Wednesday, July 22, 2015

( Bagian 2 ) Mengimani Sifat-sifat Allah : Isu tentang tajsim dan mujasimah


1. PENDAHULUAN

Salah satu hal yang ajaib di masa sekarang, adalah apabila anda berkata : “Allah memiliki dua tangan” atau : “Allah memiliki wajah”, atau : “Allah ada di atas.”, atau : “Allah bisa dilihat dengan mata kepala kelak di akhirat.” dan perkataan2 yang semisal saat menetapkan shifat2 Allah sebagaimana Allah dan Rasul-Nya tetapkan sendiri di dalam Al-Quran dan Sunnah yang shahih, maka tidak lama kemudian sebagian orang akan menggelari anda dengan sebutan : “Mujasimah", yakni anda akan dianggap telah menjismkan Allah, sebab mereka menganggap penetapan2 shifat seperti itu sebagai tajsim.

Nah, untuk mengetahui dan memahami masalah ini dengan jernih dan rinci, kita perlu kembali dulu ke masa lalu, yakni masa hidupnya ulama2 salaf dan ulama2 setelahnya yang dekat masanya dengan ulama2 salaf, saat syubhat tajsim ini pertama kali dimunculkan oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya di masa itu.

Untuk itu, insya Allah kita akan mengkaji serta mempelajari poin-poin penting terkait masalah ini sehingga –insya Allah-kita akan mengetahui bahwa syubhat tajsim ini hanyalah sampah yang didaur ulang dari syubhat yang sama yang dahulu dihembuskan oleh oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya terhadap diri ulama2 salaf Ahlus-Sunnah sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ulama2 salaf Ahlus-Sunnah yang menetapkan shifat2 Allah itu sebagaimana dikabarkan di dalam Al-Quran dan Sunnah yang shahih. 

Dan sekaligus, tema ini untuk membantah syubhat2 yang dimunculkan oleh sebagian orang terhadap diri Syaikhul-islam ibnu Taimiyah rahimahullah terkait pembahasan beliau dalam masalah jism. Oleh karena itu, maka –insya Allah- kita akan banyak memunculkan seperti apa pembahasan beliau secara terperinci (dan bukan secara mujmal) berkenaan dengan jism ini agar –insya Allah- kita dapat mengetahui secara lengkap, rinci dan menyeluruh mengenai sikap beliau dalam masalah ini. 


2. APA ITU JISM MENURUT ULAMA2 SALAF?

Untuk bagian pertama ini, kita tidak akan mendapat satupun ta’rif yang sharih dari ulama2 salaf yang diriwayatkan dengan sanad yang shahih, atau yang mereka sebutkan di dalam kitab2 mereka. 

Berbeda dengan istilah tasybih yang dapat kita temukan ta’rifnya menurut ucapan yang sharih dari sebagian ulama salaf, semisal dari Ishaq bin Ruhawaih rahimahullah yang mengatakan :

