BUMISYAM | Malang – Tokoh NU Jawa
Timur yang juga pimpinan Yayasan Al-Bayyinah, Habib Zein Al-Kaff mendesak agar
Jalaluddin Rahmat diusir dari Bandung karena dianggap meresahkan umat dengan
ajaran sesat Syiahnya.
“Harusnya
Jalaluddin Rahmat itu diusir dari Bandung, baru warga Bandung bisa dianggap
cinta kepada Rasulullah. Usir
Jalal dari Bandung!” tegas Habib Zein Al-Kaff kepada wartawan ketika ditanya
peran Jalal yang menyebarkan ajaran Syiah sejak dahulu di Bandung, usai
deklarasi nasional tolak aliran sesat dan bangkitnya komunis di mahad
Al-Firqotun An-Najiyah Karang Ploso, Malang hari Minggu kemarin (26/10).
Terkait terpilihnya tokoh Syiah asal
Bandung ini di parlemen, Habib Zein mengkritisi internal umat Islam yang
terlalu membiarkan Jalal bergerak dan berbicara.
“Ini yang salah kita umat Islam
membiarkan dia bergerak dan berbicara harusnya jangan diberi kesempatan kepada
dia di media. Harusnya kita memilih pemimpin Islam, tapi umat malah memimpin
tokoh seperti Jalal yang Syiah itu,” ujar ulama sepuh yang sangat gencar
membentengi umat dari ajaran sesat syiah tersebut.
Habib Zein Al-Kaff juga menyatakan bahwa
dirinya tidak sudi bertemu untuk berdialog dengan Jalaluddin Rahmat karena menurutnya
tidak ada gunanya berdialog dengan Jalal.
“Saya
tidak sudi bertemu dengan Jalal, kalau dia ketemu saya ngajak bicara bisa-bisa
dia saya gaplok. Kalau mau suruh dia datangin gurunya dari Iran baru saya mau
dialog,” tandas tokoh NU Jawa Timur ini.[kbs01/bumisyam]
Salafi Mesir Menolak Nyatakan Islamic State
sebagai Organisasi Teroris [?]
Senin, 4 Muharram 1436 H / 27 Oktober
2014 09:41 WIB
Partai National Salafi Mesir
melalui Yousry Hammad, wakil presiden partai, baru-baru ini menolak untuk
menyatakan Negara Islam sebagai organisasi “teroris”.
“Saya berharap bahwa para
ulama [ulama Islam dan ahli hukum] merespon keyakinan dan metodologi
Negara Islam yang banyak menyita perhatian banyak pemuda Islam. “
Dia menambahkan bahwa ia tidak percaya
sepenuhnya dengan laporan berita berita buruk mengenai Negara Islam
, ia mengatakan , “Kaum sekuler tidak pernah gagal untuk mendistorsi
segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam.”
Pemimpin Salafi Mesir itu mengatakan,
“Jika mereka [Negara Islam] adalah benar, saya meminta agar Allah memuliakan
Islam di tangan mereka; dan jika mereka salah, Allah akan mendatangkan
ketidakadilan melawan ketidakadilan, membawa mereka melawan ketidakadilan Syiah
Irak dan sekutu-sekutunya, dan Bashar dan sekutu-sekutunya … ”
http://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/salafi-mesir-menolak-islamic-state-sebagai-organisasi-teroris.htm
Abu
Mohammad Al-Maqdisi: Menentang Perang Salib di Timur Tengah
[ hati-hati terhadap pemikiran dan tulisannya. tanyakan kepada ahlinya ]
AMMAN - Pemerintah Jordania mengambil
langkah sangat hati-hati dengan menahan seorang tokoh jihadis, Abu Mohammad
al-Maqdisi. Al-Maqdisi ulama jihadis yang sangat berpengaruh, dan sikapnya
sangat menentang hegemoni Amerika di Timur Tengah.
Penahanan terhadap al-Maqdisi ini sebagai
langkah pemerintah Jordania, mengantisipasi semakin membanjirnya dukungan kepada
kelompok jihadis, terutama ISIS melalui internet.
Tindakan pasukan keamanan Jordania
menangkap tokoh jihadis yang sangat berpengaruh ini, Abu Mohammad al Maqdisi,
karena dituduh melakukan kampanye 'terorisme' melalui internet, dan mendapatkan
dukungan yang sangat luas, kata sumber keamanan di ibukota Jordan, Amman.
Para pejabat keamanan Jordan, mengatakan
Maqdisi diperintahkan untuk ditahan selama 15 hari, dan Al-Maqdisi dipanggil
untuk diinterogasi oleh jaksa keamanan negara. Al-Maqdisi didakwa dengan tuduhan
telah menggunakan internet untuk mengkampanyekan dan menghasut mendukung
organisasi-organisasi teroris dan kelompok jihad.
Ulama yang sangat terpandang di Jordania,
dipandang sebagai mursyid (pembimbing) spiritual dari pemimpin kelompok
Al-Qaidah di Irak, Abu Musab Al-Zarqawi, dan kalangan think tank di akademi militer West
Point (AS), menilai, Al-Maqdisi sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia Arab,
saat ini.
"Al-Maqdisi tak lama ditangkap, dan
kemudian muncul di kantor kejaksaan dan diinterogasi," kata seorang sumber
keamanan kepada Reuters. Al-Madisi dalam beberapa bulan terakhir telah
mengkritik ISIS. Namun, Al-Maqdisi berubah sikap dan bersimpati kepada ISIS,
bersamaan dengan serangan udara AS terhadap kelompok ISIS di Irak dan Suriah.
