disiapkan untuk menerkam manusia yang sengaja dijadikan mangsa. Jika mangsa datang, anjing-anjing itu dilepaskan, dan orang itu melarikan diri ke sana ke mari. Setelah berhasil menangkap mangsanya, anjing-anjing itu mencabik-cabik badannya dan melahapnya dengan rakus.
Anjing-anjing itu dilepas di hadapan Syaikh Majdudin. Mereka mengerlingkan mata dan menampakkan taring-taringnya di hadapan Syaikh. Namun, anjing-anjing itu tidak menyerang Syaikh. Peristiwa ini didengar oleh raja. Ia keluar istana, berjalan tanpa alas kaki. Ia bersimpuh di hadapan Syaikh dan mencium kedua kakinya. Ia mencium tangan Syaikh, lalu melepas pakaian kebesarannya. Menurut tradisi, apa yang dia lakukan itu menjadi bukti akan kemuliaan orang yang berada di hadapannya. Jika raja melepaskan pakaian kebesaran di hadapan seseorang, maka itu berarti bahwa raja memuliakan orang itu, termasuk anak-cucu dan seluruh keturunannya. Penghormatan itu terus dilakukan selama pakaian kebesaran raja, atau bagian tertentu dari pakaian itu, masih ada. Bagian paling istimewa dari pakaian kebesaran raja adalah celana.
Raja menggandeng tangan Syaikh Majdudin, mengantarnya masuk ke dalam istana. Ia memerintah seluruh istrinya untuk memberikan hormat kepada Syaikh dan bertabarruk dengannya. Raja kemudian meninggalkan madzhab Rafidhah. Ia menulis rakyat untuk menganut madzhab Ahlussunnah wal Jamaah.
Raja memberikan hadiah yang banyak kepada Syaikh Majdudin, mengantarnya kembali ke Syiraz dengan penuh penghormatan.(Mahardy/lppimakassar.com)
Ibnu bathuthah menceritakan kunjungannya ke kota Bashrah pada saat itu. berikut Kisahnya ketika mengunjungi mesjid Ali di Bashrah:
 “….Masjid Ali memiliki tujuh shauma’ah (tempat yang tinggi dipakai beribadah oleh para rahib, pendeta atau ahli ibadah –kamus Al-Munjid). Menurut anggapan penduduk Bashrah, salah satu shauma’ah akan bergerak di saat nama Ali Radhiyallahu anhu diucapkan. Aku naik ke atas shauma’ah itu melalui atap masjid, ditemani beberapa penduduk Bashrah. Pada satu sudutnya, terdapat sebuah pegangan pintu itu, lalu berkata kepadanya, “Dengan hak kepala Amirul Mukminin Ali Radhiyallahu anhu, bergeraklah!” Maka pegangan pintu itu menjadi bergetar dan shauma’ah bergerak. Aku memegang pegangan pintu itu, lalu aku berkata, “Dengan hak kepala Abu Bakar Radhiyallahu anhu, khalifahnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bergeraklah!” maka pegangan pintu itu menjadi  bergetar dan seluruh bagian shauma’ah bergerak pula. Mereka takjub dengan pemandangan yang dilihatnya ini. Penduduk Bashrah adalah penganut madzhab Ahlus sunnah wal Jamaah. Dan apa yang aku katakan tadi bukan sesuatu yang ganjil bagi mereka. Jika seseorang mengatakan hal yang sama di makam Al-Husain, Hallah, Bahrain, Qum, Qasyan, Sawah, atau Thus, maka ia pasti akan mendapati masalah besar dan celaka.” (Tuhfah an-Nuzhar fi Gharaibil Amshar wa Ajaibil Asfar, Rihlah Ibnu Bathuthah, Pustaka Al-Kautsar, Cet I, Maret 2012, hal. 202)
Ibnu Bathuthah tahu betul kondisi ahlus sunnah (sunni) dan syi’ah pada masa itu. Dia juga tahu konflik yang terjadi antara keduanya, mengetahui wilayah-wilayah yang didominasi oleh Syi’ah dan wilayah-wilayah yang didominasi oleh ahlus sunnah. Pada kisah di atas Ibnu Bathuthah mengatakan bahwa seandainya seseorang menyebut nama Abu Bakar atau memujinya di kota Hallah, Bahrain, Qum, Qasyan, Sawah atau Thus yang kota-kota tersebut didominasi oleh Syi’ah Rafidhah maka pasti orang itu akan mendapat masalah besar dan celaka.
Lihat pula bagaimana penduduk ahlus sunnah di Bashrah sangat memuliakan ahlul bait -Ali bin Abi Thalib-, seorang yang diklaim Imam oleh orang-orang syi’ah.(Mahardy/lppimakassar.com)

Kenapa Iran Membela Rezim Suriah?

Oleh : Y. Mansharof
Peneliti The Middle East Media Research Institute (MEMRI)
Perwakilan Resmi Iran: Kehilangan Suriah hakikatnya adalah Permulaan Hilangnya Teheran. Suriah hakikatnya adalah satu provinsi dari Iran, Iran telah menempatkan 60.000 kekuatan militer di Suriah sebagai bentuk ancaman untuk Israel.
Mengapa Iran habis-habisan mendukung Rezim Suriah? Ada apa dengan Iran? Apakah semata-mata alasan kesamaan visi kedua Negara yang terlihat dimata dunia sebagai dua kekuatan Timur Tengah yang anti Israel? Berikut ini adalah ulasan laporan dari The Middle East Media Research Institute, seputar alasan lain mengapa Iran habis-habisan mendukung Rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Assad yang terungkap dari pernyataan pidato pejabat tinggi Iran
Pengantar
Pada tanggal 13 Februari 2013, Mehdi Taeb, kepala Basis Ammar pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei dan lingkaran Korps Garda Revolusi (IRGC) dengan direktur biro intelejen Hossein Taeb, menyampaikan pidato pada sebuah konferensi Basij di Mashhad, Iran, pada pentingnya Suriah terhadap rezim Iran.