إنما يكون التشبيه إذا قال يد كيد أو مثل يد أو سمع كسمع أو مثل سمع فإذا قال سمع كسمع أو مثل سمع فهذا التشبيه
“Hanyalah tasybih itu terjadi apabila seseorang mengatakan : “Tangan bagaikan tangan yang lain”, atau : “Tangan seperti tangan yang lain “ atau mengatakan : “Pendengaran bagaikan pendengaran yang lain” atau : “Pendengaran seperti pendengaran yang lain.”, sehingga jika dia mengatakan “Pendengaran seperti pendengaran yang lain.”, maka seperti inilah tasybih. 
(Sunan At-Tirmidzi 3/50)
Adapun jism, dan tajsim,…..sama sekali tidak ada. 
Oleh sebab itu, maka Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan :
لم يسلكه أحد من السلف والأئمة فلم ينطق أحد منهم في حق الله بالجسم لا نفيا ولا إثباتا ولا بالجوهر والتحيز ونحو ذلك 
“Tidak ada seorangpun dari kalangan salaf dan para imam yang mengada-ngadakan dan berbicara dengan istilah “jism”, “jauhar”,”tahayyuz”, dan yang semisalnya berkenaan dengan hak Allah. Tidak dengan penafian, dan tidak pula dengan penetapan.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal.85)
So, yang tersisa bagi kita dalam hal pengertian jism ini adalah melihat dari apa yang disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya tentang istilah ini.
Allah berfirman :
“Dan apabila kamu melihat mereka, maka ajsamahum (jism-jism mereka) menjadikan kamu kagum.”
(Q.S Al-Munafiqun ayat 4)
Tentang ayat ini, Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan :
وإذا رأيت هؤلاء المنافقين يا محمد تعجبك أجسامهم لاستواء خلقها وحسن صورها
“Allah berfirman bahwa apabila engkau –wahai Muhammad-melihat orang2 munafik itu, maka tubuh2 mereka akan membuatmu kagum disebabkan serasinya penciptaanya dan bagusnya bentuk tubuh mereka.”
(Jami’ul-Bayan 23/395)
Allah telah menetapkan istilah jism di dalam kitab-Nya yang berarti tubuh manusia atau badan manusia, dan inilah yang dikenal oleh orang Arab tentang apa itu jism di sisi mereka.
Sehingga, atas hal inilah maka Al-Jauhari mengatakan :
قال أبو زيد: الجِسْمُ والجُسْمانُ: الجَسَدُ،
“Abu Zaid mengatakan : “Al-Jism wal-jusmaan adalah jasad.”
(Ash-Shihah fil-lughah bab huruf Jim)
Dan Ibnu Mandzur mengatakan :
جسم: الجِسْمُ: جماعة البَدَنِ أو الأعضاء من الناس والإبل والدواب
وغيرهم من الأنواع العظيمة الخَلْق
“Al-Jism adalah kumpulan dari badan atau anggota2 badan manusia, unta, binatang, dan yang lainnya dari hal makhluk2 yang berat.”
(Lisanul-‘Arab bab huruf Jim)
Ya, hanya itu.
So, dengan i'tibar seperti ini, maka hal2 yang ringan seperti udara, ruh, angin, wewangian, (atau frekuensi), dan yang semisalnya tidaklah disebut dengan jism.
Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah pernah mengatakan :
فإن أهل اللغة يقولون : الجسم هو الجسد والبدن وبهذا الاعتبار فالروح ليست جسما ; ولهذا يقولون : الروح والجسم ; كما قال تعالى : { وإذا رأيتهم تعجبك أجسامهم وإن يقولوا تسمع لقولهم } وقال تعالى : { وزاده بسطة في العلم والجسم }
“Sesungguhnya ahli bahasa mengatakan : “Al-jism adalah jasad dan badan”, maka dengan I’tibar ini ruh bukanlah termasuk jism. Atas hal ini mereka mengatakan : “Ruh dan Jism.” Sebagaimana Allah berfirman : “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka.” Dan firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan jism (tubuh) yang perkasa.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal.36)
Meskipun demikian, benar bahwa sebagian ahlul-kalam menyelisihi ta'rif seperti ini dan mereka memasukan ruh dan yang semisalnya sebagai jism, sebagaimana hal ini pernah disebutkan oleh Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah. 
Kemudian....
Jika Allah memberikan istilah jism ini untuk tubuh manusia, dan jika seperti itulah yang memang dikenal oleh orang2 Arab, maka apabila seseorang sedang membicarakan udara dan shifat2nya, apakah ada keperluan baginya untuk berbicara tentang jism.....tentang tubuh manusia....., setelah dia sendiri tahu bahwa apa yang dia bicarakan itu bukanlah jism, setelah dia sendiri tahu bahwa udara itu bukanlah tubuh manusia??
Jawabnya : “Sama sekali, tidak.”
Atau jika Allah memberikan istilah jism ini untuk tubuh manusia, dan jika seperti itulah yang dikenal oleh orang2 Arab, maka apabila seseorang sedang membicarakan wewangian dan shifat2nya, apakah ada keperluan baginya untuk berbicara tentang jism setelah dia sendiri tahu bahwa apa yang dia bicarakan itu bukanlah jism, setelah dia tahu bahwa wewangian itu bukanlah tubuh manusia??
Jawabnya : “Sama sekali, tidak.”
Maka begitupula ulama2 salaf ketika sedang berbicara tentang Allah dan shifat2-Nya.
Mereka sama sekali tidak memiliki keperluan untuk berbicara tentang jism, berbicara tentang tubuh manusia, setelah jelas bagi mereka bahwa yang mereka bicarakan itu bukanlah jism,.....
Setelah jelas bagi mereka bahwa yang mereka bicarakan itu adalah tentang Allah dan bukan tentang tubuh manusia,.................
Setelah jelas bagi mereka bahwa Allah itu bukanlah manusia, dan manusia itu bukanlah Allah.......
Maka, sehuruf-pun sama sekali mereka tidak perlu menyinggung-nyinggungnya, dan sehuruf-pun mereka sama sekali tidak perlu menyebut masalah jism ini.
So, ketika –misalnya- Allah berfirman :
“….hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotongtangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik.”
(Q.S Al-Maidah ayat 33)
Tentu saja, orang2 Arab pada umumnya baik yang mu'min maupun yang kafir pada saat itu, dan kemudian ulama salaf pada khususnya, sudah ma’lum bahwa tangan dan kaki yang sedang dibicarakan dalam ayat ini adalah tentang jism, tubuh manusia.
Tapi, ketika Allah berfirman :
“Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku.”
(Q.S Shad ayat 75)
Maka, tentu saja orang2 Arab pada umumnya, baik yang mu'min maupun yang kafir pada saat itu dan kemudian ulama2 salaf pada khususnya-pun sudah ma’lum bahwa yang sedang dibicarakan dalam ayat ini bukanlah tentang jism, bukanlah tentang tangan manusia, tubuh manusia, akan tetapi yang dibicarakan adalah tentang Allah yang jelas2 bukan manusia, maka tentu saja mereka se-huruf-pun tidak perlu menyinggung masalah jism.
Lalu, darimana asalnya muncul ta’rif-ta’rif aneh yang menjadi sebab awal munculnya fitnah tentang jism atas diri ulama2 salaf dan ulama2 setelahnya rahimahumullah?
Insya Allah, nanti kita akan mengetahuinya pada bagian kedua…. 