Meskipun Al-Maqdisi tidak secara terbuka
mengkritik pemerintah Jordania dan beberapa negara Teluk dipimpin oleh Arab
Saudi yang bergabung dalam koalisi AS yang memerangi ISIS. Al-Maqdisi
menggambarkannya sebagai Perang Salib melawan Islam. Kritikan terhadap pemerintah
Jordania dan Arab serta sejumlah negara Teluk, yang ikut memerangi ISIS,
membuat pemerintah Jordania terganggu.
"Jangan bersukacita ketika salah
satu saudara kita menderita akibat agresi tentara Salib," kata Maqdisi
dalamnya suratnya terakhir.
Betapapun Al-Maqdisi sangat marah dengan
dunia Arab yang sekarang ini membantu AS memerangi ISIS, dan bahkan membiarkan
Muslim Sunni dihancurkan oleh tangan AS dan Arab, dan memberi kemenangan kepada
Syi'ah, seperti yang terjadi di Yaman.
Al-Maqdisi menghabiskan masa lima tahun
di sebuah penjara di Jordania karena dituduh mendukung kelompok jihadis di
berbagai negara, dan baru dibebaskan pada Juni lalu. Beberapa pejabat
Jordania menyarankan agar pihak berwenang, yang sangat takut terhadap kelompok
jihadis, membiarkan para jihadis melintasi perbatasan Jordania menuju Suriah,
dan membebaskan Al-Maqdisi demi kepentingan keamanan Jordania.
Al-Maqdisi
mengkritik proklamasi ISIS yang mendirikan Khilafah, dan mengatakan itu hanya
memperdalam pertikaian diantara kelompok-kelompok jihad. Meskipun sekarang sesudah serangan udara AS dan koalisi Arab
terhadap ISIS, al-Maqdisi berubah pendirian, dan berbalik menyerang
negara-negara Arab yang berkoalisi dengan AS.
Namun, fihak keamanan pemerintah Jordania
mulai mengkhawatirkan, ketika al-Maqdisi dan para ulama lainnya di seluruh
wilayah Timur Tengah, berjuang menengahi konflik diantara kelompok
jihadis, dan mencoba menghentikan konflik, sejak awal bulan lalu. Ini
dipandang akan menguntungkan kelompok jihadis.
Pemerintah Arab, sangat mengkawatirkan
langkah al-Maqdisi berserta ulama lainnya, yang mencoba dengan sungguh-sunggun
ingin mengakhiri konflik di antara para kelompok jihadis, ungkap sebuah sumber
yang dekat dengan keamanan Jordania.
Para pemimpin Arab yang sudah ikut dalam
koalisi dengan AS, tidak ingin melihat adanya persatuan diantara kelompok
mujahidin. Usaha-usaha melemahkan mereka terus dijalankan. Dengan cara
mengadu-domba, sampai terjadi perang diantara kelompok jihadis.
Pemerintah Jordania bukan hanya menahan
Al-Maqdisi, tapi juga melakukan penangkapan besar-besaran terhadap sejumlah
ulama dan aktifis di Jordania yang cenderung simpati kepada ISIS. Meskipun
dukungan mereka baru sebatas melalui internet.
Seorang diplomat dan pejabat di Jordania
mengatakan, dalam dua bulan terakhir, dinas intelijen Jordania telah
memperketat keamanan di sekitar zona sensitif pemerintah dan meningkatkan
pengawasan terhadap kelompok-kelompok yang dituduh sebagai 'fundamentalis'.
Sejak Raja Husien
berkuasa, Jordania menjadi sekutu utama AS. Hubungan bilateral dengan Zionis-Israel pun
dibuka. Sekarang Jordania, dipimpin Raja Abdullah, anak dari Raja Husien, dan
meneruskan kebijakan pemerintahannya yang pro-AS.
Jordania yang
separuh penduduknya warga Palestina sangat berhati-hati dan selalu mengambil
langkah keras, terutama menghadapi kelompok-kelompok Islam yang tidak sejalan
dengan kebijakan pemerintah Jordania, termasuk Jamaah Ikhwanul Muslimin.
Tapi, bersamaan
dengan perkembangan regional, dan munculnya gerakan jihad yang bermula dari invasi
AS di Irak, lahir kelompok-kelompok jihadis di Timur Tengah. Sekarang ribuan
warga Jordania yang ikut terjun ke medan jihad di Suriah dan Irak.
Ini tidak telepas
dari peran tokoh jihadis, di antaranya Al-Maqdisi. Inilah konsekuensi dari
tindakah invasi AS di Irak, yakni melahirkan kelompok jihad. Sejak AS
meninggalkan Baghdad, maka berikutnya terjadi perang antara kelompok Sunni dan
Syi'ah.
AS sudah mencoba
membuat skenario dengan melengserkan Perdana Menteri Irak, Nuri Al-Maliki, yang
sangat fanatik, dan digantikan Haedar Al-Abadi dan mengakomodasi kelompok Sunni
dalam pemerintahannya. Tapi ini tidak menghentikan perang yang sudah berkecamuk
antara Sunni-Syiah di Irak dan Suriah. Karena akar konflik sudah sangat dalam.
Sekarang, justru
negara-negara Arab Sunni berkolaborasi dengan AS dan Syiah, ikut menghancurkan
Muslim Sunni. Karena para pemimpin Arab melihat kelompok-kelompok Sunni, yang
sekarang membentuk kelompok-kelompok jihad yang bertujuan membebaskan
negara-negara Arab Islam dari ancaman perang Salib, mengancam kekuasaan mereka.
Raja, Pangeran, dan
Perdana Menteri, semua mereka takut kehilangan kekuasaan, sehingga bergabung
dengan koalisi pimpinan AS. Mereka menjadi alat AS, dan memerangi saudara
mereka sendiri Muslim. Wallahu'alam.