Dalam pidatonya, ia mendefinisikan Suriah sebagai provinsi Iran yang sangat strategis, dan mengatakan bahwa mempertahankan keberadaan rezim Suriah bahkan lebih penting bagi rezim Iran daripada menjaga provinsi kaya minyak Iran selatan Khuzestan – meskipun Khuzestan strategis secara ekonomi.
Taeb juga menekankan bahwa jika musuh-musuh Iran secara bersamaan menyerang Suriah dan Khuzestan, Teheran akan lebih memilih untuk mempertahankan Suriah, karena kerugian jika rezim Suriah tumbang akan mengakibatkan hilangnya Teheran itu sendiri. Dia menambahkan bahwa Iran telah membantu untuk menempatkan 60.000 tentara garda revolusi di Suriah untuk memerangi pemberontak bersama rezim Presiden Suriah Bashar Al Assad.
Meninjau ancaman regional dan superregional ke Teheran, Taeb menilai sekarang, Israel – bukan AS – merupakan satu-satunya ancaman yang serius. “Teheran telah berhasil membuat Israel terpuruk melalui Hizbullah”, terang Taeb. Dan Taeb menambahkan bahwa AS tidak akan menyerang Iran karena kekurangan keuatan militer untuk melakukannya, dan juga karena ekonomi AS yang tidak stabil saat ini.
Sebagian isi Pidato Mehdi Taeb pidato (Dikutip dari Snn.ir.) [1]
Pandangan Taeb yang penting dan strategis terkait hubungan antara rezim Suriah dan Iran itu sebelumnya telah diungkapkan oleh Ali Akbar Velayati, penasehat pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei, pada tanggal 8 Februari 2013: “Iran telah merencanakan posisi defensif di luar perbatasannya sendiri, dan itu terkait dengan nasib dari negara-negara Islam, inilah mengapa Iran akan terus mendukung orang-orang seperti Bashar Al-Assad sampai akhir … “[2]
Pernyataan Taeb yang memicu kecaman keras dari kalangan konservatif dan reformis dimana mereka mengklaim bahwa pernyataan Taeb merugikan kedaulatan Iran dengan kesediaannya untuk melepaskan bagian berharga dari Iran dan bahwa pernyataannya mendukung klaim Arab bahwa Khuzestan bukan bagian dari Iran. Mereka juga mengatakan bahwa pernyataannya mendukung klaim musuh-musuh Iran bahwa rezim Iran menindas warga negaranya sendiri melalui garda revolusi, dan bahwa pernyataan juga mengkonfirmasi klaim bahwa Iran kini mendukung penindasan warga sipil di Suriah.
Dalam menanggapi kritik, Taeb mengatakan dalam wawancara terpisah dengan tiga media Iran bahwa pernyataannya telah didistorsi, “Media-media asing dan anti-Iran tidak berdaya untuk berurusan dengan media milik rezim Iran, dan karena itu mereka mendistorsi pernyataan yang dibuat oleh Iran [3] … posisi Iran mengenai perkembangan di Suriah benar-benar jelas, dan pernyataan saya adalah analisis politik dan strategis “[4].
Berikut ini adalah kutipan dari pernyataan Taeb terkait kepentingan strategis Iran di Suriah : [5]
Suriah, Sebuah “Provinsi Strategis” Dari Iran
“Suriah adalah provinsi Iran yang ke-35, dan itu adalah provinsi yang strategis bagi kita. Jika musuh menyerang kita dan ingin mengambil Suriah atau Khuzestan, prioritas utama kami adalah mempertahankan Suriah. Dengan mempertahankan Suriah, kita akan mampu untuk merebut kembali Khuzestan, tetapi jika kita kehilangan Suriah, kita tidak akan mampu mempertahankan Teheran …
“Suriah memiliki tentara, tetapi tidak mampu melaksanakan perang kota di Suriah. Inilah sebabnya mengapa Iran mengusulkan pembentukan suatu kekuatan militer, untuk melakukan pertempuran di kota-kota, untuk itulah 60.000 basis kekuatan militer ‘Suriah Basij’ didirikan,… Mereka memiliki kemampuan mengambil alih pertempuran di jalan-jalan kota… “
“Apakah hanya Israel yang menginginkan kehancuran Iran?, Karena kami memiliki sikap yang jelas yaitu kami tidak menginginkan Israel eksis”
“Saat ini, hanya ada satu ancaman bagi kami, dan itu adalah rezim Zionis ynag memiliki keinginan dan kemampuan untuk menyerang Iran, dan tidak ada yang menghalangi Israel untuk melakukan keinginannya tersebut. Namun demikian tidak ada satu pun negara-negara tetangga kita (Afghanistan, Pakistan, Irak, atau Arab Saudi) baik memiliki uang atau kekuatan militer mempunyai keinginan untuk menyerang kita, dengan demikian, kita tidak menghadapi ancaman regional.
Namun di arena superregional, kita melihat AS sebagai musuh yang ingin menyerang kita tetapi tidak memiliki dana maupun kekuatan militer untuk melakukannya … dan tidak memiliki tenaga untuk mengobarkan perang.
“Untuk memeriksa keadaan ekonomi dari suatu negara tertentu, kita harus melihat proposal anggaran … Selama Romney-Obama debat presiden, Romney mengatakan kepada Obama, “Anda telah merusak ekonomi Amerika, dan mengumpulkan $ 16 triliun utang (tentu Iran memanfaatkan keadaan ini untuk mengalahkan pengaruh kita”. Obama menjawab, ‘”utang ini bukan salahku, melainkan kesalahan dari sistem Amerika …”
“Selama konflik 2012 November Gaza, AS berada di Mediterania, tetapi tidak datang untuk membantu Israel. Hal ini karena jika satu roket dari Gaza menghantam salah satu dari kapal perangnya, upah awak itu kapal akan secara otomatis dua kali lipat. Jadi AS tidak akan memulai perang melawan kita.