3. JISM MENURUT ORANG2 JAHMIYAH, MU’TAZILAH, DAN KALANGAN AHLUL-BID’AH PENGINGKAR SHIFAT2 ALLAH LAINNYA

Adapun ahlul-bid’ah di masa ulama2 salaf itu hidup, maka mereka memiliki ta’rif2 dan pemahaman tentang jism yang mereka tetapkan sendiri berdasarkan akal2 mereka, diantaranya adalah sebagai berikut…..

a. Sesuatu yang memiliki jarak, maka itu adalah jism

Hal ini dikemukakan oleh orang2 Jahmiyah sehingga mereka mengatakan :
غير بائن باعتزال ولا بفرجة بينه وبين خلقه كجسم على جسم
“Sesungguhnya Allah….antara Dia dengan makhluk-Nya tidaklah terpisah dengan menyendiri dan tidak pula terpisah dengan jarak seperti jism atas jism.”
(Ar-Radd ‘alal-Basyir al-Marisyi hal. 79)

Menurut mereka, jika saja diantara dua hal itu terdapat jarak, maka pastilah keduanya adalah jism. Dengan ini mereka menetapkan bahwa Allah itu tidaklah terpisah dengan makhluk-Nya.
Dan ini menjadi salah satu alasan mereka untuk menafikan adanya Allah di atas ‘Arsy.

b. Sesuatu yang ada pada arah, maka itu adalah jism

Hal ini dikemukakan oleh orang2 Jahmiyah sehingga mereka mengatakan :
وليس له أعلى ولا أسفل ولا نواحي ولا جوانب ولا يمين ولا شمال
“Tidak ada bagi Allah yang lebih atas, tidak yang lebih bawah, tidak pula arah, tidak sisi, tidak kanan, tidak pula kiri.”
(Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah hal.99)

Dalam ungkapan yang lain dari orang2 Mu’tazilah:
أن إثبات الجهة يوجب إثبات المكان وإثبات المكان يوجب إثبات الجسمية
“Penetapan arah itu mewajibkan penetapan tempat, sedangkan penetapan tempat mewajibkan penetapan jism.”
(Manahij al-Adilah hal.176. Maktabah al Anjalu al Misriyah)

Hal ini kemudian, diikuti oleh Syi’ah dan atas hal ini, maka mereka semua mengingkari adanya Allah di atas ‘Arsy dengan alasan arah dan tempat adalah jism.
Sebagian orang lain mengatakan bahwa Allah itu tidak di atas, tidak di kiri, tidak di kanan, tidak.....dan tidak....sebagaimana dahulu diyakini oleh orang2 Jahmiyah.

c. Sesuatu yang memiliki tangan, maka itu adalah jism

Hal ini dikemukakan oleh orang2 Jahmiyah. Mereka mengatakan :
لا نقول إن الله يدين لأن اليدين لا تكون إلا بالأصابع وكف وساعدين وراحة ومفاصل
“Kami tidak akan mengatakan kalau Allah itu memiliki tangan, sebab tiadalah tangan itu melainkan terdiri dari jari2, bahu, hasta, telapak tangan, dan saling terpisah.”
(Al-Ibanah al-Kubra 6/261)