“Hanya Israel yang ingin menghancurkan kita, karena kita telah mengatakan dari awal bahwa kami tidak ingin Israel untuk eksis, Israel sebagai hulu ledak nuklir yang akan menghancurkan sebanyak provinsi dan kota-kota yang kita punya. Jika mereka menyerang kami, mereka akan bertanggung jawab kepada tak seorang pun di dunia.
“Mengapa kita belum menargetkan nuklir kita untuk Israel? ini karena Israel telah benar-benar terkunci dengan Hizbullah. Selama perang Libanon 2006, rezim Zionis berusaha untuk memecahkan kunci ini yaitu Hizbullah, tapi setelah 33 hari pertempuran Israel menyerah, pihak Libanon menurut Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah, “Israel mengatakan bahwa dalam perang itu menggunakan 100% dari kemampuannya sementara Hizbullah hanya menggunakan 4% dari kemampuannya.”
Kritik Terhadap Laporan Mehdi Taeb ini
Khuzestan Adalah Jantung Ekonomi Iran, Apakah jauh lebih penting Suriah?
Shokre Khoda Moussavi, delegasi Majlis dari kota Ahvaz, mengatakan: “Khuzestan ke Iran adalah seperti jantung ke tubuh dan tubuh tidak bisa mengabaikan jantung … Tidak diragukan lagi, tentara bayaran dan lingkaran bayaran mengangkat isu nasionalisme di daerah seperti Khuzestan, nama Khuzestan tidak harus dinaikkan, dalam rangka mendukung Suriah …”
“Bagi rakyat Iran dan untuk Khuzestan, Iran mempertahankan Khuzestan jauh lebih penting daripada menjaga Suriah.” [6]
Taeb Mendorong Iran Untuk Mengakui Klaim Arab atas Kedaulatan Khuzestan
Sebuah artikel di situs Baztab berjudul “Kami Tidak Akan Ganti Khuzestan – Tidak Sekalipun Dengan Damaskus” mengklaim bahwa Taeb telah mengabaikan konsekuensi dari  pernyataannya terkait provinsi Khuzestan yang sangat rentan dan juga mengikuti dukungan untuk rakyat Ahwazi terhadap konferensi yang diadakan di Kairo, yang diselenggarakan dalam upaya untuk memecah belah Iran. “
Dalam artikel yang sam ditambahkan bahwa pernyataan Taeb itu “kemungkinan untuk bermain ke tangan kalangan ekstrimis di negara-negara Arab, yang dalam beberapa dekade terakhir telah mengklaim kedaulatan atas bagian Arab di Iran,” artikel itu juga menyatakan “Taeb berbicara ringan dari kemungkinan perang, sementara Iran mengerahkan semua kemampuannya untuk mengurangi tekanan internasional dan untuk mengurangi dampak langsung dan tidak langsung dari sanksi.”
“Dia mengatakan telah menurunkan kekuatan militer di kota-kota, dan gagal menjelaskan kapan Iran menggunakan kekuatan tersebut untuk perang semacam ini – dan sekarang ia merekomendasikan bahwa rezim Assad menggunakannya … Cerita-cerita mengenai kekuatan militer Iran sedang digunakan di Suriah adalah rumor tak berdasar yang disebarluaskan oleh media anti-Iran …”
“Kelangsungan hidup rezim anti-Zionis di Suriah merupakan prinsip strategis Iran, karena itu adalah bagian dari perlawanan di garis depan pertempuran melawan aspirasi dari luar yang mendukung Zionis”. Perwakilan non-militer, diplomatik, ataupun pemangku kebijakan strategis tidak akan pernah merekomendasikan kehilangan bahkan satu inci pun dari kesatuan wilayah Iran. Ini adalah masalah sensitif, bahkan untuk sekedar mendorong kita untuk menggaris bawahi pentingya isu tersebut (Suriah)”. [7].
Taeb Memperkuat Klaim Musuh-Musuh Iran bahwa Bukan Asad yang melakukan peperangan di Suriah Melainkan Iran
Salah satu situs di Iran (Asr-e Iran) menuduh Taeb dengan mengatakan “Taeb melanggar integritas keamanan nasional dan teritorial Iran serta mengobarkan separatisme. Ini menegaskan bahwa Taeb “mengabaikan darah warga Iran yang telah tertumpah untuk mempertahankan provinsi yang berharga Khuzestan.”
Stius ini mencatat bahwa pernyataan Taeb itu tidak membantu rezim Suriah, melainkan melemahkan statusnya terhadap lawan-lawannya di rumahnya sendiri (Iran) … yang memberitahu orang-orang Suriah bahwa Bashar Assad adalah antek dan agen Iran. Musuh Assad di Suriah mengatakan bahwa Assad telah merubah Suriah menjadi provinsi Iran, dan kita akan semakin cepat menyingkirkan kejahatan dari rezim ini, yang dikendalikan oleh orang asing.
“Pernyataan Taeb itu hanya akan merubah para pemberontak bersenjata di Suriah, yang diidentifikasi digerakkan oleh kekuatan asing menjadi tentara bayaran asing menjadi pejuang kemerdekaan Suriah dari Iran, atau menjadi pejuang yang bertujuan untuk membebaskan tanah air mereka (Suriah) dari kekuasaan asing.
“Kemarin, Perdana Menteri Suriah diasingkan Riyad Hijab mengatakan kepada Al-Arabiya TV bahwa Suriah diduduki oleh Iran dan bahwa hal itu dijalankan bukan oleh Assad tetapi oleh Qassem Suleimani, komandan Garda REvolusi. Pernyataan Taeb tidak sama sekali memperkuat klaim kubu anti-Iran (karena ini sduah merupakan fakta yang jelas)”
“Setahu kami, Iran memiliki 31 provinsi resmi. Darimana Taeb mengatakan Iran memiliki 34 provinsi? Dan menambahkan Suriah sebagai  provinsi ke-35, kita tidak tahu. Apa mungkin ia juga memasukan negara-negara lain seperti Bahrain, Lebanon, dan Irak sebagai provinsi Iran ?[8]
Apakah Taeb Keliru ?
Sebuah artikel di harian Kayhan Iran, yang dekat dengan Pemimpin Agung Ali Khamenei, menyatakan bahwa “Pernyataan Taeb keliru tentang memprioritaskan Suriah daripada Khuzestan dan telah dieksploitasi media anti_iran … namun Taeb tidak menjelaskan pada bagian mana pernyataannya telah didistorsi, atau apa dia benar-benar mengatakan demikian”.
“Hal ini tidak perlu digunakan untuk mempertentangkan prinsip pentingnya membela Suriah dan prinsip mempertahankan integritas wilayah Khuzestan atau provinsi Iran lainnya, Suriah bukanlah provinsi Iran. Tetapi Suirah merupakan bagian penting dan strategis terkait urusan anti-Israel …”
“Kita mengharapkan orang yang menyatakan pernyataan adalah orang yang tepat. Terutama dalam hal profesionalitasnya ketika mengeluarkan pernyataan dimana terkadang ketika mereka membuat pernyataan yang salah, atau jika kata-kata mereka didistorsi, mereka perlu memperbaikinya pada waktu yang tepat.” [9 ]
Apakah Taeb Memberikan Peluang atas Klaim Arab Selama Ini Terhadap Kedaulatan Khuzestan ?
Sebuah situs Iran The Kaleme, yang dekat dengan pendukung Mir-Hossein Mousavi, menyatakan bahwa Taeb telah mengabaikan konsekuensi dari pernyataannya terkait hubungan internasional, nasional dan sensitivitas keamanan Khuzestan [. 10]
Pada kesempatan lain, situs ini mencatat bahwa “tekanan politik dan media pada Taeb membuatnya menyalahkan orang lain, bukannya meminta maaf dan memperbaiki posisinya.” [11]
Para Aktifis dari Provinsi Ahvaz yang Tergabung dalam Gerakan “Ahvaz Will Be Free” Merespon dengan  Menyatakan bahwa Pernyataan Taeb ini Membuktikan Keterlibatan Iran dalam Pembantaian Rakyat Suriah
Dalam menanggapi pernyataan Taeb, sebuah situs separatis Ahvaz mencatat: “Dengan laporan, para pejabat rezim Persia telah jelas membuktikan bahwa Ahvaz tidak selalu berada di bawah kekuasaan Iran dan bahwa sekarang Ahvaz dimasukkan kedalam kawasan ynag bukan merupakan bagian dari  rezimIran Rezim. ini, dan Ahvaz akan memenangkan kemerdekaannya”[12].
Website Populer Front Demokratik Ahvazi menambahkan: “Dengan pernyataannya, Taeb telah menggarisbawahi pendudukan langsung Iran di Suriah dan keterlibatan Iran dalam membentuk kekuatan militer di Suriah … Laporan membuktikan keterlibatan langsung Iran dalam pembantaian rakyat Suriah, dari hari pertama Intifada (di Suriah) “[13].

Siapa Pemberontak Syiah Hautsi Yang Diperangi Koalisi Negara Arab?

Melalui Husain Badruddin Al Hautsi, Syiah Al Hautsi cenderung pada Syiah Itsna 'Asyariyah yang mencela Sahabat-sahabat Nabi
Hari Kamis (26/03/2015) Dewan Kerja Sama Negara-Negara Arab Teluk (GCC) menggelar operasi  militer bertajuk “Aashifatul Hazm” (Badai Penghancur) yang dipimpinan Arab Saudi menyerang pemberontak Syiah Hautsi (Syiah al-Houthi atau Hautsiyyun).
Operasi militer ini melibatkan negara Timur-Tengah. Antara  lain; Arab Saudi, Mesir, Maroko, Yordania, Sudan, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar dan Bahrain.
Apa dan siapa pemberontak Syiah Al-Hautsiyyun (Syiah Al Houthi) hingga diserang koalisi Negara-negara Arab ini?
Seperti diketahui, Syiah Al-Hautsi (Syiah Al Houthi) adalah pemberontak Syiah yang berkembang di dataran Yaman Utara. Ia adalah  pecahan sekte Syiah Zaidiyah, yang berpaham dan berakidah Imam Dua Belas (Syiah Imamiah-Iran).
Namanya kelompok ini dinisbahkan kepada pemimpin pemberontakan yang pertama, Husain Badruddin al-Hautsi. Karena itu, sering disebut Al-Hutsiyyun, Al Hautsi atau Al-Houthi.
Badruddin al-Hautsi yang dilahirkan yang dianggap sebagai bapak spiritual bagi kelompoknya ini lahir dan tumbuh di lingkungan sekte Zaidiyah untuk aliran al-Jarudiyah, yang merupakan aliran sekte Zaidiyah yang paling dekat dengan Rafidhah.
Selain Badruddin al-Hautsi, tokoh penting lain adalah  Husain Badruddin al-Hautsi, anak tertua Badruddin al-Hautsi.
Dr. Raghib As Sirjani dalam ‘As-Syiah Nidhol am Dholal’ mengatakan, kisah berkembangnya pemberontak Syiah Al Hautsi di Yaman bermula  di provinsi Sha’dah, (240 KM selatan Ibu Kota Yaman, Sana’a), tempat kelahiran Badruddin al Hautsi.
Pada tahun 1986 M, di Sha’ada, yang banyak sekali populasi orang-orang Zaidiyah terbentuklah “Ittihadus Syabab“, lembaga yang bertujuan mengedukasikan aliran Syiah
                                                                  malik Al Houthi1    
Pemberontak Syiah Al Houthi membentangkan spanduk di Sana’a dengan gambar (dari kiri) pemimpin Houthi Abd Al-Malik Al-Houthi, Khomeini, pemimpin Syiah Hizbullah Hassan Nasrallah [jcpa.org]
Tahun 1990 M terjadi Wahdah Yamaniyah (Persatuan Yaman) dan era multi partai, hingga membuat “Ittihadus Syabab” berubah menjadi “Hizbul Haq” dan Husain Badruddin Al-Hautsi  terpilih sebagai majelis perwakilan pada tahun 1993.