Mereka juga mengatakan :
اليد إذا لم تكن نعمة لم تكن إلا جارحة .
“Jika tangan itu bukan berarti nikmat, maka berarti itu adalah anggota badan.”
(Al-Ibanah hal.136)

Atas hal ini, mereka mengingkari dua tangan Allah, pendengaran Allah, juga wajah Allah, kaki Allah, dan shifat Dzatiyah lainnya karena beranggapan kalau sesuatu yang memiliki tangan itu pastilah adalah jism.

d. Sesuatu yang dapat dilihat, maka itu adalah jism

Yang ini masyhur dari Syi’ah, dan atas hal ini, maka mereka mengingkari dapat dilihatnya Allah dengan mata kepala kelak di hari kiamat.
Dalam hal ini, mereka menyepakati orang2 Mu’tazilah dan Jahmiyah yang juga sama2 mengingkari dapat dilihatnya Allah dengan mata kepala kelak di akhirat dan mereka menganggap orang2 yang meyakini dapat dilihatnya Allah kelak di akhirat sebagai mujasimah.

Salah seorang ulama mereka mengatakan :
واعلم إن أكثر العقلاء ذهبوا إلى امتناع رؤيته تعالى والمجسمة جوزوا رؤيته لاعتقادهم أنه تعالى جسم
“Ketahuilah, kebanyakan orang2 yang berakal (yakni Syi’ah imamiyah, Mu’tazilah, dsb) berpendapat tidak mungkin Allah ta’ala dapat dilihat, sedangkan orang2 Mujasimah menetapkan kalau Allah dapat dilihat berdasarkan keyakinan mereka kalau Allah itu adalah jism.”
(Kasyful-Murad hal.230)

Hal ini menjadi pegangan orang Syi’ah hingga sekarang.
Salah seorang ulama besar kontemporer mereka yang bernama asyatusy-syi’ah Nashir ash-Shirazi mengatakan :
إننا نعتقد بأنه تبارك وتعالى لا يمكن رؤيته، لأن الشيء الذي يرى بالعين هو جسم
“Sesungguhnya kami meyakini bahwa Allah tabaraka wa ta’ala tidak mungkin dapat dilihat, sebab sesuatu yang dapat dilihat dengan mata adalah jism.”
(‘Aqaid al-Imamiyah hal.9)

e. Suara itu adalah jism

Hal ini ternukilkan dari firqah Mu’tazilah, saat mereka mengatakan :
أن كلام الخالق جسم وأن ذلك الجسم صوت مقطع مؤلف مسموع
“Kalam Allah itu adalah jism, dan bahwa jism itu adalah suara yang terputus-putus, tersusun dan dapat didengar.”
(Maqalat al-Islamiyin 1/153)

Atas hal ini, maka mereka menganggap Al-Quran itu sebagai makhluk, dan atas hal inipula, maka orang2 Jahmiyah mengingkari berbicaranya Allah, dan mengingkari suara Allah.

f. Sesuatu yang bergerak, maka itu adalah jism

Orang2 Jahmiyah yang punya ketetapan seperti ini sehingga mereka mengatakan :
لأنه الحي القيوم…………..
أن تفسير ( القيوم ) الذي لا يزول عن مكانه ولا يتحرك
“Sesungguhnya Allah adalah al-Hayyu (Yang Hidup) al-Qayyum.…
Dan sesungguhnya tafsir al-Qayyum itu adalah tidaklah berpindah dari tempatnya, sehingga Dia juga tidaklah bergerak.”
(Ar-Radd ‘alal-Basyir al-Marisyi hal. 20)

Hal ini menyebabkan mereka mengingkari turunnya Allah ke langit dunia, digenggamnya bumi oleh Allah kelak di hari kiamat, dan berbagai perbuatan Allah lainnya yang menurut mereka melazimkan adanya gerakan.

g. Dan yang lainnya yang tidak perlu disebutkan di sini.