Seiring dengan itu berkembang konflik antara Husain Badruddin Al Hautsi dengan para ulama Syiah Zaidiyah Yaman. Badruddin menolak keras fatwa ulama-ulama Zaidiyah, dan ia cenderung pada Syiah Itsna ‘Asyariyah (Syiah Imamiyah).
Syiah Itsna ‘Asyariyah adalah cabang dari ajaran Syiah yang memiliki pengikut terbanyak. Mereka mengikuti ajaran yang disebut sebagai Syiah Imamiyah ini mempercayai bahwa mereka mempunyai 12 orang pemimpin, yang pemimpin pertamanya adalah Imam Ali ra. dan pemimpin terakhir mereka adalah Imam Mahdi Al-Muntazhar (Imam Mahdi yang ditunggu). Aliran Syiah inilah yang dianut oleh mayoritas  rakyat Iran juga diikuti oleh orang-orang Syiah di Indonesia.
Konflik makin memanas ketika Badruddin Al Hautsi terang-terangan membela Syiah Itsna ‘Asyariyah dan menulis buku “Az-Zaidiyah Fii Al Yaman” yang mengulas hubungan dekat antara Syiah Zaidiyah dan Syiah Itsna ‘Asyariyah. Karena adanya perlawanan sengit terhadap pemikirannya yang menyimpang dari Zaidiyah, akhirnya dia terdesak dan hijrah menuju Teheran, dan menetap di Iran beberapa tahun hingga mendapatkan gelas magister hingga doctoral. Dia juga beberapa kali mengunjungi ‘Hizbullah’ di Libanon.
Pulang dari Iran banyak pikiran-pikirannya yang terpengaruh Revolusi Syiah Iran.
Dia kembali ke Sha’ada dan aktif menyampaikan ceramah pada pengikutnya. Gaya ceramahnya umumnya banyak menyerang, membangun ideologi dan ingin menguasai negara.
Dia bahkan membuat pasukan pendamping dengan alasan keamanan dirinya. Dalihnya, dirinya telah menjadi incaran Amerika Serikat (AS).
Ia memimpin pemberontakan pertama kali melawan pemerintah resmi Yaman dan terbunuh oleh militer Yaman tahun 2004 di usianya 46 tahun.
Sekedar catatam awal gerakan kelompok ini adalah paham Zaidiyah yang cenderung lembut dan dekat dengan Ahlus Sunnah, dan masih menghormati para sahabat Rasulullah dan tidak mencaci mereka.
Namun seiring dengan perkembangannya, gerakan Syiah Hautsi di Yaman (terutama saat dipimpin Badrudin Al Hautsi), paham ini cenderung berubah dan menyelisihi pendahulunya. Bahkan secara terang-terangan mencaci para sahabat dan mencela Sahabat- Sahabat Nabi sebagaimana yang dilakukan oleh penganut Syiah Itsna Asyariyah, umumnya Syiah di Iran
Operasi militer ini ditengarai akan membuka babak baru konflik kepentingan antara GCC dan Iran
TAHUN 2011, Syiah Al Hautsi dibawah pimpinan Abdul Malik al-Houthi (putra Husain Badruddin Al Hautsi) kembali berpartisipasi dalam pemberontakan. Kelompok yang sebenarnya minoritas di Yaman berusaha menggulingkan Presiden Ali Abdullah Saleh dan kemudian memperoleh penerimaan politik di Yaman.
Mereka terus melakukan aksi-aksi militer untuk bisa menguasai Sana’aa dan sejumlah wilayah Yaman.
Tahun 2012, sebagaimana dikutip media lokal Yaman, Al Baidha’ News, terjadi konflik antara pemberontak Syiah Al Hautsi Hautsi dengan pihak Darul Hadits Dammaj, sebuah madrasah milik kelompok Salafy Syeikh Muqbil Al Wadi’i. Syiah Sempat mengepung sekolah ini selama beberapa bulan. [BacaAwal Penyerangan Syiah Yaman terhadap Salafy]
Syiah Al Hautsi menghalang-halangi komunitas Muslim Yaman dan memutus jalur-jalur ekonomi dan berdagangan masuk sehingga membuat aktivitas harian masyarakat lumpuh. [Baca:Dammaj Dikepung Kaum Syiah Yaman]
Puncaknya bulan Desember 2012 beberapa santri Darul Hadits di Dammaj gugur atas serangan kelompok Syiah.
Kekuatan pemberontak Syiah Al Hautsi meningkat drastis sejak Oktober 2013. Reporter Aljazeera mencatat, tiba-tiba mereka memiliki senjata-senjata baru yang jauh lebih canggih dari sebelumnya. Mereka mampu mengalahkan dan mengusir ribuan orang non-Syiah di kota Dammaj. Pada bulan Januari 2014, Syiah Al Hautsi melakukan serangan lebih jauh ke selatan dan berhasil mengalahkan salah satu formasi suku utama, Federasi Hashid, sebelum mencapai Arhab, dan suku lain yang hanya tinggal berjarak 50 KM dari Sana’aa.
Belum genap sebulan milisi Syiah Hautsi berhasil memasuki Ibu Kota  Yaman serta menguasai kantor-kantor penting di pemerintahan. Hari Senin, 22 September 2014, sejumlah desa dan kota di Sana’a sudah jatuh dan dalam kontrol mereka. Begitu juga dengan gedung-gedung pemerintahan, markas-markas militer, koran, stasiun TV dan radio nasional. [Baca:Pemberontak Syiah Hautsi Kuasai Koran Pemerintah Yaman]
Masuknya mereka ke pusat pemerintahan terkesan tanpa perlawanan yang berarti, walaupun dikabarkan ada puluhan korban dari pihak Hautsi berjatuhan.
Hal ini menjadi tanda Tanya banyak orang. Bagaimana bisa sebuah kelompok perlawanan kecil tiba-tiba bisa menguasai pemerintahan di sebuah Negara dengan senjata-senjata canggihnya?
Bulan Januari, dengan sangat mengejutkan,  pemberontak Syiah Al Hautsi (Al Houthi) melakukan “kudeta” di Sana’a dengan cara membubarkan parlemen dan memasang dewan presiden untuk menjalankan pemerintahan. [Baca: Presiden Yaman Mundur Setelah Tekanan Kelompok Syiah]
Pasca kejadian ini, Presiden Abdrabuh Mansur Hadi meminta negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) melakukan intervensi militer melawan pemberontak Syiah. Permintaan ini disampaikan Menteri Luar Negeri Riad Yassin dalam wawancara di stasiun televisi Al Arabiya, Senin, 23 Maret 2015.
Riad Yassin kemudian memperingatkan pemberontak Syiah Al Hautsi bahwa konflik yang sedang berlangsung ini akan memiliki dampak luas pada seluruh bangsa.
Puncaknya, hari Kamis (26/03/2015), Dewan Kerja Sama Negara-Negara Arab Teluk (GCC) menggelar operasi  militer bertajuk “Aashifatul Hazm” (Badai Penghancur)  dengan mengerahkan 100 jet tempur, 150.000 serdadu dan sejumlah unit angkatan laut dalam kampanye militer melawan pemberontak Syiah Al Hautsi (Syiah al-Houthi) di Yaman.
Operasi militer ini ditengarai akan membuka babak baru konflik kepentingan antara GCC dan Iran.





Ustadz Farid Okbah: Semua Syiah di Indonesia Rafidhah dan Menyesatkan

Senin, 9 Maret 2015 12:18
Pakar Syiah, Ustadz Farid Ahmad Okbah menyatakan Syiah di Indonesia semuanya ekstrim dan tidak ada Syiah yang moderat.
Tidak ada Syiah moderat, Syiah di Indonesia semuanya Rafidhah, semuanya sesat dan menyesatkan,” tegasnya dalam kajian “Mewaspadai Makar Syiah di dunia dan Indonesia, di Masjid Darus Salam, Griya Tugu Asri, Depok, pada Sabtu (7/3/2015).
Hal itu berdasarkan penjelasan di dalam buku-buku terbitan resmi institusi Syiah di Indonesia, seperti di dalam buku ’40 Masalah Syiah’ terbitan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) dan Buku Putih Syiah terbitan Ahlul Bait Indonesia (ABI) yang mengungkapkan rukun iman dan rukun Islam Syiah yang berbeda dengan ajaran Islam.
Ini menunjukkan betapa jauhnya mereka dari ajaran Rasulullah, meski mereka mengaku sebagai pengikut ahlul Bait (keluarga nabi SAW,red),” ucap Ustadz Farid.
Banyaknya penyimpangan Syiah memicu kritik dan koreksi dari berbagai kalangan, beberapa diantaranya berasal dari kalangan ulama Syiah sendiri. Seperti ulama besar Syiah setingkat Khomeini, Ayatullah Uzhma Al Fadhil Al Burquwi.
“Setelah dia masuk menjadi Ahlus Sunnah, dia banyak mengoreksi ajaran Syiah,” paparnya.
Begitu pentingnya sosok Al Burquwi ini, pendiri Islamic Center Al Islam, Bekasi ini berharap koreksi dari Syaikh Al Burquwi terhadap ajaran Syiah dapat difilmkan. Kisah hidup Al Burquwi yang pernah menjadi ulama besar Syiah diharap dapat menginspirasi banyak orang agar menjauhi ajaran Syiah.
Masyarakat yang terpengaruh oleh Syiah dapat kembali ke ajaran Islam melalui pengalaman Al-Burquwi,” harapnya.
Syiah secara bahasa maknanya adalah pengikut Ali bin Abi thalib. Kemudian berevolusi menganut doktrin bahwa sepeninggal Rasulullah kepemimpinan agama dan umat harus diserahkan kepada kalangan ahlul bait dari keturunan Hussein bin Abi Thalib. Konsep ini, ternyata berasal dari seorang Yahudi asal Yaman, Abdullah bin Saba’yang berpura-pura masuk Islam.
Kita tahu, Kristen dirusak oleh Yahudi dalam konsep tauhid, Syiah juga sama mau merusak Islam dari sisi tauhid. Makanya, ajaran Syiah mirip dengan ajaran Yahudi,” beber Ustadz Farid.
Kemiripan antara Syiah dengan Yahudi, bisa diperhatikan dari kesamaan keyakinan bahwa penerus kenabian harus dari kalangan keturunan. Yahudi berkeyakinan bahwa Nabi harus dari keturunan Bani Israil, Syiah juga berkeyakinan bahwa para Imam harus dari keturunan Nabi SAW. Kemudia dari prinsip ini, Syiah banyak membuat ajaran-ajaran baru.
“Karena imam dalam pandangan Syiah itu ma’shum (bebas dari dosa), mereka akhirnya mengkultuskan para imam. Jadi jangan heran di dalam Syiah ajaran terbanyak bukan dari Rasulullah, tetapi dari para Imamnya,” ungkap Ustadz Farid.
*Komponen Kekufuran Ada di Syiah
Menurut Ustadz Farid, kelompok orang beriman akan selalu memiliki musuh sepanjang zaman. Mereka terdiri dari lima komponen kekufuran yang akan selalu menentang orang beriman.
Lima komponen itu diantaranya, kelompok Al Kuffar atau orang-orang kafir, kelompok musyrikin (penyekutu Allah), munafiqin atau orang kafir berpenampilan Muslim, fasiqin atau Muslim pendosa, dan pengikut aliran sesat atau ahlul Bid’ah.
“Bila kita pelajari kitab-kitab rujukan Syiah, kelima komponen kekufuran ini ternyata ada di dalam ajaran Syiah,” katanya.
Kategori Al-Kuffar, menurut Ustadz Farid, terdapat dalam keyakinan Syiah bahwa jumlah ayat al-Qur’an itu bertambah dan berkurang. Sementara, konsensus para ulama menyatakan barangsiapa berkeyakinan bahwa al-Qur’an tidak sempurna adalah kafir. Konsensus itu berdasarkan penjelasan Allah yang menjamin keterjagaan Al-Qur’an.