Perhatikanlah ta'rif2 orang2 Mu'tazilah, Jahmiyah, Syi'ah dan selainnya tentang jism dalam tulisan sebelumnya pada bagian kedua Isu tentang tajsim dan mujasimah (2) .
Atas hal itu, niscaya kita akan tahu bahwa tidaklah mereka menetapkan suatu pengertian tentang jism melainkan berdasarkan apa yang mereka lihat ada pada makhluk.
Dan konsekuensi dari pengertian2 buatan mereka ini adalah bahwa bagi ahlul-bid'ah ini, orang2 yang meyakini kalau Allah dapat dilihat di akhirat adalah mujasimah...
Orang2 yang meyakini kalau Allah itu memiliki tangan adalah mujasimah....
Orang2 yang meyakini kalau Allah itu memiliki wajah adalah mujasimah......
Dan sebagainya. 
Celakanya, pengertian2 ala ahlul-bid'ah seperti inilah yang kemudian dipegang oleh sebagian orang di zaman sekarang, sehingga tidak heran jika kemudian isu tentang tajsim dan mujasimah ini kembali muncul di masa sekarang.
Ya, sebagian orang di masa sekarang telah menganggap dan menuduh kalau orang2 yang meyakini Allah itu memiliki tangan, wajah, dan beberapa shifat lainnya, sebagai mujasimah, sedangkan tidaklah anggapan dan tuduhan bathil mereka ini kecuali karena disebabkan mereka memegang ta'rif2 rusak ala Jahmiyah, Mu'tazilah dan sebagainya tentang jism.
Jika suatu saat engkau bertemu dengan orang2 yang seperti ini, katakan padanya : "Apakah kekuasaan, pengetahuan dan hidup itu jism?"
Apabila dia menjawab : "Ya, semuanya adalah jism."
Maka katakan kepadanya : "Sesungguhnya engkau meyakini kalau Allah itu hidup, memiliki pengetahuan dan memiliki kekuasaan, maka seharusnya itu berarti menurutmu Allah itu adalah jism."
Jika dia menjawab : "Ooh bukan, meski Allah itu hidup, memiliki pengetahuan dan memiliki kekuasaan, tapi Allah itu bukanlah jism."
Maka katakan kepadanya : "Maka begitupula Allah itu ada di atas 'Arsy, memiliki tangan, memiliki wajah, memiliki kaki dan shifat2 lainnya tanpa harus berarti bahwa semua itu adalah jism."
Allaahul-musta'an.
Selanjutnya.....

Satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa baik Syi’ah, Mu’tazilah, Jahmiyah, dan ahlul-bid’ah lainnya dari kalangan pengingkar shifat2 Allah, maka mereka semua sepakat atas satu kalimat yakni bahwa Allah itu bukanlah jism.