“Inna Nahnu Nazzalna Dzikra wa inna lahu wa lahafizhun,” ucap Ustadz Farid mengutip QS. Al hijr:9.
Lanjutnya, kategori Munafiqin, di dalam ajaran Syiah terdapat pada konsep Taqiyah (kamuflase). Syiah membolehkan pengikutnya berbohong untuk menutupi ajaran agama mereka, kebenaran dapat mereka tutupi dengan alasan taqiyyah.
“Ini lebih berat daripada nifak (kemunafiqan),” katanya.
Kata Ustadz Farid, sepanjang sejarah gerakan Syiah selalu berubah menjadi gerakan pemberontakan. Prinsip ini ditanamkan oleh Abdullah bin Saba’ saat memberontak dari kekuasaan Ustaman bin Affan RA. “Khomeini menyebutnya sebagai revolusi,” cetusnya. Khomeini sendiri, menjalankan gerakan pemberontakan terhadap Syah Iran pada tahun 70an. (muqawamah.com)

Mengenal Sedikit Agama Majusi dan Keberadaannya Sekarang di Iran Mencapai 20 Ribu Jiwa

SITUSSyahruddin El-FikriSaat ini sekitar 100 ribu pemeluk Majusi berada di Bombay, India.Majusi adalah suatu agama atau kepercayaan yang mengagungkan api sebagai sesembahan atau Tuhan. Mereka disebut orang-orang Majus dari Timur yang datang menyembah bayi Kristus di malam natal (sering disimbolkan dengan empat raja datang membawa persembahan berupa emas, dupa, dan minyak mur). Dalam Alquran, kata Majusi disebutkan pada surah Al-Hajj [22]: 17. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi`iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya, Allah menyaksikan segala sesuatu.” (QS Al-Hajj [2]: 17).
Dalam hadis, agama Majusi ini juga pernah disinggung Rasulullah SAW. ‘’Sesungguhnya, setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Dan, kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya sebagai Nasrani, Yahudi, atau Majusi.” (HR Bukhari).
Menurut sejarahnya, agama Majusi ini didirikan oleh Zoroaster yang berasal dari Persia, Iran. Konon, agama ini dikenal sebagai agama yang mempercayai satu Tuhan (monoteisme), yaitu tuhan kebaikan. Dalam kepercayaan Majusi, tuhan kebaikan ini disebut dengan Ahura Mazda. Lawan dari tuhan kebaikan adalah tuhan keburukan, yaitu Ahriman.
Menurut sebagian riwayat, Zoroaster (atau disebut Zarathustra) adalah seorang yang sangat alim. Dialah pencetus ajaran Zoroastrianisme yang dianut oleh bangsa Persia. Dalam kehidupan bangsa Persia, Zoroaster dianggap sebagai seorang tokoh penting dalam sejarah Persia. Bahkan, ada pula yang menyebut dirinya seorang nabi. Namun, terjadi perbedaan pendapat di kalangan sejarawan mengenai kehidupannya. Ia diperkirakan hidup antara tahun 1700 SM, tetapi adapula yang menyebutkan abad ke-6 SM. Beberapa literatur menyebutkan, daerah tempat Zoroaster hidup dikaitkan dengan Kekaisaran Persia yang dipimpin oleh Cyrus Yang Agung pada pertengahan abad ke-16 SM. Dalam masa dua abad kemudian, agama ini diterima oleh raja-raja Persia dan memperoleh pengikut yang cukup banyak.
Sesudah kekaisaran Persia ditaklukkan oleh Aleksander Yang Agung (Alexander The Great) pada akhir abad ke-4 SM, agama Zoroaster mengalami kemunduran. Akan tetapi, pada masa Dinasti Sassanid (226 SM), agama Zoroaster diterima sebagai agama resmi negeri Persia. Dan, sesudah ditaklukkan Arab pada abad ke-7 Masehi, sebagian besar penduduk Persia memeluk agama Islam. Sekitar abad ke-10, sebagian penganut agama Zoroatser lari dari Iran ke Hormuz, sebuah pulau di teluk Persia. Dari sana, mereka dan anak keturunannya pergi ke India dan mendirikan koloni (komunitas). Orang Hindu menyebut mereka dengan Parsees, artinya orang yang berasal dari Persia. Hingga kini, jumlah mereka mencapai 100 ribu orang. Mereka tinggal di India, terutama di dekat Bombay. Zoroastrianisme sendiri tak lenyap seluruhnya di Iran. Hingga kini, jumlah pengikutnya di Iran mencapai 20 ribu orang. Dalam The Miracle 15 in 1 Syaamil Al-Qur’an disebutkan, Majusi adalah sebutan dalam Islam bagi penganut yang mengikuti agama Zoroaster (Zarathustra) dari Persia, Iran. Zarathustra merombak agama Indo-Eropa. Dewa-dewa diturunkan derajatnya menjadi sekadar malaikat, sementara Tuhan dianggap sebagai esa (satu), yakni Ahura Mazda.
Dalam perang Kosmos, Ahura Mazda ini selalu bertarung dengan penguasa kegelapan yang bernama Ahriman. Belakangan Ahriman diadopsi orang-orang Ibrani sebagai setan, Iblis, Azazil, atau Lucifer. Pada awal kemunculan Islam, Majusi merupakan satu ajaran yang tersebar di tengah masyarakat Persia. Ajaran ini bahkan menjadi agama resmi Dinasti Sassanian sejak pertengahan abad ke-3 SM…


Mufti Arab Saudi Serukan Perlawanan pada Syiah Yaman ( Majusi )

Senin, 23 Maret 2015 (10:09) / Bumi Islam
Mufti Arab Saudi Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh menyerukan perlawanan ulama, pemikir, dan tokoh Sunni di Yaman melawan pemberontak Syiah Hutsyi yang telah memporak-porandakan dan menguasai ibukota Yaman Shana’a.
Dalam penutup khutbah Jum’atnya 20 Maret 2015 ia menyeru sebagai berikut:
Saudara-saudaraku, apa yang sedang terjadi di Yaman yang diberkati akan membuat sedih setiap muslim, yaitu kejadian-kejadian yang berupa berbagai kekacauan, kerusuhan dan kegoncangan yang tidak ada ujung-pangkalnya.
Berbagai musibah yang menimpa Yaman yang diberkahi ini, tiada lain didalangi oleh musuh-musuh Islam. Maka hendaknya kaum muslimin mewaspadai (jangan sampai) musuh-musuh mereka menjadikan mereka sebagai pembantu/pelayan.
Wahai bangsa Yaman yang penuh berkah! Siapa yang mengatur negeri ini? Dimana akal-akal yang sehat? Dimana para ulamanya? Dimana para pemimpinnya? Dimana para pemikirnya? Membiarkan negara sedemikian rupa, (membiarkan terjadinya) kerusakan dan pelanggaran keamanan, pertumpahan darah, penjarahan harta benda oleh tangan-tangan orang Majusi dan sekutu mereka yang mereka membenci Islam dan para pemeluknya. Tujuan kelompok sesat ini tiada lain adalah membasmi Islam.
Hendaknya kaum muslimin tidak mencukupkan diri (pasrah) dengan apa yang mereka terima. Dan hendaknya mereka tidak mengulurkan tangan mereka kepada musuh-musuh mereka. Sesungguhnya musuh-musuh mereka yang Majusi ini tidaklah menginginkan pada kalian kebaikan, mereka hanyalah menginginkan kebinasaan dan kerusakan kalian, merampas sumber daya kalian, menyesatkan pemikiran kalian, dan pandangan-pandangan mereka yang sesat lainnya.
Maka wahai bangsa Yaman, wahai para pembesar Yaman! Bertaqwalah kalian kepada Allah dalam diri-diri kalian, kembalilah pada orientasi kalian, dan putuskan dengan akal dan pemikiran yang lurus agar kalian tahu bahwa serangan-serangan keji orang Majusi ini dilakukan untuk menyesatkan kalian, melemahkan kekuatan kalian, dan menghancurkan agama, kemuliaan dan akhlaq kalian. [ syiah = Majusi ]
Mereka tidak datang karena cinta pada kalian, tidak pula karena sayang pada kalian. Namun mereka datang untuk menyebarkan kerusakan sebagaimana yang mereka inginkan. Padahal Allah tidak menginginkan kecuali untuk menyempurnakan cahayaNya meskipun orang kafir membencinya.
Maka wahai saudara-saudaraku di Yaman. Allah… Allah… Jagalah diri kalian, kehormatan kalian, dan negara kalian. (Jangan) kalian membiarkannya berada dalam fitnah yang sesat dan menyesatkan ini.
Semoga Allah memberi taufiq kepada kita semua untuk mengamalkan apa yang Dia cintai dan ridhoi. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
“Ngambek” ke Israel, Menlu Syiah Iran Ungkit Jasa Majusi Persia terhadap Yahudi
Dalam suatu wawancara dengan media Amerika Serikat (AS), NBC, menteri luar negeri Iran, Mohammad Javad Zarif menegaskan bahwa negaranya tidak memiliki niat untuk menghancurkan Israel.
Menurut Javad Zarif, Netanyahu harus membaca ulang sejarah, dimana Raja Persia-Iran pernah menyelamatkan Yahudi dari ancaman Babilonia, begitu juga pada masa Perang Dunia II. [ Raja Majusi, ini yang dibanggakan ]
Ia kemudian mengingatkan bahwa ada lebih dari 20.000 orang Yahudi hidup nyaman di Iran. Bahkan para Yahudi Iran memiliki wakilnya di parlemen.
“Kami memiliki sejarah toleransi dan kerjasama, serta hidup berdampingan dengan orang Yahudi di negara kami, serta Yahudi di mana pun di dunia”, kata Zarif, kutip Risalah dari Vivanews.
Nasib Yahudi di Iran sangat berbeda jauh dengan kondisi kaum Muslimin (Ahlusunnah) di sana yang merupakan minoritas terbesar diantara mayoritas Syi’ah.
Laporan menyebut bahwa di Teheran sulit menemukan masjid untuk sholat jum’at kecuali di areal kedutaan asing.
Masjid-masjid digusur dan pemerintah Syi’ah tidak akan memberikan izin untuk mendirikan masjid baru, sedangkan tempat ibadah Yahudi (Sinagog) banyak bertebaran di Teheran.
Zarif kemudian mengkritik Israel yang mengancam menyerang Iran dan mengecam kepemilikan Israel atas bom nuklir sebanyak 200 hulu ledak. Ia juga menegaskan bahwa Iran tidak memiliki senjata pemusnah massal dan tidak berniat untuk memilikinya.
Suatu hal yang sangat berbeda dengan propaganda politik agama Syi’ah pada masa Ahmadinejad. Jadi mulai sekarang sudah sepatutnya para Syi’ah melupakan retorika taqiyah untuk meyerang Israel dan mewujudkan mimpi Khomeini membebaskan Al-Quds.
Iran dan Israel merupakan 2 negara yang bertanggung jawab atas kejahatan terhadap umat Islam. Israel dengan entengnya membunuhi ribuan orang Palestina dalam sekali operasi militer, sementara Iran adalah penyokong rezim teroris Basyar Al-Assad, tentara Iran dan milisi Syi’ah banyak dikirim ke Suriah.
Sebelumnya Netanyahu berpidato di kongres Amerika untuk menyudutkan kebijakan Obama yang dianggap lembek terhadap program nuklir Iran. Pidato ini dikabarkan mendapat walkout dari partai Demokrat (partainya Obama), dan disaksikan oleh partai Republik.
Entah dagelan, entah apa, meskipun terlihat bersikap keras terhadap Iran dan program nuklirnya, namun apa yang ditampakkan oleh Netanyahu ini bertentangan dengan bocoran laporan Mossad yang menyebut program nuklir Iran belum mencapai apa-apa.