Akan tetapi, satu hal yang sangat perlu sekali kita catat dan ingat adalah bahwa ketika mereka berkata “bukan jism”, maka yang mereka maksud itu adalah “jism” menurut pengertian mereka sebagaimana sebagiannya telah dikutipkan sebelumnya, dan bukan seperti yang dikenal oleh para ulama2 salaf.
Sehingga, maksud dari perkataan mereka : “Bukan jism.” sebenarnya tidaklah sama dengan yang dimaksud “bukan jism.” dari perkataannya seorang ulama Ahlus-Sunnah.
Perkataan mereka : "Allah bukan jism.", maka maksudnya sebenarnya adalah bahwa Allah itu tidaklah dapat dilihat, tidak ada di atas 'Arsy, tidak memiliki tangan, dan sebagainya.
Sedangkan jika ada ulama Ahlus-Sunnah yang berkata "Allah bukan jism", maka maksudnya jelas bahwa yang dimaksud adalah Allah itu tidaklah serupa dengan makhluk-Nya.
Perbedaan maksud ini adalah sebagaimana ketika ulama2 Ahlus-Sunnah berbicara tentang tasybih, dan orang2 Jahmiyah serta Mu’tazilah berbicara tasybih, maka sebenarnya yang dimaksud tasybih oleh orang2 Jahmiyah serta Mu’tazilah itu tidaklah sama sebagaimana yang dimaksud oleh ulama2 Ahlus-Sunnah.
Sehingga, atas hal ini, jika kita berbicara dengan mereka, dan mereka berkata : “Bukan jism.”, maka tanyakanlah kepadanya : “Apa yang anda maksud dengan “jism” dan “bukan jism” itu?”
Atas semua syubhat inilah, Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan :
فيقال لمن سأل بلفظ الجسم : ما تعني بقولك ؟
أتعني بذلك أنه من جنس شيء من المخلوقات ؟
فإن عنيتَ ذلك , فالله قد بيَّنَ في كتابه أنه لا مثل له , ولا كفوَ له , ولا نِدَّ له ؛
وقال : ( أفمن يخلق كمن لا يخلق )
فالقرءان يدل على أن الله لا يماثله شيء , لا في ذاته ولا صفاته ولا أفعاله
“Maka, dikatakan kepada orang yang bertanya tentang lafazh jism : “Apa yang engkau maksud dengan ucapanmu itu?”
Apakah yang engkau maksud dengan lafazh jism itu adalah bahwa Allah termasuk jenis dari makhluk-Nya (yg juga jism)?
Jika ini yang engkau maksud dengan jism, maka Allah telah menjelaskan di dalam kitab-Nya bahwa tidaklah ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding, dan tidak ada yang bersekutu dengan-Nya dalam apapun, dan Dia berfirman : “Maka apakah yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan?”
Maka Al-Quran telah menunjukan bahwa Allah itu tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatupun, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada shifat-Nya, tidak pula pada perbuatan-Nya.”
(Dar-u Ta’arud al-‘Aql wa An-Naql 5/363. Maktabah Darul-Kunuz al-Adabiyah)
Akan tetapi :
إن قلت : إثبات الحياة والعلم والقدرة يقتضي تشبيها أو تجسيما لأنا لا نجد في الشاهد متصفا بالصفات إلا ما هو جسم قيل لك : ولا نجد في الشاهد ما هو مسمى حي عليم قدير إلا ما هو جسم فإن نفيت ما نفيت لكونك لم تجده في الشاهد إلا للجسم فانف الأسماء بل وكل شيء لأنك لا تجده في الشاهد إلا للجسم
“Jika engkau katakan : “Penetapan Hidup Allah, ilmu Allah, kekuasaan Allah melazimkan tasybih atau tajsim sebab tidaklah kita dapati pada sesuatu yang kita lihat yang dishifati dengan shifat tersebut kecuali ia adalah jism.”
Maka dikatakan kepadanya : “Tidak pula kita dapati pada sesuatu yang kita lihat apa yang disebut dengan hidup, mengetahui, dan berkuasa kecuali ia adalah jism. Maka jika engkau hendak menafikan shifat yang engkau nafikan berdasarkan apa yang engkau dapati dari apa yang engkau lihat berupa jism, maka nafikanlah pula nama-nama Allah, dan bahkan nafikanlah pula semua shifat Allah sebab tidaklah engkau dapati hal itu ada pada sesuatu yang engkau lihat kecuali itu ada pada jism.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal. 24)
Jika mereka hendak menafikan sebagian shifat berdasarkan kaidah akal2 mereka yang rusak dengan alasan bahwa shifat2 itu adalah jism, berdasarkan apa yang mereka lihat ada pada makhluk Allah, maka seharusnya dengan kaidah mereka sendiri dan dengan alasan mereka sendiri, maka semua shifat itu harus mereka nafikan dari Allah.
Ya, berdasarkan kaidah rusak mereka, maka seharusnya mereka menafikan pula pengetahuan, kekuasaan, dan hidup itu dari Allah.
Dan jika mereka hendak menuduh orang yang menetapkan shifat sebagai mujasimah atau mereka anggap penetapan shifat itu melazimkan tajsim, maka seharusnya dengan kaidah mereka sendiri, dan dengan alasan mereka sendiri, maka mereka sendiripun sebenarnya adalah mujasimah atau musyabihah, sebab tidaklah mereka sendiri menetapkan suatu shifat melainkan akan mereka temui shifat itu ada pada jism.
Na'uudzubillah.
Pada akhirnya….
Ingatlah, dan perhatikanlah ta’rif2 jism yang dibuat-buat oleh ahlul-bid’ah sebagaimana disampaikan di atas, dan Insya Allah, nanti pada bagian selanjutnya kita akan melihat bahwa penetapan shifat2 Allah di sisi Syi’ah, Mu’tazilah, Jahmiyah, dan ahlul-bid’ah lainnya akan mereka anggap sebagai tajsim, dan ahlus-Sunnah di sisi mereka, benar2 dianggap sebagai mujasimah.
Dan, insya Allah kita juga melihat bahwa apa yang mereka tetapkan itu hanyalah penetapan yang lemah, rusak dan saling bertentangan disana-sini.
Allaahul-musta'an.
Artikel terkait dan perlu dibaca :

( Bagian 1 ) Mengimani Sifat-sifat Allah : Bingung Tentang ( Keberadaan ) Rabbnya ?